Anda di halaman 1dari 132

FISIKA STATISTIKA

Muhammad Kadri

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS N E G E R I
MEDAN
2023
0
BAB I

FISIKA STATISTIKA

1.1.Pendahuluan
Ruang lingkup fisika statistik meliputi dua bagian besar, yaitu teori kinetik dan
mekanika statistik. Berdasarkan pada teori peluang dan hukum mekanika, teori kinetik
mampu menggambarkan sistem dalam keadaan tak seimbang, seperti: proses efusi,
viskositas, konduktivitas termal, dan difusi. Molekul suatu gas ideal tidak dianggap bebas
sempurna tetapi ada interaksi ketika bertumbukan dengan molekul lain atau dengan
dinding. Bentuk interaksi yang terbatas ini diacukan sebagai interaksi lemah atau kuasi
bebas. Ruang lingkup ini tidak membahas partikel berinteraksi kuat.
Tidak seperti pada teori kinetik, mekanika statistik tidak membahas perincian
mekanis gerak molekular, tetapi berhubungan dengan segi energi molekul. Mekanika
statistik sangat mengandalkan teori peluang untuk menentukan keadaan seimbang sistem.
Dalam hal ini bahasan yang dikaji ditekankan pada sistem yang partikel-partikelnya
berinteraksi sangat lemah baik untuk partikel-partikel terbedakan maupun tak terbedakan.
Selain memiliki sifat kuasi bebas, molekul-molekul suatu gas ideal bersifat tak terbedakan
karena molekul tidak berkecenderungan menempati tempat tertentu dalam ruang atau
memiliki kecepatan tertentu. Sedangkan, untuk partikel-partikel yang menempati
kedudukan kisi yang teratur dalam kristal, yakni partikel bergetar di sekitar titik tetap,
dapat dibedakan karena letaknya. Materi fisika statistika mencakup probabilitas dan fungsi
distribusi, teori kinetik, dan mekanika statistik.

1.2.Teori kinetik gas


Teori kinetik gas menyatakan bahwa energi rata-rata tiap partikel gas adalah

3
𝜖̅ = 2 𝑘𝑇

dengan
k = R/NA adalah konstanta Boltzmann,
R = konstanta gas universal, dan
NA = bilangan Avogadro.

1
Dengan menggunakan energi sistem adalah 𝐸 = ∑𝑗 𝑁𝑗 𝜖𝑗 dan jumlah partikel
𝑔𝑗
adalah 𝑁 = ∑𝑗 𝑁𝑗 , maka dengan menggunakan Persamaan 𝑁𝑗𝑀𝐵 = −(𝛼+ 𝛽 ∈𝑗) dapat
𝑒

dituliskan bahwa
𝐸 = ∑𝑗 (𝑔𝑗 𝑒 𝛼+𝛽∈𝑗 )(∈𝑗 )
Dan
𝑁 = ∑𝑗 (𝑔𝑗 𝑒 𝛼+𝛽∈𝑗 )
Dengan demikian rata-rata energi tiap partikel adalah
𝛼+𝛽∈𝑗 𝛽∈𝑗
𝐸 ∑𝑗∈𝑗 (𝑔𝑗 𝑒 ) ∑𝑗∈𝑗 (𝑔𝑗 𝑒 )
𝜖̅ = 𝑁 = 𝛼+𝛽∈𝑗 = 𝛽∈𝑗
∑𝑗(𝑔𝑗 𝑒 ) ∑𝑗(𝑔𝑗 𝑒 )

Kemudian dengan menggunakan rumusan untuk 𝑔𝑗 sebagai fungsi dari ∈𝑗 dalam


persamaan 𝑔𝑗 = 𝐵(∆𝜞)𝑗 maka dapat diperoleh bahwa
∞ 3 1 ∞ 1
𝐸 ∫0 ∈𝑗 (𝐵𝑉 2𝜋(2𝑚)2 ∈𝑗 2 𝑑 ∈𝑗 )𝑒 𝛽∈𝑗 ∫0 ∈𝑗 . ∈𝑗 2 𝑑 ∈𝑗 . 𝑒 𝛽∈𝑗
𝜖̅ = = 3 1 = 1
𝑁 ∞ 𝛽∈𝑗 ∞
( )
∫0 (𝐵𝑉 2𝜋 2𝑚 ∈𝑗 𝑑 ∈𝑗 )𝑒
2 2 ∫0 ∈𝑗 2 𝑑 ∈𝑗 . 𝑒 𝛽∈𝑗
∞ 3
∫0 ∈𝑗 2 𝑑 ∈𝑗 . 𝑒 𝛽∈𝑗
= 1

∫0 ∈𝑗 2 𝑑 ∈𝑗 . 𝑒 𝛽∈𝑗

Dengan menggantikan menjadi integral terhadap semua nilai energi yang


mungkin.Kemudian dengan mengingat bahwa kuantitas 𝛽 adalah lebih kecil dari nol,
maka integral parsial akan memberikan :
∞ 3 2 ∞ 1
∫ ∈𝑗 2 𝑑 ∈𝑗 . 𝑒 𝛽∈𝑗 = − ∫ ∈ 2 𝑑 ∈𝑗 . 𝑒 𝛽∈𝑗
0 3𝛽 0 𝑗

Sehingga persamaan diatas akan menjadi


3
𝜖 = − 2𝛽
3 3
Dengan membandingkan persamaan 𝜖 = − 2𝛽 dengan persamaan 𝜖̅ = 2 𝑘𝑇 dapat

diperoleh bahwa
1
𝛽=−
𝑘𝑇
Demikianlah teori kinetik gas untuk mendahului pembahasan fisika statistika.

2
1.3.Termodinamika Statistik

Termodinamika statistik merupakan cabang termodinamika yang menyediakan


penafsiran tingkat molekul terhadap besaran-besaran termodinamika seperti kerja, kalor,
dan entropi. Masalah mendasar dalam termodinamika statistik adalah penentuan distribusi
energi E di antara N sistem identik.Tokoh-tokoh yang mengembangkan termodinamika
statistik:

- Boltzmann
- Gibbs

Dan setelah kemajuan teori kuantum tokoh-tokoh yang mengembangkannya yaitu:


- Satyendra Bose
- Albert Einstein
- Enrico Fermi
- Paul Dirac

1.4.Microstate Dan Macrostate

Setiap cabang khusus fisika mula-mula dipelajari dengan memisahkan ruang yang
terbatas dari lingkungannnya. Bagian yang dipisahkan yang menjadi pusat perhatian kita
disebut system dan segala sesuatu diluar sistem disebut lingkungan. Bila suatu sistem telah
dipilih maka kelakuan sistem atau interaksinya dengan lingkungan atau keduanya
dinyatakan dalam kuantitaskuantitas fisis. Pada umumnya terdapat dua pandangan yang
dapat diambil, pandangan makroskopik dan pandangan mikroskopik. Pada mekanika
statistika, keadaan mikro (microstate) adalah konfigurasi mikroskopik yang spesifik
dari sistem termodinamika yang mampu menempati sebuah kemungkinan selama
terjadi fluktuasi termal. Sebaliknya, keadaan makro (macrostate) dari sistem menunjukkan
sifat mikroskopiknya, seperti temperatur dan tekanan.

Keadaan makro dapat ditunjukkan dengan distibusi probabilitas dari keadaan


tertentu menggunakan ensembel statistika dari semua keadaan mikronya. Distribusi ini
menjelaskan tentang probabilitas menemukan sistem dalam keadaan mikro tertentu.
Pada batas termodinamika, keadaan mikro yang dijumpai pada sistem makroskopik selama
terjadi fluktuasi akan memiliki sifat makroskopik yang sama.

3
Pada termodinamika statistik (menurut Boltzmann) dibedakan “macrostate” dan
“microstate” (Gambar 1.1) suatu sistem. microstate dari sebuah sistem dapat dijelaskan
apabila posisi dan kecepatan setiap setiap partikel diberikan. Sedangkan macrostate dari
sebuah sistem dapat dijelaskan apabila sifat-sifat makroskopik sistem (seperti tekanan,
temperatur, volume, jumlah mole dll) diketahui.

Gambar 1.1. keadaan Microstate dan Macrostate

Pada kenyataannya yang dapat kita ketahui, yaitu “macrostate”. Jika kita perhatikan
di alam semesta ini, materi atau benda makroskopik terdiri dari benda-benda mikroskopik
seperti molekul, atom dan yang lebih kecil lagi, elektron. Sebagai contoh, satu mol air
(atau sekitar 18 gram), terkandung sekitar 1023 molekul. Sangat sulit untuk mengetahui
kecepatan dan posisi partikel pada suatu waktu tertentu dengan jumlah molekul terlalu
banyak.

Pada tingkat mikroskopik, setiap atom atau molekul terlihat bergerak dan
berinteraksi dengan atom atau molekul lainnya secara acak atau random, tetapi pada
tingkat makroskopik, jika kita melihat dengan cara rata-rata sistem mempunyai sifat-sifat
yang tidak acak.
Ide pokok dalam pembahasan fisika statistik adalah bagaimana mencari fungsi
kerapatan probabilitas (probability density function) yang akan diterapkan pada
sekumpulan partikel identik. Suatu sistem termodinamika dapat dipandang sebagai suatu
assembly (rakitan) dari submikroskopik secara keseluruhan dalam kumpulan besar
keadaan kuantum. Suatu postulat mendasar dalam fisika statistik adalah bahwa :
‘semua keadaan mikro (microstate) yang mungkin dari sebuah assembly tertutup
memiki nilai peluang yang sama’.

4
Selanjutnya beberapa terminologi perlu didefenisikan. Terminologi assembly
dipakai untuk menyatakan sejumlah partikel identik, misalnya molekul, atom, elektron,
fonon, foton, osilator, dsb.
 Keadaan mikro (microstate) suatu sistem, atau konfigurasi, menyatakan jumlah
partikel yang ada dalam suatu tingkatan energi dalam sistem. Jumlah partikel

yang ada pada tingkatan energi ke-i selanjutnya diberi simbol ni , sehingga

∑ 𝑛𝑖 = 𝑁
𝑛

 Keadaan makro (macrostate) suatu termodinamika statistik adalah suatu istilah


lain yang diberikan keadaan termodinamika menurut teori klasik yang dinyatakan
dengan pasangan variabel keadaan.

Keadaan mikro (microstate) ditandai dengan jumlah partikel dalam suatu keadaan
energi. Secara umum, terdapat lebih dari satu keadaan energi (atau keadaan kuantum) pada
setiap tingkat energi. Keadaan seperti disebut dengan degenerasi. Jadi dalam hal ini
keadaan mikro merupakan gambaran yang paling spesifik yang dapat kita berikan. Secara
umum, terdapat sejumlah keadaan mikro yang berbeda yang bersesuaian dengan keadaan
makro yang diberikan.
Sejumlah keadaan mikro yang membentuk suatu keadaan makro disebut peluang
termodinamika. Untuk memberi gambaran bagaimana konsep peluang diterapkan dalam
fisika statistik, kita akan memberikan satu contoh sederhana sebagai berikut, pelemparan
mata uang.
Misalkan kita memiliki sejumlah N mata uang, kita lempar kemudian menghitung
munculnya gambar G(garuda) dan gambar angka K(Kakaktua){uang 100 rupiah}.
N A  N  NG

Jika diambil N  4 , kita dapat membuat daftar peluang yang terjadi apabila
keempat mata uang dilempar bersamaan. Satu keadaan mikro kita analogikan dengan
jumlah sisi gambar dan jumlah sisi angka. Sedangkan keadaan mikro dianalogikan dengan
tiap mata uang yang akan memunculkan salah satu dari dua keadaan (muncul gambar atau
angka) (table 1.1.). Hal yang akan kita bahas adalah jumlah keadaan mikro yang
bersesuaian dengan tiap keadaan makro. Jadi peluang untuk setiap keadaan makro adalah:

5
𝑤𝑖
𝑝𝑘 = dimana 𝑊 = ∑5𝑘=1 𝑤𝑘 = 16
𝑊

Tabel.1 Peluang yang diperoleh dari pelemparan mata uang yang dianalogikan dengan
bahasa statistik termodinamika.
Peluang Peluang
Label Keadaan Keadaan Mikro termo- Ril
keadaan makro dinamika
makro k (NA,NG) Koin Koin Koin Koin wi Pk
1 2 3 4
1 4,0 K K K K 1 1/16
2 3,1 K K K G 4 4/16
K K G K
K G K K
G K K K
3 2,2 K K G G 6 6/16
G G K K
K G K G
G K G K
K G G K
G K K G
4 1,3 K G G G 4 4/16
G K G G
G G K G
G G G K
5 0,4 G G G G 1 1/16

Selanjutnya dapat menghitung jumlah penempatan rata-rata (average occupation


NA NG
number). Misalkan menyatakan jumlah angka yang muncul dan menyatakan
jumlah gambar yang muncul. Jadi 𝑁𝑘,𝑚 menyatakan jumlah angka pada keadaan makro
ke-k. Jumlah rata-ratanya adalah

∑𝑚 𝑁𝑘,𝑚 𝑤𝑚 ∑𝑚 𝑁𝐴,𝑚 𝑤𝑚
̅𝑘 =
𝑁 = = ∑ 𝑁𝑘,𝑚 𝑝𝑚
∑𝑚 𝑤𝑘 𝑁
𝑚

Rata-ratanya adalah :

N A  4   161   3   41   2   83   1  41   0   161   2

6
̅𝐾 = 2. Jadi 𝑁
Jadi 𝑁 ̅𝐾 + 𝑁
̅𝐺 = 4. Gambar 1.2 berikut menunjukkan plot peluang terhadap
̅𝐾 . Kurva tersebut simetris di sekitar 𝑁
𝑁 ̅𝐾 = 2.

4 koin

Nk
̅𝐾
Gambar 1.2. Plot peluang terhadap 𝑁

Jika percobaan dilanjutkan dengan sejumlah besar mata uang yang dilempar
bersamaan, maka kita dapat mencari banyaknya gambar angka dan gambar yang muncul
tanpa melakukan tabulasi. Banyaknya cara munculnya gambar atau angka diberikan oleh
koefisien binomial
𝑁 𝑁!
𝑤=( )=
𝑁𝑘 𝑁𝑘 (𝑁 − 𝑁𝑘 )!

Kalau kita teruskan ke distribusi kecepatan :

Gambar 1.3. Distribusi laju dan jumlah molekul

7
Kita lihat arahnya :

1.4.1. Probabilitas Termodinamik


Dalam sistem tertutup dan terisolasi, energi E dan jumlah partikel N adalah
keduanya konstan. Dimana “microstate” yang mungkin adalah yang memenuhi kedua
kondisi ini. Ketika waktu berjalan karena ada interaksi antar partikel, bisa saja sekelompok
partikel berubah energinya yang mengakibatkan perubahan keadaan energi setiap partikel.
→ “microstate” akan berubah
→ namun setiap kemungkinan “microstate” harus memenuhi kondisi E dan N yang
konstan.
Jumlah “microstate” yang mungkin yang berkorespondensi dengan suatu
“macrostate” k disebut probabilitas termodinamika, Wk.

Jumlah “microstate” secara keseluruhan (assembly) Ω menjadi:

Ω = ∑ 𝑊𝑘
𝑘

Sifat-sifat makroskopis benda tergantung pada nilai ‘rata-rata dalam waktu’ sifat-
sifat mikroskopisnya. Contoh tekanan gas tergantung pada harga rata-rata laju momentum
dalam suatu area tertentu. Jadi dibutuhkan suatu cara untuk menentukan jumlah partikel
̅𝑗 pada level energi j dalam assembly. 𝑁
rata-rata 𝑁 ̅𝑗 disebut jumlah penempatan (occupation

number) rata-rata pada level j.

8
Ambil Njk sebagai jumlah penempatan pada level j di “macrostate” k. Maka rata-
rata grup yang menempati level j :

̅̅̅̅
𝑔 ∑𝑘 𝑁𝑗𝑘 𝑊𝑘 1
𝑁𝑗 = = ∑ 𝑁𝑗𝑘 𝑊𝑘
∑𝑘 𝑊𝑘 Ω
𝑘

Secara rata-rata waktu juga akan didapat hasil serupa. Dapat ditulis:

̅𝑗 = 1 ∑𝑘 𝑁𝑗𝑘 𝑊𝑘
𝑁 Ω

1.4.2. Berbagai Macam Termodinamika Statistik

Statistika partikel biasanya dapat dibedakan sbb:


 Statistik Bose-Einstein
 Statistik Fermi-Dirac
 Statistik Maxwell-Boltzmann
Untuk membedakan hal ini digunakan konsep partikel identik sbb:
 Suatu sistem (misal gas) terdiri dari N partikel dalam volume V:

Sebut:
Qi koordinat gabungan (posisi dan spin) partikel ke-i
si keadaan kuantum partikel ke-i
Keadaan seluruh gas:
{s1, s2, s3,....}
dengan fungsi gelombang pada keadaan ini:
Ψ = Ψ[s1,s2 ,s3,..](Q1, Q2,...... QN)
Beberapa kasus:
A. Kasus “Klassik” (Statistik Maxwell Boltzmann)
Dalam kasus ini (Statistik MB)
 partikel dapat dibedakan (distinguishable)
 berapa pun jumlah partikel dapat menempati keadaan tunggal

9
s yang sama
 tidak ada simetri yang dibutuhkan ketika dua partikel ditukar

B. Deskripsi Mekanika Kuantum


 Simetri jelas dibutuhkan ketika terjadi pertukaran partikel
 Partikel secara intrinsik tidak dapat dibedakan
(indistinguishible)
 Dapat terjadi pembatasan untuk menempati keadaan tertentu

Karena keadaan simetri ini, keadaan kuantum erat hubungannya


dengan spin partikel:
(a) Spin bulat (integral spin)
(b) Spin setengah (half integral spin)

Dengan demikian statistika mekanika kuantum terbagi dua:


(a) Partikel dengan Spin bulat (Statistik Bose-Einstein)
 Setiap partikel memiliki momentum angular spin total
(diukur dalam unit h ) bilangan bulat: 0, 1, 2, 3, 4,...

 Fungsi gelombang total bersifat simetri, yakni


Ψ(. . . Qj. . . Qi . . . ) = Ψ(. . . Qi . . .Qj. . .)
 Tidak dapat dibedakan → setiap pertukaran partikel tidak
menghasilkan keadaan baru

(b) Partikel dengan Spin kelipatan ½ (Statistik Fermi-Dirac)


 Setiap partikel memiliki momentum angular spin total
(diukur dalam unit h ) kelipatan ½ yakni 2
1,2
3 ,....
 Fungsi gelombang total bersifat antisimetri, yakni
Ψ(. . . Qj . . . Qi . . .) = − Ψ(. . . Qi . . .Qj. . . )
 Tidak dapat dibedakan

10
→ Karena sifat antisimetri dan partikel indistinguishable maka dua atau lebih partikel
tidak mungkin pada keadaan yang sama.
→ Prinsip eksklusi Pauli
Resume :
Klasik Kuantum
Maxwell-Boltzmann Bose-Einstein Fermi-Dirac
Distinguishable indistinguishable, indistinguishable
spin: 0,1,2,3,4,... spin: 2
1,2
3 ,....
Tak ada simetri Simetri Antisimetri
Tak ada batasan Tak ada batasan Prinsip eksklusi
jumlah menempati jumlah menempati Pauli
satu keadaan satu keadaan
contoh: contoh:
Foton, He4 Foton, He4

Supaya jelas kita tinjau kasus 2 partikel dengan keadaan kuantum yang mungkin ada tiga s
= 1, 2, 3.

 Maxwell – Boltzman :

1 2 3
AB ... ...
... AB ...
... ... AB
A B ...
B A ...
A ... B
B ... A
... A B
... B A

 Bose – Einstein :

11
1 2 3
AA ... ...
... AA ...
... ... AA
A A ...
A ... A
... A A

 Fermi Dirac :
1 2 3
A A ...
A ... A
... A A

Pada statistik Maxwell-Boltzman partikel – partikel dapat dibedakan dan jumlah


partikel yang menempati energi yang sama tidak dibatasi. Ada sejumlah N partikel
(assembly) dan suatu “macrostate” dengan jumlah penempatan N1,N2,… Nj,…..etc. dan
level degenerasi g1,g2,… gj,…..etc.

Contoh:

Kemungkinan susunan keberadaan dua partikel (a dan b) pada tiga level energi :

Level
Keadaan
1 2 3
1 ab - -
2 - Ab -
3 - - Ab
4 a B -
5 b A -
6 a - B
7 b - A
8 - A B
9 - B A

12
Kalau ada Nj partikel, jumlah kemungkinan distribusi:
𝑤𝑗 = 𝑔𝑗 𝑁𝑗

Pada semua level menjadi: ∏𝑗 𝑤𝑗 = ∏𝑗 𝑔𝑗 𝑁𝑗


Tetapi ∏𝑗 𝑔𝑗 𝑁𝑗 tidak sama dengan Wk karena pertukaran partikel menyebabkan keadaan
yang berbeda, hal ini berkontribusi pada kemungkinan distribusi:
𝑁! 𝑁!
=
𝑁1 𝑁2 ! … … . ∏𝑗 𝑁𝑗 !

Jadi :
𝑁! 𝑔𝑗 𝑁𝑗
𝑊𝑘 = . ∏ 𝑔𝑗 𝑁𝑗 = 𝑁! ∏
∏𝑗 𝑁𝑗 ! 𝑁𝑗 !
𝑗 𝑗

Dimana :
Nj = jumlah partikel
g j = jumlah level

Berikut uraian dari beberapa persamaan :


 Maxell-Boltzmann :
𝑤𝑗 = 𝑔𝑗 𝑁𝑗
 Bose – Einstein :

(𝑔𝑗 + 𝑁𝑗 + 1)
𝑤𝑗 =
(𝑔𝑗 − 1)! 𝑁𝑗 !

 Fermi Dirac :
𝑔𝑗 !
𝑤𝑗 =
(𝑔𝑗 − 𝑁𝑗 )! 𝑁𝑗 !
1.5. Interpretasi Statistik tentang Entropi

Pada suatu sistem PVT :

𝑇∆𝑆 = ∆U + P∆𝑉 − 𝜇∆𝑁

Disini 𝜇 merupakan potensial Kimia.

13
Dari sudut pandang statistik, perubahan energi adalah akibat dari perubahan jumlah
“microstate” yang mungkin. Ada hubungan antara model statistik dengan entropi. Dalam
hal ini entropi dapat dihubungkan dengan probabilitas termodinamik (jumlah “microstate”
dalam assembly). Karena entropi merupakan besaran ekstensif, maka entropi total S
merupakan jumlah entropi-entropi S1 dan S2 dari individual sistem.
𝑆 = 𝑆1 + 𝑆2

Sementara itu,

Ω = Ω1 . Ω2

Jadi entropi tidak mungkin berbanding lurus dengan probabilitas termodinamika. Mari kita
asumsikan bahwa S merupakan fungsi tertentu dari Ω seperti S = J(Ω), maka :

𝐽(Ω1 ) + 𝐽(Ω2 ) = 𝐽(Ω1 . Ω2 )

Karena J(Ω1) hanya fungsi Ω1, maka :

𝜕𝐽(Ω1 ) 𝑑𝐽(Ω1 )
=
𝜕Ω1 𝑑Ω1

𝑑𝐽(Ω1 )
Sehingga : = Ω2 𝐽(Ω1 . Ω2 )
𝑑Ω1

𝑑𝐽(Ω2)
Dengan cara yang sama : = Ω1 𝐽(Ω1 . Ω2 )
𝑑Ω2

dari persamaan-persamaan tersebut:

𝑑𝐽 (Ω1 ) 𝑑𝐽(Ω2 )
Ω1 = Ω2
𝑑Ω1 𝑑Ω2

dan karena Ω1 dan Ω2 independen, maka persamaan tersebut hanya benar bila sama
dengan suatu konstanta, misal = a.
Jadi untuk sebarang sistem:

𝑑𝐽(Ω)
Ω =𝑎
𝑑Ω
𝑑Ω
𝑑𝐽(Ω) = 𝑎

Sehingga 𝐽(Ω) = 𝑎 𝑙𝑛 Ω

14
Supaya sesuai dengan termodinamika klasik, a = k (konstanta Boltzmann)

𝑆 = 𝑘 ln Ω

Persamaan terakhir ini menunjukkan pengertian entropi dari tinjauan fisika


statistik. Apakah masih sejalan dengan definisi umum bahwa “entropi merupakan ukuran
ketidakteraturan”? Tentu saja dapat dibenarkan. Kita tahu bahwa Ω merupakan jumlah
“microstate”, penambahan jumlah ini mencerminkan ketidakteraturan.
Kalau kita dapat memiliki Ω = 1 (hanya satu keadaan), maka S= k ln Ω kondisi
teoritis untuk T = 0.Disini sistem “teratur sempurna”. Dapat dibuktikan dalam banyak hal,

bahwa definisi entropi secara termodinamik 𝑑𝑆 = 𝑑′𝑄⁄𝑇 sejalan dengan definisi statistik S
= k ln Ω.

15
BAB 2

STATISTIK MAXWELL – BOLTZMANN

Agar gambar yang konsisten dapat dipresentasikan untuk jenis statistik yang
berbeda, konsep keberadaan energi telah diperkenalkan bahkan juga dalam kasus satistik
klasik. Pendekatan ini dapat dijustifikasi baik dengan mempertibangkan kasus klasik
sebagai representasi batas dimana pemisahan level energi akan menjadi nol atau tanpa ada
sesuatu yang mengarah pada statistik kalsik, yang hanya membatasi satu per satu dari
jenis statistik kuantum. Dalam kasus yang jarang terjadi, hasil yang diperoleh untuk
rangkaian klasik dengan metode ini akan terlihat memiliki bentuk yang sama seperti yang
diturunkan atas asumsi level energi kontinue.

Distribusi statistik yang sekarang telah diturunkan dengan menentukan sebagian besar
keadaan yang dimungkinkan dari rangkaian klasik dari sistem yang tidak berinteraksi
yang menjadi dasar dari statistik Mazwell Boltzman atau statistik klasik.

2.1. Distribusi terhadap energi


Sebagaimana telah disebutkan di bagian pengantar, maka sangat mungkin untuk
menjelaskan keadaan rangkaian pada batas waktu yang diberikan dengan
menspesifikasikan posisi dan momentum dari setiap sistem dalam rangkaian itu.
Bagaimanapun dimana sistem ini adalah bersifat non interaksi. Maka ini sangat
bermanfaat untuk tujuan analisis statistik untuk menspesifikasikan distribusi sistem
terhadap berbagai energi yang akan tersedia. Distribusi yang lebih rinci dapat diberikan
dengan menspesifikasikan energi yang tepat dari sistem N dari rangkaian itu., misalnya :

Sistem 1 dengan energi ε1

Sistem 2 dengan energi ε2

Sistem L dengan energi εl

Sistem N dengan energi εN

Energi dari sistem ini kemudian akan dihubungkan dengan total energi dengan
syarat Σ εj = E sebagai alternatif, distribusi yang tidak terlalu rinci dapat diberikan dengan
menspesifikasikan jumlah sistem yang memiliki energi dalam rentang ε hingga ε + dε.

16
Jenis yang terakhir dari distribusi ini adalah jelas lebih sesuai untuk tujuan perhitungan
statistik dan masih akan memberikan semua informasi yang dibutuhkan tentang keadaan
rangkaian itu.

Perhatikan bahwa energi dari sistem dapat dibagi ke dalam kolom sehingga kolom
s akan mencakup semua keadaan energi dalam rentang εs hingga εs + dεs, dan juga energi
efektif dari system dalam kolom adalah εs. Jumlah keadaan energi yang tersedia bagi
sistem di dalam kolom s, gi adalah disebut sebagai berat dari kolom. Distribusi dari
sistem terhadap berbagai energi adalah kemudian diberikan dengan menspesifikasikan
bilangan okupasi ns untuk bilangan sistem dengan energi ε s, dalam kolom s. Bila energi
dari sistem ini adalah menyebar terhadap total energi r akan distribusi ini dapat dituliskan
dalam pengertian bilangan okupasi yang ada.

