KEADAAN STASIONER
PARTIKEL DALAM POTENSIAL KOTAK
SATU DIMENSI
Pada Bab 5 telah kita bicarakan persamaan Schrödinger bebas waktu. Kita
telah mendapati bahwa persamaan tersebut sangat berguna untuk menda-
patkan penyelesaian persamaan Schrödinger, khususnya dalam kasus di
mana potensial sistem secara eksplisit tidak bergantung waktu. Dalam bab
itu juga telah kita definisikan apa yang dimaksud dengan keadaan stasio-
ner.
Pada bab ini kita akan berlatih menyelesaikan persamaan Shrödinger
bebas waktu dan menelaah arti fisik dari penyelesaian yang didapatkan
tersebut. Persamaan Schrödinger bebas waktu pada umumnya sulit disele-
saikan secara analitik. Namun untuk potensial yang nilainya konstan, pe-
nyelesaian analitik itu tidak sulit dilakukan. Oleh sebab itu, pada bab ini
kita akan membatasi diri pada potensial semacam itu. Dengan cara ini di-
harapkan Anda mulai akrab dengan teknik penyelesaian persamaan Schrö-
dinger. Setelah Anda akrab dengan persoalan tersebut, pada bab berikut-
nya Anda akan diajak berlatih menyelesaikan persaman Schrödinger yang
potensialnya bukan merupakan konstanta.
lebih lanjut sehingga kita hanya akan membicarakan kasus kedua saja,
yaitu partikel dalam keadaan bergerak lurus beraturan.
Tidak ada partikel yang dalam keadaan bebas di seluruh ruang. Yang
ada adalah ia bebas dalam ruang yang terbatas. Ini berarti bahwa potensial
konstan hanya ada dalam interval ruang tertentu. Potensial yang dalam
interval tertentu berupa suatu konstanta dan dalam interval lainnya berupa
konstanta lain disebut potensial kotak. Jika hanya ada satu kali perubahan
(misal di x < 0 bernilai V0 dan di x > 0 bernilai V1 ) disebut potensial undak.
Jika ada dua kali perubahan disebut potensial tanggul atau potensial sumur,
bergantung apakah plotnya berupa tanggul atau berupa sumur.
Potensial kotak seperti disebutkan tadi sebenarnya tidak ada di alam.
Namun potensial semacam itu merupakan penghampiran yang sangat baik
bagi potensial yang berubah secara mendadak dari suatu konstanta ke kon-
stanta yang lain. Gambar 6.1 berikut memperjelas pernyataan ini. Peng-
hampiran potensial nyata (Gambar 6.1a) menjadi potensial undak (Gambar
6.1b) tidak berdampak besar jika interval jarak di mana potensial berubah
secara mendadak itu sangat kecil.
V(x) V(x)
V1 V1
V0 V0
0 X 0 X
Gambar 6.1a Energi potensial sistem Gambar 6.1b Plot potensial undak
berubah secara mendadak di yang merupakan hampir-
sekitar x = 0 dari V0 ke V1 an potensial pada Gambar
6.1a
d 2 ( x)
k 2 ( x) 0 (6. 1a)
2
dx
2m
dengan k 2 ( E V ) merupakan suatu konstanta positif.
2
atau
d 2 ( x)
2 ( x) 0 (6.1b)
2
dx
2m
dengan 2 (V E ) merupakan suatu konstanta positif.
2
Nilai V dalam k atau di atas harus diisikan sesuai dengan nilai potensial
pada daerah yang diperhatikan. Sebagai misal, menurut Gambar 6.1b, un-
tuk x > 0 maka V = V1, dan untuk x < 0 maka V = V0 .
