Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan bimbinganNya, kami dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Penelitian Tindakan

Kelas ini dengan baik.

Kami sadar bahwa tersusunnya makalah ini tidak lepas dari adanya petunjuk, arahan serta

bantuan dari berbagai pihak. Makalah ini kami susun dengan penuh kesungguhan, dengan

mengerahkan segala kemampuan yang kami miliki, namun kami sadar bahwa makalah ini masih

banyak memiliki kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati

kami mohon kritik, saran, serta masukan-masukan berharga dari semua pihak, terutama dari ibu

dosen pembimbing mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas, teman-teman, serta pihak-pihak lain

yang terkait, demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini di masa mendatang.

Akhir kata, kami penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih. Mudah-mudahan

makalah ini menjadi bacaan yang bermanfaat bagi kita semua.

Ambon, 25 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kapasitas Kalor Model Debye
B. Muai Termal
C. Konduktivitas Termal
D. Resistivitas Termal
E. Perhitungan Ragam Termal
F. Rapat Ragam Ekamatra
G. Rapat Ragam Trimarta
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada pokok pembahasan kali ini inidikator yang akan dibahas anatara lain
Kapasitas Kalor Model Debye,Muai Termal,Konduktivitas Termal,Resistivitas
Termal,Perhitungan Ragam Termal,Rapat Ragam Ekamatra,Rapat Ragam Trimarta.
Pada tahun 1912 seorang ilmuwan Belanda bernama Peter Debye melakukan
pendekatan baru dalam mempelajari kapasitas kalor. Model yang digagas oleh Debye
mengasumsikan bahwa atom-atom saling berinteraksi satu sama lain.
Muai termal bisa dimengerti asal usulnya secara klasik dengan memperhatikan
efek ketakharmonisan tenaga potensial osilator jika ada perengganga pasangan atom-
atom pada kristal dengan suhu T.
Konduktivitas atau keterhantaran termal adalah suatu besaran intensif bahan yang
menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. Konduksi termal adalah suatu
fenomena transport di mana perbedaan temperatur menyebabkan transfer energi termal
dari satu daerah benda panas ke daerah yang sama pada temperatur yang lebih rendah.
Panas yang di transfer dari satu titik ke titik lain melalui salah satu dari tiga metode yaitu
konduksi, konveksi, radiasi.Konduktivitas termal berubah dengan suhu, tetapi dalam
banyak soal perekayasaan perubahannya cukup kecil untuk diabaikan.
Resivitas (p) adalah kemampuan sbahan untuk menghantarkan arus listrik yang
bergantung terhdap besarnya medan listrik dan kerapantan arus. Semakin besra resisvitas
suatu bhan maka semakin besar pula medan listrik yang dibutuhkan untuk menimbulkan
sebuah kerapatan arus.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah yaitu :
a. Apa yang dimaksud dengan Kapasitas Kalor Model Debye?
b. Apa yang dimaksud dengan Muai Termal?
c. Apa yang dimaksud dengan Konduktivitas Termal?
d. Apa yang dimaksud dengan Resistivitas Termal?
e. Apa yang dimaksud dengan Perhitungan Ragam Termal?
f. Apa yang dimaksud dengan Rapat Ragam Ekamatra?
g. Apa yang dimaksud dengan Rapat Ragam Trimarta?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kapasitas Kalor Model Debye?
b. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Muai Termal?
c. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Konduktivitas Termal?
d. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Resistivitas Termal?
e. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Perhitungan Ragam Termal?
f. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Rapat Ragam Ekamatra?
g. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Rapat Ragam Trimarta?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kapasitas Kalor Model Debye