Bilangan sheet 1 2 2 s r

Energi sheet ε1 ε2 ε3 εs εr

Bobot sheet g1 g2 g3 gs gr

Bilangan ocupasi n1 n2 n3 ns nr

Dimana total dari bilangan okupasi ∑𝑟𝑠=1 𝑛𝑠 εs adalah sama dengan total bilangan
sistem N. energi dari sistem ini dalam sheet s adalah n s εs dan total energi dari rangkaian
ini adalah ∑𝑟𝑠=1 𝑛𝑠 εs

Distribusi skematik ini akan memperlihatkan salah satu konfigurasi yang


dimungkinkan dari rangkaian itu dan masing-masing konfigurasi dari rangkaian akan
berhubungan dengan sejumlah susunan yang berbeda dari sistem diantara lembar energi.
Sehingga dalam konfigurasi yang diberikan, maka ini akan dimungkinkan untuk merubah
kedua sistem diantara kedua sheet dan mendapatkan susunan yang berbeda dari sistem
sementara memperahankan konfigurasi menyeluruh yang sama. Dengan demikian,
susunan baru dapat dihasilkan melalui pengalihan sistem dari energi yang diberikan di
dalam sheet ke keadaan lainnya di dalam sheet yang sama meskipun pemindahan ini
tidak akan menghasilkan konfigurasi yang baru.

Beberapa jenis susunan yang berbeda yang berhubungan dengan konfigurasi yang
sama diilustrasikan dalam Gambar 2. Disini empat sistem, telah diberi label a, b, c dan d,
yang terlihat terdistribusi terhadap lembar atau sheet energi dengan berat atau bobot g = 3
dan g = 4.

17
Kolom 1 : g = 3

a B A b c B ca

Kolom 2 : g = 4

c D c b

a d d b

Sangat penting dicatat bahwa mereka dengan susunan baru yang dihasilkan dengan
mempertukarkan dua sistem hanya dapat dipertimbangkan ketika sistem itu dapat
dibedakan secara klasik. Ketika sistem itu telah diambil untuk lebih identik, maka akan
ada statistik kuantum yang akan terlihat dengan pertukaran dari dua sistem yang tidak
menghasilkan susunan baru.

Dalam hal ini, sangat perlu untuk memperkenalkan salah satu asumsi mendasar
dari fisika statistik yaitu :

Probabilitas dimana rangkaian ini adalah dalam sebuah susunan tertentu yang sama
untuk semua susunan yang telah ada. (Asumsi ini dapat terlihat ekuivalen dalam
pernyataan yang melibatkan 6N-ruang fase dimensional. Sehingga, bila keadan dari
rangkaian ini dinyatakan oleh titik dalam ruang Γ6𝑁 , maka probabilitas yang ada di dalam
ruang Γ6𝑁 tertentu adalah sama untuk volume yang sama). Kondisi ini diimplikasikan oleh
istilah yang memperkenankan susunan yang muncul dari kondisi yang kemudian dapat
diarahkan pada rangkaian, k yaitu volume yang tetap dan energi yang tetap. Justifikasi
dari asumsi ini adalah cukup beralasan sebagaimana terlihat dan akan dengan jelas
terletak pada hasil yang kemudian diperoleh dari aplikasinya.

Sementara semua susunan dari sistem ini adalah diasumsikan kemungkinan sama,
semua konfigurasi ini tidak demikian. Sehingga konfigurasi di dalam mana semua sistem
N dari rangkaian ini adalah dalam keadaan energi yang sama akan dapat dihasilkan hanya
dalam satu cara. Pada sisi lain, konfigurasi di dalam mana sistem N adalah hanya
dispesifikasikan sebagai sesuatu yang terdistribusi diantara keadaan g dari sheet tertentu
yang memiliki susunan gN yang berbeda karena setiap sistem dapat diposisikan dalam
shset dalam cara g yang berbeda. Perbandingan dari kedua konfigurasi ini akan

18
mmeperlihatkan bahwa atas dasar persamaan probabilitas untuk setiap susunan, akan
konfigurasi terakhir adalah gN kali dari probabilitas yang pertama.

2.2. Bobot konfigurasi

Karena konfigurasi yang mungkin dari rangkaian ini adalah kemungkinan sama
maka perlu untuk engurangi bobot W, terutama untuk setiap konfigurasi. Bobot ini adalah
diambil sebagai bilangan dari susunan yang berbeda dari sistem yang adalah berhubungan
dengan konfigurasi tertentu. Probabilitas yang dibentuk adalah merupakan konfigurasi
yang diberikan yang akan sebanding dengan bobot konfigurasi yang dimaksud.

Bila sistem di dalam rangkaian ini terdistribusi sedemikian sehingga ada sistem n s
dalam sheet s, sebagaimana dibahas dalam tindakan sebelumnya, bobot konfigurasi ini
akan ditemukan dengan sejumlah cara yang menghasilkan konfigurasi di dalam sistem N
dari rangkaian itu. Demikian juga lembaran order, bilangan dari cara memilih sistem n 1
dari sheet energi pertama dari total N sistem yang sederhana

N!
Cn1  2.1
n1!N  n1 !
N

Sistem n2 dari sheet kedua dapat kemudian dipilih dari sistem yang tersisa (N - n1)

( N  n1 )!
Cn1  2.2
n2 !N  n1  n2 !
( N n1 )

Total jumlah dari cara memilih sistem untuk sheet pertama dan kedua adalah hasil dari
bilangan persamaan 2.1 dan 2.2 yaitu

N! ( N  n1 )! N!
x =- 2.3
n1!N  n1 ! n2 ! N  n1  n2 ! n1! n2 !N  n1  n2 !

Bila hanya ada tiga sheet bilangan sistem dalam sheet ketiga maka harus

n3  N  n1  n2 

dan karena pemilihan sistem n1 dan n2 akan menjadi hal yang sangat penting, juga pilih
sistem n3 di dalam sheet ketiga, total jumlah dari cara pemilihan konfigurasi dengan
bilangan n1, n2 dan n3 adalah dari persamaan 2.3.

N!
2.4
n1! n2 ! n3!

19
Ekstensi dari argumen ini terhadap kasus dari sheet r akan memberikan bilangan cara
memilih sistem untuk berbagai lembaran sebagai

N!
2.5
n1! n2 ! n3!...ns !...nr !

Sekarang, dalam sheet energi s adalah ada g, keadaan energi. Sehingga, tanpa perubahan
konfigurasi, setiap sistem ns adalah sheet yang dapat ditempatkan dalam gs dan disini akan
ada total dari g sns dalam susunan sistem ns di dalam sheet dimaksud. Total bilangan dari,

N!
n1! n2 ! n3!...ns !...nr !

Sehingga, tanpa perubahan konfigurasi, setiap sistem n2 adalah lapisan yang dapat
ditempatkan dalam g dan disini akan ada total dari g dalam susunan sistem n1 di dalam
lapisan yang dimaksud. Total bilangan dari susunan sistem dalam konfigurasi yang
diberikan, maka bobot konfigurasi adalah

𝑁!
𝑊=𝑛 𝑔1 𝑛1 𝑔2 𝑛2 … 𝑔𝑠 𝑛𝑠 … 𝑔𝑟 𝑛𝑟 2.6
1 !𝑛2 !…𝑛𝑠 !…𝑛𝑟 !

𝑔 𝑛𝑠
Dengan menggunakan simbol produk ∏𝑠 { 𝑛𝑠 ! } Untuk menotasikan produk kuantitas
𝑠

𝑔𝑠 𝑛𝑠
untuk semua nilai dari s dari 1 hingga hasil r yang lebih tepat.
𝑛𝑠 !

𝑔 𝑛𝑠
𝑊 = 𝑁! ∏𝑠 { 𝑛𝑠 ! } 2.7
𝑠

(Jenis dari distribusi sistem ini telah dipertimbangkan dan mengabaikan variasi yang
dimungkinkan dari posisi sistem terhadap volume rangkaian. Sementara efek dari variasi
posisional akan dibahas kemudian, terutama dengan merujuk pada sistem interaksi.
Sehinga cukup dicatat disini bahwa susunan baru akan dibentuk dengan perubahan posisi
dari sistem yang tidak berkaitan dengan yang diperkenankan untuk nilai bobot dari
lembaran 𝑔𝑠 .

2.3. Kemungkinan Terbesar konfigurasi

Dari bentuk persamaan 2.7, maka jelas bahwa akan ada nilai tertentu yang sama
dari jumlah pekerjaan di mana bobot dari konfigurasi itu akan menjadi maksimum.
Kemudian, karena probabilitas ini adalah dalam konfigurasi yang sebanding langsung

20
dengan bobot w, maka dapat mengikuti konfigurasi ini dengan bobot maksimum yang
sebagian besar merupakan konfigursi yang dimungkinkan dari rangkaian itu.

Telah diperlihatkan bahwa karena rangkaian yang dipertimbangkan ini terdiri dari
sejumlah sistem yang besar, puncak dari bobot W dalam bagian di sekitarnya dari nilai
maksimum, W adalah sangat jelas. Ini akan melihatkan beberapa rangkaian yang
dihabiskan sejauh proporsi yang lebih besar dari waktu di dalam konfigurasi yang sangat
erat dengan berbagai kemungkinan yang telah ada dengan sifat rangkaian dari berbagai
hal yang berhubungan dalam sifat-sifat ini adalah merupakan konfigurasi probabilitas.

Untuk menemukan bilangan konfigurasi yang berhubungan dengan sebagian besar


konfigurasi yang ada maka sangat penting untuk memaksimumkan bobot W dengan
kondisi

𝜕𝑊
𝑑𝑊 = ∑𝑠 𝜕𝑛 𝜕𝑛𝑠 = 0 2.8
𝑠

Dimana diferensial parsial diambil untuk menunjukkan bahwa dalam setiap


diferensiasi, semuanya tetapi satu dari jumlah pekerjaan adalah dianggap kosntan. Solusi
dari persamaan 2.8 harus memperhitungkan batas yang diberikan terhadap nilai n1 dan n2
dengan kondisi bahwa energi total E dan total bilangan dari sistem N adalah telah
ditetapkan. Demikian juga kondisi untuk bilangan konstanta dari sistem yang dinyatakan
oleh persamaan ∑𝑠 𝑛𝑠 = 𝑁 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 2.9a

Atau

∑𝑠 𝑑𝑛𝑠 = 𝑑𝑁 = 0 2.9b

Dan kondisi untuk total energi konsant

∑𝑠 𝑛𝑠 𝜖𝑠 = 𝐸 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 2.10a

Atau

∑𝑠 𝑑𝑛𝑠 = 𝑑𝐸 = 0 2.10b

Dimana ringkasan akan diambil dengan nilai s = 1 hinga s = e. Metode sederhana


dari pengendalian kondisi ini ke dalam persamaan 2.8 dengan menggunakan pengali
Lagrange yang sudah ditentukan dimana persamaan untuk maksimum dalam W menjadi

21
𝑑𝑊 + 𝑎 𝑑𝑁 + 𝑏 𝑑𝐸 = 0 2.11

Dimana a dan b adalah pengali yang adalah ditentukan kemudian.Justifikasi untuk


pengantar pengali a dan b ini adalah diberikan dalam lamprian 1`. Demikian juga
substitusi dari persamaan 2.8, 2.9b dan 2.10b dalam persamaan 2.11 menjadi

𝜕𝑊
∑𝑠 𝑑𝑛𝑠 + 𝑎 ∑𝑠 𝑑𝑛𝑠 + 𝑏 ∑𝑠 𝜖𝑠 𝑑𝑛𝑠 = 0 2.12
𝜕𝑛𝑠

Karena bentuk yang diberikan untuk W oleh persamaan 2.7 akan ditentukan untuk
pengembangan sisi maksimum dari log W selaindari W dan ini dapat dilihat dalam
persamaan 2.11 dan 2.12 dalam bentuk itu. dan

𝑑 log 𝑊 + 𝛼 𝑑𝑁 + 𝛽 𝑑𝐸 = 0 2.13

Dan

𝜕 log 𝑊
∑𝑠 𝑑𝑛𝑠 + 𝛼 ∑𝑠 𝑑𝑛𝑠 + 𝛽 ∑𝑠 𝜖𝑠 𝑑𝑛𝑠 = 0 2.14
𝜕𝑛𝑠

Dimana term α dan β menggantikan pengali a dan b dari persamaan 2.11 dan 2.12.
persamaan 2.14 dapat dituliskan kembali dengan penjumlah terhadap semua term
sehingga

𝜕 log 𝑊
∑𝑠 { + 𝛼 + 𝛽𝜖𝑠 } 𝑑𝑛𝑠 = 0 2.15
𝜕𝑛𝑠

Bila W dan oleh karena itu log W adalah merupakan nilai maksimum (atau
kemungkinan minimum), persamaan 2.15 harus tetap irrespektif dari besaran peningkatan
individual . Oleh karena itu, semua nilai dari s, ini adalah term yang dikebangkan dalam
persamaan 2.15 dengan rangkaian nol

𝜕 log 𝑊
+ 𝛼 + 𝛽𝜖𝑠 = 0 2.16
𝜕𝑛𝑠

𝜕 log 𝑊
Diferensial , dapat dievaluasi dengan bantuan dari pendekatan Stirling
𝜕𝑛𝑠

terutama untuk berbagai bilangan yang lebih besar. Bentuk dari pendekatan ini adalah
dibahas dalam lampiran 2 dimana ini memperlihatkan bahwa jumlah yang besar

log 𝑁 ! ≃ 𝑁 log 𝑁 − 𝑁 2.17

22
karena adanya sistem yang dapat dipertimbangkan mengarah pada lembar energi
dari keadaan energi yang diberikan, dengan pekerjaan yang diadakan dan dinilai untuk
lebih besar pada pendekatan persamaan 2.17 yang akan berlaku pada n2 untuk nilai dari s.

Dari nilai W akan diberikan oleh persamaan 2.7.

𝑔 𝑛𝑠
log 𝑊 = log 𝑁! + log [∏𝑠 { 𝑛𝑠 ! }]
𝑠

𝑔 𝑛𝑠
= log 𝑁! + ∑𝑠 log { 𝑛𝑠 ! }
𝑠

≃ 𝑁 log 𝑁 − 𝑁 + ∑𝑠 (𝑛𝑠 log 𝑔𝑠 − 𝑛𝑠 log 𝑛𝑠 + 𝑛𝑠 ) 2.18

Perbedaan parsial ini menghasilkan (pes 2.19)

𝜕 log 𝑊
= log 𝑔𝑠 − log 𝑛𝑠
𝜕𝑛𝑠

𝑔𝑠
= log 2.19
𝑛𝑠

Salah satu bagian dari persamaan 2.19 persamaan 2.16 menjadi

𝑔𝑠
log + 𝛼 + 𝛽𝜖 𝑠 = 0
𝑛𝑠

Maka diperoleh ,

𝑛𝑠 = 𝑔𝑠 𝑒 𝛼+𝛽𝜖𝑠 2.20

Hasil yang diperoleh dalam persamaan 2.20 akan memberikan distribusi dari
sistem terhadap berbagai sheet energi untuk berbagai konfigurasi yang dimungkinkan dan
diketahui sebagai distribusi Mazwell Boltzman. Term yang terjadi dalam distribusi ini
seringkali dirujuk sebagai faktor Boltzman. Hasil dari bentuk yang sama dari persamaan
2.20 adalah diperoleh dalam persamaan 10.27 tetapi dari sudut pandang yang berbeda.

Bila disamping lembar atau sheet energi, hanya kondisi energi individu yang
dipertimbangkan ketika jumlah rata-rata R1 dapat didefinisikan untuk keadaan I dari
energi ai. Karena beberapa keadaan memiliki bobot uniti, persamaan 2.20
memprediksikan nilai untuk jumlah okcupasi rata-rata :

𝑛̅𝑖 = 𝑒 𝛼+𝛽𝜖𝑠 2.21

23
Sebelum distribusi diberikan oleh persamaan 2.20 didefinisikan jelas adalah
sangat penting untuk menentukan pengali α dan β maka ini juga sangat penting untuk
memperlihatkan bahwa persamaan 2.20 mendefinisikan maksimum W dan bahwa
ketajamandari maksimum ini adalah dianggap cukup untuk membenarkan distribusi
sebagai representasi dari distribusi rata-rata untuk angkaian ini. Pertanayan dari
maksimum W akan dipertimbangkan perama kali.

2.4. Ketajaman maksimum konfigurasi

Nilai dari jumlah ocupasi diberikan dalam persamaan 2.20 yang mendefisnisikan
titik stasioner untuk bobot W. Sifat dari W di dalam bagian titik stasioner dapat
dipertimbangkan dan harus mengembangkan nilai log W sebagai deret Taylor pada titik
ini. Pengembangan ini memiliki bentuk

  log W    2 log W  ns2


log W  log Wmax    n  s  n 2  2  ... 2.22
s  n s
s
 max  s  max

Dimana Wmax adalah diambil sebagai nilai stasioner dan W adalah bobot
konfigurasi untuk bilangan ocupasi akan dibedakan oleh n, dll dari W max (juga harus ada
istilah tambahan dalam persamaan 2.22 dalam bentuk  
s t
2
log W / ns nt 
max
ns nt

saja, seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 2.19, dan term ini bernilai nol).

Sekarang dengan definisi   log W / n n


s
s s pada titik stasioner dari W. oleh

karena itu perlu untuk mengevaluasi order kedua saja. Dari persamaan 2.19
 log W / ns  log g s / ns  sehingga :

 2 log W 1
 2.23
ns
2
ns

Penulisan n sm untuk nilai ns pada titik stasioner, substitusi dari persamaan 2.23 ke
dalam persamaan 2.22 menghasilkan

ns2
log W  log Wmax  12  2.24
s nsm

Atau

24
 n 2 
W  Wmax exp   12  s  2.25
 s nsm 

Bahwa jumlah Wmax adalah dimaksudkan sebagai nilai maksimum dari W adalah
terlihat dari persamaan 2.25 karena berbapa deviasi n s positif atau negtif dari ns , dari

nilai n sm yang menghasilkan bobot W yang lebih kecil dari Wmax.

Untuk mengapresiasi ketajaman dari maksimum ini nyaakan ns / nsm   s


sehingga persamaan 2.25 menjadi

 
W  Wmax exp   12  nsm s2  2.26
 s 

Kemudian, bila kasus ini dipertimbangkan didalam semua deviasi fraksional maka
memiliki besaran yang sama  s   tetapi dengan tanda yang dipilih untuk menghasilkan

n 
s
s s  0 , persaaan 2.26 menjadi

 

W  Wmax exp   12  2  nsm   Wmax exp  12 N 2  2.27
 s 

Rangkaian rata-rata yang dipertimbangkan ini memiliki total jumlah sistem N


yang lebih besar dari 1020 sehingga dengan deviasi fraksinal δ dari sebagian ebar
konfigurasid ari satu bagian dalam 108 menunjukkan bobot dari konfigurasi yang telah
ada.

 
W  Wmax exp  12 10 20.10 16  Wmax 10 2150

Penurunan yang cepat dari W untuk nilaid ari deviasi fraksionald ari order satu
bagian dalam 1010 adalah terindikasi dalam gambar 3 untuk N = 1020.

25
Semakin jelas dari perhitungan ini bahwa maksimum W adalah sangat tajam dan
bahwa hanya mereka yang memiliki konfigurasi yang adalah dapat dilakukan dalam
berbagai konfigurasi yang dimungkinkan yang memiliki probabilitas dari kejadian yang
berbeda dari angka nol. Oleh karena itu ini akan memperkenalkan tidak adanya kesalahan
yang terdeteksi bila ini diasumsikan bahwa sebagian besar masalah konfigurasi dari
rangkaian ini adalah sama seperti konfigurasi keseimbanan dan bahwa sifat-sifat ini
dihitung untuk sebagian besar konfigurasi yang dimungkinkan yang terjadi pada sifat rata-
rata dari rangkaian itu. Maka harus jelas bahwa bila jumlah dari sistem ini adalah
rangkaian yang dapat direduksi, maka ketajaman konfigurasi maksimum ini akan menjadi
kurang tertandai dan juga fluktasi dari berbagai konfigurasi kemungkinan akan menjadi
hal yang dianggap sangat penting.

2.5. Pengali β

Ada sejumlah kriteria yang dapat diterapkan dalam mempertimbangkan identitas


dari pengali β. Jelasnya, karena jumlah dari sistem ini memiliki energi yang tidak terbatas
maka harus ditetapkan menjadi persamaan 2.20 ini memprediksikan bahwa nilai dari β ini
adalah negatif. Demikian juga nilai β yang dapat ditentukan dengan melakukian susbtitusi
dalam persamaan 2.20 untuk kondisi awal bahwa  ns  N dan n  s s  E . Bagaimana
s s

pun, sebelum didahului dengan tiga substitusi, maka akan sangat menarik untuk
mempertimbangkan β dari sudut pandang termodinamika dan akan dilakukan dengan dua
cara ini.

Dua rangkaian dari A’ dan A” yang meiliki sistem N’ dan N” Rangkaian ini dapat
ditempatkan dalam kontak thermal terhadap energi, tetapi bukan sistem, yang dapat
dirubah ke arahnya dan kemudian sebaliknya dapat diisolasi dari lingkungan sekitarnya.
Dengan pertukaran energi, dua rangkaian ini akan mencapai suhu yang sama seperti ketika
ada dalam keseimbangan thermal. Total energi E dari kedua rangkaian ini adalah
merupakan jumlah yang tetap dengan kondisi.

dN '  0 dN "  0 dan dE  0 2.28

Nyatakan energi dalam kedua rangkaian ini dibagi ke dalam lembaran dan
nyatakan lembaran s memiliki energi  s' dan  s" dan juga jumlah ocupasi n s' dan n s" untuk
rangkaian A ' dan A" . aka total energinya adalah

26
E   ns s   nsn sn
s s

Dan kondisi persamaan 2.28 ini dapat dituliskan sebagai

dN    dns  0 ; dN    dns  0
s s

Dan

dE    sdns    sdns  0 2.29


s s

Bila bobot individu dari kedua rangkaian ini dalam konfigurasi tertentu adalah W '
dan W " , maka total bobot dari konfigurasi kedua rangkaian ini adalah

WT  W W  2.30

Masing-masing susunan dari A ' akan diambil bersama dengan susunan energi A"
kondisi untuk sebagian besar konfigurasi dari kombinasi rangkaian ini akan diberikan,
oleh analogi dengan persamaan 2.13 sebagai:

d log WT   dN    dN   dE  0 2.31

Dimana kondisi ini akan dinyatakan oleh persamaan 2.28 yang ada melalui
pengali  ' ,  " dan  . Sekarang, dari persamaan 2.30, log WT  log W   log W  dan juga
akan tergantung pada jumlah persamaan lainnya.

 log W 
d log W    dns
s ns

Dan

 log W 
d log W    dns
s ns

Persamaan 2.31` ini dapat dituliskan dengan kondisi yang diambil dari persamaan 2.29
sebagai (Pers 2.32)

 log W   log W 
s ns
dn s  
s ns
dns    dns
s

 
   dns      s dns    sdns   0
s  s s 

Atau

27
  log W     log W  
      s dns         sdns  0 2.32
s  ns  s  ns 

Karena persamaan 2.32 adalah diambil sebagai pendefinisikan titik stasioner maka
harus dipenuhi untuk nilai kecil dari dn s' dan dns" dan kondisi untuk konfigurasi yang
dimungkinkan yang ekuivalen dengan dua kondisi

 log W 
     s  0 2.33a
ns

Dan

 log W 
     s  0 2.33b
ns

Untuk semua nilai s. persamaan 2.33a dan 2.33b yang mendefinisikan sebagian
besar distribusi untuk kedua rangkaian dan ini terlihat bahwa kedua dari distribusi ini
akan tergantung pada nilai pengali β. Kemudian, karena ini hanya merupakan suhu dari
kedua rangkaian yang perlu memiliki nilai yang sama, maka ini terlihat bahwa β adalah
fungsi dari temperatur itu sendiri, yaitu:

  f T  2.34

Dimana T adalah suhu thermodinamika dari rangkaian tersebut. Dengan demikian


akan ada pertimbangan dari keseimbangan thermal antara kedua rangkaian, ini adalah
kemungkinan diarahkan pada pengali β yang tergantung pada berbagai suhu
thermodinamika.

Nyatakan jumlah panas dQ dapat disuplai untuk rangkaian dan juga rangkaian
dikembangkan oleh jumlah eV. Rangkaian ini kemudian menjadi jumlah kerja dari pdV
dan p adalah tekanan yang diberikan pada rangkaian oleh lingkungan sekitarnya.
Peningkatan dalam energi dari rangkaian ini kemudian diberikan oleh hukum pertama
thermodinamika sebagai:

dE = dQ – p dV 2.35

Perubahan energi ini juga diberikan oleh

28
dE  d  n s s
s
2.36
  s dn s   n s d s
s s

Kedua term di dalam ekspresi ini muncul dari dua bentuk energi dalam persamaan
2.35. perubahan d s dari level energi s akan dapat disebabkan oleh a perubahan dalam

dV dalam volume rangkaian dan disini term  n dn


s
s s , akan dihubungkan dengan

pekerjaan yang dilakukan oleh rangkaian. Susunan sistem diantara lembaran energi yang
mengarah pada term 
s
s dns harus dihubungkan dengan panas yang diberikan pada

rangkaian dimaksud. Perbandingan di antara persamaan 2.35 dan 2.36 memperlihatkan


bahwa pengertian respektif itu dapat diidentifiaksikan sebagai

n d 
s
s s   pdV 2.37

dan


s
s dns  dQ 2.38

(selisih antara kedua pernyaaan ini dapat dipertimbangkan sebagai perbedaan antara energi
yang diurutkan \ atau kerja dan juga energi disorder atau panas)

Bila hasil dari persamaan 2.38 adalah digunakan bersama dengan persamaan 2.13
untuk kasus dimana akan ada perubahan dalam volume rangkaian, maka kondisi
keseimbangan dari rangkaian ini menjadi:

d log W   dN   dQ  0 2.39

Karena peningkatan energi ini harus terkait dengan suplai dari panas dQ. Dalam
kasus ini dimana dQ adalah telah disuplai pada rangkaian dengan jumlah konsanta dari
sistem (yaitu dN = 0 ) maka akan ada perubahan dalam bobot rangkaian yang diberikan
oleh:

d log W    dQ 2.40

Dalam pernyataan ini, d log W adalah merupakan diferensial sempurna dan oleh
karena itu β dQ harus menjadi diferensial sempurna. Sekarang akan diketahui dalam

29
thermodinamika bahwa pengali 1/T merubah kuantitas dQ ke dalam diferensial yang
sempurna:

dQ
dS =
T

dimana S adalah entropi dari rangkaian dan T adalah suhu pada derajat Kelvin. Oleh
karena itu dapat diikuti bahwa di dalam hubungan umum yang diberikan oleh persamaan
2.34, maka :

1
  2.41
kT

dimana k adalah konsanta dan penggunaannya adalah dibuat dari fakta bahwa β
harus negatif. Dalam hal ini k adalah telah diketahui sebagai kosntanta Boltzmann yang
terjadi dalam teori kinetik dasar yang kemudian akan diperlihatkan dengan
mempertimbangkan energi rata-rata dari sistem dalam rangkaian dimaksud.

Maka dalam pembahasan β, kondisi yang diberikan pada bagian distribusi ini oleh
energi total dan juga bagian dari sistem dalam rangkaian ini adalah digunakan untuk

menentukan energi rata-rata  dari sistem itu. Dari teori energi kinetik dasar maka telah
diketahui bahwa rata-rata energi ini memiliki nilai yang diturunkan dari persamaan gas
ideal sebagai:

3
 kT 2.42
2

Dimana k = R/NA adalah konstanta Boltzmann, R adalah merupakan konstanta gas


universal dan NA adalah bilangan Avogadro. Dengan memperhitungkan energi dari
rangkaian sebagai E   ns s dan juga jumlah sistem sebagai N   ns yang diberikan,
S s

atas substitusi bagi ns dari persamaan 2.20

E  s g s e   s 2.43a
s

Dan

N   g s e    s 2.43b
s

30
Faktor e  dapat diestimasi diantara kedua persamaan ini untuk menghasilkan
energi rata-rata per sistem sebagai

E
  g e s s
s

  s

 g e s 2.44
N s
s

Sebelum formula ini dapat dievaluasi maka sangat penting untuk


menformulasikan gs sebagai fungsi dari s , energi dari sheet ini dan dari d s memiliki
rentang energi yang termasuk pada bagian ini. Untuk tujuan ini maka akan dapat
diasumsikan bahwa volume yang sama dari ruang fase ini memiliki jumlah yang sama dari
keadaan yang ada – dengan asumsi yang terlihat pada lampiran 5 untuk dapat dijustifikasi
dalam kasus mekanika kuantum. Demikian juga keadaan B per unit volume dari ruang
sehingga ini merupakan unsur d  dari fase yang ada yang mengandung B d dengan
bobot sheet s yang ada

g s  Bs 2.45

Dimana  s ini adalah volume dari ruang fase enam dimensi yang memiliki
rentang energi s hinga s  d s dan di dalam volume V dari rangkaian.

