Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH FISIKA MODERN

PERSAMAAN SCHRODINGER

NAMA

: JUMAINAH

NIM

: A1C315037

PROGRAM STUDI : PEND. FISIKA REGULER

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, tim penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Persamaan Schrodinger ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fisika Modern pada Program Studi Pendidikan Fisika di Universitas Jambi.
Makalah ini terdiri atas tiga bab utama yaitu pendahuluan, pembahasan dan
penutup. Pembahasan dalam makalah ini merupakan penjabaran mengenai
definisi Persamaan Schrodinger, arti fisis penyelesaian fungsi gelombang dan
persamaan crodinger tidak bergantung waktu satu dimensi.
Demikian makalah ini disusun. Akhirnya, tim penyusun berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama dalam memahami
pentingnya pemahaman materi persamaan Schrodinger dalam perkembangan ilmu
Fisika.
Jambi, 24 Oktober 2016
Tim Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Satu tahun setelah postulat de-Broglie disebarluaskan seorang ahli


fisika dari Austria, Erwin Schrodinger berhasil merumuskan suatu
persamaan diferensial umum untuk gelombang de-Broglie dan dapat
ditunjukkan pula kesahihannya untuk berbagai gerak elektron. Persamaan
diferensial ini yang selanjutnya dikenal sebagai persamaan gelombang
Schrodinger sebagai pembuka jalan ke arah perumusan suatu teori
mekanika kuantum yang komprehensip dan lebih formalistik. Pada tahun
1927, satu tahun setelah Schrodinger merumuskan persamaan
gelombangnya, Heisenberg merumuskan suatu prinsip yang bersifat sangat
fundamental. Prinsip ini dirumuskan pada waktu orang sedang sibuk
mempelajari persamaan Schrodinger dan berusaha keras untuk dapat
memahami maknanya. Pada tahun 1926, Heisenberg juga muncul dengan
suatu cara baru untuk menerangkan garis-garis spektrum yang dipancarkan
oleh sistem atom. Pendekatannya sangat lain, karena yang digunakannya
adalah matriks. Hasil yang diperoleh dengan cara ini sama dengan apa
yang diperoleh melalui persamaan Schrodinger. Mekanika kuantumnya
Heisenberg dikenal sebagai mekanika matriks. Secara kronologis prinsip
Heisenberg muncul sesudah dirumuskannya persamaan Schrodinger.
Tetapi sebagai suatu prinsip teoritik hal itu merupakan suatu hal yang
fundamental, dan dapat disejajarkan dengan teori kuantum Einstein,
postulat de-Broglie, dan postulat Bohr. Oleh karenanya dalam
pembahasannya prinsip Heisenberg ditampilkan lebih dahulu dari
persamaan Schrodinger.

B. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang dihadapi berdasarkan latar belakang diatas adalah,


1. Bagaimana asal usul Persamaan Schrodinger terjadi?
2. Apa sajakah langkah-langkah untuk mendapatkan rumus Persamaan

Schrodinger ?
3. Bagaimana penerapan persamaan strodinger didalam fisika?
C. Tujuan Makalah
1. Mengidentifikasi asal-usul persamaaan Scrodinger
2. Mengetahui langkah-langkah untuk mendapatkan rumus persamaan

schrodinger
3. Mengetahui penerapan persamaan strodinger didalam fisika

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Asal usul Persamaan Schrodinger
Persamaan Schrdinger merupakan fungsi gelombang yang
digunakan untuk memberikan imformasi tentang perilaku gelombang dari
partikel. Suatu persamaan differensial akan menghasilkan pemecahan yang
sesuai dengan fisika kuantum.Walaupun dihalangi oleh tidak adanya hasil
percobaan yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan. Untuk
menghasilkan persamaan Schrdinger, maka harus memenuhi 3 kriteria,
sebagai berikut
Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan
Schrodimger tidak dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar,
namun pemecahan yang diperoleh darinya ternyata sesuai dengan
pengamatan percobaan. Persamaan Cshrodinger hanya dapat
dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial sederhana
tertentu; yang paling sederhana adalah potensial konstan dan
potensial osilator harmonik. Kedua kasus sederhana ini memang
tidak fisis, dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat
diperiksa kebenarannya dengan percobaan-tidak ada contoh di alam
yang berkaitan dengan gerak sebuah pertikel yang terkukung dalam
sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah osilator harmonik
4

mekanika kuantum ideal (meskipun kasus seperti ini seringkali


merupakan hampiran yang cukup baik bagi situasi fisis yang
sebenarnya). Namun demikian, brbagai kasus sedrhana ini cukup
bermanfaat dalam memberikan gambaran tentang teknik umum
pemecahan persamaan Schrodinger yang akan dibahas dalam bab ini.
Kita bayangkan sejenak bahwa kita adalah Erwin Schrodinger
dan sedang meneliti suatu persamaan diferensial yang akan
menghasilkan pemecahan yang sesuai bagi fisika kuantum. Akan kita
dapati bahwa kita dihalangi oleh tidak adanya hasil percobaan yang
dapat kita gunakan sebagai bahan perbandingan. Oleh karena itu,
kita harus merasa puas dengan hal berikut-kita daftarkan semua sifat
yang kita perkirakan akan dimiliki persamaan kita, dan kemudian
menguji macam persamaan manakah yang memenuhi semuan
criteria tersebut.
1. Kita tidak boleh melanggar hukum kekekalan energy. Meskipun
kita hendak mengorbankan sebagian besar kerangka fisika klasik,
hukum kekekalan energy adalah salah satu asas yang kita
inginkan tetap berlaku. Oleh karena itu, kita mengambil
K+V=E
(5.1)
Berturut-turut, K, V, dan E adalah energy kinetic, potensial, total.
(karena kajian kita tentang fisika kuantum ini dibatasi pada
keadaan takrelativistik, maka K= 1/2mv = p/2m; E hanyalah
menyatakan jumlah energy kinetic dan potensial, bukan energy
massa relativistic).
2. Bentuk persamaan diferensial apa pun yang kita tulis, haruslah
taat asas terhadap hipotesis deBrogile-jika kita pecahkan
persamaan matematikanya bagi sebuah partikel dengan
momentum p, maka pemecahan yang kita dapati haruslah
berbentuk sebuah fungsi gelombang dengan sepanjang gelombang
yang sama dengan h/p. dengan menggunakan persamaan p =
hk, maka enrgi kinetic dari gelombang deBrogile partikel bebas
haruslah K = p/2m = k/2m.
3. Persamaanya haruslah berperilaku baik, dalam pengertian
matematika. Kita mengharapkan pemecahannya memberikan informasi
kepada kita tentan porbalitas untuk menemukan partikelnya; kita akan
terperanjat menemukan bahwa, misalnya, probalitas tersebut berubah
secara tidak kontinu, karena ini berarti bahwa partikelnya menghilang
secara tiba-tiba dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya.
Jadi, kita syaratkan bahwa fungsinya haruslah bernilai tunggal-artinya,
tidak boleh ada dua probalitas untuk menemukan partikel di satu titik
yang sama. Ia harus pula linear, agar gelombangnya memiliki sifat
superposisi yang kita harapkan sebagai milik gelombang yang
berperilaku baik.
Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik, akan kita
tinjau terlebih dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita
cari. Anda telah mempelajari di depan tentang gelombang tali, yang