Persamaan (6.1a) cocok untuk kasus di mana E>V, sedangkan Persa-
maan (6.1b) cocok untuk kasus di mana E<V. Kedua persamaan diferensial
tersebut sangat mudah diselesaikan. Penyelesaian umum Persamaan (6.1a)
adalah
( x ) A e ik x B e - ik x (6. 2a)
atau
( x ) C sin k x D cos k x (6. 2b)
atau
( x ) G sinh x H cosh x (6. 3b)
d 2 ( x ) 2m
( E V0 ) ( x) 0 ; di x 0 , (6. 4a)
2
dx 2
dan
d 2 ( x) 2m
( E V1 ) ( x) 0 ; di x 0 . (6.4b)
2
dx 2
3. Tentukan parameter E. Karena E menyatakan energi total maka nilai E
minimal sama dengan nilai terendah energi potensial sistem. Sebab, ji-
ka E kurang dari nilai itu maka energi kinetik partikel akan negatif di
mana-mana. Negatifnya energi kinetik ini menyebabkan momentum
linear partikel berupa bilangan imajiner. Suatu hal yang melanggar de-
finisi suatu besaran. Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam
menentukan parameter E adalah bahwa nilai yang kita isikan nanti ha-
rus mencakup semua nilai yang mungkin dimiliki partikel, yaitu E ≥
Vmin .
Jika perkiraan nilai E telah kita tetapkan, isikan nilai itu pada per-
samaan Schrödinger bebas waktu di setiap interval yang sudah kita
tetapkan sesuai langkah nomor 2. Maka ada dua kemungkinan yang
terjadi, yaitu E < V, atau E > V.
Pada daerah di mana E > V, persamaan Schrödinger bebas waktu-
nya memiliki bentuk yang sama dengan Persamaan (6.1a) dengan pe-
nyelesaian umum seperti dinyatakan pada Persamaan (6.2). Pada dae-
rah di mana E < V, persamaan Schrödinger bebas waktunya memiliki
bentuk yang sama dengan Persamaan (6.1b) dengan penyelesaian
umum seperti dinyatakan pada Persamaan (6.3).
4. Hilangkan komponen fungsi gelombang yang dapat bernilai tak ber-
hingga dengan cara memberi nol pada koefisien (tetapan) yang terkait.
5. Gunakan syarat kontinuitas (x) dan d (x)/dx di setiap titik di mana
energi potensial diskontinu. Maka kita akan mendapatkan (x) yang
berlaku di semua x.
Sekarang marilah kita gunakan prosedur tersebut untuk menelaah pe-
rilaku partikel yang plot energi potensialnnya berbentuk kotak. Kita mulai
dengan potensial yang paling sederhana, yaitu potensial undak, kemudian
secara bertahap kita lanjutkan untuk potensial yang lebih rumit.
V0
E
I II
0 X
Gambar 6.2 Plot potensial undak V(x) dan energi total E terhadap x
2mE
I ( x ) A1 e ik x A2 e ik x , k , (6. 5)
2
dan penyelesaian umum persamaan Schrödinger bebas waktu di daerah II
berbentuk
2m
II ( x) B1 e x B2 e x , (V0 E ) . (6. 6)
2
hubungan
A2 k i B2 2k
, dan . (6. 8)
A1 k i A 1 k i
Dengan demikian penyelesaian akhir persamaan Schrödinger bebas waktu
sistem ini adalah
ikx k i
A1 e e ikx , x 0
k i
( x) (6. 9)
A 2 k x
e , x0
1 k i
(x)
V0
0 X
Gambar 6.3 Plot komponen real fungsi eigen (x) bagi partikel berenergi
E < V0 yang bergerak di bawah pengaruh potensial undak
yang tingginya V0.
kecil peluangnya. Untuk x > 1/, peluang tersebut menjadi sangat kecil
(kurang dari 1 / e dari nilai maksimumnya). Selanjutnya, nilai x=1/ dise-
but jarak penembusan (skin depth) dan dilambangi x. Dengan mengganti
sebagaimana didefinisikan di Persamaan (6.6) diperoleh hubungan antara
besarnya jarak penembusan dengan energi partikel sebagai berikut.
x . (6. 10)
2m(V0 E )
Menurut persamaan itu, semakin besar energi partikel semakin besar jarak
penembusannya. Suatu prediksi yang sangat logis.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah partikel dapat berada di daerah
terlarang itu untuk selamanya? Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan
menghitung terlebih dahulu peluang partikel dipantulkan oleh undakan
potensial. Argumentasinya adalah sebagai berikut. Jika peluang partikel di-
pantulkan adalah 1 (berarti partikel pasti dipantulkan) maka jawaban per-
tanyaan tadi adalah “tidak”. Dalam hal ini berarti kehadiran partikel di da-
erah terlarang tersebut hanya sementara, sebab akhirnya ia harus kembali
lagi ke x < 0. Sebaliknya, jika peluang partikel dipantulkan kurang dari 1
berarti partikel dapat berada di daerah terlarang untuk selamanya.