Maka diperlihatkan pada lamprian 4, persmaan A4.7 bahwa


1
s  2 2m  2 s2
3
d s . V 2.46

Dimana m adalah massa a dari sistem komponen dari rangkaian itu. (Volume
dari ruang fase ini akan memadukan unsur yang telah ada)

d  dxdydz  dp x dp y dp z

Terutama terhadap nilai x, y dan z dan terhadap semua arah dari momen yang ada
karena energi s adalah diambil sebagai independen dari kedua posisi dari sistem dan juga
arah dari gerakan. Dengan mensubstitusikan dari persamaan 2.46 dalam persaaan 2.45
menghasilkan:

1
g s  BV . 2 2m  2 s2 d s
3
2.47

Substitusi untuk gi dalam persamaan 2.44 akan memungkinkan penjumlahan


terhadap apa yang digantikan oleh integrasi terhadap semua energi yang mungkin,

31
sehingga akan memperlihatkan term dalam g s dari penyebut dan pembilang dan juga
dropping dari subskrip s:

3


 0
 e d 
2

2.48
1



 e d
2
0

Bila diingat bahwa β adalah merupakan kuantitas negatif, maka integrasi parsial
dari pembilang dari persamaan 2.48 menghasilkan:

3 1
 3 
0
2 e  d   
2 
0
2 e  d 

Pesamaan 2.48 dapat menjadi

3
  2.49
2

dan perbandingan dengan eprsaaan 2.42 mengarah pada identitas

1
 
kT

Seperti dalam persamaan 2.41.

2.6. Pengali 

Dalam menentukan perkalian  akan lebih mudah menggunakan substitusi

A  e 2.50

Distribusi persamaan 2.20 kemudian menjadi

n s  Ag s e  s 2.51

Sehingga jumlah total system adalah

N  A g s e  s 2.52
s

Dan

32
N
A
 g s e  s
S
2.53

Mengambil nilai gs seperti yang diberikan persamaan 2.47 memberikan

N
A 1
2.54

2 2m BV   e d 
1
2 
2
0

Dimana semua integrasi diatas nilai  telah menggantikan penjumlahan atas s.


integral dalam penyebut persamaan 2.53 menjadi:

3
1 3  1
2 e  d      2  x 2 e  x dx     2  
3

 0
2
0

   
2

3
2

Kemudian persamaan 2.54 memberikan

N
A 1
 2m  2
BV   
  

1
Atau, dengan   
kT

N
A 2.55
BV 2mkt 2
1

Perkalian  mengambil dari persamaan 2.50 kemudian

 
 N 
  log A  log 2.56
 BV 2mkT  12 
 

2.7. Distribusi Maxwell-Boltzmann

Pernah  dan  dikenal dalam hal parameter juga memungkinkan untuk menulis
distribusi lebih dari energy, seperti yang di berikan oleh persamaan 2.20, dalam hal
parameter. Namun, untuk distribusi ini akan berguna, itu hanya dinyatakan sebgai
distribusi differentil. Misalnya, jika dn diambil sebagai sejumlah system yang memiliki

33
koordinat dalam sebuah volume d dari fase maka distribusi differential ini dapat di tulis
dengan menggantikan sejumlah keadaan gs dalam persamaan 2.20 dengan B d untuk
memberikan

dn  e    B d 2.57

Alternative jika gs adalah sejumlah keadaan dengan energy dengan kisaran c, persamaan
2.20 menjadi

nd   e    g  d  2.58

Untuk jumlah system yang memiliki energy dalam rentang  sampai   d  . Hanya nilai

g d yang akan diberikan untuk bobot gs dalam persamaan 2.47 dengan s digantikan

oleh  . Dengan demikian, disubstitusi  dan  dari persamaan 2.56 dan 2.41, persamaan
2.58 menjadi

2N
1
n  e / kT  2 d  2.59
kT 
1
2

seperti yang akan disebutkan kemudian, kuantitas g  sering disebut sebagai keadaan
berat jenis. Ini merupakan distribusi Maxwell-Boltzmann di dalam diferensial.

Hal yang menarik untuk di catat di sini bahwa distribusi dalam persamaan 2.59 adalah
tidak bergantung dari konstanta B. bentuk ini dapat di simpulkan bahwa, di dalam sama
sekali pemisahan tingkat energi habis, distribusi yang sama akan di peroleh.

34
Soal

1. Tunjukkan bahwa distribusi yang diperoleh dari persamaan 2.11 seperti halnya
pada persamaan 2.13 tidak bergantung pada apakah bentuk dari aproksimasi
Stirling dinyatakan sebagai N ! N / e ataukah dalam bentuk yang lebih
N

sempurna yakni N! N / e 2N 


N


2. Dengan mengintegrasikan secara langsung dari   nd  dengan n diperoleh
0
dari persamaan 2.59 maka tunjukkan bahwa total energi dari asembli dinyatakan
3
sebagai RT dimana R=Nk
2

35
BAB III

APLIKASI STATISTIK MAXWELL-BOLTZMAN

3.1 Rata-rata sifat sistem

Terdapat beberapa properti sistem Y (x, p) yang merupakan fungsi dari enam
koordinat diwakili oleh x ≡ x, y, z dan p ≡ Px, Py, Pz. Distribusi sistem selama energi
tersedia diketahui mungkin untuk mengekspresikan nilai rata-rata Y (x, p) dalam hal
distribusi i. Jika ada sistem dn dengan koordinat (x, p) dalam unsur fase ruang dΓ =
dxdydz dpydpydpz maka probabilitas untuk menemukan sistem dalam elemen ini dapat
ditulis sebagai:

𝒅𝒏
∫(𝒙, 𝒑) dΓ = 𝑵
3.1.

Di mana N adalah jumlah total sistem dan ∫(x,p) adalah fungsi probabilitas.
Dengan dn diperoleh dari persamaan 2.57 ini memberikan:

𝒆𝜶+𝜷 𝑩𝒅𝚪
∫(𝒙, 𝒑)𝒅┌ = 𝑵
3.2.

Nilai rata-rata dari Y (x, p) diperoleh dengan mengambil statistik rata-rata normal
dalam bentuk:

∫ ┌𝒀(𝒙,𝒑) ∫(𝒙,𝒑) 𝒅𝜞
Ῡ= 3.3.
∫ ┌𝒆−€/𝒌𝑻 𝒅𝜞

Di mana integral diperoleh dari seluruh ruang fase dan tepat untuk menunjukkan
integral dalam bentuk penyebut meskipun ∫ ┌ ∫(𝑥, 𝑝)𝑑𝛤 dΓ. Subtitusikan persamaan 3.2
ke persamaan 3.3 yang diberikan atas batas 𝑒 𝛼 B/N,


∫ ┌𝒀(𝒙,𝒑) 𝒆 𝒌𝑻 𝒅𝜞
Ῡ= 3.4.
∫ ┌𝒆−€/𝒌𝑻 𝒅𝜞

Dimana hasil subtistusi di dapat dari β = - 1/kT

ketika menempatkan persamaan 3.2. dalam bentuk (∫(𝑥, 𝑝)I = (𝑒 𝛼 𝐵/𝑁)−€𝑖/𝑘𝑇


dimana €I adalah energy system i.

Sekarang, ∑𝑁
𝑖=1 €i = E, energi total pembuatan, sehingga :

36
3.5

3.2. Energi Ekuipartisi

Jika energi dari sistem yang dibuat berhubungan dengan kuadrat posisi dan
kooordinat momentum sistem untuk setiap hubungan kuadrat, sumbangan dari rata-rata
1
energi yang diberikan kT dimana T adalah temperatur sistem. Ilustrasi dari hal tersebut
2
ditunjukkan dengan contoh.

Dengan mempertimbangkan molekul gas dari massa m dan membiarkan energi untuk
gerak di sumbu x kuadrat momentum px .i.e. x  px 2 / 2m. Nilai rata-rata dari x didapat
dari persamaan 3.4 Jadi, pada temperatur T;

 rP / 2me d
2 / kT
x
 
 re d
x e / kT
3.6.

Dimana energi  adalah total energi yang terkandung dalam s .dengan mengambil energi

dari dua bagian sebagai p x 2 / 2m dan   p x 2 / 2m jadi hubungan keduanya adalah

kebebasan p x ditentukan dari persamaan3.26 yang ditulis sebagai s ,

  px 
2
 
px
2
 
 exp    2m  / kT dxdydzdp y dp z  2m exp(  p x / 2mkT)dp x
2

s     
  px 
2
 
 
 exp    2m  / kT dxdydzdp y dp z exp(  p x / 2mkT)dp x
2

    3.27.

Dengan integral lipat 5 diambil seluruh nilai dari x, y, z , p x danp y . Dengan


2
p
menuliskan x  u 2 dapat dituliskan sebagai berikut
2m


kT  e u u 2 du
2

x  

e
u 2
du
 3.8

37

e u 2 du  1 / 2 e u du sehingga persamaan 3.8 menjadi;


u 2 2
Pengitegralan


1 3.9
x  kT
2

Hasil yang sama pada persamaan 3.9 yang memiliki energi pada sumbu x didapat
1 2
dari kuadrat kordinat x, contohnya x  x . Bagaimanapun, jika energi diubah lebih
2
dari satu keadaan. Energi dinilai pengintegralan atau megikuti aturan yang ada.

Menganggap sebuah osilator harmoni sederhana pada satu dimensi mempunyai energi
yang dibentuk pada kuadraan dua, contohnya:

2
p 1
x  x  x 2
2m 2 3.10

Dimana  adalah pemulihan gaya setiap perpindahan osilatornya. Rata- rata


energi dari osilator pada temperatur T didapat dari persamaan 3.4

 1 2  / kT
 r  p / 2m  x e d
2
x
x 
2 
 re
/ kT
d
3.11

  1  
Jika integral dari exp    p x / 2m  x 2  / kT dydxdpy dp z diambil dari semua nilai
2

  2  
y, z , p y danp x dibatalkan dari persamaan 3.31 energi rata-ratanya mejadi,

 

 px
2
1 2  
  p x
2
1 2  

 2m 2    2m 2  dxdpx
   x  exp   x / kT
     
x 
  
  px
2
1 2 

exp   2m  2 x  / kT dxdpx
    3.12

Pembatasan untuk gerak di sumbu x yang ditujukan untuk gaya osilator. Tetapi,
untuk menilai integral dari persamaan 3.12 koordinat p x dan x dapat ditunjukkan pada
koordinat polar menjadi

38
2
px 1 2
 r 2 sin 2  , x  r 2 cos 2 
2m 2

 1

Kemudian dxdpx  2 m /  ) 2 rdrd  dan persamaan 3.32 diintegrasi semua nilai
 
 dan r ,

2 

 d  e
r 2
/ kT
r 3 dr
x  0
2
0

 kT 3.13
 d  e
 r 2 / kT
r dr
0 0

Energi rata-rata dari molekul bebas yang diberi, dengan menggunakan analisis
yang sama;

 p x 2 py 2 p z 2  1 1 1 3
      kT  kT kT  kT
 2m 2m 2m  2 2 2 2

pada persamaan 2.42 ketika energi rata-rata berada pada tiga dimensi osilator akan
menjadi,

 p 2 py 2 p z 2  1
  x     6. kT  3kT
 2m 2m 2m  2 3.14

Persamaan tersebur bisa digunakan untuk menunjukkan bentuk kuadrat bebas


1
pada energi sebagai ‘derajat kebebasan ’ dari sebuah system pembagian energi dari 𝑘𝑇
2

ditugaskan pada masing-masing tingkat dari kebebasan atau mode bebas dari pengambilan
energi. Seperti pada contoh yang menimbang sebuah massa atom dari elemen padat yang
berisi atom NA , dimana NA adalah bilangan Avogadro. Jika masing-masing atom
dianggap mempunyai tiga dimensi osilator harmonik yang akan menjadi total dari 6N A
tingkat kebebasan. Energy dari massa atom zat padat pada temperature T akan menjadi :

1
𝐸 = 6NA . 2 𝑘𝑇

= 3RT 3.15

Kalor per massa atom elemen padat akan menjadi :

39
𝜕𝐸
Cv = {𝜕𝑇 } = 3 R 3.16
𝑣

≅ 5.94 cal/°K/gram atom

Jika volume zat padat bernilai konstan. Ini merupakan hasil yang telah diperoleh
dari Dulong dan Petit untuk kalor dari sebuah logam.

Diskusi selanjutnya dari tingkat kebebasan telah diberikan di dalam bagian selanjutnya.

3.3 Kalor dari Gas

Karena equip partisi dari energy, jika pemberian molekul mempunyai tingkat
kebebasan f, dalam sebuah gas klasik pada temperatur T, itu akan mempunyai energi
1
pembagi dari (f x 2 𝑘𝑇). Energi dari massa molekul dari gas pada temperature T dengan

demikian menjadi :

1
E = NA x f x 𝑘𝑇 3.17
2

Kalor yang sama dari gas pada volume konstan adalah :

𝜕𝐸 1
Cv = {𝜕𝑇 } = 2 𝑁𝐴 𝑘𝑓 3.18
𝑣

1
= 2Rf

per gram molekul.

Jika molekul gas merupakan monoatomik, hanya terdiri 3 komponen energi kinetik
dari translasi yang akan mengkonstribusi ke energy gas. Lalu akan menjadi tiga tingkat
kebebasan, i.e.f = 3. (akan didiskusikan nanti, beberapa perubahan gerakan rotasi dari
atom tentang sumbu melalui titik pusat akan memerlukan energi yang sangat besar
dibandingkan dengan suhu normal energi kT yang berupa rotasi dikatakan menjadi
‘penghalang’). Kalor pada gas terdiri dari persamaan 3.38, dengan f = 3, seperti :

3
Cv (monoatomik) = 2R 3.19

Jika molekul-molekul gas adalah diatomik maka akan menjadi lima tingkat
kebebasan. Disamping tiga tingkat kebebasan dari translasi dimana kini hadir untuk

40
molekul monoatomik yang akan menjadi dua tingkat kebebasan dari rotasi seperti ilustrasi
pada gambar 1.

wy

wx

Gambar 3.1. Kemungkinan rotasi dari sebuah molekul diatomik

Jika sumbu mengikuti dua atom dari molekul-molekul yang diambil seperti sumbu
z maka energi rotasinya diberikan oleh dua suhu kuadrat seperti :

1 1
Erot = 2 𝐼𝑥 𝑤𝑥2 +2 𝐼𝑦 𝑤𝑦2

dimana Ix dan Iy adalah momen inersia tentang sumbu x dan y dan wx dan wy
merupakan kecepatan sudut. Rotasi molekul tentang sumbunya itu menghalangi kembali
pada suhu normal dan ini juga terjadi dalam keadaan umum beserta getaran atom-atomnya
pada sumbu tersebut. Kalor yang dikandung oleh subtitusi untuk f = 5 didalam persamaan
3.38 yang memberikan :

5
Cv (diatomik) = 2R 3.20

Untuk sebuah triatomik, atau yang lebih kompleks, molekul-molekul tersebut umumnya
enam tingkat kebebasan. Disana ada tiga tingkat kebebasan translasi bersama dengan tiga
tingkat kebebasan rotasi yang digabungkan kepada tiga sumbu utama yang mana rotasinya
tidak menghalangi pada suhu normal. Subtitusi untuk f = 6 dalam persamaan 3.18
memberikan kalor berupa gas seperti :

41
Cv (triatomik) = 3 R 3.21

Ketika nilainya dapat ditahan untuk beberapa tipe dari molekul-molekul dengan
lebih dari dua atom, beberapa keadaan dimana kontribusi dari energi getaran dan nilai dari
f akan menjadi lebih besar daripada enam. A memenuhi diskusi dari titik ini yang harus
meninggalkannya, bagaimanapun, hingga bagian 8.3 pada molekul diatomik.

Jika menggunakan pembuatan hubungan diantara prinsip kalor dari gas sempurna, yang
diibaratkan :

Cp – Cv = R

𝐶𝑝
Lalu rasio γ = 1 + kemungkinan determinan untuk masing-masing dari tiga
𝐶𝑣
1
keadaan dipertimbangkan disini. Jika nilai dari Cv ditandai dari persamaan 3.38 seperti 2Rf
1 2
lalu Cp = R(1 + 2 𝑓) dan γ = (1 + 𝑓).

Kemudian, mengambil nilai respektif dari f, rasio ini menjadi :

5 7 4
γ(monoatomik) = , γ(diatomik) = , 𝑑𝑎𝑛 γ(triatomik) =
3 3 3

4
untuk molekul yang lebih kompleks dengan f > 6, akan menjadi lebih kecil daripada 3 dan

mungkin dalam beberapa kasus mendekati 1.

3.4 Persamaan Difusi Einstein

Seperti aplikasi sebelumnya dari statistik Maxwell-Boltzmann yang diperlukan


pada tahap ini adalah sebuah hubungan yang akan terjadi diantara gerakan 𝜇 dan difusi
koefisien D dari ion sebuah gas.

Mengingat kandungan sebuah gas di dalam sebuah bejana dengan dinding tidak
berpenghantar. Kira-kira menjadi sebuah tempat berlistrik E berlaku gas yang artinya
sebagai wadah luar pengisian bejana seperti yang terlihat di gambar 2 dan kira-kira ion
n(x) per unit volume pada jarak x dari bawah bejana. Jika pengisian pada masing-masing
ion adalah q lalu energi potensial dari sebuah ion pada x, dibandingkan dengan ion itu
pada x = 0 , akan menjadi :

42
𝜖(𝑥 ) = −𝑞𝐸𝑥

Gambar 3.2. Gas mengandung ion-ion dalam tempat berlistrik.

Penyediaan konsentrasi dari ion-ion yang tidak cukup untuk mencapai


keseragaman dari nilai tempat berlistrik. Karena pada gradien energy ini akan menjadi
gradien konsentrasi dari ion-ion di dalam gas. Menggunakan factor Boltzmann untuk
kemungkinan relatif sebuah ion akan mempunyai sebuah partikel energy yang
memberikan :

𝑛(𝑥) −𝜖(𝑥)⁄ 𝑞𝐸𝑥⁄


=𝑒 𝑘𝑇 =𝑒 𝑘𝑇 3.22
𝑛(0)

Dimana n(0) adalah konsentrasi ion-ion pada x = 0 dan T adalah suhu dari gas.

Sekarang, jika ion-ion mempunyai sebuah mobilitas 𝜇, tentu akan menjadi sebuah
kecepatan aliran ionik 𝜇𝐸 dalam direksi dari tempat E. Disana akan menjadi sebuah aliran
arus dari ion-ion yang membentangi bidang pada x sama dengan :

j (aliran) = n(x). 𝜇𝐸 3.23

per unit area per unit waktu.

Juga, jika D adalah koefisien difusi untuk ion-ion, maka akan menjadi sebuah arus difusi
dari ion-ion yang bertemu pada area unit x yang mana didefinisikan oleh :

𝑑𝑛(𝑥)
j (difusi) = −𝐷 3.24
𝑑𝑥

per unit waktu dalam direksi dari gradien konsentrasi. Bagaimanapun, sejak keadaan
dibawah diskusi ini dapat menjadi tidak adanya total aliran arus, dimana dapat menjadi
tidak adanya perpindahan total dari ion. Sebagai berikut :

43
j (aliran) + j (difusi) = 0

atau dari persamaan 3.43 dan 3.44,

𝑑𝑛(𝑥)
n(x). 𝜇𝐸 = 𝐷 3.25
𝑑𝑥

Substitusi untu n(x) dari persamaan 3.42 memberikan :

𝑑𝑛(𝑥) 𝑞𝐸
= n(x).𝑘𝑇
𝑑𝑥

Jadi, persamaan 3.45 menjadi :

𝐷𝑞
𝜇=
𝑘𝑇

atau

𝜇 𝑞
= 3.26
𝐷 𝑘𝑇

yang mana merupakan Persamaan Difusi Einstein.

44
SOAL

1. Turunkan pernyataan variasi tekanan terhadap ketinggian di dalam kolom gas


pada temperatur T.
a. Gunakan fakta bahwa perubahan temperature terhadap ketinggian dh
adalah −𝜌𝑔ℎ dimana 𝜌 menyatakan kerapatan gas kemudian
b. Gunakan factor Boltzmann untuk mendapatkan gradient konsentrasi dari
molekul
Jawab :
Untuk gas ideal berlaku
pV= NkT
atau
𝑁
𝑃 = ( ) 𝑘𝑇
𝑣
= 𝜌𝑘𝑇
Dengan 𝜌 menyatakan densitas atau jumlah partikel per satuan volume jadi,
𝑃(ℎ) = −𝜌𝑔ℎ
𝑃
= − 𝑘𝑇 𝑔ℎ
Atau
𝑃
𝑑𝑃 = − 𝑔 𝑑ℎ
𝑘𝑇
𝑔
𝑑𝑃 = − 𝑑ℎ
𝑘𝑇
𝑔
log 𝑝 − log 𝑐 = − ℎ
𝑘𝑇
Dengan c = konstan integrasi kiri+ konstan integrasi kanan. Karena pada
ketinggian 0 tekanan adalah tekanan atmosfir P0 maka persamaan i.2 dapat
dituliskan menjadi
log 𝑃0 − log 𝑐 = 0
𝐶 = 𝑃0
Atau
𝑔ℎ
𝑝(ℎ) = 𝑃0 exp (– )
𝑘𝑇
Konsentrasi gradient dapat diperoleh denngan menijau hubungan PV =
NkT menjadi N = PV/kT demikian pula P0V = N0kT sehinggaN0 = P0V/kT,
jadi
𝑁 (ℎ ) 𝑝 (ℎ ) 𝑔ℎ
= = exp (– )
𝑁0 𝑝0 𝑘𝑇
𝑔ℎ
𝑁(ℎ) = 𝑁0 exp (– )
𝑘𝑇
Hal in benar mengingat dalam menijau tekanan gas tersebut, gaya
eksternal(dan kemudian energi) yang berlaku hanya gaya gravitasi yang
hanya bergantung pada ketinggian h.

45
2. Hitunglah nilai rata-rata dari |𝑣𝑧 |dan 𝑣𝑥2 (section 3.3)
Jawab:
−𝑣 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑣𝑥 < 0
|𝑣𝑧 | = { 𝑥
𝑣𝑥 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑣𝑥 ≥ 0
Jadi
01 ∞
𝑚 2 𝑚𝑣𝑥2 𝑚𝑣𝑥2
|𝑣𝑧 | = ( ) [− ∫ 𝑣𝑥 exp (− ) 𝑑𝑣𝑥 + ∫ 𝑣𝑥 exp (− )]
2𝜋𝑘𝑇 −∞ 2𝑘𝑇 0 2𝑘𝑇
𝑚𝑣𝑥2 𝑘𝑇𝑑𝑢
Misalkan = 𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑥 =
2𝑘𝑇 𝑚
Untuk 𝑣𝑥 = 0, 𝑢 = 0 dan untuk 𝑣𝑥 = −∞, 𝑢 = ∞
Sehinggan denagn memasukkan fakta tersebut kepersamaan sebelumnya dan
mengganti kembali u menjadi 𝑣𝑥 diperoleh
1
0 ∞
𝑘𝑇 2
|𝑣𝑧 | = ( ) [− ∫ exp(−𝑣𝑥 ) 𝑑𝑣𝑥 + ∫ exp(−𝑣𝑥 ) 𝑑𝑣𝑥 ]
2𝜋𝑚 ∞ 0
1
𝑘𝑇 2 0 0
= ( ) [ exp(−𝑣𝑥 )| − exp(−𝑣𝑥 ) | ]
2𝜋𝑚 ∞ ∞
1
𝑘𝑇 2 1 1 1 1
=( ) [ 0 − lim 𝑣𝑥 − lim 𝑣𝑥 + 0 ]
2𝜋𝑚 𝑒 𝑣𝑥→0 𝑒 𝑣𝑥→∞ 𝑒 𝑒
1
2𝑘𝑇 2
= ( )
𝜋𝑚
Untuk 𝑣𝑥2
1 3

𝑚 2 𝑘𝑇 2
̅̅̅̅
2
𝑣𝑥 = ( ) 2 [∫ √2 ( ) √𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑥 exp(−𝑣𝑥 )]
2𝜋𝑘𝑇 0 𝑚
∞ 1
2𝑘𝑇
= ( ) ∫ 𝑒 −𝑣𝑥 𝑣𝑥2 𝑑𝑣𝑥
√𝑥𝑚 0
2𝑘𝑇 3
= ( )Γ( )
√𝑥𝑚 2

2𝑘𝑇 1 1
= ( ) Γ (2)
√𝑥𝑚 2
𝑘𝑇
= (𝑚)
Perlu diperlukan bahwa nilai kedua besaran in tidak sama dengan nilai dari v x
yang nilainya sama dengan 0. Anda bias membayangkan nya secara intutif
3. Tunjukan bahwa integrasi terhadap persamaan 3.10 untuk semua sudut
koordinat kutup akan menghasilkan distribusi seperti pada persamaan 3.8
Jawab :
3

𝑚 2 𝑚(𝑣𝑥2 + 𝑣𝑦2 + 𝑣𝑧2 )
𝑁( ) ∭ exp (− ) 𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧
2𝜋𝑘𝑇 −∞ 2𝑘𝑇

46
3 2
2𝜋 𝜋 ∞ 𝑚𝑣𝑟
𝑚
= 𝑁 (2𝜋𝑘𝑇 ) ∫𝑣𝜑=0 ∫𝑣𝜃=0 ∫𝑣𝑟=0 𝑒 − 2𝑘𝑇
2
𝑣𝑟2 sin(𝑣𝜃 ) 𝑑𝑣𝑟 𝑑𝑣𝜃 𝑑𝑣𝜑
3 ∞
𝑚 2 𝑚𝑣𝑟2
= 𝑁( ) 2𝜋. 2 ∫ 𝑣𝑟2 𝑒 − 2𝑘𝑇 𝑑𝑣𝑟
2𝜋𝑘𝑇 0
3 ∞
𝑚 2 𝑚𝑣𝑟2
∫ 2 − 2𝑘𝑇
= 𝑁( ) 4𝜋 𝑣𝑟 𝑒 𝑑𝑣𝑟
2𝜋𝑘𝑇 0
Karena yang diintegralkan hanya sudut kutubnya maka, nilai in sudah sama
dengan yang diperoleh pada persamaan 3.8.

47
BAB 4

STATISTIK BOSE-EINSTEIN

Setelah turunan dari penyaluran statistik yang sesuai untuk kumpulan yang tidak
mempengaruhi sistem klasik perlu untuk mempertimbangkan sifat dari perkumpulan di
mana sistem, masih dianggap tidak mempengaruhi, mematuhi hukum mekanika kuantum.

Dari sudut pandang mekanika statistik perbedaan prinsip antara Boson dan sistem
klasik terletak pada kenyataan bahwa setiap dua Boson identik akan benar-benar tidak bisa
dibedakan. Jadi, sementara pertukaran dua system yang 'indetical' dapat menyebabkan
pengaturan baru dalam perkumpulan, pertukaran dua Boson identik tidak bisa. Perbedaan
ini akan menyebabkan hasil yang berbeda untuk distribusi energi yang paling mungkin
dari sistem dalam perkumpulan.

Perbedaan lain antara sistem mekanik dan klasik kuantum dalam sifat diskrit dari
keadaan energi yang tersedia. Dalam statistik klasik distribusi, yang diperoleh pada asumsi
bahwa energi bisa diturunkan ke level diskrit, itu terbukti tidak berubah ketika pemisahan
tingkat diizinkan untuk cenderung nol. Dalam kasus mekanika kuantum keadaan energi
diskrit tentu harus dianggap seolah-olah masing-masing keadaan tersedia menempati
volume yang pasti dari ruang fase. Dalam lampiran 5 buku ini terbukti h3sama dengan per
keadaan *sehingga, dalam volume ruang fase d , akan menjadi d / h 3

* h 3 dapat dianggap sebagai hasil dari prinsip ketidakpastian Heisenberg. Dengan


demikian nilai terkecil dari dxdpx produk yang dapat diperoleh dengan pengukuran
perubahan posisi dan momentum dari suatu sistem kira-kira sama dengan h. Oleh karena
itu nilai yang berarti terkecil dari suatu unsur ruang fase h 3 adalah sekitar
dxdydxdpx dp y dp z . Perhitungan yang tepat menunjukkan bahwa unsur ini terkecil dari

ruang fase, pada kenyataannya, h 3 sama dengan untuk satu keadaan.