memiliki bentuk matematik y(x,t) = A sin (kx- t , dan gelombang


electromagnet, yang memiliki pula bentuk serupa E(x,t) = E0 sin (kx
t dan B(x,t) = B0 sin (kx t . Oleh karena itu, kita
postulatkan bahwa gelombang deBrogile partikel bebas (x ,t )
memiliki pula bentuk sebuah gelombang dengan amplitude A yang
merambat dalam arah x positif. Katakanlah t = 0, jadi dengan
mendifinisikan
sebagai
, maka
(5.2)

Persamaan diferensial, yang pemecahannya adalah


, dapat mengandung turunan terhadap x atau t , tetapi ia haruslah
hanya bergantung pada pangakat satu dari
atau (
tidak boleh muncul. Didepan telah didapati bahwa
, sehingga satu-satunya cara untuk memperoleh suku
yang mengandung
adalah dengan mengambil turunan kedua dari
terhadap x.

(5.3)

Perlu ditekankan bahwa yang kita lakukan disini bukanlah


suatu penurunan; kita hanya sekedar membentuk suatu persamaan
diferensial dengan ketiga sifat berikut : (1) ia taat asas dengan
kekekalan energi; (2) ia linear dan bernilai tunggal; (3) ia memberikan
pemecahan partikel bebas yang sesuai dengan sebuah gelombang
deBrouglie tunggal. Persamaan (5.3) adalah persamaan Schrdinger
waktu-bebas satu dimensi. Meskipun gelombang nyata selain
bergantung pada koordinat ruang dan juga waktu , dan bahwa alam
kita bukan berdimensi satu melainkan tiga, kita dapat belajar mengenai
matematika dan fisika dari mekanika kuantum dengan mempelajari
berbagai pemecahan.

2.3 Langkah-langkah mendapatkan persamaan rumus Schrodinger

* kajian tentang persamaan ini dibatasi pada keadaan nonrelativistik


Pertaman, kita tidak boleh melanggar hukum kekekalan energi. Hukum ini
merupakan salah satu hukum fundamental di alam, jadi kita berniat untuk
mempertahankannya agar tetap berlaku.
K+V=E

Variabel K, V, dan E berturut-turut menyatakan energi kinetik, energi potensial,


dan energi total (nonrelativistik) sistem. Hubungan antara energi kinetik dan
momentum dapat dituliskan sebagai berikut:

Kedua, bentuk persamaan diferensial apapun yang kita tulis haruslah taat terhadap
asas de Broglie - jika kita pecahkan persamaannya bagi sebuah partikel dengan
momentum p maka pemecahan yang kita dapati haruslah berbentuk sebuah fungsi
gelombang dengan panjang gelombang yang besarnya sama dengan:

Telah kita ketahui juga bahwa:

sehingga kita dapati hubungan berikut:

Selanjutnya hubungan antara momentum dan energi kinetik gelombang de Broglie


partikel bebas adalah sebagai berikut:

Ketiga, persamaannya haruslah berperilaku baik dalam pengertian matematika.


Kita berharap pemecahannya memberikan informasi kepada kita tentang
probabilitas untuk menemukan pertikel; kita akan terperanjat mendapati bahwa
misalnya probabilias tersebut malah berubah secara tidak kontinu, karena ini
berarti bahwa partikelnya menghilang secara tiba-tiba dari dari suatu titik dan
muncul kembali di titik lainnya. Jadi kita isyaratkan bahwa fungsinya haruslah
bernilai tunggal - artinya tidak boleh ada dua probabilitas untuk menemukan
partikel di satu titik yang sama, ia harus pula linear agar gelombangnya memiliki
sifat superposisi. Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik, kita akan tinjau

terlebih dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Telah kita
pelajari bahwa sebuah gelombang, misalnya gelombang tali yang merambat
memiliki persamaan:

dan untuk gelombang elektromagnetik memiliki persamaan:

serta gelombang de Broglie partikel bebas dinyatakan sebagai

memiliki persamaan yang serupa dengan:

Ini adalah persamaan dasar gelombang dengan amplitudo A yang merambat dalam
arah +x. Gelombang ini memiliki panjang gelombang sebesar:

dan frekuensi

Untuk sementara, kita akan mengabaikan ketergantungan terhadap waktu dan


membicarakan saja keadaan gelombang ini pada suatu saat tertentu, katakanlah t =
0. Jadi dengan mendefinisikan:

maka kita dapatkan

Persamaan diferensial yang memiliki solusi (x,t) dapat mengandung turunan


terhadap x atau t; tetapi persamaan ini haruslah hanya bergantung terhadap
pangkat satu dari dan turunan-turunannya. Oleh karena itu suku-suku seperti 2
dan [(/t)]2 tidak boleh muncul (ini adalah akibat dari asumsi kita sebelumnya
tentang sifat linear dari persamaan dan pemecahannya). Persamaan ini haruslah
mengandung potensial V, jika V yang muncul berpangkat satu maka agar
mematuhi hukum kekekalan energi, K juga harus muncul dalam pangkat satu.
Sebelumnya telah didapati bahwa:

sehingga, satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung k 2 adalah


dengan mengambil turunan kedua dari (x) = A sin (kx) terhadap x. Dari sini kita
dapatkan:

sehingga

Persamaan diatas merupakan Persamaan Schrodinger waktu-bebas satu


dimensi. Mungkin saja ternyata kita mendapati persamaan lain yang berbeda
dengan persamaan di atas, namun hanya persamaan di ataslah yang solusi-

solusinya

sesuai

dengan

hasil

percobaan

yang

dilakukan

kemudian.

