OLEH
Dosen Pembimbing :
Dr. Ahmad Fauzi, M. Si
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 2
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................. 10
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 13
4.2 Saran........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14
ABSTRAK
Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi sinyal dari kondensasi boson dan
fermion dengan tujuan menyelidiki fenomena BEC. Makalah ini merujuk pada jurnal-
jurnal internasional yang berkaitan dengan sinyal dari kondensasi Bose-Einstein dan
fermionic pada peluruhan inti, dimana jurnal tersebut menggunakan metode quasi-
eksperimen.
KAJIAN TEORI
h
mv
Stabilitas inti helium-4 yang tidak lazim juga sangat penting dalam bidang
kosmologi. Stabilitas inti helium-4 menjelaskan mengapa dalam menit-menit pertama
setelah ledakan dahsyat, hampir semua inti atom yang terbentuk adalah inti helium-4.
Pengikatan inti helium-4 ini sangat erat sehingganya produksi helium-4 menghabiskan
hampir semua neutron yang bebas dalam beberapa menit sebelum neutron tersebut
menjalani peluruhan beta, dan hanya menyisakan sedikit neutron untuk membentuk atom-
atom yang lebih berat lainnya seperti litium, berilium, dan boron. Pengikatan inti helium-
4 per nukleon lebih kuat daripada unsur-unsur tersebut (lihat nukleogenesis dan energi
pengikatan) sehingga tiada dorongan energetik yang tersedia lagi seketika helium
terbentuk untuk membentuk unsur 3, 4, dan 5. Secara energetis, helium hampir cukup
dapat menjalani fusi membentuk unsur berikut yang energi per nukleonnya lebih rendah,
yakni karbon. Namun, dikarenakan ketiadaan unsur intermediat, proses ini
mempersyaratkan tiga inti helium saling bertumbukan secara bersamaan. Oleh karena itu,
hampir tidak ada waktu yang tersedia bagi karbon untuk terbentuk secara signifikan
beberapa menit setelah ledakan dahysat sebelum alam semesta mulai mendingin dan
mengembang. Hal inilah yang membuat rasio hidrogen dan helium pada masa-masa awal
alam semesta sama dengan yang terpantau sekarang (yakni 3 bagian hidrogen per 1
bagian helium-4 berdasarkan massa), dengan hampir semua neutron alam semesta
terperangkap dalam helium-4.
Helium cair yang berada dalam keadaan di bawah titik kritisnya akan
menunjukkan sifat-sifat yang tak lazim. Helium dalam keadaan ini disebut sebagai helium
II. Pendidihan helium II tidak dimungkinkan oleh karena konduktivitas termalnya yang
sangat tinggi, pemanasan yang diberikan pada helium II akan menyebabkan penguapan
secara langsung menjadi gas. Helium-3 juga mempunyai fase superfluida, namun pada
temperatur yang lebih rendah. Oleh karena itu, tidaklah diketahui banyak sifat-sifat
superfluida isotop helium-3.
Tidak seperti cairan biasanya, helium II akan menjalar ke seluruh permukaan
wadah penampung untuk mencapai keadaan setimbang dimana setelah beberapa saat,
tinggi permukaan pada dua wadah penampung itu akan seimbang.
Helium II merupakan superfluida, yaitu keadaan mekanika kuantum materi yang
bersifat tak lazim. Sebagai contohnya, fluida ini akan mengalir melalui tabung kapiler
setipis 10−7m sampai dengan 10−8 m namun tetap tidak terukur viskositasnya. Namun,
ketika pengukuran dilakukan antara dua cakram yang bergerak, nilai viskositasnya yang
sama dengan gas helium akan terukur. Teori terkini menjelaskan hal ini menggunakan
model dua fluida untuk helium II. Dalam model ini, helium cair di bawah titik kritisanya
dipandang mengandung sebagian atom helium dalam keadaan dasar yang bersifat
superfluida dan mengalir dengan nilai viskositas persis nol, dan sebagian lainnya dalam
keadaan tereksitasi, yang berperilaku sama seperti cairan biasa lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Di alam ini terdapat setidaknya delapan isotop helium yang diketahui, namun
hanya 3He dan 4He yang stabil. Di atmosfer bumi, hanya terdapat satu atom 3He untuk
setiap satu juta atom 4He. Tidak seperti unsur lainnya, keberlimpahan isotop helium
bervariasi tergantung pada asal usulnya karena proses pembentukan yang berbeda-beda.