4.1 Distribusi Bose-Einstein

Distribusi energi yang paling mungkin untuk kumpulan identik, Boson non-
berinteraksi dapat diperoleh dengan metode akurat serupa dengan yang digunakan dalam

48
kasus sebuah kumpulan klasik. Konfigurasi kumpulan ini lagi ditentukan dengan lembar s,
yang terdiri dari semua keadaan g s yang menyatakan dengan energi dalam kisaran  s ke

 s  d s , berisi system ns . Keterbatasan yang dikenakan pada nilai-nilai yang diizinkan

nomor kedudukan ns timbul dari energi E tetap dan jumlah tetap sistem N perkumpulan
sehingga

n s s  E n s N
s s 4.1

Sekarang diperlukan untuk menemukan jumlah susunan yang berbeda dari sistem
yang sesuai dengan konfigurasi yang diberikan atau nomor kedudukan yang ditetapkan.
Karena sistem tidak dapat dibedakan pertukaran dua sistem, apakah antara dua lembar atau
antara dua keadaan energi dalam lembar yang sama. tidak akan menghasilkan pengaturan
baru. Satu-satunya pengaturan yang berbeda yang dapat dibentuk timbul dari susunan
sistem dalam lembar antara kedudukan-kedudukan yang tersedia di lembar.

Mempertimbangkan kedudukan g s dari lembaran s yang diwakili oleh


kompartemen ditampilkan di Gambar.4.1 dimana suatu sistem kedudukan ditampilkan
diatur berturut-turut. ns sistem harus diatur antara kedudukan g s . Pengaturan ini harus
jelas dimulai dengan kedudukan di sebelah kiri seperti yang ditunjukkan kedudukan ini
dapat dipilih dengan cara g s .

Pertama

Arrangement 1 | || .. || . || . || . || |

Arrangement 2 | . || || .. || || . || . |

Arrangement 3 | || || ... || . || || . |

Arrangement 4 | .. || . || || || .. || |

Gambar 4.1. Enam bagian dan lima sistem diatur berturut-turut.

Garis ganda mewakili batas-batas antara bagian dan titik-titik mewakili sistem.

49
Batas bagian pertama ini mungkin memiliki salah satu system ns atau salah satu

yang tersisa g s  1 menyatakan di sebelah kanan dan sistem ini atau kedudukan dapat

dipilih dalam total g s 1  ns  . Jumlah total cara memposisikan sistem ns ini dan

g s  1 menyatakan setelah kedudukan pertama, memberikan

g s g s  1  ns !

Cara mengatur sistem ns antara kedudukan gs. Namun, jumlah ini termasuk g s !

Pengaturan dari kedudukan di antara mereka sendiri dan n s ! Pengaturan sistem tidak dapat
dibedakan. Jumlah dari pengaturan yang tidak dapat dibedakan, ws, dari sistem dalam
lembar s, oleh karena itu

g s  g s  1  ns !
ws 
g s ! ns !


g s  1  ns ! 4.2 *
g s  1!ns !

Sekarang pengaturan sistem dalam lembaran yang diberikan adalah selalu


independen dari pengaturan dalam setiap lembar lainnya. Oleh karena itu setiap
pengaturan sistem dalam satu lembar dapat diambil bersama-sama dengan salah satu
pengaturan sistem dalam lembar lain. Jumlah pengaturan untuk konfigurasi yang
diberikan, sehingga

W   ws
s


g s  1  ns ! 4.3
s g s  1! ns !

Seperti dalam statistik Maxwell-Boltzmann konfigurasi yang paling mungkin


ditentukan dengan menemukan nilai-nilai ns yang memberikan nilai maksimum untuk
bobot W. Dengan kondisi dari persamaan 4.1 diperkenalkan oleh pemikiran lagrange
yaitu perklian yang tidak dapat ditentukan, persamaan maksimum ini diberikan dalam
persamaan 2.15, oleh

50
  log W 
      s dns  0
s  ns  4.4

*Tidak mengherankan hasil ini hanya memberi sejumlah cara pengaturan sistem ns

identik dan ( g s  1) batas identik antara bagian-bagian yang diilustrasikan dalam Gbr.9
oleh titik dan garis ganda masing-masing. Didalam Gbr.9. sepuluh objek yang akan diatur
dan ini terdiri dari lima titik yang identik dan lima garis ganda identik. Jumlah pengaturan
dibedakan kemudian 10!/5!5! yang setara dengan persamaan 4.2

Tetapi pada saat maksimum persamaan ini harus sesuai untuk semua nilai yang
kecil dari dns kemudian dari penjelasan hubungan yang ada dalam tanda kurung pada
persamaan 4.4 harus terpenuhi untuk semua nilai dari s maka

 log W
   s  0 4.5
n s

Jika menganggap bahwa jumlah dari keadaan pada setiap bagian cukup dengan memilih
gs! dan ns! Yang didapat dari pendekatan stirling (lihat Appendix 2) kemudian log W
didapat dari persamaan 4.3 sebagai berikut

log W   log ws
s

g s  1  ns !
log W   log
s g s  1!ns !
log W    g s  1  n s  log  g s  1  n s    g s  1 log  g s  1  n s log n s 
s 4.6

Dari persamaan diatas didapat

  g s  1  n s  log g s  1  ns   g s  1 log g s  1  n s log ns 


 log W
 s

ns n s
 log W g s  1  ns  log g s  1  ns  g s  1 log g s  1 n s log ns
  
ns n s ns ns

g s  1log g s  1
Karena diturunkan terhadap ns maka adalah konstan ,dan untuk
ns

51
  g s  1  n s  log  g s  1  n s 
 u v  v u
n s
u  g s  1  ns
u  1
v  log  g s  1  n s 
1
v 
g s  1  ns
  g s  1  n s  log  g s  1  n s   
 1log  g s  1  n s     g s  1  n s 
1
n s  g s  1  ns 
  g s  1  n s  log  g s  1  n s 
 log  g s  1  n s   1
n s

Dan untuk

n s log n s
 u v  v u
n s
u  ns
u  1
v  log n s
1
v 
ns
n s log n s 1 
 1log n s    n s 
n s  ns 
n s log n s
 log n s  1
n s

Jadi persamaannya menjadi

 log W
 log  g s  1  n s   1  log n s  1
n s

Maka

 log W
 log g s  1  n s   log n s
n s

Karena telah diasumsikan bahwa g s dan ns jauh lebih besar dari pada satu,maka

 log W  g  ns 
 log  s  4.7
ns  ns 

52
Kemudian substitusikan persamaan 4.7 ke persamaan 4.5 sehingga

 g  ns 
log  s       s  0
 ns 

Sehingga konfigurasi yang paling mungkin adalah

gs
 e    s   1
ns

Kemudian didapat

g
ns  s
   s 
4.8
e 1

Yang mana persamaan diatas merupakan bentuk umum dari distribusi Bose-
Einstein untuk gas Boson.

Jika pendapat pada bagian 2.50 pada termodinamika digunakan yaitu pengali 

maka mungkin untuk melihat identifikasi   1 / kT ,jika mensubstitusikan A  e 


maka persamaan 4.8 menjadi

gs
ns  4.9
1  S / kT
e 1
A

Dan jumlah rata-rata dari sistem pada keadaan tunggal i dengan energi  i adalah

1
ni  4.10
1  i / kT
e 1
A

4.2 GAS BOSE –EINSTEIN

Jika molekul berada pada gas yang mempunyai integral momentum angular yaitu
h / 2 maka dapat dikatakan gas tesebut memenuhi statistik Bose – Einstein seperti pada
gas Boson dan yang lainnya.distribusi molekul gas pada setiap bagian energi diberikan
oleh persamaan 4.9

53
Karena setiap keadaan energi yang terpenuhi membutuhkan volume h 3 dalam
ruang fasa maka bobot keadaan energi dalam suatu keadaan dapat ditentukan dengan
menggunakan volume d dalam ruang fasa, maka persamaannya adalah

d
g 4.11
h3

Berdasarkan appendix 4 (persamaan A4.7) volume dalam ruang fasa pada tingkat
1
energi  ke   d adalah 2 2m  d .V untuk volume V.jumlah energi keadaan yang
3
2 2

ada pada tingkat energi ini diberikan sperti persamaan dibawah ini

1
2 2m  d .V
3
2
g  d 
2
4.12
h3

Dengan g   adalah kerapatan dari setiap energi keadaan.jumlah dari molekul


yang mempunyai energi pada tingkat  ke   d diperoleh dari persamaan 4.9 dan 4.12
sebagai berikut

Persamaan 4.9

gs
ns 
1  s / kT
e 1
A

Maka jumlah dari molekul yang mempunyai energi pada tingkat  ke   d adalah

g  d
n d 
1  / kT
e 1
A

Maka dengan mensubtitusikan persamaan 4.12 diperoleh

1
2 2m   d .V
3
2 2

n d  h3
1  / kT
e 1
A

54
Dengan bentuk sederhana nya

1
1 2 2m  d .V
3
2
n d 
2
4.13
h3 1  / kT
e 1
A

Nilai dari parameter A pada distribusi diatas dapat ditentukan dengan kondisi sebagai
berikut

 n d  N
0
4.14

Dimana N adalah jumlah total dari molekul yang ada pada volume V.secara umum
integral ini sulit untuk diselesaikan karena nilai dari A untuk gas cukup kecil sehingga
menyebabkan suku yang bernilai 1 pada penyebut dalam persamaan 4.13 dapat diabaikan
,bila kondisi ini dipenuhi maka distribusi ini akan mendekati distribusi Maxwell-Boltzman
dan karena molekul-molekul tersebut menyebar diantara keadaan – keadaan energi maka
gas itu dikatakan tidak terdegenerasi,hasil integral dari persamaan 4.14 memiliki hasil
yang sama dengan persamaan 2.55 dengan mengganti konstanta B menjadi h 3 maka
persamaan nya menjadi

Nh 3
A 4.15
V 2mkT 
3
2

Dan

 Nh 3 
 
  log A  log  3 
4.16
V 2mkT  2 

Karena exponensial e  / kT adalah lebih besar dari (atau sama dengan) 1 untuk
semua nilai energi pada kondisi persamaan 4.13 dengan menggunakan pendekatan
distribusi klasik pada persamaan 4.15 sehingga didapat A << 1,jika nilai dari N,V dan m
untuk gas helium * disubstitusikan pada persamaan 4.15 maka untuk standar tekanan
atmosphere diperoleh:

Pada T  300K maka A  3 10 6

55
Pada T  4 K maka A  0.15

1  / kT
Jadi bahkan pada T  4 K nilai dari e >>1 tetap terpenuhi dan gas helium akan
A
berlaku untuk pendekatan yang baik bagi gas klasik

*
isotop yang umum dari gas helium dibentuk dari 4 nukleon dan 2 elektron dan yang
mempunyai integral momentum angular maka akan berlaku gas Boson

A. Kondensasi Einstein

Jika nilai dari A meningkat menuju satu maka mungkin gas Boson akan berlaku
1  / kT
karena kondisi e >>1 hanya berlaku untuk energi molekul yang tinggi.pada kasus ini
A
jumlahnya harus diambil dari adanya energi keadaan pada   0 ,jadi jika distribusi dari
keadaan energi yang diberikan oleh persamaan 4.12 diperkirakan bahwa g 0  0 ,maka
hanya ada 1 keadaan yang diperbolehkan pada energi nol,maka mungkin untuk
menuliskan distribusi dari molekul ,dan jumlah total dari N adalah

g  d

1
N
1 0 1  / kT
1 e 1 4.17
A A
N  N0  N 

Dimana N 0  1 /1 / A  1 adalah jumlah molekul pada keadaan energi yang

paling rendah dan N  adalah jumlah molekul dengan energi diatas energi keadaan yang
paling rendah tersebut,karena nilai A meningkat menuju satu maka jumlah N 0 akan
meningkat dengan memasukkan sebagian besar dari fraksi seluruh molekul

Meningkatnya nilai N 0 mewakili penurunan volume pada ruang momentum yang


terisi energi molekul yang paling rendah dan jika dihubungkan dengan proses kondensasi
normal yang mana ada pengurangan volume pada ruang Euclidean yang terisi oleh
molekul ,meningkatnya nilai N 0 disebut dengan kondensasi Einstein,sama halnya
kondensasi juga tidak terjadi jika suhu T dan volume V yang berkurang akibat dari
tekanan yang tinggi.

56
4.3. Radiasi Benda Hitam : Gas Foton

Radiasi elektromagnetik yang berada dalam suatu ruang tertutup bertemperatur


konstan dapat dipertimbangkan sebagai suatu kumpulan dari foton-foton dengan berbagai
variasi energi. Karena foton tersebut memiliki integral momentum angular dalam satuan
h / 2 maka mereka akan secara alami berkelakuan sebagai Boson dan dapat diasumsikan
bahwa pada suatu gas foton akan memiliki distribusi energi yang diberikan oleh statistik
Bose-Einstein. Akan tetapi, ada dua hal yang harus diperhatikan.

Pertama, karena foton-foton tersebut dapat diserap dan dipancarkan kembali oleh
dinding-dinding dalam ruang tertutup, jumlah foton dalam ruang tersebut menjadi tidak
tetap. Dengan demikian pada kondisi n
s
s  N atau  dn
s
s  0 , yang diberikan dalam

persamaan 4.1 tidak dapat terpenuhi pada distribusi dan pengali  adalah sama dengan nol
(yaitu A  e   1 )

  0  A  e  e 0  1

Kedua, energi foton berbentuk hv , dimana v adalah frekuensi radiasi, dan oleh
karena itu akan lebih memudahkan apabila distribusi energi foton diekspresikan dalam
frekuensi atau panjang gelombang foton. Yang ditunjukkan dalam Lampiran 5 (persamaan
5.10) bahwa jumlah dari bentuk-bentuk gelombang bebas dalam batas panjang gelombang
 hingga   d adalah (4 / 4 )d per satuan volume dalam ruang tertutup. Akan tetapi
pada gas foton, kemungkinan ada 2 arah polarisasi gelombang elektromagnetik, arah-arah
ini menjadi tegak lurus terhadap arah rambatan gelombang. Setiap foton dapat memiliki
salah satu dari arah-arah polarisasi ini dan jumlah dari bentuk-bentuk yang diberikan oleh
karenanya dirangkap. Jumlah dari keadaan-keadaan atau bentuk-bentuk yang diberikan
dalam batas  hingga   d adalah sebagai berikut:

8
g (  ) d  d 4.18
4

per satuan volume dimana g ( ) merupakan densitas dari suatu keadaan yang
dihubungkan dengan panjang gelombang. Dengan menggunakan distribusi Bose-Einstein
dari persamaan 4.9 dengan A sama dengan kesatuan dan energy sebagai hvs untuk bagian
s memberikan jumlah foton dalam bagian ini pada temperature T sebagai berikut

57
gs
ns 
1 s / kT
e 1
A
gs
ns 
1 s / kT
e 1
e
gs
ns 
1 hvs / kT
e 1
e0
gs
ns 
1 hvs / kT
e 1
1

g
ns  s
4.19
e hvs / kT
1

Kemudian jumlah foton, n ( )d , dengan panjang gelombang dalam batas 

hingga   d yang diberikan, dengan mensubstitusikan g ( ) d dari pesamaan 4.18


untuk g s dan menuliskan hv  hc /  dengan

g ( )d
n  (  ) d 
e hvs / kT  1
8 1
n ( )d  4 d. hvs / kT
 e 1

8 1
n ( )d  d. hc / kT
4.20
4
e 1

Dimana c adalah kecepatan cahaya.

Distribusi spectral dari energi dalam gas foton dapat didefinisikan dalam hubungan
E ( ) , energy radiasi per satuan volume per satuan panjang gelombang batas pada
panjang gelombang  . Kemudian, bukankah bahwa E  n ( )hv  n ( )( hc /  ) karena

energi per foton adalah hv , energi radiasi pada panjang gelombang dengan batas  hingga
  d akan menjadi

E ( )d  n ( )d.hv
E ( )d  n ( )d.(hc /  )
8 1
E ( )d  d. hc / kT
.(hc /  )
 4
e 1

58
8hcd
E ( )d  4.21
 (e hc / kT  1)
5

Ekspresian pada persamaan 4.21 dikenal sebagai Hukum Radiasi Planck untuk
distribusi spectral dari energi radiasi dalam temperatur konstan dalam ruang tertutup.
Bentuk dari E ( ) sebagai fungsi dari panjang gelombang  dan juga dari temperature
yang ditunjukkan pada gbr.4.3.

Gbr. 4.1. Distribusi spectral dari energi radiasi untuk temperatur T1  T2  T3 .

Beberapa observasi berikut dapat dibuat terkait dengan persamaan 4.21.

(a) Ekspresian untuk E ( ) merupakan bentuk dari (1 /  ) 5 f (T ) yang diprediksi oleh
Hukum Radiasi Wien berdasarkan argument-argumen Termodinamika.
5
1
E ( )    f (T )
 
(b) Pada panjang gelombang yang bernilai besar, yaitu dimana e hc / kT ~
 1  hc / kT ,
persamaan 4.21 diturunkan menjadi
8hcd
E ( )d 
 (e hc / kT  1)
5

8hcd
E ( )d  5
 (1  hc / kT  1)
8hcd
E ( )d  5
 (hc / kT )
8kTd
E ( )d ~
 4.22
4

Yang mana persamaan tersebut sesuai dengan formula klasik Rayleigh-Jeans*


 
yang diturunkan berdasarkan asumsi bahwa setiap 8 / 4 d foton yang memiliki energi
osilator harmonic klasik kT (lihat persamaan 3.33).

59
*Hal itu seharusnya dapat dijadikan perhatian bahwa, hal ini bertentangan terhadap
eksperimen, formula klasik ini diprediksi sebagai nilai tak terhingga untuk energi E ( )
ketika   0!

(c) Pada panjang gelombang yang bernilai kecil, yaitu dimana e hc / kT  1 , persamaan
4.21 diturunkan menjadi
8hcd
E ( )d 
 (e hc / kT  1)
5

8hc
E ( )d ~
 5 e  hc / kT d
 4.23

Yang merupakan Formula Distribusi Wien yang pada awalnya diusul sebagai suatu
pencocokan empiris terhadap hasil-hasil eksperimen pada panjang gelombang yang
bernilai kecil.

(d) Jika sebuah lubang kecil yang dibuat pada sisi ruang tertutup bertemperatur konstan
beberapa energi elektromagnetik akan dipancarkan keluar dari ruang tertutup.
Sekarang hal itu dikenal dari teori kinetik bahwa pada suatu gas dengan n molekul per
satuan volume jumlah molekul bergeser dengan satuan bidang pada satuan waktu
1
adalah hv , dimana v merupakan kecepatan rata-rata molekul. Kemudian, jika
4
tidak ada panjang gelombang pilihan tertentu dalam penyerapan atau emisi dari
radiasi oleh lubang (yaitu lubang yang berindak sebagai radiator benda hitam) jumlah
foton yang dipancarkan pada batas panjang gelombang   d per satuan bidang
lubang per satuan waktu, nrad ( )d , dapat digunakan sebagai berikut.
c
n rad ( )d  n ( )d.
4

Dengan menggunakan persamaan 4.20 untuk nilai n ( ) kemudian diberikan

c
n rad ( )d  n ( )d.
4
8 1 c
n rad ( )d  d . hc / kT
.
 4
e 1 4
2cd
nrad ( )d  4.24
 (e hc / kT  1)
4

60
Energi yang diradiasikan per satuan bidang per satuan waktu pada batas panjang
gelombang yang diberikan secara jelas merupakan (hc /  )  nrad ( )d dan dapat ditulis
sebagai berikut.

hc
E rad ( )d   nrad ( )d

hc 2cd
E rad ( )d  
  (e hc / kT  1)
4

2hc 2 d
Erad ( )d  5 hc / kT 4.25
 (e  1)
(e) Energi total E per satuan volume pada temperatur konstan dalam ruang tertutup
dipereloh dengan mengitegralkan persamaan 4.21 lebih dari batas panjang gelombang
keseluruhan. Itu adalah

E   E ( )d
0


8hcd
E hc / kT
4.26
0  (e  1)
5

Karena
hc hc
t  
kT kTt
t  hc(kT ) 1

dt   hckT (kT )  2 d
hckT
dt   d
(kT ) 2
hc
dt   d
kT ( ) 2
kT ( ) 2
d   dt
hc

61

8hcd
E hc / kT
0  (e  1)
5

8hc  kT ( ) 2 
0
E  dt
 5 (e hc / kT  1)  hc 
8kT
0
E   dt
  (e t  1)
3

8kT
0
E   3
dt
  hc  t
  (e  1)
 kTt 
8kT  kTt 
0 3

E   t   dt
 (e  1)  hc 
8h  kT 
0 4
t3
E   3   dt
 c  h  (e t  1)
8h  kT 
0 4
t3
E     dt
 c 3  h  (e t  1)

8h  kT 
4 0
t3
E 3  
c h  
 (e t  1)
dt

4
4.27
8h  kT  t dt 3
E  
c3  h  e
0
t
1

Dimana substitusi t  hc / kT yang telah dibuat. Dengan mengembangkan


integrand sebagai deret pada e  t dan mengitegrasikan pada bagian-bagian yang diberikan

 
t 3 dt t 3 dt  e  t   t 3 e  t dt
0 e t  1 0 e t  1 . e t
   
 0 (1  e t
)
.

    
t 3 dt
0 e t  1    
 nt t 3
 e .e t dt  ( e t ) n 1 .t 3 dt
n 0 0 n 0 0
  
t 3 dt
 
0 e t  1 n0 0 e .t dt
n t 3

Dengan menggunakan pendekatan berikut


1 
1 
1 
3!  6 
1 4
 e x dx 
x n
(n  1)   (3  1)    ( 4)      6 
0  n 1
n 1 n 31
n 1 n
4
n 1 n
4
n 1 n
4
n 1 n
4
15

Dimana n adalah bilangan bulat positif. Persamaan 4.27 kemudian menjadi

62
4
8h  kT  t 3 dt
E 3  
c h  0 e t  1
8h  kT   4
4

E 3   .
c  h  15

 8 5 k 4  4
E   3 3 T 4.28
15h c 

Yang merupakan ekuivalen terhadap densitas energi dari radiasi yang diberikan
oleh hukum Stefan-Boltzmann.

Hukum radiasi Stefan dalam bentuk energi yang diradiasikan per satuan bidang per
satuan waktu dari suatu benda yang bertemperatur T adalah

E rad  T 4

Dimana  merupakan konstanta Stefan. Ekspresi ini salah satunya dapat diperoleh
dengan mengintegrasikan persamaan 4.25 atau, seperti penjelasan diatas, dengan
1
mengalikan persamaan 4.28 dengan c yang diberikan
4

E rad 1
  c
T4 4
 8 5 k 4  4
 3 3
T
 15h c  1
 c
4
T 4
 8 k 4  1
5
   3 3  c
15h c  4

2 5 k 4
 4.29
15h3c 2

4.4. Kalor jenis dari Zat Padat : Gas fonon


Pada cara yang sama energi dari radiasi elektromagnetik dikuantisasi dalam bentuk
foton jadi energi gelombang elastis, atau gelombang suara, di dalam medium zat padat
dapat ditentukan dalam bentuk fonon yan terkuantisasi. Energi fonon dengan frekuensi v
adalah hv dan karena fonon memiliki integral momentum anguler, kumpulan fonon dalam
zat padat diperlakukan sebagai gas Boson. Dalam kasus ini, secara jelas membuktikan

63
bahwa distribusi fonon memiliki hubungan dengan frekuensinya. Bilangan fonon, nv(v)dv,
dengan frekuensi v sampai v + dv dinyatakan dari distribusi Bose-Einstein pada persamaan
4.9, dengan 𝛼 sama dengan nol, maka

g v dv
nv v dv 
e hv / kT  1 4.30

Dimana g(v)dv adalah bilangan dari bentuk yang diperbolehkan, atau keadaan untuk fonon
dalam jarak v sampai v + dv.
Bentuk distribusi keadaan , g(v), dalam persamaan 4.30 tentunya berbeda dari
persamaan distribusi untuk gas sempurna dari foton. Pertama, ada tiga kemungkinan
polarisasi fonon : satu polarisasi longitudinal dan dua relatif transversal terhadap arah
perambatan. Kecepatan dari perambatan sesuai dengan dua jenis dari polarisasi yang
berbeda karena gelombang pemampatan merupakan gelombang geser. Kedua, medium
zat padat tidak kontinum tetapi terdiri dari titik-titik kisi diskrit.
Untuk memperoleh bentuk relatif dari nv(v)dv dalam persamaan 4.30 hal ini
membutuhkan pendekatan pada g(v)dv. Seperti pendekatan yang diperoleh oleh Debye
dalam bentuk

g v dv  Cv 2 dv, v  vm

g v dv  0, v  vm 4.31

Dimana C adalah konstan yang tergantung pada kecepatan gelombang transversal


dan longitudinal. Frekuensi maksimum vm dinyatakan oleh fakta bahwa, untuk beberapa
atom zat padat, hanya ada tiga bentuk bebas dari getaran dan karenanya, untuk kumpulan
N atom dalam bentuk zat padat, terdapat 3N bentuk bebas dari osilasi, sebagai contoh 3N
fonon. (Hal ini ekuivalen dengan asumsi, bahwa zat padat mengandung molekul
monoatomik .) Maka

 vm

3N   g v dv   Cv 2 dv
0 0

1 3
 Cvm
3

64
9N
C
vm3 4.32

Bentuk yang diasumsikan untuk g(v) ditunjukkan dalam gambar. 4.4. Dalam
gambar ditunjukkan bahwa pendekatan distribusi akan sesuai untuk frekuensi fonon yang
rendah yang mana tampak pada zat padat secara kontinu tetapi dalam hal ini tampak
penyimpangan dari distribusi utama pada frekuensi tinggi dimana panjang gelombang
mendekati pemisahan atom.
d c / v  v 2 dv
 
c / v 4 c3

g(v)

vm v

Gambar. 4.2. Keadaan foton dalam zat padat. Pendekatan Debye

Substitusi persamaan 4.31 dan 4.32 ke dalam persamaan 4.30 menghasilkan


distribusi fonon, dengan pendekatan Debye
9 N v 2 dv
nv v dv  , v  vm  0, v  vm
vm3 e hv / kT  1 4.33

Energi E dari massa atom zat padat monoatomik pada suhu T diperoleh dari
bilangan atom N yang sama dengan bilangan Avogadro NA, menempatkan energi fonon
dalam jarak frekuensi v sampai v + dv karena nv(v)hvdv dan integral jarak frekuensi 0
sampai vm. Maka , dengan menggunakan persamaan 4.33,
vm

E   hvnv v dv
0

65
vm
9 N v 2 dv
  hv
0 v m3 e hv / kT  1
vm
9 N v 3 dv
 h
0 v m3 e hv / kT  1
v
9 Nh m v 3 dv
 3  hv / kT
vm 0 e 1

Karena N = NA maka

v
9 N h m v 3 dv
 3A  hv / kT
vm 0 e 1
4.34

Kalor jenis dari zat padat diperoleh dari persamaan 4.34 dengan suhu T. Jika
diasumsikan bahwa batas frekuensi vm konstan selama volume dari zat padat tidak
berubah, maka

 E 
C 
 T  v
  9 N A h vm v 3 dv  
  3  hv / kT 
  vm 0 e  1  
C 
 T 
 
 

Misalnya :

u  v3
u'  0
v  e hv / kT

Misalnya :

u  hv
u'  0
v  kT
v'  k

Maka :

66
u ' v  v ' u (0)( kT )  khv hv / kT
v 
'
 e  
v2 (kT ) 2
u ' v  v 'u
v'  2

khv hv / kT
e  
v (kT ) 2

Sehingga turunannya menjadi :

 khv hv / kT  3
(0)(e hv / kT )   (e ) v
u vvu
' '
 (kT ) 2 
2
 hv / kT 2
v (e )
u ' v  v 'u khv 4 (e hv / kT )

v2 (kT ) 2 (e hv / kT ) 2

Maka persamaannya menjadi :

v
9 N h m khv4 (e hv / kT )dv
C  3A 
v m 0 (kT ) 2 (e hv / kT ) 2
vm
9N Ah 2 1 v 4 e hv / kT dv
C
v m3 kT 2  e
0
hv / kT
1 
2
4.35

Jika variabel berubah menjadi x = hv/kT dan hvm/k diganti oleh 𝜃𝐷 , ‘ karakteristik
suhu Debye’, persamaan 4.35 menjadi
x  hv / kT
xkT
dx  hdv / kT dimana v 
hv
kT
dv  dx
h

4
 xkT  x  kT 
2 D / T   e  dv
9N Ah 1  hv   h 
v m3 kT 2 0
Cv 
e x  12
5  /T
9 N A h 2 1  kT  2 D
x 4 e x dv
Cv   
v m5 kT 2  h   e
0
x
 1
2

2 D / T
3 1
9 N k 2T x 4 e x dv
Cv  5 A
v 1
h 2
 e
0
x
 1
2

67
1  /T
 kT  2 D
x 4 e x dv
Cv  9 N A k 
 h 
  e
0
x
1  2

3 /T
T  D
x 4 e x dx
 e
Cv  9 R   4.36
 D  0
x
1  2

Dimana R, mengganti NAk dan 𝑥 = 𝜃𝐷 /𝑇 ketika v = vm.