Probalitas dan Normalisasi


Fungsi gelombang (x) menyatakan suatu gelombang yang memiliki
panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas. Masalah
yang muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan
oleh amplitudo (x) dan variabel fisika apakah yang bergetar? Ini merupakan
suatu jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan
probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana|(x)|
2
dx memberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang dx
di x. Rapat probabilitas P(x) terhadap (x) menurut persamaan Schrdinger
sebagai berikut:
P(x)dx=|(x)|2dx
(5.4)
Tafsiran |(x)|2 ini membantu memahami persyaratan kontinu (x),
walaupun amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas
untuk menemukan partikel antara x dan x adalah jumlah semua probabilitas
P(x)dx dalam selang antara x1 dan x2 adalah sebagai berikut :
x2

x2

P ( x ) dx

x1

| (x )| dx

(5.5)

x1

Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik
sepanjang sumbu x, adalah 100 persen, sehingga berlaku:
+

| (x)| dx=1

(5.6)

Persamaan (2.3) dikenal dengan syarat Normalisasi, yang menunjukkkan


bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan
dari persamaan Differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan
pengalinya ditentukan dari persamaan (2.3) disebut ternormalisasikan. Hanyalah
fungsi gelombang yang ternomalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk
melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika
normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (2.3) akan selalu
menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1. Setiap pemecahan
persamaan Schrdinger yang menghasilkan |(x)|2 bernilai tak hingga,harus
dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk
menemukan partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu
pemecahaan dengan mengembalikan faktor pengalinya sama dengan nol. Sebagai
contoh, jika pemecahan matematika bagi persamaan differensial mmenghasilkan
(x) = Aekx + Be-kx bagi seluruh daerah x > 0, maka syaratnya A = 0 agar
pemecahannya mempunyai makna fisika. Jika tidak |(x)) | akan menjadi tak
hingga untuk x menuju tak hhingga (Tetapi jika pemecahannya dibatasi dalam
selang 0 < x < L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Tetapi jika pemecahannya
berlaku pada seluruh daerah negatif sumbu x < 0, maka B = 0.
10

Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak
dapat menjamin kepastian hasil suatu kali pengukuran suatu besaran fisika yang
bergantung pada
kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang
berkaitan dengan setiap koordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari
pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkalikali.
Beberapa Penerapan persamaan Schrodinger dalam fisika
Persamaan Schrodinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika.
Dimana pemecahan persamaan Schrodinger yang disebut fungsi gelombang,
memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel.
1. Pada Partikel Bebas
Yang dimaksud dengan partikel bebas adalah sebuah partikel yang
bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu, F =
dV ( x)
=0 sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan.
dx
Sehingga energy potensialnya nol.
Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan p,
yang mengakibatkan energy totalnya jadi konstan. Tetapi partikel bebas dalam
mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrodinger tidak
bergantung waktu. Persamaan Schrodinger pada partikel bebas dapat diperoleh
dari persamaan (5.8) berikut:
2.3

(5.7)
Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaanya menjadi

( x)
= E(x)
2m
x
atau
2m
( x)
=
E(x)

x
atau
2 mE
(x)
+
(x) = 0

(5.8)
(5.9)
(5.10)

karena :
k = +

2 mE
k
atau E=

2m

Dengan demikian diperoleh :


(x)
=k (x )
x
(x) 2
+ k ( x )=0
x

(5.11)

(5.12)
(5.13)

11

Persamaan (5.14) adalah bentuk umumdari persamaan differensial biasa berorde


dua, dengan k adalah positif, dimana (x) merupakan kuantitas kompleks yang
memiliki bagian real (nyata) dan bagian imajiner, maka :
(x) 2
(5.14)
+k ( x )=0
x
Maka didapatkan
(x) = A sinkx + B cos kx
(5.15)
Pemecahan ini tidak memberikan batasan pada k, maka partikel yang
diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya
tidak terkuantitas). Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa
kesulitan, karena integral normalisasi tidak dapat dihitung dari - hingga +
, bagi fungsi gelombang itu.
2. Partikel dalam Sumur Potensial
Sumur potensial adalah yang tidak mendapat pengaruh potensial. Hal ini
berarti bahwa partikel selama berada dalam sumur potensial, merupakan electron
bebas. Kita katakana bahwa electron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap
bahwa dinding potensial sangat tinggi menuju , atau kita katakana sumur
potensial sangat dalam. Dalam gambar (5.1) berikut kita akan menggambarkan
sumur potensial. Daerah I dan daerah II adalah daerah-daerah dengan V = ,
sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L, V =. Kita katakana bahwa lebar
sumur potensial ini adalah L.
V(x) = 0,
0 x L
V(x) =
x 0, x > L

Gambar 5.1 partikel dalam sumur potensial daerah II


Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana
kemungkinan berada electron bisa dianggap nol, 1(x) = 0 dan 2(x) = 0.
Sedangkan pada daerah dua Kita dapat member spesifikasi pada gerak partikel =
0 dan x = L disebabkan oleh dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak
akan kehilangan Energinya jika bertumbukan dengan dinding, energy totalnya
tetap konstan.
Dari pernyataan tersebut maka enrgi potensial V dari partikel itu menjadi tak
hingga di kedua sisi sumur, sedangkan V konstan di dalam sumur, dapat
dikatakan V memiliki Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan
di luar sumur, sehingga fungsi gelombang = 0 untuk 0 x L . Maka yang
perlu dicari adalah nilai di dalam sumur, yaitu antara x = 0 dan x = L.
persamaan Schrodinger bebas waktu adalah :
h d
n = En n
(5.16)
2 m dx
Dengan
12

d
=k
dx

(5.17)