.
Kemudian pada tahun 1912 seorang ilmuwan Belanda bernama Peter Debye
melakukan pendekatan baru dalam mempelajari kapasitas kalor. Model yang digagas oleh
Debye mengasumsikan bahwa atom-atom saling berinteraksi satu sama lain. Model ini
berbeda dengan model Einstein dan Dulong-Petit, dimana perilaku atom tidak
dipengaruhi atom lain, sehingga pada model Einstein getaran semua atom diasumsikan
memiliki frekuensi yang sama. Pada model Debye, ketika satu atom bergerak, atom
tersebut juga akan menggetarkan atom yang lain yang berada di sebelahnya, sehingga
atom lain juga ikut bergetar dan tentunya akan memiliki fase yang berbeda.
Bayangkanlah tiga buah beban yang saling tersambung oleh pegas yang disusun seri.
Ketika satu beban digerakkan, maka beban lain akan bergerak, namun karena yang
menyambungkan antar beban adalah pegas, maka beban lain tersebut akan bergerak
beberapa saat setelah beban penggerak memberi gaya.

Gambar 2.1. tiga buah beban yang saling tersambung oleh pegas yang disusun seri

Perbedaan yang paling menonjol dibandingkan model-model sebelumnya adalah


bahwa tiap getaran atom memiliki frekuensi yang tidak selalu sama. Oleh karena itu.
terdapat suatu moda, atau suatu keadaan yang merepresentasikan frekuensi pada suatu
bentuk gelombang. Atau lebih mudahnya, dalam ruang lingkup zat padat moda
merupakan suatu kelompok atom yang membentuk suatu gelombang akibat getaran yang
dialami masing-masing atom. Moda pada umumnya diidentifikasi oleh angka
gelombang k, yang pada dasarnya juga dapat merepresentasikan panjang gelombang dan
frekuensi dengan kecepatan rambat secepat kecepatan suara, yakni sekitar 340 m/s.

Gambar 2.2. Perbedaan moda

Gambar 2. mengasumsikan bahwa kita menggunakan nilai k dengan bilangan


bulat. Makin tinggi nilai k, makin tinggi pula frekuensinya. Ini merupakan propagasi
gelombang berdiri secara umum.

Ibarat foton yang keluar dari radiasi benda hitam, di dalam suatu benda, menurut
model Debye, atom-atom bergetar dengan frekuensi yang tidak selalu sama seperti yang
telah dikatakan sebelumnya. Getaran akibat atom-atom ini disebut dengan fonon, dan
dalam model Debye fonon-fonon tersebut memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Seperti
halnya foton, energi dasar fonon terkuantisasi, artinya hanya dapat menempati nilai
energi tertentu dan kelipatan bilangan bulat.

Pemodelan fonon diibaratkan sebagai osilator harmonik, dengan potensial yang


sebanding dengan kuadrat persimpangannya (sama seperti energi potensial pegas).
Karena foton partikel kuantum, kita dapat menggunakan persamaan Schrodinger untuk
menperoleh spektrum energinya
Gambar 2.3. sumur potensial dari osilasi harmonik

Gambar 2.3. menjelaskan bahwa Karena fonon terkuantisasi, maka energinya hanya
dapat memiliki nilai yang berupa garis mendatar saja, atau kelipatan dari ħω/2 dimulai
dari tingkat energi dasar atau n = 0.

B. Muai Termal ( muai karena kalor)


Muai termal bisa dimengerti asal usulnya secara klasik dengan memperhatikan
efek ketakharmonisan tenaga potensial osilator jika ada perengganga pasangan atom-
atom pada kristal dengan suhu T. pada 0 °K tenaga potensial atom yang teregang sejauh x
adalah
U(x) = cx 2−gx 3 −fx 4 (3.118)

c, g dan f adalah tetapan positif. Suku x menyatakan ketaksimetrian tenaga tolak menolak
atom sedang suku x menyatakan pelunakan geteran apabila amplitudonya besar, atau
menyatakan timbulnya efek takharmonik Dengan menggunakan fungsi distribusi
Boltzmann, dapat dihitung rata-rata ternal x, yaitu

+∞

∫ dx x e− βU (x)
−∞

<x> = (3.119)
+∞

∫ dx e− βU (x)
−∞

β = 1/k BT. Untuk peregangan x yang menyebabkan suku takharmonik pada energi kecil
terhadap k BT, maka

β e gx 3 + βfx 4 = 1 + βgx 3 + βfx 4+… (3.120)