Kalor jenis yang diperoleh dari persamaan 4.36 menunjukkan asumsi yang sangat
baik dengan bentuk kurva eksperimen sederhana dalam asumsi awal. Juga, karena yang
dicari sangat mendekati kurva eksperimen, jika kalor jenis ditetapkan sebagai fungsi
(𝑇/𝜃𝐷 ) kurva akan sama untuk semua zat padat monoatomik, sebagai contoh persamaan
4.36 yang mewakili ‘hukum yang sesuai dengan keadaan’. Nilai dari 𝜃𝐷 mungkin
bervariasi dari zat padat pada ke zat padat.
Dalam suhu tinggi dimana 𝜃𝐷 /𝑇 ≪ 1 memungkinkan untuk membuat pendekatan
e x  1  x  1 dalam persamaan integrasi 4.36. Dalam hal ini kalor jenis menjadi
3 /T
T  D

 9R 
Cv ~ x
2
dx
 D  0

 3R

Jika pada suhu tinggi, menurut teori Debye bahwa Cv akan sama dengan kalor jenis
klasik, sesuai dengan eksperimen.
D
Dalam suhu rendah dimana 𝜃𝐷 /𝑇 sangat besar dan e T
≪ 1 persamaan 4.34 dapat
𝜃𝐷
dituliskan dengan batas atas dari integrasi adalah ≅ ∞, maka
𝑇
3
T  x 4 e x dx
 9R 
Cv ~
 D 
 e
0
x
1 2

Menyelesaikan integrasi dari e  x dan hasil yang diperoleh adalah



x 4 e x dx 
1 4 4
 e  24 
0
x

1
2
n 1 n4 15

Dimana n adalah bilangan bulat positif. Maka


3
 T  4 4
Cv  9R 
~
 D  15

68
3
12 T 
  4 R 
Cv ~
15  D  4.37

Merupakan pendapat yang baik melalui eksperimen.


Variasi suhu dari kalor jenis Debye ditunjukkan dalam gambar. 4.3. Pendekatan
alam bentuk variasi kalor jenis untuk jarak yang luas dari zat padat termasuk logam dan
alkali halida.

3R

Cv

Cv 𝛼 𝑇 3

1 2 𝑇/𝜃𝐷

Gambar. 4.3. Kalor jenis dari atom zat padat – teori Debye

Suhu Debye 𝜃𝐷 yang dihitung dari kurva eksperimen dengan perhitungan konstan
elastis dari zat padat melalui C konstan dalam persamaan 4.31.

69
Soal
1. Gunakan persamaan 4.20 untuk membuktikan bahwa jumlah total foton persatuan
3 
 kT  1
volume dalam kesetimbangan termal T adalah 16  
 hc 
n
n 1
3

Dimana ns adalah bilangan bulat positif

70
BAB 5

DISTRIBUSI

Semenjak statistika Bose-Einstein dikembangkan untuk menyelesaikan persoalan


mekanika kuantum termasuk Boson, statistika Fermi Dirac dikembangkan untuk
memenuhi sistem yang memiliki momentum sudut integral angular dan hal itu disebut
fermion. Dikarenakan Fermion mengikuti prinsip Pauli, kemudian seperti yang telah
dijelaskan masing-masing keadaan yang tersedia untuk sistem dalam Fermi Dirac dapat
ditempati system tunggal. Bentuk distribusi energi untuk penyelesaian ini sangat
ditentukan oleh fakta tersebut.

5.1. Distribusi Fermi-Dirac

Untuk penyelesaian perakitan dari N non-interaksi fermion dapat dengan


mengubah energi total menjadi E. seperti sebelumnya, konfigurasi tertentu dari perakitan
dapat dinyatakan sebagai distribusi system keadaan energy. Sehingga keadaan s terdiri
dari semua keadaan g, dapat dinyatakan dengan energi dalam kisaran s to s d s .

Kemudian konfigurasinya ditentukan oleh nilai-nilai ns , nilai-nilai keadaan untuk nilai


dari s. karena jumlah system tetap energi total tetap.

n
s
s N, n
s
s s  E 5.1

Diletakkan pada nilai-nilai yang diperbolehkan nomor kedudukannya.

Seperti dalam kasus Boson setiap penyusunan kembali fermion dibedakan masing-
masing tidak akan menghasilkan apapun, perlu dilakukan cara penyusunan baru. Oleh
karena itu, jika terdapat cara mengatur ws mengubah ns didalam keadaan s diantara

keadaan g s , total pengaturan yang sesuai dengan yang diberikan menjadi :

W   ws 5.2
S

yang mana merupakan berat konfigurasi.

71
Karena prinsip pengecualian, nilai keadaan dalam suatu tempat dapat hanya 0 atau
1, kemudian ns dari g s Dalam keadaan s akan ditempati oleh suatu system dan g s  ns 

dari g s , tempat akan kosong. Jumlah pengaturan system dalam tempat s dapat diambil

baik sebagai jumlah cara mengatur urutan keadaan g s . Yang mirip ns dan g s  ns  sama
dengan tempat kosong, yang merupakan hal yang sama, seperti jumlah cara diberikan,
dalam kedua kasus

gs!
ws  5.3
n s !g s  n s !

Untuk mengilustrasikan bentuk susunan gambar 5.1 ditunjukkan dengan


diagrammatic nomor cara penyusunan 3 keadaan terisi dari total 5 keadaan. Hal itu akan
diamati hasil penyusunan dengan persamaan 5.3.

Gambar.5.1. 5!/3!2! = sepuluh cara menduduki 5 tempat dengan 3 diisi dan 2 lainnya
kosong.

Berat seluruh konfigurasi diperoleh dengan menggabungkan persamaan 5.2 dan 5.3
sebagai berikut

gs!
ws  
s n s !g s  n s !

72
Setelah memasukkan nilai nilai g s dan ns penyelesaiannya dilakukan pendekatan stirling,

pendekatan 5.4 sebagai berikut

gs!
log W   log
s n s !g s  ns ! 5.5

  g s log g s  n s log n s  g s  n s  log g s  n s 


s

Berdasarkan persamaan 2.15, konfigurasi yang paling mungkin adalah sebagai berikut
  log W 
     s dn s  0
s  n s  5.6

Dimana pengganda Lagrange belum ditentukan α dan β, melihat kondisi yang


diberlakukan dalam persamaan 5.1. karena persamaan 5.6 harus bernilai kecil dari dns jika
W maksimum maka semua nilai s menjadi

 log W
    s  0
n s 5.7

Jika pada argument termodinamika di persamaan 2.5 di terapkan pada persamaan

5.7 untuk menentukan keadaan ekuilibrium dari dua tempat dalam kontak termal maka

nilai β dapat diidentifikasikan sebagai -1/kT.

Sehingga, persamaan 5.5 menjadi

 log W g  ns
 log s
n s ns

Maka persamaan 5.7 menjadi

g s  ns
log     s  0
ns

kemudian yaitu,

73
gs
 e    s   1
ns

Nilai ns yang paling mungkin yaitu

g
ns  s
    s 
e 1 5.9

Merupakan hasil dari distribusi Fermi-Dirac untuk penyusunan Fermion.

 
Nilai 1 / e    s   1 pada persamaan 5.9 umumnya dikenal sebagai fungsi Fermi dan
dapat lebih mudah ditulis dalam bentuk

f  
1
  F kT
e 1 5.10

Dimana substitusi   1 / kT dan  F / kT telah dibuat dan s telah


dihilangkan. Energi F dalam hal ini disebut energi Fermi. Dengan membandingkan
dengan persamaan 5.10 dan 5.9 terlihat bahwa fungsi Fermi ini memberikan probabilitas,
hal tersebut terihat dalam keadaan energi  ditempati oleh Fermion dan energi F adalah
energi yang probilitas nya memiliki nilai satu-setengah.

Ditekankan kembali, jumlah keadaan di kisaran energi  ke  d  diambil dari


g d , sebagai distribusi dari persamaan 5.9 dapat juga ditulis dalam hal jumlah sistem
dalam rentang energy

nd   g d 


5.11

5.2 Gas Fermi-Dirac

Sebelum memulai diskusi dapat mengetahui komposisi dari gas yang terdiri dari
fermion, itu menunjukkan pentingnya energi Fermi F . Mempertimbangkan persamaan
5.10 untuk energi Fermi yaitu F  0 .

Ketika T=0 kuantitas   F 0/ kT memiliki dua kemungkinan yaitu:

Untuk  F 0,   F 0/ kT   atau untuk  F 0 ,   F 0/ kT   .

74
Dibawah ini adalah dua kemungkinan nilai fungsi Fermi:

for  F 0 , f  


1

1
e 1

for  F 0, f  


1

1
e 1

Persamaan 5.12 menunjukkan bahwa pada suhu 0 mutlak, probabilitas keadaan


energi  F 0 ditempati satu-satu, yaitu tempat-tempat tersebut semua diduduki.
Sebaliknya keaadaan energi  F 0, akan kosong . bentuk dari f  saat T=0 dapat
ditunjukkan sebagai fungsi dari energi pada gambar.5.4

Gambar. 5.4 Fungsi Fermi saat Temperatur 0 mutlak

Perilaku f  ini dapat dijelaskan dengan sangat sederhana. Pada suhu nol
mutlak, fermion tentu akan menempati keadaan energi terendah yang telah tersedia.
Dengan demikian, dengan hanya satu fermion diperbolehkan per keadaan, semua keadaan
terendah akan ditempati sampai fermion semua ditampung. Tingkat Fermi , dalam hal ini
hanyalah keadaan tertinggi yang diduduki dan di atas tingkat energi di keadaan-keadaan
yang kosong ini. Nilai dari  f 0  dapat ditemukan dari persamaan 5.11 dengan penerapan

kondisi :

 n   nd  N

s 51.3a
0
s

Karena dari fungsi Fermi di T  0K , n  g  untuk  f 0  , sementara

n  0 untuk  f 0  sehingga kondisi ini setara dengan :


 f 0 

 g d   N
0
51.3b

Karena fermi adalah sistem mekanis kuantum berupa kepadatan kondisi g 
dapat diambil dari persamaan 4.12 tetapi dengan penyisihan dibuat untuk fakta bahwa

75
spin momentum sudut dari fermi akan menghasilkan lebih dari satu kondisi diperbolehkan
untuk per tingkat energi. Karena aplikasi yang luas, misalnya dalam kasus elektron,
biasanya untuk mempertimbangkan kasus di mana jumlah kuantum spin magnetik dari
1 1
fermi memiliki dua nilai yang mungkin  dan  . Maka akan ada dua keadaan per
2 2
tingkat energi dan :
3
 2m  2
1
g   V .4  2  2 5.14
h 
Untuk volume. Persamaan 5.13b kemudian menjadi :
 f 0 
3
 2m  2
1

0
V .4  2  2 d   N
h 
Yang mana :
2
h 2  3N  3
 f 0    5.15
2m  8V 
Agar pada perbandingan yang mudah dapat dilakukan antara energi Fermi dan
energi panas yang normal kT , akan lebih mudah untuk menentukan suhu Fermi* TF,
seperti :
kTF F 0 5.16
Dalam tabel 1 nilai-nilai dari  f 0  dan TF diberikan untuk gas fermi yang berbeda : gas

fermion yang dibentuk oleh atom dari isotop helium 23 He pada tekanan standar dan juga
“gas” elektron dalam lithium logam alkali dan kalium, (Untuk tujuan perhitungan energi
Fermi diasumsikan bahwa elektron valensi logam alkali berperilaku sebagai gas partikel
bebas yang terkandung di dalam potensial yang dihasilkan oleh ion positif kisi).
yang berbeda besar antara energi Fermi untuk gas 23 He dan gas elektron timbul sebagian
dari perbedaan massa partikel bersangkutan dan sebagian dari perbedaan jumlah partikel
per satuan volume dalam dua kasus.

76
Tabel 5.1 : Energi Fermi dan suhu

Gas  f 0 eV  TF(0K)


Helium (atom 23 He ) 0.94 x 10-3 10
Gas elektron dalam litium
4.7 54,000
Gas elektron dalam
kalium
2.1 24,000

Untuk gas-gas molekul yang terdiri dari fermion suhu Fermi rendah
dibandingkan dengan suhu kamar normal. Efek dari prinsip pengecualian Pauli pada
distribusi energi dalam kasus tesis karena itu akan menjadi kecil pada suhu biasa. Ini
dikarenakan , kecuali untuk energi terendah, kedudukan rata-rata dari kondisi akan sangat
jauh lebih sedikit daripada per unit dan, bagi mereka molekul memiliki energi
  F   kT , fungsi Fermi akan sangat mendekatkan ekspresi klasik exp   F  / kT
. Distribusi energi dari molekul gas pada suhu kamar karena itu akan sangat mendekatkan
bahwa untuk gas maxwell - Boltzman klasik.
Dalam kasus gas elektron dalam logam , logam akan mencair jauh sebelum enrgi
dari kT telah mendekati nilai energi Fermi. Karena itu, untuk menghilangkan gas elektron
sebagai kasus terpisah.

5.3 Gas Elektron


Karena nilai yang tinggi dari suhu Fermi untuk gas elektron dalam logam itu
diharapkan bahwa peningkatan suhu* kadang-kadang disebut sebagai suhu degenerasi
Fermi.
T dari nol mutlak untuk nilai di lingkungan suhu kamar hanya akan mempengaruhi mereka
elektron dengan energi dekat energi Fermi. Ini ditunjukkan pada gambar. 5.5, dimana
dapat diasumsikan bahwa nilai kT F dan nilai-nilai fungsi Fermi termasuk untuk tiga
kasus-kasus tertentu :

f  
1
 F kT , 1
 0.73
e 1

f  
1
F ,  0.5
e 1
0

77
f  
1
F kT,  0.27
e 1

Gambar. 5.5 Fungsi Fermi dari TF  T  0 .

Karena distribusi aktual elektron atas energi adalah yang diberikan oleh produk
dalam persamaan 5.11, misalnya :
nd  f g d 
Dengan g  seperti yang diberikan dalam persamaan 5.14, bentuk n
akan yang ditampilkan di Gambar.5.6 dimana kurva untuk g  juga ditunjukkan.

Gambar. 5.6 Distribusi energi elektron TF  T  0 .

Pada nol mutlak nilai rata-rata dari berbagai sifat elektron dapat dihitung dari
integral distribusi dengan batas diambil sebagai 0 dan F 0 . Misalnya, energi dari
elektron di T = 0 diberikan oleh :

 nd 
 0  0

 nd 
0

Sehingga, dengan f   1 untuk F 0 dan f   0 untuk 1 0

78
F 0 

 g d 
 0   F 0
0 3
F 0 
5.17
5
 g d 
0

dimana penggunaan telah dibuat dari nilai g  diberikan dalam persamaan 5.14.
Dalam rangka untuk menemukan efek pada distribusi karena meningkatkan suhu
di atas nol mutlak perlu untuk mendapatkan nilai energi Fermi sebagai fungsi temperatur.


Dengan menggunakan persamaan 5.11 kondisi  nd  N
0
menjadi :

 f g d   N
0
5.18

Itu hanya perlu untuk mengevaluasi ini secaara terpisah untuk menentukan
energi Fermi. Di bawah kondisi T  TF pendekatan yang sangat baik dapat diperoleh
dengan menggunakan fakta bahwa df  / d  (atau f  ) hanya secara signifikan
berbeda dari nol dikondisi F . Rincian perhitungan diberikan dalam lampiran VIII
dan hanya hasil utama yang akan disajikan di sini .

Tingkat Fermi diberikan sebagai fungsi dari suhu dengan relasi :

  2  T 2 
F F 01     5.19
 12 TF  
2
2 T 
  memiliki nilai suhu
0
Dimana, untuk TF ~ 30,000 K, dengan syarat
12  TF 

kamar sekitar 8 x 10-5.

Energi rata-rata dari elektron pada suhu T diperoleh dengan mengevauasi



integral f g d memberikan :
0

79
 3  T 2  2 
 F 0    
 5 TF  4 

Volume konstan panas spesifik dari "mol" dari gas elektron diberikan sebagai
N A  / T , dimana NA adalah bilangan Avogadro, sehingga :

 2 RT
Cv  5.20
2 TF

Dengan 𝑇𝑓 ~30,000°𝐾, suhu ruang dari kalor jenis akan menjadi sekitar 0,05 R. Ini
3
harus sebanding dengan nilai 2 𝑅 untuk kalor jenis dari gas elektron ‘klasik’, di mana
3
setiap elektron akan memiliki energi sebesar 2 𝑘𝑇, dan dengan nilai 3 R untuk kalor jenis

kisi. (Jika diperlukan untuk menentukan kalor jenis elektron harus dilakukan percobaan
pengukuran, secara umum, dilakukan pada suhu rendah di mana kalor jenis kisi berkurang
menjadi 𝑇 3 -lihat persamaan 4.37. Pada suhu yang tinggi kalor jenis kisi akan
mengaburkan gas elektron).

5.4 Paragmagnetik Pauli

Apabila medan magnet tidak diterapkan tidak akan ada momen magnet karena
adanya spin dalam logam. Namun, ketika medan magnet H diterapkan dengan logam,
elektron-elektron berputar dalam momen magnet sejajar dengan arah medan akan
memiliki energi magnetik

∆𝜖 = 2𝜇𝐵 𝐻 5.21

lebih kecil dari elektron yang berputar dalam momen magnet dalam arah yang
berlawanan, misalnya antiparalel pada medan. (Di sini 𝜇𝐵 , magneton Bohr, adalah
momen magnet yang terjadi karena waktu yang diperlukan elektron untuk berputar dalam
medan magnet mencapai hingga satu dari dua posisi, baik paralel atau antiparalel pada
medan) karena perbedaan energi untuk dua keadaan spin beberapa elektron akan
menyesuaikan arah sendiri sampai elektron memiliki momen magnetik lebih sejajar pada
medan daripada antiparalel.

80
Diagram tingkat energi untuk dua keadaan dari spin elektron pada suhu nol mutlak
ditunjukkan pada Gambar 5.7 di mana massa jenis 𝑔(𝜖 ) diambil dari persamaan 5.14 dan
1
elektron dengan spin + 2 agar memiliki momen antiparalel pada medan H. Jumlah massa
1
jenis yang ditunjukkan 2 𝑔(𝜖 ) karena hanya setengah dari elektron akan berada dalam
1
keadaan spin diberikan. Elektron dengan spin + 2 dapat dianggap memiliki energinya
1
bertambah dengan jumlah 𝜇𝐵 𝐻 , sedangkan dengan spin − 2 energinya berkurang dengan

jumlah yang sama.

1
Ini terlihat pada Gambar 5.7(b), untuk keseimbangan, elektron dengan spin + 2 dan

energi yang lebih besar daripada 𝜖𝑓 (0) harus kembali ditinjau untuk memberikan
konfigurasi di Gambar 5.7(c).

Karena 𝜇𝐵 𝐻 ≪ 𝜖𝑓 (0) jumlah elektron untuk semua medan magnet, ∆𝑛 , yang


berkaitan dalam tinjauan ulang dapat didekati sangat dekat.

Gambar. 5. 7 Variasi tingkat energi dengan medan magnet diterapkan (Keadaan yang
terisi diarsir) (a) Distribusi elektron antara berbagai keadaan energi di nol medan. b)
Perubahan dalam keadaan energi ketika medan H diterapkan. c) Tinjauan kembali elektron
ke keadaan energi terendah saat medan dipertahankan pada nilai H.

dengan mengambil

𝜖 (0)+𝜇𝐵 𝐻 1 1
∆𝑛 = ∫𝜖 𝑓(0) 𝑔(𝜖 )𝑑𝜖 ≃ 2 [𝜖𝑓 (0)]𝜇𝐵 𝐻 5.22
𝑓 2

81
Sekarang setiap elektron yang ditinjau kembali mengubah momen dari −𝜇𝐵 ke +𝜇𝐵 , yaitu
perubahan dari 2𝜇𝐵 . Oleh karena itu momen magnet berlebih karena penataan ulang dari
elektron hanya sebesar:

𝑀 = ∆𝑛. 2𝜇𝐵

= 𝜇𝐵2 𝐻𝑔[𝜖𝑓 (0)] 5.23


Oleh karena itu momen magnetik per satuan volume gas elektron

𝑀 𝑔[𝜖𝑓 (0)]
𝑚= = 𝜇𝐵2 𝐻 5.24
𝑉 𝑉

Karena momen berada di arah yang sama dengan medan magnet yang diterapkan
akan memberikan kontribusi paramagnetik terhadap total momen logam.

Kerentanan paragmagnetik sesuai dengan persamaan 5.24 adalah

𝑚 𝑔[𝜖𝑓 (0)]
𝜒𝑝 = = 𝜇𝐵2 5.25
𝐻 𝑉

Kemudian subsitusi untuk 𝜖 = 𝜖𝐹 (0) pada persamaan 5.14 untuk mendapatkan


𝑔[𝜖𝑓 (0)]ini memberikan

3
2𝑚 2 3
𝜒𝑝 = 𝜇𝐵2 4𝜋 { 2 } 𝜖𝑓 (0)2

Menggunakan persamaan 5.15 untuk memberikan jumlah elektron per satuan volume
sebagai
3
𝑁 2 2𝑚 2 3
𝑛 = = . 4𝜋 { 2 } 𝜖𝑓 (0)2
𝑉 3 ℎ

kerentanan ini menjadi

3 𝑛
𝜒𝑝 = 𝜇2
2 𝜖𝑓 (0) 𝐵
5.26

Persamaan paramagnetik ini dikenal sebagai Paramagnetik Pauli, untuk


membedakannya dari suhu normal paramagnetik berdasarkan yang dibahas dalam bagian

82
8.1, seperti Suhu Bebas Paramagnetik. Satu-satunya ketergantungan suhu 𝜒𝑝 adalah
melalui variasi dari Fermi energi 𝜖𝑓 dan variasi ini diabaikan untuk rentang suhu biasa.
(Perlu dicatat bahwa kerentanan gas elektron. Ada juga kontribusi diamagnetik yang
1
besarnya − 3 𝜒𝑝 , berada di inti dari ion positif)

5.5 Emisi Termionik

Seperti yang sudah dijelaskan, gas elektron dalam logam dapat terkandung di
dalam sebuah sumur potensial satu dimensi, di mana energi potensial dari sebuah elektron
dalam sumur adalah −𝜖0 . Jika sebuah elektron lepas dari logam, maka elektron memiliki
sebuah energi kinetik 𝜖𝑛 lebih besar dari 𝜖0 di mana 𝜖𝑛 adalah komponen energi kinetik
yang normal pada permukaan logam. Distribusi, 𝑛(𝜖), elektron untuk berbagai keadaan
energi 𝜖 pada suhu tinggi T ditunjukkan pada Gambar 5.8(b). Energi ditunjukkan 𝜙,
perbedaan antara 𝜖0 dan 𝜖𝑓 , dikenal sebagai fungsi kerja logam.

Pertimbangkan kecepatan komponen elektron di sekitar permukaan logam yang


terletak pada bidang yz seperti yang ditunjukkan pada

Gambar. 5.8. (a) Elektron dalam sumur potensial dengan kedalaman 𝜖0 (b)
Distribusi 𝑛(𝜖)

Gambar 5.9. Hal ini jelas bahwa hanya elektron yang memiliki kecepatan 𝑣𝑥
menuju permukaan dan yang mana

1
𝜖𝑛 = 2 𝑚𝑣𝑥2 ≽ 𝜖0 5.27

bisa lepas dari logam dan berkontribusi pada emisi termionik elektron.

83
Gambar. 5.9 Elektron dekat batas logam.

Jumlah elektron per satuan volume yang memiliki komponen kecepatan dalam
arah x dengan nilai antara 𝑣𝑥 dan 𝑣𝑥 + 𝜕𝑣𝑥 , ditunjukkan dalam bagian 3.2 menjadi

∞ ∞
𝑛𝑥 (𝑣𝑥 )𝑑𝑣𝑥 = {∫−∞ ∫−∞ 𝑛3 (𝑣𝑥 , 𝑣𝑦 , 𝑣𝑧 )𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧 }𝑑𝑣𝑥 5.28

di mana 𝑛3 (𝑣𝑥 , 𝑣𝑦 , 𝑣𝑧 )𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧 adalah jumlah elektron per satuan
volume dengan komponen kecepatan antara 𝑣𝑥 ke 𝑣𝑥 + 𝜕𝑣𝑥 , 𝑣𝑦 + 𝜕𝑣𝑦 , 𝑣𝑧 + 𝜕𝑣𝑧 .

Fungsi distribusi Fermi-Dirac pada masing – masing kecepatan dapat dituliskan seperti
persamaan 5.9 yaitu :

2𝑑Γ
𝑛3 (𝑣𝑥 , 𝑣𝑦 , 𝑣𝑧 )𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧 ≅ 𝑓(𝜖)
ℎ3

dimana, 𝑑Γ dapat dituliskan untuk masing – masing kecepatan sebagai m3


dvxdvydvz untuk satuan volume. 𝑓(𝜖) adalah fungsi Fermi dan menjadi faktor kedua yang
timbul dari dua buah spin elektron

Lalu, substitusikan persamaan 5.10 untuk fungsi 𝑓(𝜖), dan akan menjadi

2𝑚 3 𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧


𝑛3 (𝑣𝑥 , 𝑣𝑦 , 𝑣𝑧 )𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧 = 5.29
ℎ 3 𝑒 (𝜖−𝜖𝐹 )/𝑘𝑇 + 1

hanya karena elektron – elektron memiliki energi 𝜖0 yang berlebihan maka sangat
mungkin energi tersebut akan dikontribusi ke emisi termionik, untuk pendekatan yang

84
lebih akurat pada perhitungan dan untuk mengabaikan penyebut dari persamaan 5.29.
1
Dengan demikian, 𝜖 = 𝑚(𝑣𝑥2 + 𝑣𝑦2 + 𝑣𝑧2 ), persamaan 5.29 menjadi :
2

1
2𝑚 3 𝜖 𝑚(𝑣𝑥2+𝑣𝑦2+𝑣𝑧2)
𝑛3 (𝑣𝑥 , 𝑣𝑦 , 𝑣𝑧 )𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧 ≃ exp (𝑘𝑇𝐹 ) 𝑥 exp {− 2 } 𝑥 𝑑𝑣𝑥 𝑑𝑣𝑦 𝑑𝑣𝑧
ℎ3 𝑘𝑇

5.30

Dengan mensubstitusikan persamaan 5.28 menjadi :

𝑛𝑥 (𝑣𝑥 )𝑑𝑣𝑥 =
1 1 1
2𝑚 3 𝜖 𝑚𝑣𝑥2 ∞ 𝑚𝑣𝑦2 ∞ 𝑚𝑣𝑧2
exp (𝑘𝑇𝐹 ) exp (− 2 𝑘𝑇 ) 𝑥 {∫−∞ exp (− 2 𝑘𝑇 ) 𝑑𝑣𝑦 𝑥 ∫−∞ exp (− 2 𝑘𝑇 ) 𝑑𝑣𝑧 } 𝑑𝑣𝑥
ℎ3

5.31

∞ 2 𝑑𝑥
Dimana, telah didapatkan bahwa ∫−∞ 𝑒 −⋋𝑥 = √(𝜋/⋋) seperti yang diberikan pada bab
6

Jumlah elektron yang meninggalkan logam per satuan luas per satuan waktu
dengan komponen x dari kecepatan elektron di sekitar vx menuju vx + dvx akan menjadi :

𝑣𝑥 𝑛𝑥 (𝑣𝑥 )𝑑𝑣𝑥

1
bila, seperti pada persamaan 5.27 , 2 𝑚𝑣𝑥2 ≥ 𝜖0 dan tidak ada refleksi yang terjadi
pada batas logam. Arus per satuan luas misalnya kepadatan arus yang dibawa oleh
elektron menjadi :

𝑑𝑖 = 𝜖𝑣𝑥 𝑛𝑥 (𝑣𝑥 )𝑑𝑣𝑥 5.32

dimana, 𝜖 adalah muatan elektron. Total kerapatan arus adalah :


𝑖 = ∫1𝑚𝑣 2 ≥𝜖 𝜖 𝑣𝑥 𝑛𝑥 (𝑣𝑥 )𝑑𝑣𝑥 5.33
2 0 𝑥

Dengan mensubstitusikan persamaan 5.31 untuk nx(vx) dvx, menjadi :

4𝜋𝑘𝑇𝑚2 𝜖 /𝑘𝑇 ∞ 1 2
𝑖= 𝜖 3
𝑒 𝐹 ∫ e−2𝑚𝑣𝑥 /𝑘𝑇 vx dvx
ℎ 1
𝑚𝑣𝑥2 ≥𝜖0
2

85
4𝜋𝑘 2 𝑇 2𝑚
= 𝜖 𝑒 𝜖𝐹 /𝑘𝑇 𝑒 −𝜖0 / kT
ℎ3

Atau :

𝑖 = 𝐴′ 𝑇 2 𝑒 −ϕ/ kT 5.34

Dimana, 𝐴′ = 4𝜋𝑘 2 𝑚𝜖/ℎ3 dan ϕ = (𝜖0 − 𝜖𝐹 ) adalah fungsi kerja logam. Persamaan 5.34
di kenal sebagai persamaan Richardson untuk kerapatan arus yang disebabkan oleh emisi
termionik elektron dari sebuah logam.