Dimana

2 mEn

k=

(5.18)

sesuai dengan persamaan gelombang maka :


(x) = A sin kx + B cos kx

(5.19)

Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga
belum menghitung nilai energy E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya,
akan diterapkan persyaratan bahwa (x) harus kontinu pada setiap batas dua
bagian ruang. Dalam hal ini akan dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x
0 dan x> 0

bernilai sama di x = 0. Begitu pula pemecahan untuk x

L dan x < L

haruslah bernilai sama di x = L. jika x =0, untuk x

jadi

harus mengambil (x) = 0 pada x = 0.


(0) = A sin 0 + B cos 0
(0) = 0 + B.1 = 0

(5.20)

Jadi, didapat B = 0. Karena = 0 untuk x

L,

maka haruslah

berlaku (L) = 0,
(L) = A sin kL + B cos kL = 0

(5.21)

Karena telah didapatkan bahwa B = 0, maka haruslah berlaku:


A sin kL = 0

(5.22)

Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang memberikan (x) = 0 dan


(x) = 0, yang berarti bahwa dalam sumur tidak terdapat partikel (Pemecahan
tidak masuk akal) atau sin kL = 0, maka yang benar jika:
kL = ,2 .3 , . n=1,2,3 .

13

(5.23)

dengan :
k=

2 mEn = n
h

(5.24)

dari persamaan (5.23) dan persamaan (5.24) diperoleh bahwa energy


partikel mempunyai harga tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk
tingkat energisitas yaitu:
En =

n
2 mL

(5.25)

Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born
dimana pada energy Born menyatakan enrgi tingkat atomic sedangkan tingkat
energy pada persamaan Schrodinger menyatakan tingkat energy untuk electron.
Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenrgi En
ialah:
n = A sin x

(5.26)

Untuk memudahkan E1 = /2 mL , yang mana tampak bahwa


unit energy ini ditentukan oleh massa partikel dan lebar sumur. Maka E = nE1 dan
seterusnya. Karena dalam kasus ini energy yang diperoleh hanya laju tertentu
yang diperkenenkan dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dengan kaasus klasik,
misalnya manic-manik (yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan
menumbuk kedua dinding secara elastic) dapat diberi sembarang kecepatan awal
dan akan bergerak selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut.
Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju
awal tertentu yang dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus
ini disebut keadaan stasioner (disebut keadaan stasioner karena ketergantungan
pada waktu yang dilibatkan untuk membuat (x,t),

| ( x , t)|

tidak

bergantung waktu). Hasil pengukuran energy sebuah partikel dalam sebuah sumur
potensial harus berada pada salah satu keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah

14

mungkin. Pemecahan bagi (x) belum lengkap, karena belum ditentukan tetapan
A. untuk menentukannya, ditinjau kembali persyaratan normalisasi, yaitu
+

| (x )| dx=1.

karena (x) = 0

Kecuali untuk 0 x L se h ingga berlak u :


L

| A 2|si n2 ( kL ) dx=1

(5.26)

Maka diperoleh A =

2/L . dengan demikian, pemecahan lengkap

bagi fungsi gelombang untuk 0 x L adala h:


n =

2
L

sin

nx
L

n = 1,2,3

(5.27)

Dalam gambar 5.2 dan 5.3 akan dilukiskan berbagai tingkat energy,
fungsi gelombang dan rapat probalitas

| |

yang mungkin untuk beberapa

keadaan terendah. Keadaan energy terendah, yaitu pada n=1, dikenal sebagai
keadaan dasar dan keadaan dengan energy yang lebih tinggi (n 1
sebagai keadaan aksitasi.

Gambar 5.2 tingkat energy dalam sumur secara konstan

15

dikenal

Gambar 5.3 probalitas keberadaan electron dalam sumur potensial


Kita lihat disini bahwa energy electron mempunyai nilai-nilai tertentu yang
diskrit, yang ditentukan oleh bilangan bulat n, Nilai diskrit ini terjadi karena
pembatasan yang harus dialami oleh 2 yaitu bahwa ia harus berada dalam sumur
potensial. Ia harus bernilai nol di batas-batas dinding potensial dan hal itu akan
terjadi bila lebar sumur potensial L sama dengan bilangan bulat kali setengah
panjang gelombang. Jika tingkat energy untuk n = 1 kita sebut tingkat energy
yang pertama, maka tingkat energy yang kedua pada n=2, tingkat energy yang
ketiga pada n=3 dan sterusnya. Jika kita kaitkan dengan bentuk gelombangnya,
dapat kita katakana bahwa tingkat-tingkat energy tersebut sesuai dengan jumlah
titik simpul gelombang. Dengan demikian maka diskritasi energy electron terjadi
secara wajar melalui pemecahan persamaan Schrodinger.
Persamaan (5.25) memperlihatkan bahwa selisih energy antara satu tingkat
dengan tingkat berikutnya, misalnya antara n=1 dan n=2, berbanding terbalik
dengan kuadrat lebar sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil selisih
energy tersebut, artinya tingkat-tingkat energy semakin rapat. Untuk L sama
dengan satu satuan misalnya, selisih energy untuk n=2 dan n=1 adalah E 2 E1 =
3/8m dan jika L 10 kali lebih lebar maka selisih ini menjadi E2-E1= 0,03/8m.