Besarnya peluang partikel dipantulkan dinyatakan oleh suatu besaran
yang dinamai koefisien refleksi (koefisien pantul), dilambangi R. Koefisien
refleksi didefinisikan sebagai perbandingan rapat arus peluang partikel ter-
pantul terhadap rapat arus peluang partikel datang. (Tentang rapat arus
peluang, lihat bagian 5.4, khususnya Persamaan 5.32 dan Contoh Soal 5.6).
Rapat arus peluang partikel datang kita hitung dengan menggunakan
fungsi gelombang A1 e ikx , hasilnya adalah ( k / m ) A1 2 . Rapat arus pelu-
ang partikel pantul kita hitung dengan menggunakan fungsi gelombang
2
A2 e i kx , hasilnya adalah ( k / m ) A2 . Dengan demikian besarnya koe-
fisien refleksi pada persoalan kita tadi adalah
2 2 2
( k / m) A 2 A k i
R 2
2 1 (6. 11)
( k / m) A1 A1 k i
V(x)
E
V0
I II
0 X
Gambar 6.4 Plot potensial undak V(x) dan energi total E untuk E>V0
2m
II ( x) B1 e i x B2 e i x , ( E V0 ) . (6.13)
2
Semua suku yang muncul dalam kedua persamaan tersebut merupa-
kan fungsi gelombang bidang. Andaikan gelombang yang bereksponen po-
sitif menyatakan keadaan partikel yang bergerak ke kakan maka gelom-
bang yang bereksponen negatif menyatakan keadaan partikel yang berge-
rak ke kiri. Selanjutnya kita asumsikan bahwa partikel bergerak ke kanan
dari suatu titik di x < 0.
Kehadiran gelombang pantul di daerah I, yaitu A2 e ikx , dapat dijelas-
kan sebagai berikut. Ketika partikel sampai di dekat x = 0, partikel menda-
pat gaya pembalik sebesar
dV V (x ) V ( x ) V 0 V
F lim lim 0 lim 0 .
dx 0 0 0
(x)
E
V0
0 X
Gambar 6.5 Plot komponen real Fungsi eigen (x) bagi partikel ber-
energi E > V0 yang bergerak di bawah pengaruh poten-
sial undak yang tingginya V0.
2 2
( / m) B1 B1 4k
T , (6. 18)
2
(k / m) A1 k A1 k 2
yang ternyata sama dengan yang telah kita duga. Pada perhitungan tadi ki-
ta telah menggunakan Persamaan (6.15) untuk nilai B1/A1.
Persamaan (6.17) menunjukkan bahwa ada peluang bagi partikel un-
tuk dipantulkan kembali ke daerah I. Adanya peluang partikel dipantulkan
ini tentu bertentangan dengan fisika klasik. Sebab, menurut fisika klasik
partikel pasti diteruskan karena gaya pembalik yang dirasakan partikel ter-
lalu kecil dibandingkan energi totalnya.
Pertentangan itu dapat dipertemukan pada kasus E >> V0. Untuk me-
nunjukkan hal ini kita ubah Persamaan (6.17) ke dalam bentuk yang secara
eksplisit memuat E. Dengan menggunakan definisi k dan sebagaimana
dinyatakan pada Persamaan (6.12) dan (6.13), maka Persamaan (6.17) men-
jadi
2
1 1 V0 / E
R . (6. 19)
1 1 V / E
0
Ungkapan itu menunjukkan bahwa semakin besar E semakin kecil nilai R.
Jika E >> V0 sehingga V0/E 0, maka R = 0. Dengan demikian dapat disim-
pulkan bahwa tinjauan kuantum sama dengan tinjauan klasik jika energi
partikel jauh lebih besar daripada tinggi potensial undak.
