Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FISIKA STATISTIK

“Indikasi Kondensasi Bose Einstein dan Pendinginan Fermi dalam


Peluruhan Sistem Inti Panas”

OLEH

Windy Andaresta (15033083)


Sapri Juli Hnadriki Zebua (15033126)

Dosen Pembimbing :
Dr. Ahmad Fauzi, M. Si

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan


kehadirat Allah SWT. atas taufik dan hidayah serta inayah-Nya penulis telah dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sinyal Kondensasi Bose Einstein dan
Pendinginan Fermi dalam Peluruhan Sistem Nuklir Panas”. Shalawat dan salam tidak
lupa pula penulis ucapkan buat Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman Jahiliyah kepada zaman yang berilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yaitu Dr. Ahmad Fauzi, M. Si dan Fandi Oktasendra, S.Si, M. Sc yang
telah memberi dukungan dan masukan kepada penulis serta semua pihak yang
mendukung dalam menyelesaikan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk hasil yang lebih
baik kedepannya.

Padang, 2 Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 2
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................. 10
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 13
4.2 Saran........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14
ABSTRAK

Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi sinyal dari kondensasi boson dan
fermion dengan tujuan menyelidiki fenomena BEC. Makalah ini merujuk pada jurnal-
jurnal internasional yang berkaitan dengan sinyal dari kondensasi Bose-Einstein dan
fermionic pada peluruhan inti, dimana jurnal tersebut menggunakan metode quasi-
eksperimen.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu menampilkan analogi dengan fenomena


yang diamati pada perangkap atom, yang menunjukkan adanya hubungan antara
fenomenologi fisika atom dan nuklir. Hasil yang diamati tampaknya memberikan bukti
bahwa fermion mengalami kerapatan lebih rendah daripada boson. Kami mengaitkan
pengamatan ini dengan sinyal kondensasi boson dan fenomena pendinginan fermionik
pada sistem nuklir yang bersemangat. Interaksi timbal balik antara fermion dan boson,
hadir dalam kejadian dimana campuran boson dan fermion hidup berdampingan,
tampaknya tidak mengurangi kondensasi boson yang diamati dan pendinginan fermion.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi tentang sistem kuantum yang terdiri dari boson dan fermion merangsang
usaha teoritis dan eksperimental yang signifikan dalam berbagai bidang fisika seperti
penyelidikan sistem kuantum yang menyajikan campuran boson dan fermion, dengan
contoh cairan 3He-4He yang telah menghasilkan pengamatan kondensasi Bose-Einstein
(BEC) dan pendinginan Fermi (FQ).
Pada dasarnya, Helium-3 merupakan partikel fermion dan Helium-4 merupakan
golongan partikel boson. Semua partikel lain yang merupakan kelipatan setengah integer
(bilangan bulat) ganjil dari h/2.π. Partikel ini, yang disebut fermion. Sedangkan partikel
dengan kelipatan bilangan bulat atau nol terhadap h/2.π disebut partikel boson.
Dalam eksperimen fisika nuklir kita mengamati eksistensi fenomena yang dapat
dijelaskan dengan mempertimbangkan nuklir sebagai suatu sistem yang tergolong kepada
kelompok-kelompok boson. Kelompok boson ini adalah kelompok partikel yang dalam
konfigurasi elektronnya tidak memenuhi prinsip larangan Pauli atau bisa dikatakan juga
dengan partikel yang memiliki spin integer.
Pada pembusukan sistem kuasi proyektil yang dieksploitasi yang dihasilkan pada
tumbukan Ca + Ca semi-perifer pada E/A = 35MeV dapat diidentifikasi berbagai sinyal
dari boson dan fermion.
Jika nukleus terdiri dari fermion dan boson, mungkin akan timbul pertanyaan
apakah sifat bosonic dapat mendominasi sifat fermion dalam beberapa kasus, seperti
untuk keadaan Hoyle di 120C. Sejauh ini, tanda-tanda kondensasi Bose-Einstein dapat
diamati pada nuklei panas yang dihasilkan selama tumbukan ion berat.
Jika kita membuat ekstrak dari logam, semua kemungkinan energi dari logam
dengan pendinginan akan turun ke dekat suhu 0 mutlak (0 K), elektron dalam logam
masih bergerak di sekitar, dan yang tercepat akan bergerak dengan kecepatan yang setara
dengan energi kinetik yang sama besarnya dengan energi Fermi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu sinyal kondensasi Bose-Einstein?
b. Apa itu pendinginan Fermi dan bagaimana prosesnya?
c. Bagaimana proses pembusukan sistem nuklir panas?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui kondensasi Bose-Einstein.
b. Mengetahui proses pendinginan Fermi.
c. Mengetahui pembusukan sistem nuklir panas.
d. Memenuhi tugas mata kuliah fisika statistik
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kondensasi Bose-Einstein