16

Gambar 5.4 Pengaruh lebar sumur terhadap energy


Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energy akan
semakin kecil dan untuk L semakin lebar maka tingkat-tingkat energy
tersebut akan semakin rapat sehingga kontinyu.
A. Osilator Harmonik Sederhana

Persoalan ideal lain yang dapat ditangani secara mudah dengan


menggunakan persamaan schrodinger adalah osilator harmonic sederhana
satu dimensi. Osilator seperti ini dapat dianalisis dengan menggunakan
hukum Newton yang mengungkapkan frekuensi 0 = k /m dan periode
T =2 m/k . Osilator harmonic ini memiliki energy kinetic
maksimum di x=0 ; energy kinetiknya nol pada titik balik x= A 0 ,
dimana A 0 amplitudo geraknya. Pada titik balik, isolator berhenti
sejenak kemudian berbalik arah geraknya. Tentu saja gerakannya terbatasi
pada daerah A 0 x + A 0 .
Meskipun dalam alam nyata kita tidak pernah menjumpai contoh
isolator kuantum satu dimensi, terdapat sebuah sistem yang berprilaku
menghampiri system ini, misalnya vibrasi sebuah molekul diatomic. Ternyata,
hingga orde hampir terendah setiap system pada daerah minimum sebuah
potensial berprilaku seperti sebuah osilator harmonik sederhana.
1 2
F=kx memiliki potensial V = k x , jika
Sebuah gaya
2
kita memperoleh persamaan schrodinger:
2 d 2 1 2
+ k x =E (5.28)
2 m d x2 2
Persamaan diferensial ini sulit sekali dipecahkan secara langsung,
karena itu kita akan menebak saja pemecahannya. Semua pemecahan persamaan
(2.2.1) harus menuju nol bila
haruslah seperti ekponensial

x , dan untuk limit


x

x . Prilakunya

. Oleh karena itu kita mencoba dengan

17

( x )= A ea x , dimana A dan a adalah dua tetapan yang ditentukan dengan


(x)

mengevaluasikan persamaan (5.28)bagi pilihan

ini. Kita mulai dengan

mengevaluasi d 2 /d x 2 .
d
a x
=2 ax ( A e
dx
2

d
=2a ( A ea x ) 2 ax (2 ax) A ea x
2
dx
2

(x)

Dan kemudian menyisipkan

dan

d 2 /d x 2

kedalam (5.28)

untuk melihat apakah piliahan ini memberikan suatu pemecahan.


2

(
1
2 aA ea x + 4 a 2 x 2 A ea x ) + k x 2 ( A ea x )=EA ea x (5.29)
2m
2
2

Pembagian dengan factor sekutu


2

A ea x memberikan

2a 2 1 2

x + k x =E
m
m
2

(5.30)

Persamaan (5.30) bukanlah pesamaan yang harus dipecahkan bagi

x ,

karena kita sedang mencari pemecahan yang berlaku bagi semua x , bukan
x

hanya bagi nilai

tertentu. Agar hal ini berlaku bagi sembarang


x2

semua koefisien dari

haruslah saling menghapuskan dan semua tetapan

yang sisa haruslah sama(missal, tinjau persamaan


tentu berlaku bagi

x , maka

ax +b=0 . Persamaan ini

x=b/a , tetapi bila kita mengiginkan persamaan ini

berlaku bagi sembarang dan semua x, maka persyaratannya

a=0 dan b=0 .

Jadi:
2

2 a 1
+ k =0
m
2

(5.31)

Dan
2 a
=E
m

(5.32)

18

Yang menghasilkan
km
a=
2

(5.33)

Dan

1
k
E=
2
m

(5.34)

Pernyataan energy ini dapat pula kita nyatakan dalam frekuensi


klasik 0 = k /m sebagai:
1
E= 0
2

(5.35)

Salah satu ciri pemecahan ini yang mencolok adalah bahwa probabilitas
untuk menemukan pertikel di luar titik balik
diluar

x= A 0

adalah tidak nol. Karena

x= A 0 energi potensial lebih besar dari pada energy total E tetap, maka

energi kinetiknya menjadi negative, ini adalah adalah hal yang tidak mungkin
terjadi dalam kerangka fisika klasik, karena itu partikel klasik tidak
memungkinkan ditemukan di

|x|> A0 . Tetapi sebaliknya dalah mungkin bagi

gelombang kuantum untuk merembes kedaerah terlarang klasik ini.


B. Ketergantungan pada Waktu
Disini kita tidak akan meninjau metode pemecahannya secara terperinci, tetapi
hanya mengutip hasilnya.bila diketahui pemecahan tidak bergantung waktu
( x ) dari persamaan schrodinger. Untuk energi E maka fungsi gelombang
bergantung waktunya ( x , t ) didapati menurut rumus
it
(5.36)
( x , t )= ( x ) e
Frekuensi diberikan oleh hubungan deBroglie
E
=
(5.37)

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4.1 belum jelas apakah energi E


dalam hubungan deBroglie diatas harus energi total klasik energi total relativistik
karena kita tidak memperoleh petunjuk dari hubungan E=h bagi foton. Kita
telah menggunakan hubungan klasik E=V+K dan mengabaikan sumbangan energi
diam pada E. Seharusnya menulis E=V + K + m0 c 2 (tetapi karena kita hanya
meninjau kasus dimana v<<c, maka bentuk klasik mv 2 bagi K sudah memadai).

19

Penambahan suku energi diam mengubah persamaan (2.2.9) dengan


memperkenalkan faktor
ei m c t / . Tetapi karena sifat-sifat terukur dari
( x , t ) bergantung pada yakni hasil kali dengan konyugat
kompleksnya (complex conjugate) yang diperoleh dengan menggantikan i dengan
i, maka faktor tambahan ini tidak memberi akibat yang teramati, sehingga kita
dapat saja mengabaikannya. Untuk melihat bagaimana perkalian dengan eit
memberikan suatu gelombang, kita tinjau bagaimana fungsi gelombang partikel
bebas. Persamaan ( x )= A sin kx+ B cos kx memberikan fungsi gelombang
( x , t ) ini
menjadi
sederhana
jika
menuliskan
kembali
( x )= A sin kx+ B cos kx dalam bentuk eksponensial kompleks e ikx dan
ikx
bentuknya adalah
e
2

'

ikx

( x )= A e + B ' e

ikx

(5.38)