86
SOAL

1. Tunjukkan bahwa kecepatan rata – rata elektron dalam gas pada suhu nol mutlak
3
adalah 4 𝑣𝐹 dimana 𝑣𝐹 adalah kecepatan elektron pada energi Fermi !

2. Hitunglah energi Fermi untuk elektron valensi di logam natrium, dimana elektron
valensi natrium adalah 1, massa jenis natrium adalah 0,97 g cm-3, massa electron
adalah 9,05 x 10-28 g, konstanta Planck adalah 6,62 x 10-27 erg sec, bilangan
Avogadro adalah 6,025 x 1023 per molekul gram dan berat atom logam natrium
adalah 23 !
3. Tunjukkan bahwa untuk gas dimana molekul berperilaku sebagai fermion, besar
energi Fermi nya sekitar
𝑁ℎ 3
𝜖𝐹 ≃ 𝑘𝑇 log { 3 }
𝑉(2𝜋𝑚𝑘𝑇)2

Untuk suhu yang cukup tinggi . ( Lihat persamaan 2.56 )

JAWABAN


∫0 𝑣 𝑛(𝑣)𝑑𝑣
1. 𝑣̅ = ∞
∫0 𝑛(𝑣)𝑑𝑣
𝑣𝐹
∫0 𝑣 𝑛(𝑣)𝑑𝑣
= 𝑣
∫0 𝐹 𝑛(𝑣)𝑑𝑣
𝑣9𝑁 𝑣 2 𝑑𝑣
𝐹
∫0 𝑣
3 𝑒 ℎ𝑣/𝑘𝑇 − 1
𝑣𝑚
=
𝑣 9𝑁 𝑣 2 𝑑𝑣
∫0 𝐹 3 ℎ𝑣/𝑘𝑇
𝑣𝑚 𝑒 −1
9𝑁 1 𝑣
3 𝑒 ℎ𝑣/𝑘𝑇 − 1 ∫ 𝐹 𝑣 3 𝑑𝑣
𝑣𝑚 0
= 𝑣
9𝑁 1 ∫0 𝐹 𝑣 2 𝑑𝑣
3 𝑒 ℎ𝑣/𝑘𝑇 − 1
𝑣𝑚
𝑣𝐹
∫0 𝑣 3 𝑑𝑣
= 𝑣
∫0 𝐹 𝑣 2 𝑑𝑣
1 𝑣
[ 4 𝑣 4 ]0𝐹
=
1 𝑣
[ 3 𝑣 3 ]0𝐹
3
= 𝑣𝐹
4

87
23
2. m = 6.0251023 = 3,817 10−23 𝑔𝑟
𝑚
𝜌= 𝑉
𝑚 3,817 10−23 𝑔𝑟
V= = = 3,935 10−29 𝑚3
𝜌 0,97 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
2
ℎ2 3𝑁
𝜖𝐹 (0) = { }3
2𝑚 8 𝜋 𝑉
2
(6,62 10−34 )2 3 (6,025 1023 )
𝜖𝐹 (0) = { }3
2 (3,817 10−26 ) 8 (3,14)(3,935 10−29 )

8,59 10−8
𝜖𝐹 (0) = = 5,36 1011 𝑒𝑣
1,6 10−19

k TF = 𝜖𝐹 (0)
8,6 10−5 𝑒𝑣/𝐾 TF = 5,36 1011 𝑒𝑣
TF = 0,62325 1016 K

3. Persamaan 2. 56
𝑁
𝛼 = log[ 3 ]
𝐵𝑉 (2𝜋𝑚𝑘𝑇)2
Dimana :
𝜖𝐹
𝛼=
𝑘𝑇
1
𝐵= 3

Maka,
𝑁
𝛼 = log[ 3 ]
𝐵𝑉 (2𝜋𝑚𝑘𝑇)2
𝜖𝐹 𝑁
= log[ 3 ]
𝑘𝑇
𝐵𝑉 (2𝜋𝑚𝑘𝑇)2

𝑁
𝜖𝐹 = 𝑘𝑇 log[ 3 ]
𝐵𝑉 (2𝜋𝑚𝑘𝑇)2
𝑁
𝜖𝐹 = 𝑘𝑇 log[ 1
3 ]
𝑉 (2𝜋𝑚𝑘𝑇)2
ℎ3

𝑁 ℎ3
𝜖𝐹 = 𝑘𝑇 log[ 3 ]
𝑉 (2𝜋𝑚𝑘𝑇)2

88
BAB 6

SUHU DAN ENTROPI

Pada bab sebelumnya telah diberikan pembahasan mengenai sifat-sifat fisik dari
berbagai rangkain termodinamik dan pembahasan mengenai hasil yang diperoleh dari sifat
statistik yang diberikan tanpa refrensi tertentu terhadap sifat thermodinamika dari fungsi
ini. Bagaimanapun, dua fungsi thermodinamika yang penting juga telah dimasukkan ke
dalam pembahasan statistik : total energi dan suhu. Energi, tentu saja merupakan kuantitas
umum yang diberikan pada rangkaian makroskopik dan sistem individu, tetapi konsep dari
suhu ini hanya dapat memiliki makna ketika digunakan pada kasus rangkaian
makroskopik. Karena sifat dari suhu ini akan sangat bermanfaat, sebelum dikembangkan
untuk penanganan statistik dari fungsi umum termodinamik, pembahasan akan diberikan
dari thermodinamika dan statistik dari segi suhu. Yang kemudian akan memperlihatkan
hubungan antara satistik dan juga konsep termodinamika dari rangkaian makroskopik
sebagai mana telah ditetapkan melalui pertimbangan suhu dan entropi sistem.

Selain itu, pembahasan akan dibatasi, pada bagian utama terhadap rangkaian di
mana jumlah sistem dan total energi dapat dipertimbangkan tetap. Bagaimanapun, akan
terlihat bahwa lebih tepat kemungkinan terjadi fluktuasi energi dari rangkaian yang ada,
terutama dalam penanganan fluktuasi yang tidak akan diberikan hingga bab terakhir dari
teks ini.

6.1. Konsep Statistic Pada Suhu


Kriteria untuk keseimbangan thermodinamik di bawah adalah suhu dari dua
rangkaian yang sama yang jelas valid dalam ekspresi β sebagai fungsi dari suhu
thermodinamik. Ini juga sangat jelas bahwa ketergantungan dari pengali β terhadap suhu
adalah sama, apakah sistem itu terdiri dari rangkaian yang mengikuti Mazwell Boltsman,
Bose – Einstein atau statistik Fermi Dirac. (Ini harus dicatat bahwa ketergantungan dari
pengali terhadap total energi dari rangkaian yang tidak sama dengan tiga jenis sistem).

Setelah suhu dan β, yang ditetapkan untuk rangkaian yang diberikan,


kemungkinan bentuk dari distribusi sistem terhadap berbagai energi dari rangkaian yang
akan ditentukan. Sebaliknya, setelah bentuk dari sebagian besar distribusi yang

89
dimungkinkan ini ditentukan sehingga pengali β dan suhu, yang kemudian menjadi
sebuah kuantitas yang tetap. Ketergantungan dari β terhadap suhu mutlak T sebagaimana
didefinisikan diatas kesempurnaan dari skala gas atau skala Kelvin dari suhu, dapat
diperoleh dalam persamaan 2.41 dengan mempertimbangkan sifat dari gas Maxwell dan
Boltzman. Sehingga ini memperlihatkan

1
 
kT

dimana k adalah konstanta Boltzmann.

Hubungan ini tentu dapat diambil sebagai definisi β atau T tergantung pada jumlah
dan dapat dipertibangkan terutama yang ditetapkan oleh keadan rangkaian.

Interpretasi statistic dari suhu pada rangkaian ini mengalir dari hubungan yang
telah ada antara pengali β dan sebagian besar konfigurasi dari rangkaian. Kedua
rangkaian yang sama ini memiliki total energy yang sama dari sistem yang sama, dan juga
volume yang sama yang ada dalam berbagai suhu thermodinamika. Dua rangkaian ini
tentu saja tidak akan penting pada konfigurasi yang sama, pada waktu yang diberikan dan
juga memiliki konfigurasi yang sama. Demikian juga bila kedua rangkaian ini telah
ditempatkan dalam kontak personal terhadap energi antara mereka dan juga diberikan
padanya pengalihan energi dari satu rangkaian terhadap rangkaian yang lain.
Bagaimanapun tidak ada pengalihan energi ketika rata-rata diambil terhadap peridoe
waktu.

6.2. Energi
Bila jumlah panas dQ diberikan pada rangkaian, sementara kedua volume
rangkaian dan total jumlah sistem ini bersifat kosntanta, maka tidak ada kerja yang
dilakukan oleh rangkaian itu, dan pada peningkatan dalam energi dE yang sama dengan
dQ. juga akan ada perubahan pada bobot W dengan berbagai konfigurasi yang
dimungkinkan, sebagaimana diberikan oleh persamaan 2.13 di aas untuk menghasiklan

d log W  dQ  0 6.1

Dengan menuliskan β = -1/kT dan juga mengingatkan bahwa jumlah dQ/T yang sama
dengan dS, akan ada entropi dari rangkaian yang sama, persamaan 6.1 memberikan

dS  k d log W 6.2

90
Hubungan antara entropi dan berat pada konfigurasi dari rangkaian ini dapat
dipertimbangkan sebagai bentuk yang berbeda dari hubungan Boltzman. S = k log W,
yang merupakan hal penting dalam penelitian termodinamika statistik. Bagaimanapun,
sebelum hubungan ini diterapkan secara bebas terhadap permasalahan dalam
thermodinamik pembahasan ini telah diberikan. Untuk tujuan berikut ada sifat paralel
dari entropi dan logaritma dari bobot pada konfigurasi rangkaian yang diperlukan.

(i) Mempertimbangkan dua rangkaian pada suhu yang sama dan tekanan dan terdiri
dari sistem non interaksi. Entrofi dari kedua rangkian itu memiliki kondisi yang
diberikan dalam S1 dan S2 dan kemudian bobot dari konfigursi yang terjadi dari
rangkaian W1 dan W2. Sekarang ini, bila kedua rangkaian ini dipertimbangkan
sebagai rangkaian yang sudah dikombinasikan, akan entropi total dari kombinasi
ini adalah

ST  S1  s2 6.3

Pada saat yang sama, total berat dari konfigurasi rangkaian kombinasi adalah

wT W1 W2 6.4

Karena beberapa dari susunan W1 dari rangkaian pertama juga dapat


diambil besama dengan satu dari susunan W2 dari kedua. Oleh karena itu akan
diasumsikan untuk menulis entropi sebagai beberapa fungsi dari bobot konfigurasi
rangkaian, maka semakin jelas bahwa persamaan 6.3 dan 6.4 akan
mempersyaratkan bahwa S dan W akan memenuhi hubungan dari bentuk

S  log W

Sifat aditif dari entropi ini akan mengikuti persamaan 6.4 dalam bentuk.

log WT  log W1  log W2 6.5

yang akan setara dengan persamaan 6.3

(ii) Telah diketahuai bahwa teorema panas Nernst (hukum termodinamika ketiga)
yang merupakan suhu dari rangkaian thermodinamik yang cenderung menjadi
nol mutlak terhadap entrofi cenderung menjadi nol. Sekarang ini dalam produksi
suhu yang mendekati nol absolut, poenggunaannya dibuat dari proses yang

91
dikenal sebagai demagnetisasi adiabatik. Dalam proses ini, spin elektron dari
garam paramagnetik ini telah ditentukan pada apliaksi dari medan magnetic
sehingga pemindahan dari spin ini mengalami peningktan. Akan cukup beralasan
untuk mengasumsikan bahwa ketika suhu mengarah pada elektron yang
mencapai spin akan dapat diurutkan dengan lengkap. Maka akan ada energi
thermal untuk menempatkannya dari berbgai kesesuaian sepanjang medan
magnetik. Konfigurasi dari rangkkaian spin dalam keadaan ini hanya akan
terbentuk dalam satu cara sehingga dengan W = 1, nilai dari log W akan menjadi
nol. Entropi dari elektron spinning sebagainana diberikan oleh hubungan S x log
W, akan dapoat menjadi nol terhadap kasus di dalam kesepakatan dengan hukum
ketiga termodinamika.
(iii) Dari hukum termodinamika kedua ini dikenal sebagai perubahan spontan yang
terjadi dalam keadan rangkaian termodinamika yang terisolasi yang dicapai
dengan perubahan dalam entropi yang akan positif atau nol tetapi tidak pernah
negatif. Pertimbangan dari sudut pandang berat rangkaian maka jelas bahwa
perubahan spontan hanya akan terjadi bila tahapan awal dari rangkaian itu
kurang dimungkinkan atau adanya probabilitas kejadian sebagai keadaan akhir.
Karena probabilitas dari konfigurasi ini dapat mengasumsikan proporsional
terhadap bobotnya, dengan peningktan dalam entropi yang terjadi dalam
rangkaian yang dapat ditepati oleh perubahan dari berbagai konfigurasi yang
memiliki bobot utama dengan bobot yang lebih besar sebagaiana terlihat dalam
hubungan yang dianjurkan.

Sebagai contoh dari beberapa perubahan yang mempertibangkan gas yang


terbatas oleh partisi terhadap setengah vessel, sepoaruh lain juga dapat dievakuasi.
Bila partisi ini dipindahkan maka sangat dimungkinkan untuk molekul dari gas
untuk menempati seluruh vessel. Jelasnya, bobot konfigursi ini di dalam dan
keseluruhan dapat ditempati yang akan lebih besar dalam konfigurasi dalam
berbagai bagian yang telah ada. Juga ada berbagai asumsi untuk beberapa bagian
yanbg memiliki pengembangan spontan untuk memenuhi kapal itu sendiri.
Pengembangan spontan ini tentu akan bersifat irreversible dalam pengertian
thermodinamika dan juga peningkatan dalam bobot konfigurasi yang dapat dicapai
oleh peningkatan dalam entropi.

92
(i) Akhirnya, perhatikan kasus dari dua rangkaian gas yang tidak sama A dan B yang
adalah dipisahkan oleh partisi seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 20(a).
Asumsikan bahwa rangkaian A adalah terdiri dari molekul dan rangkaian B adalah
terdiri dari molekul b. Demikian juga entrofi dan konfigurasi bobot dari rangkaian
A dengan SA dan WA yang akan berhubungan dengan kuantitas untuk rangkaian B
dengan SB dan WB. Bila partisi diantara kedua rangkaian ini dipisahkan akan tidak
ada perubahan dalam energi dari rangkaian yang telah ada sepanjang

Gambar 6.1. Pencampuran bersama-sama dari dua gas berbeda

suhu dan tekanan dari kedua rangkaian ini sama dan bahwa tidak ada inteaksi
antara molekul. Bagaimanapun, sebagai molekul komponen dari satu rangkaian yang
terdifusi ke dalam bagian yang telah ditepati sebelumnya oleh rangkaian lain, seperti
diperlihatkan dalam Gambar 20(b). Akan ada perubahan dalam entropi total. Karena
proses difusi adalah irreversibel akan perubahan ini akan positif dan juga total entrofi
akhir S yang akan memperlihtkan peningkatan terhadap entropi yang dikombinaiskan.

ST  S A  S B 6.6

Sebagai alternatif, dapat dipertimbangkan bahwa karena pemisahan partisi


memungkinkan kedua molekul a dan molekul b bergerak terhadap keseluruhan volume,
total beat dari kombinasi esensial, WT asalkan lebih besar dari pada produk sederhana dari
kedua bobot WA dan WB. Sehingga susunannya dengan persamaan 6.6 mungkin ditulsikan

WT > WAWB

untuk berbagai rangkaian yang telah dikombnasikan. bentuk yang tepat dari
pencampuran ini tentu akan mengarah pada peningkatan entropi pada kasus yang telah
dibahas lebih rinci dalam seksi 7.3.

93
Mengikuti pembahasan di atas maka semakin jelas bahwa persamaan (6.1)
menyatakan hasil yang merupakan kesesuaian dengan hukum termodinamika dan sangat
dimungkinkan untuk menggunakan bentuk integral dari persamaan sebagai

S = k log W 6.7

Ini akan diikuti dari persamaan 6.7 dimana entropi dari rangkaian dalam
keseimbangannya akan diberikan oleh hubungan

S = k log Wmax 6.8

Karena nilai Wmax berhubugan dengan konfigursi probabiltias dari rangkaiannya.


Berat maksimum atau bobot terlihat pada seksi 2.4 yang lebih jelas dimasukkan secara
umum dengan fluktuasi yang diapresiasi dari keseimbangan tau sebagian besar keadaan
probabilitas.Oleh karena itu, meskipun entropi dari rangkaian ini memperlihatkan fluktuasi
kecil dari berbagai nilai probable, untuk beberapa proses entropi rata-rata dapat
dipertimbangkan yang diberikan oleh integrasi ekspresi Boltzan dari persamaan 6.8.

Alternatif pada konstanta Boltsman dari persamaan 6.8 merupakan bentuk yang
diberikan oleh Plank yaitu

S  k log 

Dimana  adalah berat total dari rangkaian yang meurpakan jumlah dari semua
bobot W untuk semua konfigurasi rangkaian yang dimungkinkan dengan energi dan
sejumlah sistem. Untuk tujuan ini, maka perbedaan diantara kuantitas log W max dan log 
adalah negative, melihat kejelasan dari W maksimum dan disini persamaan 6.8 akan
digunakan secara eksklusif, dengan distribusi yang dibuat diantara dua definisi yang
umumnya tidak menguntungkan. Bagaimanapun, ini harus dicatat bahwa argumen yang
diberikan dia atas akan diberlakukan pada Boltsman dan juga definisi Plank dan bahwa
dimana perlu untuk membuat perbedaan antara kedua definisi, Plank memiliki bentuk
yang sesuai.

Sejauh pembahasan yang diberikan dalam bagian ini telah diberikan keterkaitan
antara entropi dan rangkaian dan bobot dari konfigurasi rangkaian tertentu. Kadangkala
akan sangat bermanfaat untuk mempertibangkan entropi yang ditentukan oleh keadaan
dari rangkaian itu yang kemudian mengabaikan berbagai rangkaian yang telah ada.
Misalnya, bila molekul dari gas ini dibatasi oleh paritisi sehingga mereka dapat menempati

94
bagian di dalam bejana yang dievakuasi, kemduian tentu akan memeprlihatkan posisi dari
molekul yang ada di dalam set batas oleh vessel dan partisi, dengan partisi yang
dihilangkan yang dapat dikembangkan hingga molekul ini bergerak dan kemudian akan
ada posisi dari molekul yang dapat direduksi. Peningktan dalam hubungan entropi dengan
gerakan molekul ini diarahkan pada konfigursi yang dicapai oleh peningkatan di dalam
pemindahan gas dan oleh peningktan kelalaian pengamat dari posisi molekul gas.

Contoh kedua dari keterkaitan antara entropi dan juga kelalaian pengamat dari
keadaan itu tentu dapat diperoleh dengan mempertimbangkan penjumlahan-penjumlahan
dari molekul yang melintas dengan kecepatan yang ada. Beberapa bagian ini akan
diurutkan dengan koreposondensi terhadap tingkat kelalaian dari keadaan molekul dan
juga untuk nilai entropi yang ada. Bila molekul ini masuk melalui lubang kecil ke dalam
bagian yang tertutup tentu akan menyebar ke dalam bentuk gas acak yang kemudian
menjadi sesuatu yang bersifat disorder dan akibatnya akan ada kelalaian pengamat dari
posisi dan juga amonia dari molekul yang telah ada. Demikian juga keadan yang memiliki
probabilitas yang tinggi dari kejadian itu yaitu bobot yang lebih besar dari pada berbagai
keadaan awal dan juga kelalaian dari keadaan yang ada menurut keterkaitannya dengan
entropi yang diberikan dalam persamaan 6.7

6.3. energi bebas


Dengan suhu dan entropi dari rangkaian yang dikenal dari segi uraian statistik,
maka juga akan sangat bermanfaat untuk menghubungkan fungsi termodinamika dengan
sifat statistik terutama terkait dengan pertimbangan energi bebas.Pada partikulat yang
menarik persamaan Helmholtz energy bebas dari rangkaian yang didefinisikan oleh

F = E – TS 6.9

Bila rangkaian ini menglami perubahan keadaan pada suhu yang kosntant sehingga
energi berubah dari E ke E + DE sementara

* Ini bukan untuk mengatakan bahwa perubahan diperintahkan untuk keadaan teratur
benar-benar tidak dapat diubah. Jika molekul adalah sistem klasik maka tidak ada alasan
mengapa kecepatan mereka mungkin tidak terbalik pada suatu saat waktu tertentu. Jika
semua molekul melakukan menderita seperti pembalikan maka Majelis akan menelusuri
kembali langkah-langkah untuk negara asli dan lebih memerintahkan yang itu sebelum
partisi telah dihapus. Namun, proses tersebut memiliki probabilitas sangat kecil terjadinya

95
dibandingkan dengan probabilitas bahwa gas akan tetap dalam keadaan teratur. Selain itu
negara ini lebih teratur akan berlangsung untuk suatu jangka pendek yang akan hampir
mustahil untuk mendeteksi kejadian tersebut. Dalam kasus perakitan mekanik kuantum di
mana posisi dan momentum dari sistem yang tentu pasti pembalikan seperti gerakan tidak
mungkin untuk menentukan. Jadi, sementara Disordering tidak; statistik 'ireversibel,
mungkin dianggap thermodynemically ireversibel.

dF  dE  TdS 6.10

Sekarang ini, dari hukum termodinamika pertama dan kedua, maka dimungkinkan
endapatkan ketidaksamaan

TdS  dE  dW 6.11

Diana dW adalah kerja yang dilakukan oleh rangkaian terhadap lingkungans ekitarnya dan
tanda persamaan ini haya menaytakan proses reversibel secara terodinamika. Perubahan
yang bersesuaiand alam energi bebas tentud pat ditemukand engan engkombnasikan
persamaan 6.11 dan 6.10 yang menghaislkan

dF  dW 6.12

Selama perubahan itu maka energi bebas F akan berkurang dengan jumlah yang sama
dengan atau lebih besar dari kerja yang dilakukan oleh rangkaian. Tanpa adanya kerja
yang dialkukan oleh bagian itu maka akan ada perubahan isothermal dalam energi bebas
yang akan dapat dikembangkan atau sma dengan nol. Keseimbangan dari rangkaian di
bawah kndisi ini akan dapat dikembangkan dalam total energi bebas yang berkurang pada
nilai maksimum karena adanuya perubahand lam parameter rangkaian yang emebrikan
perubahan dalam energi bebas (Pers 6.13)

Setelah suhu dari rangkaian ini adalah ditetapkan dalam aplikasid ari persamaan 6.13 yang
akan memungkinkan keadaan keseimbangan dari rangkaian yang akan ditentukan bila
energi bebas diketahui dalam pengertian dari berbagai parameter thermodinamika.
Indikasi dari beberapa aplikasi itu diberikan dalams eksi 8.4 dan 8.5.

Manfaat dasri pengetahuan tentang energi bebas ini adalah munculd ri hubungannya
dengan fungsi thermodinamika dari rangkaian yang ada. Misalnya, perhatikan perubahan
reversibel dalam rangkaian yang ada termasuk perubahan suhu oleh dT dan hanya kerja
yang dilakukan yang ada pada pengembangan rangkaian yang telah ada. Demikian juga

96
kerja yang dilakukan oleh rangkaian itu di dalam kasus p dV dimana p ini adalah tekanan
yang dilakukan oleh rangkaian yang ada dan dengan kebutuhan tanda yang sama untuk
poroses reversibel, persamaan 6.11 menjadi

Dengan nilai TdS dan juga dengan suhu yang diperkenankan untuk variasi perubahan
dalam energi bebas diperoleh dari persamaan 6.9

dF  dE  TdS  SdT

  pdV  SdT 6.14

Dari persamaan 6.14 maka dimungkinkan untuk mengekspresikan tekanan dan entropi
dalam persamaan energi bebas sebagai

 F 
p    6.15
 V T

Dan

 F 
S    6.16
 T  v

Persamaan 6.15 dapat digunakan untuk menemukan persamaan dari keadaan rangkaian
yang kemudian akan memberikan tekanan oleh rangkaian dalam pengertian volume dan
suhu.

Substitusi dari entropi pada persamaan 6.16 dengan persamaan 6.9 yang memungkinkan
energi bebas dituliskan sebagai :

 F 
F  E T 
 T  v

Ekspresi ini dapat disusun trhadap energi E yang dikembnagkan sebagai fungsi dari energi
dalam bentuk

 F 
E  F T  6.17
 T  v

97
  F 
      F  
2   T 
 T   6.18  
 T     v
  v

6.19

Dimana β adalah -1 /kT

Akihirnya, sangat dimungkinkan untuk mengekspresikan panas spesifik dari rangkaian


dalam energi bebas dengan definisi

 E 
Cv   
 T  v

Dan substitusi dari persamaan 6.17

 2 E 
Cv  T  2  6.20
 T  v

  2 F 
Cv  k 2  2 
6.21
 H  v

Dalam bab berikutnya akan terlihat bagaimana energi bebas dapat ditentukan dari
pengetahuan distribusi statistic dari sistem di dalam rangkaian. Demikian juga karena
hubungan yang dberikan dalam persamaan 6.15, 6.16 dll. Ini dapat terlihat bagaimana sifat
yang lain dari rangkaian ini dapat menjadi energi bebas yang telah diketahui.

98
BAB 7

TERMODINAMIKA GAS

Pada bab ini dibahas mengenai fungsi hukum termodinamika gas ideal dimana ada
interaksi antar molekul, bahkan terjadi tumbukan antar molekul yang dianggap memiliki
efek yang dapat diabaikan pada sifat termodinamika gas. Ini akan dilihat bahwa keganjilan
hasil yang diperoleh untuk entropi dan energi bebas gas. Jika semua molekul diperlukan
sebagai perbedaan sistem klasik. Untuk menghindari keanehan itu perlu memperbaiki gas
dalam cara “semi-klasik” dimana dianggap bahwa semua molekul dengan isotop yang
sama benar-benar tidak dapat dibedakan. Itu juga akan terlihat sesuai untuk menunjukkan

kuantitas 1 sebagai jumlah per unit volume dari ruang fase untuk menggantikan
h3
konstanta yang tidak terdefinisi dari mekanika statistik klasik.

Pengecualian untuk penyimpangan singkat di bagian akhir dengan molekul yang


dianggap pada bab ini menjadi partikel yang renggang.

7.1 Berat Wmax untuk Gas Ideal Klasik

Ditunjukkan pada persamaan 2.7 berat konfigurasi yang diberikan molekul dalam
gas ideal dimana terdapat N klasik molekul yang renggang

 g s ns 
W  N!   (2.7)
s  n s ! 

dimana ns adalah jumlah partikel pada lapisan s dan gs adalah degenerasi pada lapisan s
tersebut. Mengambil energi pada lapisan s menjadi  s , jumlah untuk konfigurasi yang
paling memungkinkan ditunjukkan pada persamaan 2.20 yaitu

n s  g s e    s (2.20)

dimana  dan  terdefinisi. Berat yang paling memungkinkan konfigurasi Wmax yang
kemudian diperoleh dalam rumus logaritma dengan penerapan persamaan Stirling.