Kondensasi Bose-Einstein ini hanya dapat dijumpai untuk partikel-partikel boson,


yakni partikel-partikel yang memenuhi statistika Bose-Einstein, tetapi tidak memenuhi
prinsip ekslusi Pauli. Hal ini disebabkan oleh adanya efek mekanika kuantum. Ketika
suhu suatu material mendekati suhu absolut nol derajat Kelvin, maka sebuah perubahan
menarik terjadi pada materi boson tersebut. Atom-atom materi tersebut mulai
berkondensasi dan mengumpul (clumped). Hal ini akan terjadi pada sekitar sepersejuta
derajat Kelvin. Atom-atom tersebut akan membentuk daerah-daerah (kluster) di tempat
yang sama dalam ruang dan berperilaku sebagaimana sebuah atom yang berukuran besar.
Secara matematis posisi tiap-tiap atom ini masih dapat dideskripsikan oleh persamaan
gelombang Schrodinger yang mendeskripsikan posisi eksak tiap-tap atom dalam ruang.
Dengan menyelesaikan persamaan-persamaan ini, dapat dibuktikan bahwa tiap-tiap atom
menjadi sebuah entitas yang tunggal atau sebuah titik dalam keadaan tertentu. Dengan
kata lain, kondensasi Bose-Eintein merupakan suatu distribusi statistik dari partikel-
partikel boson yang sama dan tak dapat dibedakan dengan tingkat-tingkat energi yang
berbeda dalam keadaan keseimbangan termal.

Untuk memahami kondensasi Bose-Eistein, perlu dipahami terdahulu tentang


boson dan fermion. Elektron, proton, netron, dan quark adalah contoh-contoh partikel
fermion. Partikel-partikel ini memiliki spin tengahan (kelipatan 1/2). Partikel-partikel
boson di lain pihak, memiliki spin kelipatan bulat, yakni 0, 1, 2, … . Sebuah keadaan
terikat (bound state) yang terdiri dari dua buah partikel fermion berperilaku seperti
sebuah boson. Hal ini disebabkan spin dari dua partikel fermion tersebut dapat saling
1 1
menghapuskan jika saling berlawanan arah  ,  atau bertambah jika arahnya sama
2 2
1 1
 ,  . Kedua kasus ini akan menghasilkan sebuah partikel boson. Namun demikian,
2 2
suatu keadaan terikat dari dua buah partikel boson tetaplah menjadi boson, karena
bilangan bulat jika ditambah atau dikurangkan akan menghasilkan bilangan bulat.
Menurut prinsip eksklusi Pauli, partikel-partikel fermion tidak boleh menempati
ruang yang sama (dengan bilangan kuantum yang persis sama), sedangkan partikel boson
dapat menempati ruang yang sama. Dengan demikian, dua buah elektron dengan arah
spin yang sama tidak dapat ditempatkan berdekatan, sedangkan dua partikel boson dapat
saling overlap. Posisi dari sebuah materi, menurut teori medan, selalu tetap dalam suatu
bagian ruang. Namun demikian, dalam suatu keadaan tertentu dapat dihasilkan sebuah
keadaan, dimana tidak mungkin untuk membedakan posisi sebuah partikel relatif
terhadap partikel lainnya. Sebagai contohnya, semisalnya Anda dan seorang teman Anda
berpesiar ke sebuah bukit. Sesampainya, di bukit tersebut ternyata Anda dan teman Anda
adalah pendatang yang pertama. Anda kemudian menaiki bukit, sedangkan teman Anda
tetap di kaki bukit. Walaupun, teman Anda tak terlihat dengan jelas (hanya kelihatan
seperti titik), Anda yakin ‘titik’ itu adalah teman Anda (karena hanya ada satu orang yang
berada di kaki bukit). Tetapi, jika kemudian pengunjung semakin banyak berada di kaki
bukit, maka Anda tidak akan dapat lagi membedakan antara teman Anda dan pengunjung
lainnya.