Sehingga
2

∫ dx x e− βU (x) = ∫ dx e βcx (x + βgx 4 + βgx 5) (3.121)


1 3 3
= 3 π /4)(9/c ) β
2 2 2

1
2 π 2
Dan ∫ dx x e− βU (x) = ∫ dx e βcx ( ¿ (3.122)
βc

3 q
Maka <x> = k T (3.123)
4 c2 β

Pengukuran <x> sebagai fungsi sul pada arogan disajikan pada gambar (3.29) dan harga-
harga koefisien muai panjang untuk beberapa bahan dapat dilihat pada tabel (3.5)

C. Konduktivitas Termal
a. Konduktivitas
Konduktivitas panas yang diartikan sebagai kemampuan suatu materi untuk
menghantarkan panas, merupakan salah satu perameter yang diperlukan dalam
mendapatkan material dengan konduktivitas panas yang rendah. Penelitianpenelitian
mengenai konduktivitas panas terhadap berbagai lapangan yang berbeda-beda telah
dilakukan para geofisikawan sejak periode tahun 1800, seperti halnya yang telah
dilakukan oleh Poulsen pada tahun 1981 dengan menggunakan metode Needle
Probe.Suhu merupakan ukuran mengenai panas atau dinginnya suatu benda. Kalor
adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda
tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena
suhu adalah ukuran dalam satuan derajat panas.

Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun
dilepaskan oleh suatu benda. Kalor digunakan bila menjelaskan perpindahan energi
dari satu tempat ke yang lain. Kalor adalah energi yang dipindahkan akibat adanya
perbedaan temperatur. Sedangkan energi dalam (termis) adalah energi karena
temperaturnya.
Satuan kalor adalah kalori dimana, 1 kalori adalah kalor yang diperlukan untuk
menaikkan temperatur 1 gr air dari 14,5 C menjadi 15,5 C. Dalam sistem British, 1
Btu (British Thermal Unit) adalah kalor untuk menaikkan temperatur 1 lb air dari 63
F menjadi 64 F. 1 kal = 4,186 J = 3,968 x 10-3 Btu 1 J = 0,2389 kal = 9,478 x 10-4
Btu 1 Btu = 1055 J = 252,0 kal
b. Pengertian Konduktivitas Termal
Konduktivitas atau keterhantaran termal adalah suatu besaran intensif bahan yang
menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas. Konduksi termal adalah
suatu fenomena transport di mana perbedaan temperatur menyebabkan transfer energi
termal dari satu daerah benda panas ke daerah yang sama pada temperatur yang lebih
rendah. Panas yang di transfer dari satu titik ke titik lain melalui salah satu dari tiga
metode yaitu konduksi, konveksi, radiasi.Konduktivitas termal berubah dengan suhu,
tetapi dalam banyak soal perekayasaan perubahannya cukup kecil untuk diabaikan.
Nilai angka konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat kalor mengalir dalam
bahan tertentu. Makin cepat molekul bergerak, makin cepat pula ia mengangkut
energi. Jadi konduktivitas termal bergantung pada suhu. Pada pengukuran
konduktivitas termal mekanisme perpindahannya dengan cara
Peramantar kalor stasioner di dalam suatu tingkat yang kedua ujungnya berbeda
suhu, di tuliskan sebagai

Q= K dT/ dx
Yang dimana Q adalah fluks energi termal (kalor) atau energi mengali persatuan luas
per satuan waktu, K adalah konduktivitas termal atau daya kalor dan dT/dx adalah
gradien suhu sepanjang tongkat. Persamaan di atas mendefinisikan konduktivitas
kalor dan sekaligus mengambarkan bahwa pada proses penghantar kalor.seandainya
prosesnya tidak ada tentunya tidak ada pembelokan arus energi karena tumbukan dan
tidak sda hambatan energi.maka fluks tidak tergantung gradien suhu , hanya
tergantung selisih suhu delta T saja. Berdasarkan teori kinetika gas. Secara pendek
dan konduktivitas termal adalah

K=1/2 Cvt
Yang dimana C adalah kapasitas kalor , v adalah kecepatan rata- rata partikel dan
t adalah jalan bebas pukul rata antara dua tumbukan berurutan. Debye mengunakan
teori kinitika gas ini untuk menerangkan konduktivitas termal pada bahan dielektrik
pada dan sebagai partikelnya adalah fonon. Dengan demikan C adalah kapasitas kalor
karena fonon, v kecepatan fonon dan t adalah jalan bebas pukul rata dalam interaksi
antara fonon.