99
log W  N log N  N   n s log g s  n s log n s  n s 
s

 g 
 N log N    n s log s 
 s ns 

Kemudian kompigurasi yang paling memungkinkan diperoleh:

log W  N log N  N   ns log g s  ns log ns  ns 


s

 g 
 N log N    ns log s 
 s ns 


log W  N log N  N   ns log e     s  
s

 N log N    ns    ns  s
s s

(7.1)

dimana N   N s dan E   n s  s persamaan 7.1 mnjadi


s s

log Wmax  N log N  N  E (7.2)

dimana E total energy keseluruhan. Jika subtitusi di buat untuk e s  A sehingga


  log A kemudian,   1 / kT , persamaan 7.2 menjadi

E
log W  N log N  N  log A 
kT
N E
 N log 
A kT

(7.3)

(Meskipun dalam kasus yang pasti secara matematika sesuai dengan  (sebagai variable)
kebalikan dari T seperti contoh persamaan 6.19 dan 6.21 ini tidak selamanya sesuai
sehingga dua alternative untuk fungsinya tergantung pada temperature termodinmika.
Umumnya pada massa temperatur T dimana rumus yang lebih sederhana menyertakan 
mungkin diberikan dalam tanda kurung).

100
7.2 Fungsi Partisi Boltzmann

Pada rasio N dari persamaan 7.3 ditemukan sesuai defnisikan itu Z seperti
A

g e  s
 s / kT

Z s

e

Mengunakan nilai n s daripersamaan 2.20 inimenjadi

Z   g s e  s / kT
s

(7.4)

Dalam rumus Z diketahui sebagai fungsi partisi Boltzman (atau sederhana yang
sebagai fungsi partisi) dari sebuah system secara keseluruhan. Isltilah ini digunakan
karena dalam pernyataan Z, masing – masing termiologi dalam meletakan hasil akhir dari
bagian kumpulan system didistribusikan atau disekat, diantara macam – macam lapisan
energy

Rumus persamaan 7.4 umunya sangat sempurna tetapi itu kadang berguna untuk
mengungkapkan fungsi partisi dalam transminologi keadaan masing – masing energy
tersedia. Jika energy dari keadaan diambil menjadi i maka berat keadaan masing -masing
menjadi satu,

Z   e  i / kT (7.5)
i

(Karena kemungkinan pernyataan partisi dlam rumus ini, Z kadang – kadang menunjukan
jumlah keadaan untuk system dalam kumpulan. Symbol Z diambil dari ekivlalen
pernyataan jerman Zustanduumme).

Fungisi partisi dimana didefenisikan oleh persamaan 7.4 dan 7.5 bukan salah satu
dari pengukuran secara umum atau diukur dari kuantitas termodinamika maupun manual
dalam persamaan nomal. Tetapi persamaan itu merupakan sebuah jembatan yang penting
antara pernyataan statif untuk keadaan kumpul dan kemiripan kesederhanaan dalam
termonologi fungsi partisi.

101
Mensubtitusikan Z  N dalam persamaan 7.3 memberikan pernyataan untuk
A
berat untuk konfigurasi yang peling memungkinkan sebagai

E
log Wmax  N log Z  (7.6)
kT

Atau Nkn diganti dengan konstanta gas dalam R untuk gr molekul gas

S  R log Wmax

E
 Nk log Z  (7.7)
T

Mensubstitusikan pesamaan 7.7 untuk entropi dalam persamaan F  E  TS


mengikuti persamaan energy Helmholtz untuk di ungkapkan dalam terminologi fungsi
partisi sederhana.

F   NkT log Z (7.8)

itu menunjukan untuk mendaptkan sebuah persamaan. Untuk energy total E terminologi
fungsi partisi dengan mensunbtitusikan langsung dari persamaan 7.8 ke dalam pernyataan
  F / T  
E  T 2   dari persmaan 6.18. Bagaimanapun metode langsung lebih mudah
 T V
diikuti.

Maksud dari energi sistem dalam kumpulan klasik mungkin ditulis dengan

_
E
n  s s  g e   s
 s / kT 
s
  s
 s

N n s
s  g e   s
 s / kT 

Kemudian menghapus keadaan terminoliogi e  dan menuliskan g e 


s
s
 s / kT
Z

menghasilkan

 g s e  s / kT
 s
(7.9)
Z

Sekarang dengan perbedaan 7.4

102
 Z  1
   2  g s s
 s / kT

 T V kT s

Sehingga persamaam 7.9 dapat ditulis

 Z 
kT 2  
 T V

Z

 Z 
 kT 2   (7.10)
 T V

Kumpulan energy total dituliskan

E  N

atau

  log Z 
E  NkT 2   (7.11)
 T V

Pernyataan yang lebih sederhana dalam term  diperoleh dari persamaan 7.11 sebagai
berikut

  log Z 
E  N 
  V

Mensubtitusikan nilai tersebut untuk E dalam persamaan 7.7 untuk entropi

   log Z  
S  Nk log Z    
   log  V 

Sedangkan untuk energy bebas secara sederhana

log Z
FN

Menunjukkan lagi ke persamaan dari energy bebas dalam persamaan 7.8, ini dapat dilihat
bahwa

103
F
log Z  
NkT

atau

Z  e  s / kT  e   / kT (7.12)

F
Menuliskan  f energy bebas persamaan fungsi partisi menjadi
N

Z   e  s / kT  e   / kT (7.13)
i

Akhirnya dicatatkan bahwa itu memungiknkan untuk memperoleh fungsi termodinamika


normal sebagai contoh:

(i) Panas tertentu pada volume konstanta diperoleh dengan bantuan persamaan 7.11
sebagai berikut.

 F    log Z  2 log Z 
Cv     Nk 2T 2 
 V   T T V
(ii) Tekanan gas diperoleh dari tekanan 6.15 dan 7.8 ebagai berikut.
 F    log Z 
p     NkT   (7.14)
 V    V  

7.3 Penilaian Fungsi Partisi Klasik

Akhirnya yang berlebihan dalam persamaan 7.4 dengan menggabungkan semua


kemungkinan energy. Jika jumlah semua keadaan energy. Jika jumlah keaadan energy
dalam jumlah energy  ke   d ditulis dalam persamaan 2.74

1
g  d  BV 2 2m2  2 d
3

Kemudian fungsi partisi menjadi

Z   g s e  s / kT
s


  e  / kT g  d
0
1

 2 BV 2m  2   2 e  / kT d
3

104
Dari persamaan A5.9 dan A5.10 dari lapisan 5,integral dalam persamaan ini adalah


1
3 
d  kT 2    kT 2
3 3


0
2  / kT
 e
2 2

Sekarang

Z  BV 2mkT  2
3
(7.15)

N
Dari defenisi Z dalam persamaan sebagai (lihat persamaan 2.55) mensubtitusi
A
untuk nilai Z dalam persamaan 7.8 memberikan energy

 
F   NkT log  BV 2mkT  2 
3
(7.16)
 

Untuk entropi gas adalah

 F 
S   
 T V

 
 Nk log  BV 2mkT  2  Nk 
3 3
(7.17)
 2 

  log Z  31
Dari persamaan 7.15 menghasilkan    , kemudian total energy gas
 T V 2 T
molekul N diberikan dari persamaan 7.11 sebagai

3
E NkT (7.18)
2

Ini diduga untuk gas ideal kalasik

Pada statistik klasik konstanta B dari keadaan kental dan ketidaktentuan f dalam
fungsi partisi klasik pada sebuah kumpulan. Ketidakan ini memberikan factor tertentu
dimana tergantung nilai log  . Kedudukan energy bebes dan entropi dalam kumpulan.
Bagaimanapun ada ketidakpastian dalam energy ataupun panas tertentu dari kumpulan .

Karena kuantitas ini hanya bergantung pada turunan dari log Z dan konstanta
lainnya pada Z dieleminasi dalam kasus ini.

105
Pada persamaan keadaan dalam gas ideal klasik mungkin didapatkan dari fungsi
partisi pada persamaan 7.15 dengan menggunakan persamaan 7.14 sehingga,

  log Z 
p  NkT  
 V T

NkT
 (7.19)
V

Menulisakan Nk  R ini memberikan persamaan keadaan normal yang molekul dari gas
ideal

pV  RT (7.20)

Dengan yang tidak ditentukan.

Kuantitas termodinamika diasumsikan bahwa molekul gas kurang terstruktur dan


itu semua dibedakan. Jika molekul– molekul terstruktur fungsi partisi akan memuat energy
lain padahal secara translasi dan beberapa aspek energy ini dbahas dalam persamaaan 7.6
(untuk lebih complete dibahas menaikan asumsi molekul diatomic dalam bab 8). Pada
keterangan energy kalasik dari molekul-molekul ditingkatkan pada persamaan 7.18
bergantung derajat jumlah peningkatan molekul ketika mereka panjang terstruktur.

Efek itu dirumuskan berbeda dari molekul – molekul pada sifat termodinamika gas klasik
akan dipertimbangkan.

7.4 Lawan Asas Gibbs

Jika entropi gas klasik dihitung dari persamaan 7.17 ada ditemukan hasil
perbedaan asas dari kasus itu ketika 2 volume gas yang sama pada temperature dan
tekanan yang sama dari molekul - molekul dimaukan volume 1 dan 2 pada gambar 2.1.
Jika 2 volume ini masing – masing secara terpisah dengan entropi S1 bernilai entropi ini
akan diberikan dengan persamaan 7.17.

 
S  Nk log  BV 2mkT 2  Nk 
3 3
 2 

106
Entropi total Si diperoleh dengan menyampurkan 2 volume yang dihasilkan dengan
mempengaruhi N menjadi 2N dengan V menjadi 2V sedangkan temperaturnya menjadi
kuantitas intensif (yaitu sendiri dari perluasan kumpulan) sisanya tak berubah maka

 
ST  2 Nk log  BV 2mkT 2  Nk 
3 3
 2 

  3 
 2 Nk log  BV 2mkT  2  Nk    2 Nk log 2
3

  2 

 2S  2 Nk log 2 (7.21)

Dari persamaan ini akan kelihatan bahwa penghilangan partisi anatara 2 volume yang
sama dari gas yang sama menyebabkan peningkatan pada total entropi dan penigkatan ini
diberikan dengan mencampur terminologi 2 Nk log Z (atau 2 R log Z untuk gram molekul).

Sebaliknya, pergantian partisi untuk melukiskan kembali translas lain volume yang
sama dari gas yang sama kiranya mengembalikan total entropi untuk nilai aslinya dari 2S
total gas bagaimanapun dihasilkan atau kebalikannya dari partisi antara 2 volume tidak
memiliki efek apapun terhadap enrtropi jika gas masing – masing sama. Ternyata ini
bertentangan dengan kebiasaan entropi yang dikenal sebegai lawan asas Gibbs murni.

Ini mungkin dilihat lebih dekat nyatanya lawan asas dalam fenomena ini sejak
system ini dalam kumpulan klasik yaitu molekuk – molekul pada gas ideal klasik.
Digambarkan benar – benar berbeda dari yang lainnya, 2 volume gas klasik yang harus
diambil benar – benar tidak sama meskipun itu diperoleh dengan memberi molekul isotop
yang sama dengan elemen yang sama pada kasus ini benar – benar dibedakan. Tidak ada
perbedaan dalam entropi yang identik dengan mengkombinasikan volume apapun. Itu
diperoleh katakanlah 2 volume yang setara dari oksigen atau 1 volume oksigen dan 1
volume nitrogen (semua akan dibedakan dalam masing – masing entropi untuk

membentuk terminologi 2mkT 2 dalam persamaan 7.17 pada massa molekul). Demikian,
3

107
disamping asumsi ini pengkali partisi dipindahkan ke kondisi asli tidak bisa dipulihkan
dengan menggantihnya.

Pencampuran termonologi dimana terjadi dlalam persamaan 7.21 dapat dilihat


untuk peningkatan volume dimana tersedia untuk molekul ke partisi digantikan jika
molekul benar – benar serupa sebagai 2 molekul bertukar tempat tidak bisa dideteksi, tidak
akan ada konfigurasi baru dari kumpulan – kumpulan tercipta dengan menghilangkan
partisi. Bagaimanapun, sejak molekul – molekul diperoleh menjadi sederhana.
Penghilangan partisi akan terpisah, untuk masing –masing molekul 2 partisi kemungkinan
dalam mengkosongkan untuk setiap posisi tunggal dimana tersdia sebelum ada N molekul
sebanyak susunan untuk molekul masing – masing volume dari satu kumpulan ketika
mencapai volume V yaitu W maka keseimbangan berat dari kumpulan ketika itu diijinkan
untuk melepas keadaan volume 2V dengan bebas total entropi menjdi


W  W .2 N  2

Jika berat total W volume gas yang dicampur sebagai hasil berat masing – masing maka

pada pencampuran

S   k log W
`  k log W  2 Nk log 2
 2S  2 Nk log 2

Sebagai intinya, jika molekul – molekul dan 2 volume benar – benar serupa
kombinasi entropi akan menjadi sederhana. S   2 s dan penghilangan atau sebaiknya

partisi antara 2 volume gas tidak akan ada efek pada total entropi. Dari sini terlihat bahwa
itu seharusnya eror dalam mengungkap secara klasik untuk entropi dan juga entropi bebas
dari gas ideal homogen dari molekul sampai mengikuti bagian ini bisa dihapuskan jika
molejkul gas di perlukan dalam cara “semi klasik”.

(Ini menarik untuk dicatat bahwa mencampur terminologi yang sama membuat
dari pernyataan termodinamika untuk entropi gram molekul gas ideal dapat ditulis

S  Cv log T  R log V  kons tan ta


(7.22)

108
dan

S  C p log T  R log p  kons tan ta (7.23)

dimana Cp panas tertentu pada tekanan konstan. Jika dua volume gas yang sama pada
temperatur yang sama dan tekanan yang ditambah sehingga Cp, Cv, R dan V harus
digantikan dengan 2Cp, 2Cv, 2R dan 2V berturut-turut maka itu jelas bahwa persamaan
7.22 menunjukkan gabungan terminologi dari 2R log 2 sedangkan persamaan 7.23 tidak.

Perbedaan yang benar-benar terlihat dari faktanya bahwa V sebuah kuantitas luas
dimana bergantung pada jumlah gas yang diperoleh sedangkan T dan p adalah kuantitas
intensif dimana tidak bergantung pada jumlah gas yang dihasilkan. Ini adalah peraturan
yang berguna dalam termodinamika bahwa persamaan 7.22 digunakan dalam penjumlahan
entropi campuran dari dua gas yang berbeda dan persamaan 7.23 digunakan untuk entropi
dari dua volume gas yang sama, ini satu-satunya aplikasi analisis masalah statistik yang
bisa dipecahkan).

7.5 Gas Ideal ‘Semi-klasik’

Itu mungkin untuk memperoleh yang benar. Pernyataan yang sesuai untuk entropi
gas ideal yang sesungguhnya dengan menggunakan kuantum statistik yang tepat. Statistik
sebenarnya akan terpilih bergantung pada molekul gas apapun, faktanya Boson atau
femion. Bagaimanapun dalam berhadapan dengan gas pada temperatur dan tekanan yang
luar biasa, ini sesuai secara matematika untuk dilanjutkan ke batas klasik dari kuantum
statistik tersebut dimana jumlah partikeln dari masing-masing lapisan ns kecil
dibandingkan dengan jumlah level yang tersedia gs. Dalam kasus keterbatasan ini akan
dilihat bahwa tiga jenis statistik memberikan kenaikan hasil yang sama untuk entropi dan
untuk distribusi energi dengan syarat terminologi N! diganti dari berat kumpulan klasik.
Itu diperlukan untuk mengganti terminologi N! ini dari berat klasik, faktor ini dimana
memberikan jumlah susunan molekul diantar mereka dan menentang dari asumsi
perbedaan molekul.

Berat konfigurasi dari kumpulan ‘semi-klasik’ sistem diperoleh dengan mengubah


persamaan 2.7 dari statistik Maxwell-Boltzmann untuk mendapatkan

n
gs s
WMB  (7.24)
s n !
s

109
Berat yang sesuai untuk distribusi Bose-Einstein dan Fermi-Dirac adalah

(n s  g s  1)!
WBE   (bandingkan 4.3) (7.24’)
s n s !( g s  n s )!

dan

gs!
WFD   (bandingkan 5.4) (7.24”)
s n s !( g s  n s )!

masing-masing dalam batas klasik ketika gs>ns>1 persamaan Stirling menghasilkan

(i) log WMB   n s log g s  n s log n s  n s 


s

 g 
   n s log s  n s  (7.25a)
s  ns 

(ii) log WBE   n s  g s  log n s  g s   n s log n s  g s log g s 


s

 n  gs   n s  g s 
  n s log  s   g s log  
s 
  ns   g s 

 g 
   n s log s  n s  (7.25b)
s  ns 

g s  ns g s
dimana persamaan ns  g s  1  ns  g s ,  dan
ns ns

n  gs   ns  ns
log  s   log 1    telah digunakan.
 gs   gs  gs

(iii) log WFD   g s log g s  n s log n s  g s  n s  log g s  n s 


s

  g  ns   g s  n s 
  n s log  s   g s log  
s 
  ns   g s 

 g 
   n s log s  n s  (7.25c)
s  ns 

110
dimana persamaan ini sama halnya dengan (ii) telah diperkenalkan.

Ini jelas bahwa dibawah kondisi itu postulat berat diberikan kumpulan itu juga
hampir bebas dari tipe sistem dimana kumpulan diubah. Distribusi kesetimangan energi
sistem akan lebih dekat ke persamaan Maxwell-Boltzmann dari n s  g s e   / kT untuk s

masing-masing kasus dan kesetimbangan entropi akan diebrikan dengan nilai ns diambil

log
gs
ns
 
s
kT
 

persamaan 7.25 menghasilkan

   
log Wmax   n s  s     n s 
s   kT  

E
  N  N
kT

karena ns
s dan n
s
s s  E . Kumpulan entropi S  k log Wmax , sehingga

E
S  kN  kN (7.26)
T

Konstanta e   A bisa diambil dari persamaan 7.4 untuk diberikan dengan N/Z sehingga
  log N / Z  . Persamaan 7.26 bisa demikian ditulis dalam terminologi fungsi partisi
sebagai

Z E
S  Nk log   Nk (7.27)
N T

Untuk sebuah gas diubah susunan energi molekul ‘semi-klasik’ E secara sederhana energi
3
translasi NkT . Fungsi partisi untuk kumpulan kuantum diberikan persamaan 7.15
2
dengan faktor yang tidak menentukan B diganti dengan h-3 pernyataan mekanika kuantum
untuk jumlah keadaan yang ditunjukkan per unit volume dalam fase kosonng adalah

V
 
3
Z 2mkT 2 (7.28)
h3

Pada substitusi dengan nilai E dan Z dalam persamaan 7.27, entropi diperoleh

111
   
 V 2mkT  2
3

S  Nk log   5
 (7.29)
  Nh 3  2
   

Pernyataan ini adalah persamaan Sackur-Tetrode untuk entropi gas dimana


memiliki volume dan diubah membedakan N, susunan molekul pada temperatur T.
Pernyataan ini bahawa klasik dari entropi pada variabel V diganti dengan bantuan variabel
intensif V/N dimana bisa diperoleh sebagai volume per molekul. Untuk itu jika 2 volume
yang sama V dari gas yang sama dibawah kondisi yang sama ditambahkan bersamaan
untuk bentuk volume 2V, maka volume per molekul sisa tak berubah, campuran dua
volume akan tidak berubah dan total entropi diberikan dengan persamaan 7.29.
Bagaimanapun dua volume gas terdiri dari dua tipe molekul berbeda kemudian
mencampur dua volume akan menigkatkan volume yang tersedia untuk dua jenis molekul
dari V hingga 2V. Volume per molekul akan digandakan dan akan ada hubungan
peningkatan dalam entropi total untuk mencampur terminologi 2Nk log 2.

Itu memungkinkan untuk memperoleh pernyataan untuk energi bebas F gas ‘semi-
klasik’ ideal. Menggunakan bentuk entropi dan persamaan 7.27 dalam persamaan F=E-Ts
menghasilkan

Z
F   NkT log  NkT
N

 kTN log Z  N log N  N 

Menggunakan persamaan Stirling ini menghasilkan


F  kT log Z N  log N! 
ZN
F  kT log (7.30)
N!

Kuantitas ZN/N! terkadang menunjukkan sebagai total fungsi partisi sedangkan


fungsi partisi Z diambil sebagai hubungan masing-masing sistem. Memberikan total fungsi
partisi Z dengan simbol Z sehingga

ZN
Z (7.31)
N!

112
persamaan 7.30 untuk energi bebas menjadi

F  kT log Z (7.32)

Total fungsi partisi dapat ditulis menjadi

F
Z e kT (7.33)

(Pembahasan lebih lanjut dari sifat total fungsi partisi dan total energi gas terdapat di bab
9).

Persamaan keadaan dan total energi gas diperoleh dari energi bebas yang diberikan
dalam persamaan 7.30 sama dengan yang diperoleh untuk gas klasik seutuhnya.

7.6 Komponen Fungsi Partisi

Jika sistem dimana membangun persatuan yang tidak tersusun,energi-energi sistem


tidak akan bisa untuk bergerak translasi sendiri Demikian, dalam gas terdiri dari molekul
poliatomik, itu memungkinkan bagi molekul gas untuk mengambil energi dari jumlah
mode sendiri (contohnya vibrasi, rotasi, dan mode energi elektronik) disamping mode
translasi normal.

Menganggap sistem dimana keadaan energinya didefinisikan dengan tiga energi


sendiri 1, 2, dan 3 dimana contohnya energi translasi, vibrasi, dan rotasi. Jika gerak
bentuk pertama adalah i dengan energi 1i sedangkan kedua dan ketiga adalah j dan l
dengan energi 2j, 3l dengan energi total t menjadi

t i, j , l  1i  2 j  3l (7.34)

Fungsi partisi sistem dalam kumpulan akan menjadi

Z   e t i , j ,l  / kT (7.35)
i , j ,l

dimana jumlahnya harus diambil dari semua kemungkinan nilai yang ada dari i,j,l dan
semua keadaan yang memburuk termasuk masing-masing. Substitusi dari persamaan 7.34
ke persamaan 7.35 memberikan

Z  e
 (1i 2 j 3 l ) / kT

i , j ,l

113
  e 1i / kT .e
2 j / kT
.e 3l / kT (7.36)
i j l

Sekarang, karena menghasilkan x1  x 2  x3  ..... y1  y 2  y3  .....z1  z 2  z 3  .....


termasuk semua hasil kombinasi xi, yj, zl, dapat ditulis

 x  y  z   x y
i
i
j
j
l
l
i j l
i j zl

Jika 1i, 2j, 3l masing-masing persamaan 7.36 dapat ditulis sebagai

Z   e 1i / kT  e e
2 j / kT 3 l / kT
(7.37)
i j i

Jika tiga fungsi partisi masing-masing didefinisikan sebagai

Z 1   e 1i / kT , Z 2   e 2 j / kT , Z 3   e 3l / kT


i j i

maka persamaan 7.37 dapat ditulis

Z  Z1 Z 2 Z 3 (7.38)

Sekarang maksud energi sistem untuk yang fungsi partisinya adalah Z dan
  log Z 
temperaturnya adalah T diberikan dengan t  kT 2   . Substitusi dari persamaan
 T V
7.38 maka menghasilkan

  log Z 1  log Z 2  log Z 3 


t  kT 2     (7.39)
 T T T V

 1  2  3 (7.40)

dimana 1 , 2 , 3 dapat diambiln sebagai hubungan energi untuk tiga masing-masing


bentuk dari gerak sistem.

Itu dapat disimpulkan bahwa untuk sistem memiliki lebih dari 1 derajat kebebasan,
itu untuk memungkinkan fungsi partisi untuk dibagi bagian-bagian komponen. Perlakuan
sempurna terpisah seperti fungsi partisi yang diberikann pada bagiann 8.3 untuk kasus
molekul diatomik. Bagaimanapun itu tepat untuk pembahasaan sementara dari total fungsi
molekul yang tidak bertumbukan N pada temperatur T diperoleh sebagai sebuh, sistem
114
makroskopik diubah subsitem molekular maka fungsi partisi dari sitem makroskopik ini
dapat dituliskan dari fungsi patisi

 
e
 1i 2 j 3 l 4 m .......... / kT
Z (7.41)
allstaes

dimana 1i ,2 j , dan lain-lain adalah energi dari masing – masing molekul atau subsistem

1, 2, dan lain – lain, dalam keadaan i ,j, dan lain – lain penjumlahan dan terakhir diambil
dari semua keadaaana atau susunan molekul dari semua gas. fungsi partisi dalam
persamaan 7.41 bisa bisa di pisahkan kedalam bagian – bagian komponen yang telah
ditululis dalam persamaaan 7.37 yang menghasilkan

1
Z 
N! i
e1 i / kT  e1 i / kT  e1l l / kT
j l
(7.42)

Pembagian oleh N! dalam persamaan 7.42 dibutuhkan karena dalam menghasilkan hasil
akhir masing masing terminologi akan terjadi N! kali. Mengganggap 3 molekul diberi
label 1,2,dan 3 dan membiarkan mereka dalam keadaan i,j,dan l. Jika molekul
dibedakan,mengubah susunan molekul diantara 3 keadaan tidak menghasilkan keadaan
yang baru, perbedaan keadaan atau susunan. Maka susunan 3! dari energi 1i , 2 j , 3l

antara tiga molekul dalam bentuk

1i  2 j  3l
1 j  2i  3l
1 j  2l  3i
ekuivalen susunan yang berbeda 3!
1i  2l  3 j
1l  2 j  3i
1l  2i  3 j

adalah ekuivalen untuk susunan tunggal. Menyampaikan pendapat ini untuk kasus sub-
sistem N , karena perbedaan subsistem ada N! kali sebanyak terminologi dalam
menghasilkan persamaan 7.42 dan persamaan 7.41.)

Karena molekul tidak dapat dibedakan masing-masing terminologi dalam


persamaan 7.42 akan sama sehingga menggunakan untuk ditulis

e  e   ......  .......  Z
1i / kT 2 j / kT

i j l

115
menjadi fungsi partisi untuk masing-masing molekul. Persamaan 7.42 memberikan
pernyataan untuk total fungsi partisi

ZN
Z
N!

sesuai dengan persamaan 7.31

Total fungsi partisi untuk gerak translasi dapat diperoleh menggunakan bentuk
integral sama dengan yang dijumlahkan dalam memperoleh persamaan 7.15 kecuali
keadaan digantikan dengan dp x dp y dp z dxdydz / h 3 . Fungsi partisi tunggal untuk 1 molekul

dengan sederhana

Z   e 1i / kT
i

dp x dp y dp z dx1 dy1 dz1


  e 1 / kT
1 h3

dimana 1 menunjukkan kembali volume fase kosong yang tersedia dari koordinat px1 dan
x1 dan lain-lain, mendefinisikan posisi sub-sistem 1 dalam enam-dimensi fase kosong.
Fungsi partisi total dalam persamaan 7.42 menjadi

1
Z
N! h 3 N 
1
e 1 / kT dp x1 dp y1 dp z1 dx1 dy1 dz1   e 2 / kT dp x 2 dp y 2 ........ e N / kT dp xN ......dz1
2 N

1  1 2 3 ...... N  / kT



N! h 3 N e
6N
 dp x1 dp y1 dp z1 dx1 dy1 dz1 .........dp xN dp yN dp zN dx N dy N dz N

(7.43)

dimana 6N menunjukkan kembali volume enam-dimensi fase kosong yang tersedia untuk
semua sub-sistem N maka total energi sub-sistem N adalah

E 1  2  3 ........ N

persamaan 7.43 dapat dituliskan kembali sebagai

1
e
 E / kT
Z dp x1 ........dz N (7.44)
N! h 3 N 6 N

116
Pada kasus gas ideal molekul-molekul tidak bertumbukan sehingga diperoleh energi
tunggal dari posisi molekul. Oleh karena itu integral 3N spasial koordinat dari lebih

sederhana memberikan  dxdydz


V
N
 V N dimana V adalah volume yang dihasilkan dari

gas. Total funsi partisi dapat ditulis


VN
e
 E / kT
Z dp x1 dp y1 dp z1 ...dp xN dp yN dp zN (7.45)
N! h 3 N 

Dimana jarak momentum - sampai  digunakan untuk masing masing koordinat


momentum.

Itu harus diingat asal persamaan 7.44 didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada
tumbukan antar molekul. Untuk lebih lanjut akan dibahas pada bab 9.

Akhirnya itu dicatat bahwa untuk sitiap molekul dimana tidak tersusun akan
dikontribusikan ke total fungsi partisi dengan mode gerak yang berbeda. Contohnya mode
gerak memberikan fungsi partisi untuk masing masing sub-sistem dalam bentuk
Z  Z 1 Z 2 Z 3 sebagai persamaan 7.38, total fungsi partisi akan diberikan dengan persamaan
7.31 untuk N seperti sub-sistem

(Z 1 Z 2 Z 3 ) N
Z (7.46)
N!