V(x)
0, x 0 (daerah I)
V0
V ( x) Vo , 0 x a (daerah II)
I II III 0, x a (daerah III)
I
0 a X
Gambar 6.6 Plot potensial V(x) yang berbentuk tanggul kotak, lebar tanggul
a dan tinggi tanggul V0
I ( x) A1 e i k1x A2 e i k1x ; x 0
II ( x ) B1 e i k 2 x B 2 e i k 2 x ; 0 x a (6. 20)
III
( x) C1 e i k1x C 2 e i k1x ; xa
dengan
2mE 2 m ( E V0 )
k1 dan k2 . (6. 21)
2
2
Jika diandaikan partikel bergerak ke kanan dari x < 0 maka, dengan ar-
gumen seperti yang kita gunakan pada kasus potensial undak, kita harus
mengisikan C2 = 0. Selanjutnya, dengan menerapkan syarat kontinuitas
(x) dan d (x ) /dx di x = 0 diperoleh
A1 + A2 = B1 + B2 (6. 22a)
k1(A1 A2) = k2 (B1 B2) (6.22b)
dan di x = a diperoleh
B1 e i k 2 a B2 e i k2 a C1 e i k 1 a , (6. 23a)
k 2 B1 e i k2 a B 2 e i k 2 a k1 C1 e i k 1 a . (6.23b)
k 2 k22 ik a
A1 C1 cos k 2 a i 1 sin k 2 a e 1 , (6. 24a)
2 k1 k 2
k k12 2 ik a
A 2 C1 i 2 sin k 2 a e 1 , (6.24b)
2 k1 k 2
k k i k k a
B 1 C1 2 1 e 1 2 , (6.24c)
2 k2
k k
B 2 C1 1 2 1 e
ik1a
e
i k 1 k2 a
. (6.24d)
2 k2
Persamaan (6.24) memberikan batasan untuk nilai A sampai C, semua
tetapan dinyatakan dalam C1. Dengan menggunakan Persamaan (6.24) ter-
sebut penyelesaian umum (Persamaan 6.20) berubah menjadi penyelesaian
khusus sebagai berikut.
A A
C 1 1 e i k1x 2 e i k1x ; x 0
C
1 C 1
B B
( x ) C1 1 e i k2 x 2 e i k2x ; 0 x a (6. 25)
C1 C1
C 1 e i k1x ; xa
dengan A1/C1, A2/C1, B1/C1, dan B2/C1 berturut-turut mengikuti Persa-
maan 6.24a, 6.24b, 6.24c, dan 6.24d. Gambar 6.7 menyajikan plot komponen
real fungsi eigen, Persamaan (6.25), tersebut.
(x)
(x)
E
V0
a X
Gambar 6.7 Plot komponen real fungsi eigen bagi partikel di bawah peng-
aruh potensial tanggul kotak, tinggi tanggul V0, lebar tanggul a,
energi total partikel E > V0
R
A2
2
k 1
2
k22 sin
2 2
k2a
, (6. 26)
A1
2
4 k1 2 k 2 2 k12 k 2 sin
2 2 2
k2a
dan koefisien transmisi sebesar
2
C1 4 k1 2 k 2 2
T . (6. 27)
A1
2 2
4 k1 k 2 2
2
k1 k 2 2 2
sin 2
k2a
Dengan mengisikan nilai k1 dan k2 sebagaimana didefinisikan pada
Persamaan (6.21) diperoleh
4 E ( E V0 )
T . (6. 28)
a
4 E ( E V0 ) V0 2 sin 2 2 m ( E V0 )
Persamaan (6.28) menunjukkan bahwa, untuk nilai E dan V0 tertentu,
koefisien transmisi bergantung secara periodik terhadap lebar tanggul a.
n
Nilai maksimum T adalah 1, dan ini terjadi jika a 2m (E V0 ) dengan
n sebarang bilangan bulat positif. Dikatakan bahwa pada kondisi ini terjadi
resonansi dalam arti bahwa partikel yang datang mengenai tanggul dengan
mudah (pasti) diteruskan. Nilai minimum koefisien transmisi sebesar
4 E ( E V0 )
,
4 E (E V0 ) V0 2
yang menunjukkan bahwa selalu ada peluang bagi partikel untuk dite-
ruskan.