Tabel 2.1 Konduktivitas termal pada berbagai bahan


Perpindahan panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu dapat
dibedakan melalui 3 cara, yaitu: radiasi, konveksi, dan konduksi. Radiasi merupakan
proses perpindahan panas secara langsung di dalam medium terpisah atau medium
tembus cahaya, energy kalor akan berpindah dalam bentuk gelombang
elektromagnetik. Proses konveksi terjadi jika terdapat perpindahan energi dengan
kerja gabungan konduksi panas, penyimpanan energi, dan gerakan mencampur
dengan disertai partikelpartikel dari medium.

Proses mengalirnya panas dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu lebih
rendah di dalam suatu medium tanpa disertai partikel medium atau antara medium
berlainan dinamakan proses konduksi, misalnya proses yang terjadi saat sebatang besi
dipanaskan. Dalam proses konduksi, apabila medium cepat mengkonduksi panas,
maka kenaikan suhu akan berjalan lambat, sebaliknya apabila medium lambat
mengkonduksi panas maka kenaikan suhu akan berjalan cepat. Selanjutnya dengan
mengeplot kenaikan suhu sebagai fungsi waktu, maka akan diperoleh suatu garis
lurus yang sesuai dengan persamaan:

T=𝑄/4𝜋𝐾ln(t)+A

Dengan T adalah temperatur (0C), Q adalah panas yang diproduksi


persatuan panjang probe (W/m), K adalah konduktivitas panas bahan (W/m 0C), t
adalah waktu (sekon), dan A adalah konstanta yang menyatakan suhu pada saat t
= 0 (0C).

Berdasarkan hukum kedua termodinamika konduktivitas panas dapat


diukur jika terjadi perpindahan panas dari suhutinggke suhu yang rendah. Dengan
rumusan tersebut maka jika suatu materi diberikan daya panas tertentu akan
terjadi perpindahan panas. Prinsip tersebut selanjutnya diterapkan pada metode
Needle Probe, yaitu salah satu metode praktis untuk mengukur suatu
konduktivitas panas bahan dengan sistem kerja sebagai berikut: Probe yang telah
dialiri suatu panas tertentu dimasukkan dalam bahan yang akan diukur, kemudian
adanya perbedaan panas antara panas pada Probe dan bahan yang akan diukur
menyebabkan terjadinya perpindahan panas yang kemudian akan terdeteksi oleh
suatu sensor yang berada di dalam Probe itu sendiri.

Energi panas yang dihasilkan dalam Needle Probe dapat dihasilkan dari
energi listrik dengan mengalirkan arus listrik ke dalam kawat pemanas. Arus
listrik pada kawat didefinisikan sebagai jumlah muatan yang melewati kawat tiap
satuan waktu pada satu titik. Dengan demikian arus I didefinisikan sebagai:

I=𝑞/𝑡

dengan q adalah jumlah muatan (C) yang melewati konduktor pada suatu
lokasi selama jangka waktu t (detik) dan I adalah arus listrik (A). Apabila q yang
bergerak melewati beda potensial sebesar V adalah qV, maka daya P, yang
merupakan kecepatan perubahan energi adalah :

P= 𝑞𝑉/t

dengan P adalah daya (watt) dan V merupakan beda potensial yang


dihasilkan (volt). Muatan yang mengalir tiap detik merupakan arus listrik, dengan
demikian:

P = VI.