Tetapan A dan B dapat dicari dari tetapan A dan B jadi bagi fungsi
gelombang bergantung waktu yang bersangkutan , kita peroleh
( x , t )= ( A ' eikx + B ' eikx ) eit
(5.39)
A ' ei (kx t ) +B 'e
Suku pertama diruas kanan menyatakan suatu fungsi trigonometri dengan
fase ( kxt ) adalah sebuah gelombang yang bergerak dalam arah x positif ,
suku kedua menyatakan suatu gelombang yang bergerak dalam arah x negatif.
Kuadrat nilai mutlak koefisien-koefisiennya memberikan intensitas masingmasinggelombang ini, jadi gelombang yang bergerak dalam arah x positif
| A '|2 dan yang bergerak dalam arah x negatif
memiliki intensitas
|B'|2
Andaikanlah kita memiliki seberkas partikel berenergi tunggal yang
bergerak dalam arah x positif yang dinyatakan oleh sebuah fungsi gelombang
dalam bentuk suku pertama dari persamaan (2.4). Maka probabilitas untuk
| A '|2 . Ini adalah sebuah
menentukan letak sebuah partikel diberikan oleh
tetapan, yang tidak bergantung pada kedudukan x sebuah partikel dapat
ditemukan dimana saja pada sumbu x. Jika fungsi gelombangnya mengandung
amplitudo yang sama bagi kedua gelombang ini (yakni | A '|=|B '| ), maka
terdapat beberapa kedudukan dimana rapat probabilitas sama dengan nol.
Terdapat sejumlah titik pada mana probabilitas untuk menemukan partikel adalah
nol. Seperti halnya fisika klasik, apabila kita menjumlahkan dua gelombang
dengan ampliudo sama yang bergerak dalam arah berlawanan, maka kita
memperoleh sebuah gelombang berdiri, yang memiliki beberapa titik tertentu
(yang dikenal sebagai simpul ) pada mana amplitudo gelombang resultan adalah
nol untuk setiap saat.
C.
Potensial Tangga dan Halang
Dalam jenis persoalan umum berikut, kita akan menganalisis apa yang terjadi
apabila sebuah partikel yang sedang bergerak dalam suatu daerah berpotensial
tetap tiba tiba bergerak memasuki suatu daerah berpotensial berbeda yang juga
tetap nilainya. Kita tidak akan membahas pemecahan persoalan ini secara terinci,
( kx+ t )

20

tetapi karena metode pemecahannya sama, kita dapat menentukan secara garis
besar langkah langkah yang perlu di ambil untuk mendapatkan pemecahan
tersebut. Dalam bahsan ini kita akan mengambil E sebagai energy total (yang
tetap) dari partikel dan V0 sebagai nilai energy potensial tetapnya.
1.
Apabila E lebih besar dari pada V0, maka pemecahan persamaan
Schr o dingernya berbentuk
(5.40)
( x )= A sin kx+ B cos kx
Dimana
k=

2m
( EV 0 )
2

(5.41)

A dab B adalah dua tetapan yang dapat ditentukan dari syarat normalisasi dan
kekontinuan. Sebagai contoh, tinjau potensial tangga yang di perlihatkan pada
Gambar 5.5

V0

X=0

Gambar 5.5 Potensial tangga dengan tinggi v0


V ( x ) =0
V0

x< 0
x0

Jika E adalah energy total dan lebih besar dari pada V0, maka kita dengan mudah
dapat menuliskan pemecahan persamaan Schr o dinger dalam kedua daerah ini
sebagai berikut :
0 ( x )= A sin k 0 x + B cos k 0 x
1 ( x )= A sin k 1 x+ B cos k 1 x k 1=

k0 =

2m
2

2m
( EV 0 ) x >0
2

21

x< 0 (5.42a)

(5.42b)

Hubungan antara keempat tetapan A,B,C,dan D dapat dicari dengan menerapkan


persyaratan bawa

( x)

dan

' ( x )=d /dx

haruslah kontinu pada batas

kedua daerah, jadi 0 (0)= 1 (0) , ' 0 (0)= '1 (0) . Pemecahan hanya disketsakan
pada gambar 5.12. Perhatikan bahwa penerapan syarat kekontinuan menjamin
peralihan mulus dari Gelombang yang satu ke yang lain pada titik batas.
Sekali
i

e =cos +i sin

lagi,

kita

dapat

menggunakan

persamaan

untuk mentransformasikan kedua pemecahan ini dari bentuk

sinus dan kosinus ke dalam bentuk kompleks, yakni :


0 ( x )= A ' e i k x +B ' ei k
0

1 ( x )=C ' e i k x + D ' ei k


1

x< 0

(5.43a)

x> 0

(5.43b)

Apabilla ketergantungan pada waktu dimaksukkan dengan


mengalikan masing masing suku dengan

eit , maka kita dapat menafsirkan

masing masing gelombang ini. Ingatlah bahwa

adalah

(kxt)

Gelombang yang bergerak dalam arah x positif, sedangkan

(kx +t )

fase
adalah

fase Gelombang yang bergerak dalam arah x negative, dan bahwa kuadrat nilai
mutlak dari tiap tiap koefisien memberikan intensitas dari komponen
Gelombang yang bersangkutan. Pada daerah

x< 0 , persamaan menyatakan

superposisi antara sebuah Gelombang berintensitas


arah x positif (dari -
2

|B'|

| A '|

yang bergerak dalam

menuju 0) dengan sebuah Gelombang berintensitas

yang bergerak dalam arah x negative. Andaikanlah kita maksudkan

pemecahan ini menyatakan partikel partikel yang mulanya datang dari bagian
sebelah kiri potensial. Maka

| A '|

memberikan intensitas Gelombang datang

(atau lebih tepat lagi, gelomabng deBroglie yang menytakan berkas partikel
datang yang menyatakan berkas partikel datang ) dan
intensitas Gelombang pantul. Nisbah

2
2
|B'| / | A '|

intensitas Gelombang datang. Dalam daerah


intensitas

|D '|

|B'|

memberikan

memberikan fraksi

x> 0 , Gelombang dengan

yang bergerak dalam arah negative x tidak dapat hadir jika


22

partikel partikelnya kita tembakan dari sebelah kiri, jadi untuk situasi percobaan
istimewa ini, kita dapat mengambil D sama dengan nol. Dengan demikian
2

intensitas Gelombang transmisi ini adalah |C '| .