Pada persamaan di bawah, μ dan T menunjukkan potensial kimia (energi yang


diperlukan untuk menambahkan 1 partikel ke dalam sistem) dan temperatur, sedangkan ni
menunjukkan jumlah rata-rata pertikel yang berada pada tingkat energi ke-i dengan
energi sebesar ԑi.

Gambar 1. Kurva fungsi suhu terhadap energi bose-einstein


Pada temperatur diatas temperatur kritis tertentu, partikel-partikel akan menempati
tingkat energi masing-masing. Ketika sistem didinginkan, partikel-partikel ini akan
cenderung menempati tingkat energi yang lebih rendah. Ketika temperatur ini cukup
rendah, atau nilainya lebih kecil dari temperatur kritis, seluruh partikel ini akan berada
pada tingkat energi paling rendah. Keadaan ini yang disebut Bose-Einstein Condensation
(BEC).
Seperti halnya foton, atom juga memiliki panjang gelombang dan momentum
tertentu yang besarnya dapat diketahui menggunakan persamaan de Broglie berikut.

h

mv

Hal ini terjadi karena adanya prinsip saling melengkapi (complementary


principle) antara gelombang dan partikel. Foton maupun elektron adalah partikel sekaligus
gelombang. Sampai saat ini, kita belum bisa mengamati kedua sifat ini sekaligus. Pengukuran
yang kita lakukan hanya akan memberi informasi mengenai salah satu sifat, yaitu partikel saja
atau gelombang saja dan tergantung pada eksperimen yang kita lakukan.
Ketika kita melakukan percobaan efek fotolistrik, maka kita dapat mengetahui
aspek partikel dari cahaya, sedangkan ketika kita melakukan percobaan celah ganda Young,
kita akan mendapati aspek gelombangnya. Tidak ada percobaan yang dapat dilakukan untuk
mengamati aspek partikel-gelombang cahaya sekaligus.
Ketika atom kita dinginkan, nilai panjang gelombang de Broglie mereka akan
semakin besar. Perbedaan antara atom yang satu dengan lainnya akan semakin tidak jelas atau
kabur (fuzzy). Pada gas yang terdiri dari kumpulan boson atau katakanlah kumpulan atom
identik, ketika temperatur semakin rendah, partikel-partikel ini akan cenderung saling
mendekat satu sama lain, fungsi gelombang masing-masing partikel akan saling tumpang
tindih. Pada kondisi ini kita dapat menyebut mereka mengalami "krisis identitas" karena kita
tidak bisa membedakan partikel yang satu dengan yang lainnya. Sekali lagi, kondisi inilah
yang disebut sebagai kondensat Bose-Einstein.
Salah satu contoh material BEC adalah helium cair. Pada keadaan transisi, terjadi
perubahan dimana helium cair biasa mulai berubah wujud menjadi wujud lain yang disebut
superfluid. Superfluida ialah suatu karakteristik fluida dengan tingkat viskositasnya dalah nol
sehingga fluida tersebut dapat mengalir tanpa kehilangan energi kinetik.
Jika kita mengamati suatu zat padat, katakanlah tembaga, di bawah mikroskop
elektron, maka akan kita amati atom-atom tembaga yang tersusun secara berulang. Kita dapat
membedakan atom yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kita tidak bisa
memperoleh BEC dari zat padat. Seperti yang telah dijelaskan diatas, atom-atom yang
berwujud BEC tidak bisa dibedakan karena memiliki fungsi gelombang yang sama.