Panas yang dihasilkan dalam kumparan pemanas terjadi karena adanya


banyak tumbukan antara elektron yang bergerak dan atom pada kawat. Pada
setiap tumbukan, sebagian energi elektron ditransfer ke atom yang ditumbuknya.
Sebagai akibatnya, energi kinetik atom bertambah dan dengan demikian
temperatur elemen kawat bertambah. Energi panas yang bertambah ini
selanjutnya dapat ditransfer sebagai kalor secara konduksi pada Needle Probe.

c. Perpindahan kalor
Perpindahan panas terjadi secara alamiah dari tempat bertemperatur tinggi (panas)
ke tempat bertemperatur rendah (dingin), sampai keduanya memiliki keadaan
temperatur yang sama atau dalam keadaan seimbang. Proses perpindahan panas ini
berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.
1) Perpindahan Kalor Secara Konduksi
Adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke
daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu medium (padat, cair, gas) atau
antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Proses
perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran
energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat
meningkat dengan ditumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi.

Gambar 2.3 Proses perpindahan kalor pada dua benda yang bersentuhan Sebelum
dipanaskan kisi atom dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam
mulai dipanaskan, pada bagian ini kisi atom bergetar dengan amplitudo yang makin
membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan kisi atom disekitarnya dan
memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan
elektron di ujung logam yang satunya.
Konduksi terjadi melalui getaran kisi atom. Bila T2 dan T1 dipertahankan terus
besarnya, maka kesetimbangan termal tidak akan pernah tercapai, dan dalam keadaan
mantap/tunak (steady state), kalor yang mengalir persatuan waktu sebanding dengan
luas penampang A, sebanding dengan perbedaan temperatur ΔT dan berbanding
terbalik dengan lebar bidang Δx.

2) Perpindahan Kalor secara Konveksi


Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran
dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas dari
radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara menggerakkan
alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi
bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida
disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka
perpindahan panasnyadisebut sebagai konveksi bebas (free / natural convection). Bila
gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan
pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas
permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced
convection).

Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran


tertutup seperti pada gambar 2.2 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju
perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan
( Holman,1994 ).
Q = -hA(Tw - T∞)
Keterangan :
Q = Laju Perpindahan Panas ( kj/det atau W )
h = Koefisien perpindahan Panas Konveksi ( W / m2.oC )
A = Luas Bidang Permukaan Perpindahaan Panas ( ft2, m2)
Tw = Temperature Dinding ( oK )
T∞ = Temperature Sekeliling ( oK )
Tanda minus ( - ) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika, sedangkan
panas yang dipindahkan selalu mempunyaitanda positif ( + ).

Persamaan (2.4) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien


pindah panas permukaanh, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya
laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu.
Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena
dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan
fluida yang lain.

D. Resistivitas Termal
Jalan bebas pukul rata fonon terjadi karena dua proses yaitu hamburan geometris
dan hamburan sesame fonon. Jika gaya-gaya antar atom hanya harmonic, maka tidak ada
sebab terjadinya tumbukan antar fonon,yang ada hanya hamburan fonon dengan batas-
batas dan ketaksempurnaan kisi kristal. Jika ada ketakharmonikan, maka ada kopling atay
interaksi antar fonon yang menyebabkan berubahnya jalan bebas pukul ratanya. Fonon
normal dalam sistem takharmonik berbeda dengan fonon normal yang murni.
Teori mengenai resistivitas termal berdasrakan ketakharmonikan energi kisi
adalah suatu teori yang kompleks. Debye dan Peleris mengadakan aproksimasi untuk
menyelesaikan maslah ini, tetapi hal itu silahkan merujuk pada Peierls, 1929, Ann
Physik, 3, 1055.
Pada aproksimasi tersebut ditunjukkan bahwa jalan bebas pukul rata fenon e= 1/T
pada suhu tinggi yang sesuai dengan eksperimen. Tetapi untuk menerangkan resistivitas
termal, disamping ℯ diperlukan juga mekanisme untuk membuat fonon berada dalam
kesetimbangan termal secara local (setempat) sehingga fonon berada dalam
kesetimbangan termal pada T 1 dan T 2 yaitu unjung-unjung tongkat. Tetapi masalahnya
sekarang yaitu bahwa hal itu tidak bisa diperoleh dari tumbukkan antar fonon, karena
pada proses tida fonon frekuensi tidak berubah. Dan pada proses tersebut dengan K 1 + K 2
= K 3 juga tidak bisa memantapkan kesetimbangan termal. Karena temperature kristal
ternyata menurun karena adanya *drift velocity* atau kecepatan karena hanyut.
Momentum fonon dalam tumbukkan tiga fonon.
ħ K n …………………………………………………………..(3.126)
⃗J = ∑ ⃗ K
K