Kita dapat menganalisis semua pemecahan di atas dari sudut
pandang energy kinetic. Pada daerah dimana energy kinetic partikel adalah
terbesar, momentum linear

p= 2 mK

panjang Gelombang deBroglie

atau pula menjadi yang terbesar, dan

=h/ p

akan menjadi yang terkecil. Jadi,

panjang Gelombang deBroglie dalam daerah


dalam daerah

x> 0 lebih kecil dari pada yang di

x< 0 .
2.

Apabila E lebih kecil dari pada V0, maka kita peroleh

pemecahn berbeda :
( x )= A ekx + B ekx
Dimana
k=

(5.44)

2m
( V 0E )
2

(5.45)

Jika daerah pemecaan ini meliputi dari +


harus menjaga agar

atau - , kita

tidak menjadi takhingga dengan menggambil A atau B

sama dengan nol, jika daerahnya hanya mencakup koordinat x yang berhingga,
hal ini tidak perlu dilakukan.
Sebagai salah satu contohnya, jika dalam soal sebelumnya, E lebih
kecil dari pada V0, maka pemecahan bagi

akan tetap diberikan oleh

persamaan 5.42 atau 5.43, tetapi pemecahan 1 menjadi

2m
(5.46)
( V 0E )
2
Sekali lagi, kita harus memastikan bahwa semua pemecahan ini
bersambung mulus pada batas batas daerah berlaku masing masingnya,
penerapan syaratbatas ini dilakukan seperti pada kasus sebelumnya. (Kita
mengambil C=0 agar menghindari 1 ( x ) menjadi takhingga bila x + ).
Pemecahan ini mengilustrikan suatu perbedaan penting antara
mekanika klasik dan kuantum. Secara klasik, partikelnya tidak pernah dapat
ditemukan pada daerah x> 0 , karena energy totalnya tidak cukup untuk
melampaui potensial tangga. Tetapi, mekanika kuantum memperkenankan fungsi
1 ( x )=C ek x + D ek x
1

23

k 1=

Gelombang, dank arena itu partikel, untuk menerobos masuk ke dalam daerah
terlarang klasik.
Rapat probabilitas dalam daerah x> 0 adalah | 1| , yang
menurut persamaan 5.56 adalah sebanding dengan e2 k x . Jika kita definisikan
jarak terobosan x sebagai jarak dari x=0 hingga ke titik dimana
probabilitasnya menurun menjadi 1/e, maka
1

e2 k x =e1
1

x=

1
1

=
2 k 1 2 2 m(v 0E)

Agar partikel dapat memasuki daerah

( 5.47)

x> 0 , ia harus sekurang

kurangnya mendapat tambahan energy sebesar V0 E agar dapat melampaui


tangga potensial, jadi ia harus memperoleh tambahan energy kinetic jika ia
memasuki daerah

x> 0 . Tentu saja, ini melanggar kekekalan energy bila

partikel memperoleh sebarang tambahan energy secara tiba tiba, tetapi menurut
hubungan ketidakpastian

t , kekekalan energy tidak berlaku pada


t

selang waktu yang lebih kecil dari pada


sebesar

kecuai hingga suatu jumlah energy

/ t . Artinya, jika partikel meminjam sejumlah energy

dan mengembalikan dalam selang waktu

t / E

, maka kita sebagai

pengamat tetap percaya bahwa energy adalah kekal. Andaikanlah kita meminjam
sejumlah energy tertentu yang cukup untuk menyebabkan partikel memiliki suatu
energy kinetic K dalam daerah terlarang. Dengan energy tersebut, berapa jauhkah
partikel menembus daerah terlarang ini?
Energy pinjaman adalah (V0 - E) + K, suku (V0 E) mengangkat partikel
ke puncak tangga dan suku sisa K memberikan geraknya. Energy harus kita
kembaikan dalam selang waktu
t=

V 0E+ K

(5.48)

Karena partikel bergeraak dengan laju v =


dapat ditempuhnya adalah

24

2 K /m , maka jarak yang

x=

1 2K

2 m V 0E+ K

(5.49)

Dalam limit K0, maka menurut persamaan 5.49 jarak terobos


x

menuju nol, karena partikel memiliki kecepatan nol begitu pula

dalam limit K , karena selang waktu tempuhnya

x 0

dapat dikatakan

nol. Diantara kedua limit ini, harus terdapat suatu nilai maksimum dari

untuk suatu nilai K tertentu. Dengan mendiferensiasikan persamaan 5.49, maka


nilai maksimum ini dapat kita cari yaitu
V

2 m( 0E)
1
x maks =
2
Nilai

(5.50)

ini identik dengan persamaan 5.47! Hasil ini

memperlihatkan bahwa penerobosan ke dalam daerah terlarang yang dibeikan


oleh persamaan Schr o dnger sesuai dengan hubungan ketidakpastian. Apa yang
sebenarnya

persamaan Schr o dnger

kita perlihatkan adalah bahwa

memberikan taksiran yang sama seperti yang diberikan oleh hubungan


ketidakpastian Heisenberg.
Sekarang marilah kia tinjau potensial haling seperti yang
diprrlihatkan pada gambar 5.14.
x< 0

V ( x ) =0
V0

0x a

x> a

Partikel dengan energy E yang lebih kecil dari pada V0 datang dari sebelah
kiri. Dari penaaman kita di depan, kita terdorong untuk memperkirakan bahwa
pemecahannya berbentuk seperti yang diperlihatkan pada gambar 5.6 berbentuk
sinus dalam daerah

x< 0 , eksponensial dalam daerah

25

0 x a , dan sinus

kembali ke dalam daerah

x> a . Intensitas Gelombang transmisi dapat dicari

dengan menerapkan secara tepat syarat syarat kontinu, yang tidak akan kita
bahas disini, yang mana didapati bergantung pada energy partikel dan tinggi serta
lebar potensial haling. Secara klasik, partikel tidak pernah muncul di

x> a ,

karena tidak memiliki energy yang cukup untuk melewati halangan potensial,
situasi ini adalah contoh dari efek terobos haling (barrier penetration), yang
dalam mekanika kuantum seringkali disebut dengan nama efek terowongan
(tunneling). Partikel memang tidak pernah dapat diamati berada dalam daerah
terlarang klasik 0 x a , tetapi ia dapat menerowong melalui daerah tersebut
sehingga teramati pada daerah

x> a .