Ketika tidak terjadi resonansi transmisi, gelombang yang merambat ke
kanan (yang diteruskan dari x = 0) dan gelombang yang merambat ke kiri
(yang dipantulkan di titik x = a) saling melemahkan. Akibatnya amplitudo
gelombang yang sampai di daerah III menjadi berkurang. Perhatikan
Gambar 6.7 di depan.
Gambar 6.8 berikut melukiskan bagaimana koefisien transmisi T beru-
bah terhadap lebar tanggul a tersebut.
T
1
4E(EV0)
.
4E(EV0) V02
a/k2
0 /2 3 /2 2 5/2
Gambar 6.8 Variasi koefisien transmisi T terhadap lebar tanggul a
I ( x) A1 e i k1 x A2 e i k1 x ; x 0
x x
(6. 29)
II ( x) B1 e B2 e ; 0 x a
III ( x) C1 e i k1x ; xa
dengan
2 mE 2 m (V0 E )
k1 2
dan . (6. 30)
2
Selanjutnya, dengan menerapkan syarat kontinuitas ( x ) dan d ( x ) /dx
di x = 0 diperoleh
A1 + A2 = B1 + B2 (6. 31a)
i k1(A1 A2) = (B1 B2) (6.31b)
dan di x = a diperoleh
B1 e a B2 e a C1 e i k 1 a , (6. 32a)
B1 e a B2 e a i k1 C1 e i k 1 a . (6.32b)
Dari keempat Persamaan (6.31a) sampai (6.32b) di atas diperoleh hubungan
k 2 2 ik 1a
A1 C 1 cosh a i 1 sinh a e
, (6. 33a)
2 k1
2 k 12 ik1 a
A 2 C 1 i sinh a e
, (6.33b)
2 k1
i k1 i k1 a a
B 1 C1 e e , (6.33c)
2
a i k1 i k1 a
B 2 C1 e 1 e . (6.33d)
2
Persamaan (6.33) memberikan batasan untuk nilai A sampai C. Pada
persamaan itu telah ditunjukkan bahwa semua tetapan telah dinyatakan
dalam C1. Dengan menggunakan Persamaan (6.24) tersebut, penyelesaian
umum (Persamaan 6.29) menjadi penyelesaian khusus sebagai berikut.
A1 i k1x A2 i k1x
C1 e e ; x 0
C1 C1
B1 x B 2 x
( x ) C1 e e ; 0 x a (6. 34)
C1 C1
C e i k1 x xa
1
(x)
V0
X
0 a
Gambar 6.9 Plot komponen real fungsi igen bagi partikel di bawah pe-
ngaruh potensial tanggul kotak, energi total partikel kurang
dari tinggi tanggul (E<V0)
R
A2
2
k1 2 2 sinh 2 a
2
, (6. 35)
A1
2 2 2
4 k1 k1 2
2 2 2
sinh k 2 a
dan koefisien transmisi sebesar
2
C1 4 k1 2 2
T . (6. 36)
A1
2 2
4 k1 2
k1 2
sinh
2 2 2
a
Persamaan ini menunjukkan adanya peluang bagi partikel untuk sampai di
daerah III melalui daerah II, suatu daerah yang secara klasik tidak mung-
kin dilewati partikel. Gejala suksesnya partikel menembus daerah yang
secara klasik terlarang ini disebut efek penerowongan (tunneling effect).
Seperti pada kasus E > V0, berdasarkan Persamaan (6.36) tersebut kita
juga mendapati bahwa besarnya koefisien transmisi juga bergantung pada
lebar tanggul, meskipun cara bergantungnya kini secara hiperbolis. Untuk
memudahkan menafsirkan arti fisik Persamaan (6.36) tersebut, kita perha-
tikan kasus di mana nilai sangat besar. Dalam kasus ini, nilai sinha akan
bernilai sangat besar sehingga sumbangan suku pertama pada penyebut
persamaan tersebut dapat diabaikan. Selain itu, pada limit ini nilai fungsi
sinh a 12 e a e a menjadi 21 e a dan k 12 2 2 . Dengan demikian
pada kasus ini koefisien transmisinya sebesar
2m
16 k12 2 a 16 E (V0 E ) 2 a 2 (V0 E )
T e e . (6. 37)
2
V0 2
Ruas terakhir pada persamaan tersebut diperoleh dengan mengisikan
nilai k dan sebagaimana didefinisikan pada Persamaan (6.30). Persama-
an (6.37) menunjukkan bahwa nilai koefisien transmisi berkurang secara
eksponensial terhadap bertambahnya lebar tanggul.