2.2 Peluruhan Sistem Nuklir Panas

Reaksi peluruhan radioaktif menghasilkan nukleus yang lebih sederhana dan


akhirnya lebih stabil daripada inti reaktan. Inti besar dengan nomor atom lebih besar dari
83 akan mengalami peluruhan oleh emisi alfa, menghasilkan dua proton dan dua neutron
dengan masing-masing partikel alfa. Sebuah nukleus dengan nomor atom lebih besar dari
86, bagaimanapun, akan memancarkan partikel alfa dan masih memiliki nomor atom lebih
besar dari 83 yang bersifat radioaktif. Inti juga akan mengalami peluruhan radioaktif, dan
prosesnya akan berlanjut melalui serangkaian reaksi peluruhan sampai inti stabil tercapai.
Tingkat peluruhan radioaktif biasanya digambarkan dalam hal waktu paruh.
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu setengah masa inti yang tidak
stabil untuk meluruh. Setiap isotop memiliki konstanta peluruhan masing-masing,
sehingga isotop memiliki karakteristik paruh tersendiri. Waktu paruh dari beberapa isotop
yang sangat tidak stabil diukur dalam pecahan detik, dan isotop lainnya memiliki waktu
paruh yang diukur dalam hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, atau miliaran
tahun.
Dalam kasus peluruhan alfa, partikel terdiri dari dua proton dan dua neutron
terikat erat bersama-sama. Partikel ini menjadi identik dengan struktur inti atom helium.
Partikel alfa yang meninggalkan atom akan mengambil proton dan neutron, sehingga
nomor atom berubah, dan atom menjadi baru dengan unsur yang lebih stabil. Hilangnya
massa atom akan diubah menjadi ledakan kecil energi.
Partikel alfa sangat lemah. Peluruhan partikel alfa relatif tidak mengancam bagi
orang-orang yang bekerja di sekitarnya. Namun, jika suatu unsur yang memancarkan
partikel alfa tertelan, hal ini dapat menyebabkan masalah serius. Gas radon, misalnya,
dapat dihirup ke dalam paru-paru, di mana partikel alfa yang dipancarkan oleh gas dapat
menyebabkan kerusakan serius pada sel-sel halus yang melapisi paru-paru.
Inti atom helium-4 identik dengan partikel alfa. Eksperimen penghamburan
elektron energi tinggi menunjukkan bahwa muatannya akan menurun secara eksponensial
dari nilai maksimum a pada suatu titik pusat, persis sama dengan rapatan muatan awan
elektron helium itu sendiri. Kesimetrisan ini mencerminkan berlakunya hukum fisika yang
sama, yakni pasangan neutron dan pasangan proton dalam inti atom helium mematuhi
kaidah mekanika kuantum (walaupun partikel-partikel inti menerima potensial pengikatan
inti yang berbeda), sehingganya kesemuaan fermion ini memenuhi orbital 1s secara
berpasangan, tiada satupun yang memiliki momentum sudut orbital, dan tiap-tiap
fermionnya saling membatalkan spin intrinsik satu sama lainnya. Penambahan partikel
sejenis dalam sistem memerlukan momentum sudut dan akan mengakibatkan pelepasan
energi yang lebih rendah (dan sebenarnya pula, tiada inti atom bernukelon lima yang
stabil). Susunan seperti ini sehingganya sangat stabil secara energetika dan kestabilan ini
bertanggung jawab atas banyak sifat-sifat helium yang terpantau.
Sebagai contohnya, stabilitas dan rendahnya energi keadaan awan elektron helium
bertanggung jawab atas keinertan kimiawi helium dan juga ketiadaan interaksi antar atom,
mengakibatkan helium memiliki titik lebur dan titik didih yang paling rendah di antara
semua unsur-unsur kimia.
Sama halnya pula, stabilitas inti atom helium-4 juga menghasilkan efek yang
sama, dan bertanggung jawab atas mudahnya helium-4 terbentuk dalam reaksi atomik
nuklir yang melibatkan emisi maupun fusi partikel berat. Beberapa helium-3 yang stabil
dihasilkan dalam reaksi fusi hidrogen, namun jumlahnya sangat kecil dibandingkan
dengan helium-4.
Gambar 2. Energi pengikatan per nukelon isotop unsur-unsur. Energi pengikatan per partikel
helium-4 secara signifikan lebih besar daripada nuklieda-nuklida lainnya.