Isotop yang paling banyak adalah helium-4 dan dibentuk di bumi melalui peluruhan alfa
unsur-unsur radioaktif yang lebih berat. Partikel alfa yang muncul dari peluruhan ini
berbentuk inti helium-4 yang terionisasi penih. Helium-4 memiliki stabilitas inti yang
tidak lazim karena nukleonnya tersusun secara penuh.
Helium-3 terdapat di bumi hanya dalam jumlah sekelumit, kebanyakan sudah ada
saat pembentukan bumi, walaupun beberapa jatuh ke bumi terperangkap dalam debu
kosmik. Sekelumit helium-3 juga terbentuk melalui peluruhan beta tritium. Batu-batuan
yang berasal dari kerak bumi memiliki rasio isotop helium yang bervariasi, dan rasio-
rasio ini digunakan untuk menginvestigasi asal usul batuan dan komposisi mantel bumi.
3
He lebih berlimpah di bintang sebagai produk fusi nuklir. Oleh sebab itu, dalam medium
antarbintang, proporsi 3He terhadap 4He adalah sekitar 100 kali lebih tinggi daripada
proporsinya di bumi. Materi-materi yang berasal dari luar planet seperti bulan dan
asteroid memiliki sekelumit helium-3 yang berasal dari penumbukan badai matahari.
Helium-4 cair dapat didinginkan sampai dengan temperatur sekitar 1 K
menggunakan pendinginan evaporatif. Menggunakan proses pendinginan yang sama,
helium-3 dapat mencapai temperatur sekitar 0,2 K. Pada temperatur lebih rendah daripada
0,8 K, campuran cairan 3He dan 4He dalam jumlah yang sama akan memisah dengan
sendirinya menjadi dua fase yang tak taercampurkan. Hal ini disebabkan oleh
ketidakserupaan kedua isotop tersebut, yakni secara kuantum atom helium-4 termasuk
boson, sedangkan atom helium-3 termasuk fermion.
Pada pengamatan yang dilakukan, dapat dibandingkan hasil yang ditunjukkan
pada gambar 3 berikut ini.
Gambar 3.(a) Temperatur dan (b) kepadatan parsial lokal vs energi eksitasi
transversal per nukleon yang diambil dari fluktuasi proton, deuteron dan α. (c)
Sama seperti panel (b) dengan gerbang yang diaplikasikan pada nilai bj.
Jika kita membandingkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 2(b) untuk boson
(dor α) dan fermion (p), kita amati bahwa kepadatan parsial lokal proton dan alpha
meningkat. Kemudian dari perbedaan yang teramati menjadi dua kerapatan, kita dapat
menyimpulkan, rata-rata, perkiraan jarak rata-rata antara fermion sampai ~60% lebih
besar daripada rata-rata jarak antara boson. Oleh karena itu kami menginterpretasikan
hasil yang diamati sebagai pengurangan komponen fermion dimana bosonic hadir dan
mungkin sebagai tampilan kondensasi phe nomena yang terjadi pada sistem nuklir yang
tereksitasi. Jika demikian, kita juga harus mengharapkan kepadatan energi boson lebih
tinggi daripada fermion satu, dan suhu kondensasi dari orde beberapa MeV, secara
bersamaan dengan. Perilaku ini mengingat apa yang diamati dalam fisika atom,
sementara boson tampak mengembun, mengalami kepadatan yang lebih tinggi dan jarak
relatif lebih kecil. Sedangkan untuk fermion karena prinsip Pauli, dia cenderung bergerak
terpisah, mengalami denah rendah dan relatif lebih besar.
Dalam peristiwa yang dipilih, kerapatan sebagian lokal dan suhu yang diselidiki
oleh boson (deuteron dan alfa) dan oleh fermion (proton) dalam fase seperti gas rendah
seperti perkiraan dengan metode kuantum fluktuasi. Hasil yang diamati menunjukkan
bahwa boson memiliki kerapatan yang lebih tinggi dan kepadatan energi yang lebih
tinggi daripada fermion. Hasil ini menunjukkan pengurangan komponen fermionik
dimana boson hadir, dalam kondisi yang terkait dengan adanya kondensasi Bose dan
fenomena pendinginan Fermi dalam sistem nuklir. Kondensasi temperamen sesuai
dengan prediksi teoritis. Fenomena ini diamati bahkan dalam kejadian dimana campuran
boson dan fermion hidup berdampingan, menunjukkan bahwa mereka tidak dikurangi
oleh interaksi boson-fermion.