Dalam banyak kasus, nilai memang besar. Ingat bahwa E dan V0 da-
lam orde eV ( 10 J), m dalam orde 10 kg, dan h dalam orde 10 J.s, se-
hingga nilai dalam orde 10/m. Bagi sistem yang energi dan massanya
lebih dari nilai-nilai tadi, nilai akan lebih besar lagi.
Secara kualitatif, kebergantungan peluang penerobosan terhadap lebar
tanggul tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. Fungsi gelombang di
daerah II merupakan kombinasi fungsi-fungsi hiperbolis e x dan e x se-
bagaimana dinyatakan pada baris kedua ruas kanan Persamaan (6.34). Da-
lam persamaan itu, fungsi e x lebih dominan daripada fungsi e x . Se-
bab, berdasarkan Persamaan (6.33 c) dan (6.33d) kita peroleh hubungan
B2 i k 1 2 a
e (6. 38)
B1 i k1
yang menunjukkan bahwa amplitudo fungsi e x (yaitu B2) lebih besar da-
ripada amplitudo fungsi e x (yaitu B1 ). Karena fungsi e x lebih dominan
daripada fungsi e x maka perilaku fungsi gelombang di daerah II ditentu-
kan oleh perilaku fungsi e x . Kehadiran fungsi ini hanya efektif di daerah
x < 1/, sebab untuk x > 1/ amplitudonya dapat diabaikan.
Jika lebar tanggul a kurang dari 1/ maka amplitudo gelombang di te-
pi kanan tanggul masih cukup besar. Akibatnya fungsi gelombang di dae-
rah III juga memiliki amplitudo yang cukup besar. Hal ini berdampak pada
besarnya peluang bagi partikel untuk sampai di daerah III. Sebaliknya, jika
lebar tanggul cukup besar dibandingkan 1/ maka amplitudo gelombang
V0 V0
III III
E E
a a
(a) (b)
Gambar 6.10 Komponen real fungsi eigen partikel di bawah pengaruh potensial
tanggul. Lebar tanggul di gambar (a) kurang dari yang di gambar
(b). Perhatikan amplitudo gelombang di daerah III pada (a) dan (b)
V(x)
a/2 a/2
X
I II III
V ; 1 a x 1 a
V ( x) 0 2 2
V0 0; di x lainnya
Gambar 6.11 Potensial sumur kotak: bernilai nol di luar interval [a/2, a/2]
dan bernilai –V0 di dalam interval [a/2, a/2]
Telaah kita batasi pada keadaan terikat, artinya gerak partikel dibatasi
pada ruang tertentu. Berdasarkan plot potensial di Gambar 6.11, keadaan
terikat terjadi jika energi total partikel memenuhi ketaksamaan V0 < E < 0.
Dalam hal ini partikel hanya mungkin bergerak di sekitar interval x = a/2
sampai x = a/2. Jika energi partikel lebih dari nol maka partikel dapat
bergerak dari sampai dengan +, dan partikel dikatakan dalam keada-
an bebas.