Stabilitas inti helium-4 yang tidak lazim juga sangat penting dalam bidang
kosmologi. Stabilitas inti helium-4 menjelaskan mengapa dalam menit-menit pertama
setelah ledakan dahsyat, hampir semua inti atom yang terbentuk adalah inti helium-4.
Pengikatan inti helium-4 ini sangat erat sehingganya produksi helium-4 menghabiskan
hampir semua neutron yang bebas dalam beberapa menit sebelum neutron tersebut
menjalani peluruhan beta, dan hanya menyisakan sedikit neutron untuk membentuk atom-
atom yang lebih berat lainnya seperti litium, berilium, dan boron. Pengikatan inti helium-
4 per nukleon lebih kuat daripada unsur-unsur tersebut (lihat nukleogenesis dan energi
pengikatan) sehingga tiada dorongan energetik yang tersedia lagi seketika helium
terbentuk untuk membentuk unsur 3, 4, dan 5. Secara energetis, helium hampir cukup
dapat menjalani fusi membentuk unsur berikut yang energi per nukleonnya lebih rendah,
yakni karbon. Namun, dikarenakan ketiadaan unsur intermediat, proses ini
mempersyaratkan tiga inti helium saling bertumbukan secara bersamaan. Oleh karena itu,
hampir tidak ada waktu yang tersedia bagi karbon untuk terbentuk secara signifikan
beberapa menit setelah ledakan dahysat sebelum alam semesta mulai mendingin dan
mengembang. Hal inilah yang membuat rasio hidrogen dan helium pada masa-masa awal
alam semesta sama dengan yang terpantau sekarang (yakni 3 bagian hidrogen per 1
bagian helium-4 berdasarkan massa), dengan hampir semua neutron alam semesta
terperangkap dalam helium-4.
Helium cair yang berada dalam keadaan di bawah titik kritisnya akan
menunjukkan sifat-sifat yang tak lazim. Helium dalam keadaan ini disebut sebagai helium
II. Pendidihan helium II tidak dimungkinkan oleh karena konduktivitas termalnya yang
sangat tinggi, pemanasan yang diberikan pada helium II akan menyebabkan penguapan
secara langsung menjadi gas. Helium-3 juga mempunyai fase superfluida, namun pada
temperatur yang lebih rendah. Oleh karena itu, tidaklah diketahui banyak sifat-sifat
superfluida isotop helium-3.
Tidak seperti cairan biasanya, helium II akan menjalar ke seluruh permukaan
wadah penampung untuk mencapai keadaan setimbang dimana setelah beberapa saat,
tinggi permukaan pada dua wadah penampung itu akan seimbang.
Helium II merupakan superfluida, yaitu keadaan mekanika kuantum materi yang
bersifat tak lazim. Sebagai contohnya, fluida ini akan mengalir melalui tabung kapiler
setipis 10−7m sampai dengan 10−8 m namun tetap tidak terukur viskositasnya. Namun,
ketika pengukuran dilakukan antara dua cakram yang bergerak, nilai viskositasnya yang
sama dengan gas helium akan terukur. Teori terkini menjelaskan hal ini menggunakan
model dua fluida untuk helium II. Dalam model ini, helium cair di bawah titik kritisanya
dipandang mengandung sebagian atom helium dalam keadaan dasar yang bersifat
superfluida dan mengalir dengan nilai viskositas persis nol, dan sebagian lainnya dalam
keadaan tereksitasi, yang berperilaku sama seperti cairan biasa lainnya.
BAB III