Kekal, karena perubahan ⃗J adalah K 3−K 1−K 2 = 0 , n gadalah jumlah fonon dengan
vektor gelombang K. masalah itu dipecahkan oleh Peierls dengan menyatakkan bahwa
dalam proses tiga fonon untuk menejlaskan konduktivitas termal seharusnya kekakalan
vector gelombangnya adalah K 1 + K 2 ¿ K 2 + G ………………………………..(3.127)
G adalah vektor translasi dalam kisi balik. G ini selalu mungkin timbul dalam setiap
persamaan kekakalan momentum atau kekakalan vektor gelombang dalam kristal yang
periodic. Di dalam medium kontinyu G = 0.

Suatu proses tumbukan fonon dengan G ҂ 0 disebut proes Unklapp atau singkatnya
proses U, sedang proses dengan G = 0 disebut proses normal atau proses N. Contoh
kedua proses disajikan pada gambar di bawah ini.

E. Perhitungan Ragam Normal


Kekurangan dari model Eiinstein kemudian diperbaiki oleh model Debye, namun
sebelum sampai pada model tersebut, terlebih dahulu akan dilihat mengenai energi dan
rapat ragam normal. Energi sekumpulan osilator dalam keadaan kesetimbangannya
dengan frekuensi yang berebda adalah

U =∑ nk h ω k
k

n kdapat dihubungkan dengan fungsi distribusi lack pada ω k sehingga lebih enak
untuk mengganti ∑ dengan integral. Namun sebelumnya dimasukkan dulu besaran D(ω)
yang merupakan rapat ragam atau jumlah ragam per satuan interval frekuensi,
sehingga D(ω)d ω adalah jumlah ragam diantara frekuensi ω dan (ω+ d ω). Maka energi
osilator diatas berubah menjadi

U =∫ d ω D ( ω ) n ( ω ,T ) h ω

Sehingga kapasitas kalor dapat diperoleh dengan mendeferensialkan energi ini


terhadap suhu, sehingga masalah pokoknya adalah mencari D(ω) . D(ω) merupakan rapat
ragam per satuan interval frekuensi. Jumlah ragam dalam interval d ω pada ω adalah
D(ω)d ω.

F. Rapat Ragam Ekamatra


Pandanglah suatu kisi Kristal ekamatra yang panjangnya L dan terdiri dari (N + 1)
partikel atau atom dengan jarak masing-masing a. dianggap bahwa partikel pada s = o
dan s = N yaitu pada ujung-ujung kisi Kristal tersebut dipertahankan diam. Dengan
demikian maka ragam normal yang terjadi adalah gelombang berdiri dengan persamaan
t

u s=u ( o ) e−iω k Sin sKa (3.85)

ω k dihubungkan dengan K melalui hubungan dispersi, syarat batas untuk


persamaan (3.85), berdasarkan anggapan di atas adalah

K = π/L; 2π/L; 3π/L, 4π/L …(3.86)

Untuk K = π/L, u s ∞ Sin (sπa/L) yang sama dengan nol untuk s = o dan s = N
seperti di minta oleh syarat batas.