Persamaan Schrödinger bebas waktu di masing-masing daerah adalah
sebagai berikut. Di daerah I dan III:
d 2 ( x) 2mE
2 ( x) 0 ; 2 . (6. 39)
dx 2 2
Di daerah II:
d 2 ( x) 2m
k 2 II ( x) 0 ; k 2
II
( E V0 ) . (6. 40)
2
dx 2
Penyelesaian umum kedua persamaan tersebut adalah
I ( x) A1 e x A2 e x ; x a / 2 , (6. 41a)
II ( x) B1 e i k x B2 e i k x ; a / 2 x a / 2 , (6.41b)
III ( x ) C1 e x C 2 e x ; x a / 2 . (6.41c)
Agar fungsi eigen yang didapat berhingga di mana-mana maka kita harus
menetapkan A2 = C1 = 0. Selanjutnya, dari syarat kontinuitas di x = a/2 di-
dapatkan hubungan
A1 e a / 2 B1 e i k a / 2 B 2 e ik a/ 2
, (6. 42a)
A1 e a / 2 i k B1 e i k a / 2 B2 e ik a/2
, (6.42b)
dan dari syarat kontinuitas di x = a/2 didapatkan hubungan
B1 e ika/2
B2 e ik a / 2
C 2 e a / 2 , (6. 43a)
i k B1 e ik a/2
B2 e ik a / 2
C 2 e a / 2 . (6.43b)
Dari Persamaan (6.42) didapatkan hubungan
ik i k a / 2 ik
1 B1 e 1 B2 e i k a / 2 0 , (6. 44)
dan dari Persamaan (6.43) didapatkan hubungan
ik ik a/ 2 ik
1 B1 e 1 B2 e i k a / 2 0 . (6. 45)
Akhirnya, dari Persamaan (6.44) dan (6.45) diperoleh hubungan
2
i k
e 2ika . (6. 46)
ik
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa agar penyelesaian persamaan
Schrödinger memenuhi syarat sebagai fungsi eigen (bernilai berhingga dan
kontinu di mana-mana) maka tetapan dan k harus memenuhi Persamaan
(6.46). Karena kedua tetapan itu bergantung pada E maka ungkapan tadi
juga menunjukkan bahwa energi total partikel tidak boleh sebarang. Seka-
rang marilah kita hitung berapa saja energi yang diijinkan tersebut.
Pesamaan (6.46) memiliki dua penyelesian (akar), yaitu
ik
e ika , (6. 47)
ik
dan
ik
e ika . (6.47b)
ik
Marilah kita uraikan lebih lanjut masing-masing pnyelesaian tersebut.
ik
Untuk e ika .
ik
Ungkapan itu dapat diubah menjadi
i k 1 i / k 1 i / k
e ika e ika ln ika
ik 1 i /k 1 i /k
atau
1 1 i / k ka
ln . (6. 48)
2 i 1 i /k 2
1 1 i z
Dengan menggunakan identitas bilangan kompleks ln tan 1 z ,
2i 1 i z
Persamaan (6.48) identik dengan
tan ( 21 ka ) . (6. 49)
k
1
Dengan menggunakan identitas trigonometri cos 2 A 2
, dari Per-
tan A 1
samaan (6.49) diperoleh
k
cos ( 12 ka ) (6. 50)
k0
2 mV0
dengan k 0 k 2 2 . Selanjutnya, karena dan k keduanya po-
2
sitif maka nilai tan(ka/2) juga positif. Dengan demikian Persamaan (6.47b)
identik dengan sistem persamaan
k
cos ( 12 ka ) , (6. 51a)
k0
dan
tan ( 12 ka ) 0 . (6.51b)
tan (ka/2)< 0
1
G(k) = k/k0
F(k) = |cos(ka/2)|
k
0 k1 /a 2/a k3 3/a 4/a k5 k0 5/a
ik
Untuk e ika
ik
Dengan prosedur seperti sebelumnya dapat ditunjukkan bahwa persamaan
ik
e ika identik dengan sistem persamaan
ik
k
sin ( 12 ka ) , (6. 52a)
k0
dan
tan ( 12 ka ) 0 . (6.52b)
tan (ka/2)< 0
1
G(k) = k/k0
k2 2 /a k4 k
0 /a 3 /a 4/a k0 5/a
a/2 a/2
-a/2
a/2
(c)
-a/2 a/2
(a) (b)
Gambar 6.13 (a) Diagram tingkat energi, (b) Komponen real fungsi eigen
untuk keadaan berenergi terendah pertama, (c) Komponen
real fungsi eigen untuk keadaan berenergi terendah kedua.
2 mE
dengan k . Penyelesaian di luar sumur harus memiliki amplitudo
2
nol sebab potensial di luar sumur tak berhingga besar. Dengan demikian
Persamaan (6.53) juga harus bernilai nol di x = 0 dan x = a.