117
BAB 8

APLIKASI TERMODINAMIKA STATISTIKA

Pada bab ini akan dibahas dan diberikan beberapa contoh mengenai aplikasi fisika
tentang termodinamika statistika. Metode yang akan digunakan tidak akan dijelaskan
secara umum .Dan hal ini menjadi satu-satunya metode dimana suatu masalah yang akan
dibahas dapat diselesaikan dengan menggunakan metode alternatif yang akan ditunjukkan
pada penjelasan bab ini. Juga, karena metode statistik telah dikembangkan sejauh ini
hanya untuk mendapatkan energi tetap dan tetap jumlah sistem.

8.1. GAS PARAMAGNETIC

Mempertimbangkan gas di mana setiap molekul memiliki momen magnetik


intrinsik. ketika medan magnet diterapkan untuk gas akan ada diinduksi paramagnetik saat
per satuan volume gas yang diberikan oleh

𝑚 = 𝑥𝐻

dimana x adalah kerentanan paramagnetik gas per satuan volume dan H adalah bidang
terapan. bentuk yang ditemukan kerentanan paramagnetik akan tergantung pada apakah
momen magnetik diperlakukan secara klasik dari kuantum mekanik (meskipun seperti
yang akan terlihat perbedaan antara hasil dalam dua kasus yang sedikit). Untuk
menggambarkan hal ini kedua kasus akan diperlakukan di sini meskipun masalahnya
hanya ketat setuju untuk perlakuan mekanik kuantum.

KERENTANAN PARAGMANETIK KLASIK

Misalkan gas mengandung molekul n per satuan volume, setiap molekul memiliki
momen magnetik intrinsik µ, dan bahwa tidak ada interaksi antara molekul. Ketika medan
magnetik diterapkan pada gas setiap molekul yang memiliki momen magnetik yang
menunjuk pada sudut θ ke arah area yang memiliki energi magnetik dari

𝜀(𝜃) = −𝜇𝐻𝑐𝑜𝑠 𝜃……………………………………8.2

dibandingkan dengan energi magnetik ketika 𝜃 = 𝜋/2 (posisi sudut tertentu dari momen
magnetik yang diambil sebagai mewakili nol energi magnetik adalah penting karena 𝜀(𝜃)

118
adalah energi rotasi, bukan translasi, dan karenanya setiap hal yang konstan dalam 𝜀(𝜃)
akan hilang dari analisis.)

Fungsi partisi untuk energi magnetik dari molekul diberikan oleh

𝜖(𝜃)
𝑍𝑚𝑎𝑔 = ∑ 𝑒 − 𝑘𝑇
𝜃

= ∑𝜃 𝑒 −(−𝜇𝐻 cos 𝜃)/𝑘𝑇 ..................................8.3

di mana penjumlahan adalah atas semua nilai yang mungkin dari sudut θ. Biarkan
sekarang diasumsikan bahwa jumlah keadaan yang tersedia untuk molekul dengan momen
magnetik mereka menunjuk seorang malaikat, 0 dalam unsur padat sudut 𝑑𝜔 sebanding
dengan besarnya 𝑑𝜔. Persamaan 8.3 mungkin dapat digantikan dengan integral jadi,

𝜋
𝑍𝑚𝑎𝑔 = ∫ 𝑒 𝜇𝐻 cos 𝜃/𝑘𝑇 𝐶 𝑑𝜔
𝜃=0

di mana C adalah beberapa konstanta proporsionalitas yang tidak perlu untuk


mendefinisikan sini. sudut padat yang mencakup ke elemen kerucut arah θ dan 𝜃 + 𝑑𝜃
adalah

𝑑𝜔 = 2𝜋 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑑𝜃

Jadi persamaan 8.4 dapat dituliskan

𝜋 𝜃
𝑍𝑚𝑎𝑔 = ∫ 𝑒 𝜇𝐻 cos𝑘𝑇 𝐶 (2𝜋 sin 𝜃 𝑑𝜃)
𝜃=0

𝜋 𝜃
𝑍𝑚𝑎𝑔 = 2𝜋𝐶 ∫ 𝑒 𝜇𝐻 cos𝑘𝑇 sin 𝜃 𝑑𝜃
𝜃=0

Persamaan 8.5

nkt 2 Z mag
E mag 
Z mag T

Yang mana, subtitusi dari persamaan 8.5 menjadi

119
nkt 2 Z mag
E mag 
Z mag T

nkT 2   kT H 
  4c sinh 
kT H T  H kT 
4c sinh
H kT
nkT 2 k   H 
 4c  T . sin 
kT H H T  kT 
4c sinh
H kT
nkT   H 
  T . sinh 
H T  kT 
sinh
kT

misal :

u T
u'  1
H
v  sinh
kT
H  H 
v '  cosh  
kT  kT 2 

𝑢′ 𝑣 + 𝑣′𝑢

𝜇𝐻 𝜇𝐻 𝜇𝐻
1 + (sin ℎ ) + ( 2 cos ℎ ) (𝑇 )
𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇

𝜇𝐻 𝜇𝐻 𝜇𝐻
sin ℎ − cos ℎ
𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇

𝑛𝑘𝑇 𝜕 𝜇𝐻
𝐸𝑚𝑎𝑔 = (𝑇 sin ℎ )
𝜇𝐻
sin ℎ 𝑘𝑇 𝜕𝑇 𝑘𝑇

𝑛𝑘𝑇 𝜇𝐻 𝜇𝐻 𝜇𝐻
𝐸𝑚𝑎𝑔 = (sin ℎ − cos ℎ )
𝜇𝐻 𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇
sin ℎ 𝑘𝑇

𝑛𝑘𝑇 𝜇𝐻 𝑛𝑘𝑇 𝜇𝐻 𝜇𝐻
𝐸𝑚𝑎𝑔 = ( . sin ℎ ) − ( . cos ℎ )
𝜇𝐻 𝑘𝑇 𝜇𝐻
sin ℎ 𝑘𝑇 sin ℎ 𝑘𝑇 𝑘𝑇 𝑘𝑇

120
𝜇𝐻
𝐸𝑚𝑎𝑔 = 𝑛𝑘𝑇 − 𝑛𝜇𝐻 coth
𝑘𝑇

𝑛𝜇𝐻𝑘𝑇 𝜇𝐻
𝐸𝑚𝑎𝑔 = − 𝑛𝜇𝐻 coth
𝜇𝐻 𝑘𝑇

𝑘𝑇 𝜇𝐻
𝐸𝑚𝑎𝑔 = 𝑛𝜇𝐻 { − coth }
𝜇𝐻 𝑘𝑇

jika ada induksi magnetik saat m per satuan volume dalam arah medan diterapkan maka
energi magnetik ini dapat dinyatakan dalam bentuk yang sama dengan persamaan
sehingga

E mag  mh

Subtitusi dari persamaan 8.6, sekarang diberikan

E mag
m
H

  kT H  
 nmh  coth 
  H kT 
   
H
 
 
 
 kT H 
 n   coth 
 H kT 

1
Jika L( x)  coth x 
x

H kT
coth 
kT H

Maka:

 H 
nL  ………………………………………8.8
 kT 

dimana fungsi Langevin 𝐿(𝑥) didefinisikan sehingga 𝐿(𝑥 ) = coth 𝑥 − 1/𝑥 .Ketika
kondisi 𝑥 ≫ 1 maka kondisi 𝑥 ≫ 1 maka𝐿(𝑥) akan mendekati ke kesatuan, sehingga
pada nilai-nilai medan magnet diterapkan sehingga 𝜇𝐻 ≫ 𝑘𝑇 persamaan 8.8 memprediksi

121
bahwa momen magnetik akan mendekati maksimum, atau saturasi, nilai 𝑛𝜇. Ketika di sisi,
𝑥 ≪ 1 perluasan 𝐿(𝑥) persyaratan yang melibatkan 𝑥 3 memberikan pendekatan

𝑥
𝐿(𝑥) ≅
3

dalam persamaan 8.8 ini memberikan momen magnetik sebagai

𝑛𝜇
𝑚= 𝐻
3𝑘𝑇

dari persamaan 8.9 kerentanan paramagnetik, didefinisikan dalam persamaan 8.1 dengan
hubungan 𝑋 = 𝑚/𝐻 ,kan sebagai

𝑛𝜇2
𝑋=
3𝑘𝑇

untuk kasus bidang rendah.

MEKANIKA KUANTUM KERENTANAN PARAMAGNETIK

Dalam mekanika kuantum momentum sudut dari sebuah atom atau molekul
ditentukan oleh total momentum sudut kuantum j bilangan integer.Bilangan magnetik
kuantum 𝑀𝐽 , komponen J sepanjang arah medan magnet diterapkan, hanya diperbolehkan
mengambil nilai integral

𝑀𝐽 = 𝐽, 𝐽 − 1, 𝐽 − 2, … ,0, … − (𝐽 − 1), −𝐽

Untuk sebuah molekul dengan diberikan nilai dari 𝑀𝐽 komponen dari momen magnetik
selama aplikasi dari arah diberikan oleh

𝜇𝐻 = 𝑔𝜇𝐵 𝑀𝐽

dimana 𝜇𝐻 adalah magnet Bohr dan g adalah spektroskopik (atau Lande) adalah faktor
splitting dari molekul. Mengambil energi potensial magnetik ddari molekul sebagai −𝜇𝐻 𝐻
adalah persetujuan dengan persamaan 8.2 fungsi partisi untuk molekul menjadi

122
𝑀𝐽 =+𝐽
𝐻⁄
𝑍𝑚𝑎𝑔 = ∑ 𝑒 𝜇𝐻 𝑘𝑇
𝑀𝐽 =−𝐽

𝑀𝐽 =+𝐽
𝐻⁄
𝑍𝑚𝑎𝑔 = ∑ 𝑒 𝑔𝜇𝐵𝑀𝐽 𝑘𝑇
𝑀𝐽 =−𝐽

1
Di dalam wilayah yang rendah mendekati 𝑒 𝑥 ≅ 1 + 𝑥 + 2 𝑥 2 mungkin digunakan dalam

persamaan 8.12 untuk memberikan

𝑀𝐽 =+𝐽
𝑔𝜇𝐵 𝐻 1 𝑔𝜇𝐵 𝐻 2 2
≅ ∑ [1 + { } 𝑀𝐽 + { } 𝑀𝐽 ]
𝑘𝑇 2 𝑘𝑇
𝑀𝐽 =−𝐽

𝑀𝐽 =+𝐽
𝑔𝜇𝐵 𝐻 1 𝑔𝜇𝐵 𝐻 2 2
≅ ∑ [1 + { } 𝑀𝐽 + { } 𝑀𝐽 ]
𝑘𝑇 2 𝑘𝑇
𝑀𝐽 =−𝐽

𝑔𝜇𝐵 𝐻 2 𝐽(𝐽 + 1)(2𝐽 + 1)


𝑍𝑚𝑎𝑔 = (2𝐽 + 1) + { }
𝑘𝑇 6

Subsitusikan sekali lagi dalam persamaan 7.11 total energi magnetik untuk gas dengan n
sebagai molekul-molekul per unit volume menjadi

𝜕
2
𝑔𝜇𝐵 𝐻 2 𝐽(𝐽 + 1)(2𝐽 + 1)
𝐸𝑚𝑎𝑔 = 𝑛𝑘𝑇 𝑙𝑜𝑔 [(2𝐽 + 1) + { } ]
𝜕𝑇 𝑘𝑇 6

𝐽(𝐽 + 1)(2𝐽 + 1)
𝑛 (𝑔𝜇𝐵 𝐻)2
𝐸𝑚𝑎𝑔 =− 3
2
𝑘𝑇 𝑔𝜇 𝐻 𝐽(𝐽 + 1)(2𝐽 + 1)
(2𝐽 + 1) + { 𝐵 }
𝑘𝑇 6

Dalam batas daerah rendah dimana 𝑔𝜇𝐵 𝐻 ≪ 𝑘𝑇 persamaan denominator 8.14 sangat
dekat 2𝐽 + 1 dan dimana

𝑛𝑔2 𝜇2 𝐵 𝐽(𝐽 + 1) 2
𝐸𝑚𝑎𝑔 ≅− 𝐻
3𝑘𝑇

Energi ini lagi berkoresponden ke sebuahh moment magnetik per unit volume dari
−𝐸𝑚𝑎𝑔 /𝐻 jad

123
𝑛𝑔2 𝜇2 𝐵 𝐽(𝐽 + 1)
𝑚= 𝐻
3𝑘𝑇

Kerentanan koresponden per unit volume ,𝑚/𝐻, adalah

𝑛𝑔2 𝜇2 𝐵 𝐽(𝐽 + 1)
𝑥=
3𝑘𝑇

Perbandingan persamaan 8.17 dengan kerentanan paramagnetik diberikan oleh persamaan


8.10 menunjukkan bahwa sifat molekul mekanika kuantum, dalam pendekatan ini, sebagai
molekul klasik dengan momen magnetik efektif

𝜇𝐻 = 𝑔𝜇𝐵 √{𝐽(𝐽 + 1)}

Sekali lagi yang tersisa sebagai latihan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa hasil yang
sama diperoleh dengan mencari saat rata-rata dari molekul ke arah lapangan dari
hubungan

𝑀 =+𝐽 𝐻⁄
∑𝑀𝐽 =−𝐽 𝑔𝜇𝐵 𝑀𝐽 𝑒 𝑔𝜇𝐵𝑀𝐽 𝑘𝑇
𝐽
̅̅̅̅
𝜇𝐻 = 𝑀 =+𝐽 𝐻⁄
∑𝑀𝐽 =−𝐽 𝑒 𝑔𝜇𝐵 𝑀𝐽 𝑘𝑇
𝐽

𝑚 = 𝑛𝜇
̅̅̅̅
𝐻

8.2. OSILATOR HARMONIK

Menurut mekanika klasik tidak ada batasan pada energi osilator harmonik
sederhana. Oleh karena itu berikut bahwa, seperti yang ditunjukkan dalam bagian 3.6
berarti energi osilator harmonik satu dimensi klasik dalam perakitan pada suhu T adalah
kT. Di sisi lain jika osilator harmonik satu dimensi mematuhi mekanika kuantum itu hanya
mungkin energi yang diberikan oleh salah satu dari nilai diskrit

1
∈= (𝑛 + ) ℎ𝑣
2

Dimana v adalah frekuensi osilator dan n adalah sebuah bilangan positif. Energi terendah
1
tersedia pada osilator mekanika kuantum adalah 2 ℎ𝑣 dan dikenal sebagai energi titik nol.

124
Energi dari sebuah osilator harmonik mekanika kuantum pada suhu T dapat dihitung
dengan mengubah fungsi partisi sebagai

∞ 1
(𝑛+ )ℎ𝑣
− 2
𝑍= ∑𝑒 𝑘𝑇
𝑛=0


1
𝑍= 𝑒 −2ℎ𝑣/𝑘𝑇 ∑ 𝑒 −𝑛ℎ𝑣/𝑘𝑇
𝑛=0

Fungsi partisi adalah

1
𝑒 −2ℎ𝑣/𝑘𝑇
𝑍= 1
(1 − 𝑒 −2ℎ𝑣/𝑘𝑇 )

Energi osilator rata-rata, diberikan oleh

𝜕 log 𝑍
̅ = 𝑘𝑇 {
∈ }
𝜕𝑇 𝑣

Jadi,
1 1
̅ = ℎ𝑣 { + ℎ𝑣/𝑘𝑇
∈ }
2 𝑒 −1

Pada suhu tinggi dimana ℎ𝑣/𝑘𝑇 ≪ 1 itu mungkin untuk mensubsitusikan dalam
persamaan dalam persamaan 8.21 untuk

ℎ𝑣/𝑘𝑇
ℎ𝑣 1 ℎ𝑣 2
𝑒 ≈ 1+{ }+ { }
𝑘𝑇 2 𝑘𝑇

Energi rata-rata osilator adalah :

1 1
̅ = ℎ𝑣 { +
∈ }
2 ℎ𝑣 1 ℎ𝑣 2
{ }+ { }
𝑘𝑇 2 𝑘𝑇

1 𝑘𝑇 1 ℎ𝑣
̅ ≈ ℎ𝑣 { +
∈ (1 − )}
2 ℎ𝑣 2 𝑘𝑇

125
̅ = 𝑘𝑇

8.3. MOLEKUL DIATOMIK

Level-level energi yang tersedia untuk lima bentuk dari gerak dan hanya dalam
keadaan gerak translasi.

𝑍 = 𝑍𝑡 𝑍𝑟 𝑍𝑣 𝑍𝑒 𝑍𝑛

Dimana 𝑍𝑡 adalah fungsi partisi translasi yang mungkin ,

𝑍𝑟 adalah fungsi partisi rotasi

𝑍𝑣 adalah fungsi partisi getaran

𝑍𝑒 adalah fungsi partisi elektronik

𝑍𝑛 adalah fungsi partisi spin nuklir

Bahwa fungsi partisi spin secara umum melibatkan hanya perkalian dengan
faktor konstan, istilah ini akan diberikan kemudian dalam bagian setelah nilai
dideterminasikan untuk komponen yang lain. Gerak translasi molekul diatomik cukup
dimengerti dengan itu sudah dianggap untuk molekul yang tidak berstruktur dan fungsi
partisi 𝑍𝑡 , akan sama dengan persamaan

𝑉 3
𝑍𝑡 = 3
(2𝜋𝑚𝑘𝑇)2

Di dalam penentuan fungsi partisi rotasi molekul diatomik diperlukan untuk


menulis tingkat yang diizinkan level rotasi energi ∈𝑗 dalam bentuk mekanik kuantum

ℎ2
∈𝑗 = 𝑗(𝑗 + 1)
8𝜋 2

Di mana j, total momentum sudut jumlah kuantum dari gerak rotasi adalah
bilangan bulat positif dan 𝜑 adalah saat jika inersia dari molekul suatu sumbu melalui
pusat gravitasi dan normal untuk garis yang menghubungkan dua atom. Untuk setiap nilai
nomor kuantum j magnet bilangan kuantum 𝑚𝑗 dapat diambil beberapa nilai bilangan

126
bulat positif diantara j dan –j. Setiap tingkat energi ∈𝑗 demikian merupakan (2j + 1) bagian
dan, memungkinkan untuk degenerasi ini, fungsi partisi rotasi menjadi

𝑍𝑟 = ∑(2𝐽 + 1)𝑒 −𝜖𝑗 /𝑘𝑇


𝑗=0


𝑗(𝑗+1)𝐾
𝑍𝑟 = ∑(2𝐽 + 1)𝑒 − 𝑘𝑇
𝑗=0

Dimana 𝑘 = ℎ2 /8𝜋 2 𝜑

Gerak getaran dari molekul dapat diasumsikan, untuk pendekatan yang baik,
menjadi lebih sederhana dalam bentuk dan harmonis bebas dari setiap distorsi anharmonic.
Itu adalah mungkin. The Oleh karena itu, untuk mengambil fungsi partisi getaran dari
molekul seperti diberikan dalam persamaan 8.20 untuk osilator harmonik satu dimensi
yang sederhana:

1
𝑒 −2ℎ𝑣/𝑘𝑇
𝑍𝑣 =
1 − 𝑒 −ℎ𝑣/𝑘𝑇

di mana v, frekuensi karakteristik dari getaran molekul, ditentukan oleh massa


atom yang membentuk molekul dan sifat kopling antara mereka. Fungsi partisi elektronik
biasanya dapat diwakili dengan akurasi yang cukup oleh dua keadaan energi dalam
penjumlahan normal. Jika energi yang dibutuhkan untuk membangkitkan elektron dari
keadaan dasar yang pertama, kedua dan seterusnya.

𝑍𝑒 = 𝑔0 + 𝑔1 𝑒 −∈𝑒1 /𝑘𝑇 + 𝑔2 𝑒 −∈𝑒 2/𝑘𝑇 + ⋯

di mana 𝑔𝑜 adalah keadaan dasar dan 𝑔1 , 𝑔2 , dan seterusnya adalah degenerasi


dari keadaan. Energi ∈𝑒1 dan ∈𝑒2 , secara umum, jauh lebih besar dari energi panas 𝑘𝑇
kecuali dalam hal suhu yang sangat tinggi seperti yang akan dibahas di bawah. Secara
umum mungkin, karena itu untuk menggantikan persamaan 8.25 oleh

𝑍𝑒 ≈ 𝑔0 + 𝑔1 𝑒 −∈𝑒1 /𝑘𝑇

Fungsi partisi lengkap dari molekul diatomik yang diperoleh dari bagian komponennya,
seperti yang ditunjukkan dalam persamaan 8.22 sebagai

127
1
ℎ𝑣
∞ −2 ∈𝑒 1
𝑉 3

𝑗(𝑗+1)𝐾 𝑒 𝑘𝑇
𝑍= ( 2𝜋𝑚𝑘𝑇 ) 2 {∑(2𝐽 + 1)𝑒 𝑘𝑇 }
ℎ𝑣 × {𝑔0 + 𝑔1 𝑒 − 𝑘𝑇 } 𝑍𝑛
ℎ3
𝑗=0 1 − 𝑒 −𝑘𝑇
{ }

Berikut metode yang digunakan dalam derivasi dari persamaan energi dari gas molekul
diatomik N dapat ditulis sebagai

𝜕 log 𝑍𝑡 𝜕 log 𝑍𝑟 𝜕 log 𝑍𝑣 𝜕 log 𝑍𝑒


𝐸 = 𝑁𝑘𝑇 2 [ + + + ]
𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕𝑇

3 𝜕𝑙𝑜𝑔 𝜕 log 𝑍𝑡 1 1 𝑔1∈𝑒 𝑒 −∈𝑒1/𝑘𝑇


1
𝐸 = 𝑁 { 𝑘𝑇 + 𝑘𝑇 2 [ ] + ℎ𝑣 ( + −ℎ𝑣/𝑘𝑇 )+ }
2 𝜕𝑇 𝜕𝑇 2 𝑒 −1 𝑔0 + 𝑔1 𝑒 −∈𝑒1 /𝑘𝑇

dan tidak ada kontribusi dari istilah 𝑍𝑛 yang diambil menjadi suhu bebas.

Sebagai langkah pertama perlu untuk menentukan entropi dari pembentukan


ketikakonfigurasi yang diberikan dengan menerapkan relevansinya s = klog w.ada n
sistem dalam keadaan energi atas.

ɛ2, dan (N-n) sistem dalam keadaan energi yang lebih rendah. ɛ1.
bentuk persamaannya adalah

𝑁!
𝑊=
𝑛! (𝑁 − 𝑛)!

𝑆 = 𝑘 log 𝑊

𝑁!
𝑆 = 𝑘 log
𝑛! (𝑁 − 𝑛)!

Persamaannya akan menjadi seperti yang di baawah ini.dengan menggunakan perkiraan


stirling

Persamaan 8.39

𝑆 = 𝑘[𝑁 log 𝑁 − 𝑛 log 𝑛 − (𝑁 − 𝑛) log(𝑁 − 𝑛)]

Persamaaan 8.40

𝐹 = 𝐸 − 𝑇𝑆

128
𝐹 = 𝑛 ∈2 + (𝑁 − 𝑛) ∈1 − 𝑘𝑁𝑇[𝑁 log 𝑁 − 𝑛 log 𝑛 − (𝑁 − 𝑛) log(𝑁 − 𝑛)]

Untuk penyelesaian yang akan di konfigurasi pada kesetimbangan suhu T jumlah sistem
semakin bertambah, n akan seperti energi bebas menjadi minimum. Persamaaannya adalah

𝜕𝐹
=0
𝜕𝑛

Substitusikan persamaan ini ke dalam persamaan 8.40 diberikan :

(∈2 −∈1 ) − 𝑘𝑇 [log(𝑁 − 𝑛) − log 𝑛] = 0

Atau

𝑁−𝑛
= 𝑒 (∈2−∈1 )/𝑘𝑇
𝑛

Jumlah sistem di tingkat energi atas diperoleh dari persamaan 8.41 yaitu:

𝑁
𝑛=
1 + 𝑒 (∈2−∈1 )/𝑘𝑇

𝑁
𝑛=
1 + 𝑒 ∈/𝑘𝑇

Dimana ɛ=ɛ2-ɛ1 adalah energi gap antara energi total dua tingkat .suatu pembentukan ini
kemudian disederhanakan

𝐸 = 𝑛 ∈2 + (𝑁 − 𝑛) ∈1

𝑁
𝐸 = 𝑁 ∈1 +
1 + 𝑒 ∈/𝑘𝑇

panas spesifik yang diperoleh dari persamaan 8.43 dengan volume, dan karenanya tingkat
energi. Menghasilkan panas yag konstan

𝜕𝐸
𝐶𝑣 = { }
𝜕𝑇 𝑣

𝑁 ∈2 𝑒 ∈/𝑘𝑇
𝐶𝑣 =
𝑘𝑇 2 (1 + 𝑒 ∈/𝑘𝑇 )2

atau

129
𝜃 2 𝑒 𝜃/𝑇
𝐶𝑣 = 𝑁𝑘 { }
𝑇 (1 + 𝑒 𝜃/𝑇 )2

Variasi pembentukan entropi dapat dianggap dalam teori bolltzmann atau planck
yag setara. Dikatakan baahwa, ketika pembentukan dilakukan dengan semua sistem
dalam keadaan dasar, entropi akan menjadi nol. ini menyatakan fakta bahwa hanya ada
satu cara untuk mengatur seperti melakukan konfigurasi , sehingga w = 1 dan log w = 0
.sehingga kondisi ini akan sesuai dengan kasus di mana T suhu pada persamaan 8.42
adalah nol. sebagai suhu naik di atas nol mutlak dan entropi akan meningkat dengan
jumlah sistem yang semakin bertambah . n, bertambah.jika suhu bisa cenderung tak
terbatas ,kemudian, menurut persamaan 8.42, jumlah sistem meningkat, n, akan cenderung
mendekati ½ N dan entropi, seperti yang diberikan oleh persamaan 8.39. akan memiliki
nilai maksimum

𝑆𝑚𝑎𝑥 = 𝑁𝑘 log 2

Jika hal itu mungkin untuk merangsang semua sistem ke keadaan energi atas
sehingga menjadi n = N pembentukan lagi akan benar-benar dalam keadaan nol entropi
.Menurut Persamaan 8.42 situasi ini hanya bisa dicapai jika suhu T mendekati nilai nol
dari sisi temperatur negatif. yaitu 1 / {1 + eɛ / k (-T)} -0 sebagai T -0. Sementara suhu
negatif sebesar itu tidak mungkin diperoleh dalam praktek. kemungkinan untuk
memperolehnya pada suhu negatif sangat terbatas ,seperti yang didefinisikan oleh
Persamaan 8.42. mekanisme untuk menghasilkan suhu negatif seperti itu akan serupa
dengan yang digunakan dalam laser untuk menarik sistem, sehingga ada lebih banyak di
energi atas yang digunakan dari pada di bawah. saat ini terjadi populasi di kedua tempat
energi yang dikatakan "terbalik" ,pada kondisi ini suhu negatif terhadap aspek tertentu dari
pembentukan masih dipertimbangkan.

130
REFERENSI

A. Katz, (1967), Principles of statistical mechanics: the information theory approach,


W.H. Freeman and Co, san Francisco.
D.S. Betts dan R.E. Turner, (1992), Introductory statistical me- chanics, Addison-Wesley,
Wokingham.
E. A. Jackson, (1968), Equilibrium statistical mechanics, Dover, New York.
E.F. Haeussler, Jr., R.S. Paul, dan R.J. Wood (2005),Introductory matematical analysis for
business, economics, and the life and social sciences,11th, Prentice-Hall, New
Jersey.
R.A. Barnett, M.R. Ziegler, dan K.E. Byleen,(2005), Finite mathematics for business,
economics, life sciences, and social sciences, 10th, Prentice Hall, New Jersey.
Reif F, 1965, Statistical Physics, Berkeley Physics Course, New York.
Sears and Salinger, 1986, Thermodynamic, Kinetic Teori and Statistical Termodynamic,
Addison Wesley, London.
Pointon, 1967, An Introduction to Statistical Physics for Student, Longman, London.
Agus Purwanto, 2007, Fisika Statistik, Penerbit Gaya Media, Yogyakarta
Mikrajuddin Abdullah, 2007, Pengantar Fisika Statistik untuk Mahasiswa, Penerbit ITB,
Bandung
Utari S, Suhendi E, 2004, Diktat Kuliah Fisika Statistik
W. Greiner, L. Neise, dan H. Sto¨ker, (1995), Thermodynamics and Statistical Mechanics,
Springer, New York.

131

Anda mungkin juga menyukai