Gambar 5.6 sebuah potensial haling dengan tinggi Vo dan lebar a.

Gambar 5.7

Meskipun potensial pada gambar 5.6 adalah semata mata skematis dan
hipotetis, terdapat banyak contoh di alam yang memperlihatkan efek terowongan
ini. Berikut kita tinjau tiga contoh nyata efek terowongan ini.

26

a. Peluruhan alfa sebuah inti atom (nucleus) terdiri atas sejumlah proton dan

newton yang berada dalam suatu keadaan gerak tertentu, kedua jenis partikel ini
kadang kadang dapat bergabung membentuk suatu ikatan baru yang terdiri atas
dua proton dan neutron, yang disebut partikel alfa. Dalam salah satu bentuk
peluruhan radioaktif, inti atom dapat memancarkan suatu partikel alfa, yang dapat
diamati dalam laboratorium. Tetapi, untuk dapat keluar dari inti atom, partikel
yang tampak pada gambar 5.8. Probabilitas bagi sebuah partikel alfa untuk
menembusi potensial haling ini, sehingga teramati dalam laboratorium,
bergantung pada tinggi dan tebal potensial halang. Probabilitas peluruhan ini
dapat diukur dalam laboratorium dan ternyata didapati sangat sesuai dengan yang
diramalkan berdasarkan perhitungan mekanika kuantum terhadap efek
penerobosan penghalang.

Gambar 5.8
invers amoniak Gambar 5.9 adalah gambar bangun molekul
amoniak NH3. Jika kita mencoba menggerakkan atom nitrogen sepanjang sumbu
molekul, menuju bidang yang memuat atom atom nitrogen, akan kita rasakan
adanya tolakan oleh ketiga atom hydrogen, yang menghasilkan suatu potensial
seperti yang diperlihatkan pada gambar. Menurut mekanika klasik, atom nitrogen
tidak akan pernah mampu melewati potensial halang dan muncul pada bagian
molekul di balik bidang nitrogen, kecuali bila kita memasok energy yang
mendekati baginya. Namun, menurut mekanika kuantum, nitrogen dapat
menerobosi potensial halang tersebut dan muncul pada bagian molekul yang
berlawanan.
b.

27

Gambar 5.9
c. Dioda terowong piranti elektronik yang menggunakan gejala penerowongan ini

adalah diode terowong (tunnel dioda). Bahasan secara terinci dari sifat piranti
semikonduktor ini akan disajikan dalam Bab 14. Potensial yang dilihat oleh
sebuah electron dalam diode terowong. Arus yang mengalir melallui piranti
seperti ini dihasilkan oleh electron electron yang menerowong ini, dengan
demikian arus yang dihasilkannya dapat diatur dengan hanya mengubah tinggi
potensial halang,yang dapat dilakukan dengan menggunakan suatu tegangan
elektrik. Hal ini dapat dilakukan dengan sangat cepat, sehingga dapat dicapai
frekuensi switching sekitar 10Hz. Arus pada diode semikonduktor yang lazim
dikenal, bergantung pada difusi electron melalui suatu junction, karena itu,
mereka beroperasi pada skala waktu yang lebih lama (frekuensi yang lebih
rendah).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pernyatan setara bagi mekanika kuantum adalah yang di dalam kurung


kurawal. Apabila sebuah benda bergerak melewati perbatasan dua daerah dimana
berkerja {gaya potensial}, maka perilaku gerak dasar dari benda dapat dicari
dengan memecahkan { hukum kedua Newton, persamaan Schodinger}
{ Kedudukan fungsi gelombang} selalu kontinu pada daerah perbatasan, dan
bahwa { kecepatan turunan d/dx} juga kontinu apabila perubahan {gaya
perubahan potensial} tetap berhingga.
28

Dalam kasus mekanika klasik, persoalan yang kita hadapi dicirikan oleh
hadirnyagaya tertentu F. dengan menuliskan hukum kedua newton bagi gaya
tersebut, kita pecahkan permasalahan matematikanya untuk memperoleh
kedudukan dan kecepatan partikelnya. Dalam kasus elektromagnetik, kita
berhadapan dengan persoalan yang dicirikan oleh sekumpulan muatan dan arus.
Seperti halnya dalam fisika klasik, setiap personal menghendaki teknik
pemecahan yang agak berbeda , sehingga sulit untuk merumuskan prosedur umum
. Langkah-langkah pemecahaan yang diutarakan dalam pasal ini, kiranya dapat
member gambaran kepada anda mengenai arah umum yang perlu diambil untuk
mencari pemecahannya. Cara terbaik untuk mempelajari teknik-tekni ini adalah
dengan mempelajari semua contoh soal yang disajikan dalam bab ini. Pada tahap
ini resepnya tidak lengkap, karena akita hanya membahas teknik matematika
untuk mendapatkan pemecahan (x) ; tetapi kita tidak membahas tafsiran
pemecahan tersebut atau penerapannya pada berbagai situasi fisis. Semua ini akan
kita bahas dalam beberapa pasal berikut.

DAFTAR PUSTAKA
Khusnul.PersamaanSchrodinger.
khusnull.weebly.com/uploads/1/1/4/4/11448634/cd_fismod_jadi.docx.

(diakses

tanggal 5 mei 2013)


Krane, Kenneth.2011. Fisika Modern.Jakarta: UI-Press
Paradoks.Persamaan Schrodinger.
http://paradoks77.blogspot.com/2011/06/persamaan-schrodinger.html (diakses
tanggal 4 Mei 2013)

29

Anda mungkin juga menyukai