Perbedaan yang signifikan yaitu sampai sekitar 2 kali lipat, juga dapat diamati
antara fermion dan boson dalam fluktuasi momentum quadrupole (Qxy = p2x-p2y) untuk
tiga paragraf yang dipelajari, ditunjukkan pada Gambar 1 (panel d). Dalam gambaran
klasik, perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai suhu QP yang berbeda pada emisi masing-
masing partikel dan oleh karena itu skala waktu yang berbeda dari jenis partikel yang
berbeda-beda.
Teknik analisis fluktuasi kuantum, berdasarkan studi partikel quadrupole
momentum, fluktuasi multiplisitas, dan multiplisitas rata-rata, yang diukur secara
eksperimental, memungkinkan kita untuk memperkirakan suhu dan kerapatan sistem
yang dihasilkan. Metode ini memperhitungkan sifat partikel fermion dan bosonik, serta
tolakan Coulomb di antara keduanya. Kita juga dapat merencanakan kepadatan inti
parsial lokal yang diekstraksi dan didefinisikan sebagai densitasnya.
Nilai yang diekstraksi dapat digunakan untuk mengamati perbedaan antara
kepadatan lokal yang diekstraksi dengan boson (d dan α) dan kepadatan lokal yang
diekstraksi dengan fermion (p), dan menghubungkannya dengan fenomena BEC yang
mungkin terjadi.
Memang, kerapatan nukleon yang dilihat oleh α dan proton dalam kejadian seperti
α dan seperti p (panel (b)) sangat mirip dengan yang diplot pada panel (a) dan sesuai
dengan kejadian yang mengandung campuran boson dan fermion. Ini menunjukkan
bahwa baik dalam kejadian seperti boson maupun kejadian dimana campuran boson dan
fermion dipancarkan, boson mengalami kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
fermion. Sinyal yang menunjuk pada adanya fenomena kondensasi boson tidak
tergantung pada keberadaan fermion, yang tidak mencegah partikel α berkondensasi.
Pertimbangan yang sama berlaku untuk fermion dimana pendinginan fermion yang
diamati dalam campuran fermion dan boson tidak dikurangi dengan adanya boson dengan
interaksi nuklir bersama mereka. Hasil ini mengingat apa yang baru saja diamati dalam
sistem atom. Analisis rinci tentang sinyal lain yang mengindikasikan fenomena
kondensasi boson yaitu pada peluruhan nukleus 40Ca.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kami telah memilih kelas kejadian dimana daerah dengan kepadatan rendah, yang
dihasilkan dalam peluruhan kuasi-proyektil, murni disusun oleh boson atau fermion dan
kelas kejadian dengan campuran kedua jenis partikel. Hasil yang diamati tampaknya
memberikan bukti bahwa fermion mengalami kerapatan lebih rendah daripada boson.
Kami mengaitkan pengamatan ini dengan sinyal kondensasi boson dan fenomena
pendinginan fermionik pada sistem nuklir yang bersemangat. Interaksi timbal balik antara
fermion dan boson, hadir dalam kejadian dimana campuran boson dan fermion hidup
berdampingan, tampaknya tidak mengurangi kondensasi boson yang diamati dan
pendinginan fermion. Fenomena kondensasi boson nuklir dapat memainkan peran kunci
pada efek baru-baru ini yang dieksplorasi dari klasifikasi alfa dalam zat nuklir yang
sangat encer dan pada ketergantungan kepadatan energi simetri. Akhirnya, kami juga
menyoroti kesamaan pengamatan kami dengan yang dipublikasikan di mana kondensasi
dan pendinginan Fermi untuk sistem atom dipelajari. Kesamaan ini juga merangsang
kemungkinan studi interdisipliner yang melibatkan sistem atom dan nuklir, terlepas dari
interaksi yang berbeda, jumlah penyusun dan ukuran yang terlibat.
4.2 Saran
Pada makalah dengan judul ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran guna melengkapi makalah ini. Sebaiknya,
dalam menulis makalah ini digunakan sumber-sumber yang relevan dan terpercaya agar
dapat digunakan dan dijadikan sebagai literatur.
KEPUSTAKAAN
Abdullah, Mikrajuddin. 2009. Fisika Statistik untuk Mahasiswa MIPA. Bandung : FMIPA
ITB.
Tillery, Bill W, dkk. 2007. Integrated Science third edition. New York: Hill Companies, Inc.
Fermi quenching