PEMBAHASAN

Di alam ini terdapat setidaknya delapan isotop helium yang diketahui, namun
hanya 3He dan 4He yang stabil. Di atmosfer bumi, hanya terdapat satu atom 3He untuk
setiap satu juta atom 4He. Tidak seperti unsur lainnya, keberlimpahan isotop helium
bervariasi tergantung pada asal usulnya karena proses pembentukan yang berbeda-beda.
Isotop yang paling banyak adalah helium-4 dan dibentuk di bumi melalui peluruhan alfa
unsur-unsur radioaktif yang lebih berat. Partikel alfa yang muncul dari peluruhan ini
berbentuk inti helium-4 yang terionisasi penih. Helium-4 memiliki stabilitas inti yang
tidak lazim karena nukleonnya tersusun secara penuh.
Helium-3 terdapat di bumi hanya dalam jumlah sekelumit, kebanyakan sudah ada
saat pembentukan bumi, walaupun beberapa jatuh ke bumi terperangkap dalam debu
kosmik. Sekelumit helium-3 juga terbentuk melalui peluruhan beta tritium. Batu-batuan
yang berasal dari kerak bumi memiliki rasio isotop helium yang bervariasi, dan rasio-
rasio ini digunakan untuk menginvestigasi asal usul batuan dan komposisi mantel bumi.
3
He lebih berlimpah di bintang sebagai produk fusi nuklir. Oleh sebab itu, dalam medium
antarbintang, proporsi 3He terhadap 4He adalah sekitar 100 kali lebih tinggi daripada
proporsinya di bumi. Materi-materi yang berasal dari luar planet seperti bulan dan
asteroid memiliki sekelumit helium-3 yang berasal dari penumbukan badai matahari.
Helium-4 cair dapat didinginkan sampai dengan temperatur sekitar 1 K
menggunakan pendinginan evaporatif. Menggunakan proses pendinginan yang sama,
helium-3 dapat mencapai temperatur sekitar 0,2 K. Pada temperatur lebih rendah daripada
0,8 K, campuran cairan 3He dan 4He dalam jumlah yang sama akan memisah dengan
sendirinya menjadi dua fase yang tak taercampurkan. Hal ini disebabkan oleh
ketidakserupaan kedua isotop tersebut, yakni secara kuantum atom helium-4 termasuk
boson, sedangkan atom helium-3 termasuk fermion.
Pada pengamatan yang dilakukan, dapat dibandingkan hasil yang ditunjukkan
pada gambar 3 berikut ini.

Gambar 3.(a) Temperatur dan (b) kepadatan parsial lokal vs energi eksitasi
transversal per nukleon yang diambil dari fluktuasi proton, deuteron dan α. (c)
Sama seperti panel (b) dengan gerbang yang diaplikasikan pada nilai bj.