Untuk K = Nπ/L = π/L = K maks , u s ω Sin sπ. Persamaan ini menunjukkan bahwa
tidak ada gerakan atom-atom, karena u s = 0 untuk setiap harga s. sehingga diperoleh
sejumlah (N - 1) harga K yang tak-gayut satu sama lainnya. Jumlah ini sama dengan
jumlah atom yang boleh bergerak. Setiap harga K yang memenuhi, bersangkutan dengan
penyelesaian persamaan (3.85). jadi untuk kisi Kristal ekamatra dengan tetapan kisi a.
ada satu ragam untuk setiap interval ΔK = π/L, sehingga jumlah ragam persatuan interval
K adalah L/π untuk K = π/a dan 0 untuk K > π/a. ada cara lain menghitung jumlah raga
mini, yang lebih sering dipakai yaitu cara menghitung menggunakan syarat batas
periodic. Kisi Kristal ekamatra digambarkan melingkar sehingga titik s = o sama dengan
titik s = N atau u(sa) = u(sa + L). metoda ini tidak merubah panjang sekali sehingga
penyelesaiannya merupakan gelombang berjalan; penyelesaian untuk metoda ini
berbentuk gelombang berjalan

u s=u ( o ) e i ¿¿ (3.87)

Dan harga-harga K yang dibolehkan adalah

2π 4 π 6π 8π Nπ
K = 0, - , , , , …, (3.88)
L L L L L

Cara ini menghasilkan jumlah ragam yang sama dengan cara diatas yaitu satu
ragam peratom yang boleh bergerak, tetapi dengan cara ini ada dua arah K yaitu positip
dan negatip dengan interval ΔK= 2π/L antara harga K yang berurutan. Dengan cara ini
diperoleh jumlah ragam persatuan interval K sama dengan (L/2π) untuk daerah –π/a ≤ K
≤ π/a dan sama dengan nol untuk daerah K yang lain. Jika hanya harga K positif yang
diperhitungkan hasilnya sama dengan cara sebelum ini yaitu L/π.

Yang diperlukan sekarang adalah D(ω) yaitu rapat ragam per satuan interval
frekuens. Jumlah ragam dalam interval dω pada ω adalah D(ω) dω dapat diperoleh dari
hasil diatas yaitu

L L dK
D ( ω ) dω= dK= dω
π π dω

L dω
¿ (3.89)
π (dω /dK)

Dari persamaan disperse dapat diperoleh (dω /dK) yaitu kecepatan kelompok.
Persamaan D(ω) ini mempunyai singularitas yaitu bila grafik ω vs K mendatar atau bila
v = (dω /dK) = 0. Dalam medium malar (kontinyu) ω=vK sehingga (dω /dK) = v
konstan sama dengan kecepatan bunyi. Dalam ekamatra, untuk dapat diperoleh
D ( ω ) =( L/ πv) untuk ω ≤vπ /¿a dan D(ω) = 0 untuk ω yang lain.

G. Rapat Ragam Trimarta


Dalam hal ini gunakan syarat batas dengan N³ sel primitif Dalam kubus dengan
rusuk I. sehingga K ditentukan dengan syarat sebagai berikut
ₑi(Kzx+KyY+KzZ) = exp { [ i Kx (x+L) + Ky ( Y+L) + Kz (z+L) ] } 3.96
Dengan Kx,Ky,Kz =(), ±2n . ∆n Nn 3.97

Dengan demikian, maka ada satu harga K kisi balik atau ruang fourier, atau sejauh

h( 1/2n)³ = V/8n³

Harga K yang boleh per satuan volume ruang k, untuk setiap polarisasi daan
setiaap cabang. Volume cuplikan (sample = specimen ) adalah V = L³.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
 Koefisien muai linier atau yang biasa disebut koefisien muaipanjang adalah bilangan
yang menyatakan seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan setiap satuan
panjang jika suhunya naik. Besar nilai koefisien muai panajng bergantung dari jenis
bahan
 Semakin besra resisvitas suatu bahan maka semakin besar pula medan listrik yang
dibutuhkan untuk menimbulkan sebuah kerapatan arus.
DAFTAR PUSTAKA

Sudirman R. (1994). Fisika Zat Padat Pendahuluan . Yogyakarta: F. MIPA UGM

Kittle, C. (1971) Introduction to Solid State Physics. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Ashcroft, N.W. & Memin, N.D. (1976). Solid State Physics. Philadelphia: W. B.
Sounder Co.

Anda mungkin juga menyukai