Agar (0) = 0 maka A = B. Dengan demikian fungsi eigen (Persamaan
6.53) menjadi
( x ) N sin kx , (6. 54)
2 n x
n ( x) sin . (6. 56)
a a
Indeks n digunakan untuk membedakan suatu fungsi eigen dengan
fungsi eigen lainnya. Setiap fungsi eigen itu menyatakan keadaan partikel
saat energinya sebesar
n 2 2 2
En , (6. 57)
2ma 2
yang diperoleh dengan mengisikan Persamaan (6.55) ke dalam definisi
2 mE
k . Indeks n tadi juga untuk menandai keadaan kuantum partikel.
2
Jika n = 1, dikatakan dalam keadaan dasar (ground state), dan jika n = m >1
dikatakan dalam keadaan tereksitasi tingkat m.
RANGKUMAN
d 2 ( x ) 2m
2 ( x) 0 dengan 2 (V E) merupakan konstanta
dx 2 2
positif.
Penyelesaian umum kasus pertama adalah
PERLATIHAN
Pertanyaan Konsep
1. Jelaskan mengapa fungsi eigen berupa fungsi harmonis di daerah di
mana V(x) = V0 < E, dan berupa fungsi hiperbolis di daerah di mana
V(x) = V0 > E.
2. Jelaskan mengapa kita harus membuang fungsi yang berbentuk e x ,
dengan sebarang bilangan real positif, di daerah yang memuat x =
dan juga membuang fungsi yang berbentuk e x di daerah yang me-
muat x = + .
Pertanyaan Analisis
1. Jika E dan V0 dinyatakan dalam satuan elektron-volt (eV), tunjukkan
bahwa jarak penembusan elektron dan proton (massa proton kira-kira
1840 massa elektron) ke dalam daerah yang secara klasik terlarang ada-
lah:
1, 96
untuk elektron: x A dan
V0 E
1, 96
untuk proton: x A
1840 V0 E
2. Sebuah elektron dan sebuah proton, masing-masing berenergi 1 eV,
mencoba menembus potensial undak yang tingginya 2 eV. Perkirakan
jarak penembusan masing-masing partikel tersebut.
3. Sebuah proton dan sebuah deutron mencoba menembus potensial tang-
gul yang tingginya 10 MeV dan tebalnya 10 m. Jika masing-masing
partikel tersebut memiliki energi yang sama, misalnya 3 MeV, (a) jelas-
kan partikel mana yang lebih berpeluang sukses menembus tanggul
tersebut! (b) Hitung peluang kesuksesan masing-masing!
4. Elektron yang berenergi 2 eV bergerak ke kanan dari x < 0 melalui po-
tensial: V(x) = 1 eV di 0 < x < x0 dan nol di tempat lainnya. Tentukan (a)
momentum linear elektron di: (i) x < 0, (ii) 0 < x < x0, dan (iii) x > x0; (b)
nilai x0 agar elektron pasti diteruskan sampai di x > x0, (c) peluang mi-
nimum elektron diteruskan sampai x > x0.
5. Perhatikan penyelesaian secara grafik untuk mendapatkan energi parti-
kel terikat dalam sumur potensial kotak sebagaimana diuraikan dalam
naskah. Lebih khusus, amati Gambar 6.12. Berdasarkan gambar itu, (a):
tentukan besaran yang menentukan cacah tingkat energi partikel. (b)
untuk lebar sumur tertentu, bagaimana pengaruh kedalaman sumur
terhadap cacah tingkat energi? (c) untuk kedalaman sumur tertentu,
bagaimana pengaruh lebar sumur terhadap cacah tingkat energi? (d)
22
jika V0 , berapa cacah tingkat energi partikel?
2ma 2
6. Berdasarkan Gambar 6.12, (a) tentukan cacah tingkat energi untuk nilai-
nilai k0 berikut: (i) /a k0< 2/a, (ii) 2/a k0< 3/a, (iii) 3/a k0< 4/a.
(b) Berdasar jawaban Anda pada pertanyaan (a) tadi, jelaskan bagai-
mana kebergantungan cacah tingkat energi partikel terhadap k0. (c) Per-
hatikan bahwa jika k0 sangat besar maka garis G(k) = k/k0 hampir men-
datar sehingga absis titik-titik potong antara G(k) dan F(k) hampir sama
dengan n/a dengan n = 1, 2, 3, …, dst. Tunjukkan bahwa, dalam hal