Jika kita membandingkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 2(b) untuk boson
(dor α) dan fermion (p), kita amati bahwa kepadatan parsial lokal proton dan alpha
meningkat. Kemudian dari perbedaan yang teramati menjadi dua kerapatan, kita dapat
menyimpulkan, rata-rata, perkiraan jarak rata-rata antara fermion sampai ~60% lebih
besar daripada rata-rata jarak antara boson. Oleh karena itu kami menginterpretasikan
hasil yang diamati sebagai pengurangan komponen fermion dimana bosonic hadir dan
mungkin sebagai tampilan kondensasi phe nomena yang terjadi pada sistem nuklir yang
tereksitasi. Jika demikian, kita juga harus mengharapkan kepadatan energi boson lebih
tinggi daripada fermion satu, dan suhu kondensasi dari orde beberapa MeV, secara
bersamaan dengan. Perilaku ini mengingat apa yang diamati dalam fisika atom,
sementara boson tampak mengembun, mengalami kepadatan yang lebih tinggi dan jarak
relatif lebih kecil. Sedangkan untuk fermion karena prinsip Pauli, dia cenderung bergerak
terpisah, mengalami denah rendah dan relatif lebih besar.
Dalam peristiwa yang dipilih, kerapatan sebagian lokal dan suhu yang diselidiki
oleh boson (deuteron dan alfa) dan oleh fermion (proton) dalam fase seperti gas rendah
seperti perkiraan dengan metode kuantum fluktuasi. Hasil yang diamati menunjukkan
bahwa boson memiliki kerapatan yang lebih tinggi dan kepadatan energi yang lebih
tinggi daripada fermion. Hasil ini menunjukkan pengurangan komponen fermionik
dimana boson hadir, dalam kondisi yang terkait dengan adanya kondensasi Bose dan
fenomena pendinginan Fermi dalam sistem nuklir. Kondensasi temperamen sesuai
dengan prediksi teoritis. Fenomena ini diamati bahkan dalam kejadian dimana campuran
boson dan fermion hidup berdampingan, menunjukkan bahwa mereka tidak dikurangi
oleh interaksi boson-fermion.
Perbedaan yang signifikan yaitu sampai sekitar 2 kali lipat, juga dapat diamati
antara fermion dan boson dalam fluktuasi momentum quadrupole (Qxy = p2x-p2y) untuk
tiga paragraf yang dipelajari, ditunjukkan pada Gambar 1 (panel d). Dalam gambaran
klasik, perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai suhu QP yang berbeda pada emisi masing-
masing partikel dan oleh karena itu skala waktu yang berbeda dari jenis partikel yang
berbeda-beda.
Teknik analisis fluktuasi kuantum, berdasarkan studi partikel quadrupole
momentum, fluktuasi multiplisitas, dan multiplisitas rata-rata, yang diukur secara
eksperimental, memungkinkan kita untuk memperkirakan suhu dan kerapatan sistem
yang dihasilkan. Metode ini memperhitungkan sifat partikel fermion dan bosonik, serta
tolakan Coulomb di antara keduanya. Kita juga dapat merencanakan kepadatan inti
parsial lokal yang diekstraksi dan didefinisikan sebagai densitasnya.
Nilai yang diekstraksi dapat digunakan untuk mengamati perbedaan antara
kepadatan lokal yang diekstraksi dengan boson (d dan α) dan kepadatan lokal yang
diekstraksi dengan fermion (p), dan menghubungkannya dengan fenomena BEC yang
mungkin terjadi.
Memang, kerapatan nukleon yang dilihat oleh α dan proton dalam kejadian seperti
α dan seperti p (panel (b)) sangat mirip dengan yang diplot pada panel (a) dan sesuai
dengan kejadian yang mengandung campuran boson dan fermion. Ini menunjukkan
bahwa baik dalam kejadian seperti boson maupun kejadian dimana campuran boson dan
fermion dipancarkan, boson mengalami kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
fermion. Sinyal yang menunjuk pada adanya fenomena kondensasi boson tidak
tergantung pada keberadaan fermion, yang tidak mencegah partikel α berkondensasi.
Pertimbangan yang sama berlaku untuk fermion dimana pendinginan fermion yang
diamati dalam campuran fermion dan boson tidak dikurangi dengan adanya boson dengan
interaksi nuklir bersama mereka. Hasil ini mengingat apa yang baru saja diamati dalam
sistem atom. Analisis rinci tentang sinyal lain yang mengindikasikan fenomena
kondensasi boson yaitu pada peluruhan nukleus 40Ca.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kami telah memilih kelas kejadian dimana daerah dengan kepadatan rendah, yang
dihasilkan dalam peluruhan kuasi-proyektil, murni disusun oleh boson atau fermion dan
kelas kejadian dengan campuran kedua jenis partikel. Hasil yang diamati tampaknya
memberikan bukti bahwa fermion mengalami kerapatan lebih rendah daripada boson.
Kami mengaitkan pengamatan ini dengan sinyal kondensasi boson dan fenomena
pendinginan fermionik pada sistem nuklir yang bersemangat. Interaksi timbal balik antara
fermion dan boson, hadir dalam kejadian dimana campuran boson dan fermion hidup
berdampingan, tampaknya tidak mengurangi kondensasi boson yang diamati dan
pendinginan fermion. Fenomena kondensasi boson nuklir dapat memainkan peran kunci
pada efek baru-baru ini yang dieksplorasi dari klasifikasi alfa dalam zat nuklir yang
sangat encer dan pada ketergantungan kepadatan energi simetri. Akhirnya, kami juga
menyoroti kesamaan pengamatan kami dengan yang dipublikasikan di mana kondensasi
dan pendinginan Fermi untuk sistem atom dipelajari. Kesamaan ini juga merangsang
kemungkinan studi interdisipliner yang melibatkan sistem atom dan nuklir, terlepas dari
interaksi yang berbeda, jumlah penyusun dan ukuran yang terlibat.

4.2 Saran
Pada makalah dengan judul ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran guna melengkapi makalah ini. Sebaiknya,
dalam menulis makalah ini digunakan sumber-sumber yang relevan dan terpercaya agar
dapat digunakan dan dijadikan sebagai literatur.

KEPUSTAKAAN
Abdullah, Mikrajuddin. 2009. Fisika Statistik untuk Mahasiswa MIPA. Bandung : FMIPA
ITB.

Tillery, Bill W, dkk. 2007. Integrated Science third edition. New York: Hill Companies, Inc.

Wipsar Sunu Brams Dwandaru. Kondensasi Bose Einstein.Yogyakarta: FMIPA UNY.

P. Marini(1)(∗ ), H. Zheng(2)(3), A. Bonasera(2)(4), G. Verde(5)

and A. Chbihi(6). Indications of Bose-Einstein condensation and

Fermi quenching

in the decay of hot nuclei

Colloquia: IWM-EC 2016

Anda mungkin juga menyukai