PERSAMAAN SCHRODINGER
NAMA
: JUMAINAH
NIM
: A1C315037
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, tim penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Persamaan Schrodinger ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fisika Modern pada Program Studi Pendidikan Fisika di Universitas Jambi.
Makalah ini terdiri atas tiga bab utama yaitu pendahuluan, pembahasan dan
penutup. Pembahasan dalam makalah ini merupakan penjabaran mengenai
definisi Persamaan Schrodinger, arti fisis penyelesaian fungsi gelombang dan
persamaan crodinger tidak bergantung waktu satu dimensi.
Demikian makalah ini disusun. Akhirnya, tim penyusun berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama dalam memahami
pentingnya pemahaman materi persamaan Schrodinger dalam perkembangan ilmu
Fisika.
Jambi, 24 Oktober 2016
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
Schrodinger ?
3. Bagaimana penerapan persamaan strodinger didalam fisika?
C. Tujuan Makalah
1. Mengidentifikasi asal-usul persamaaan Scrodinger
2. Mengetahui langkah-langkah untuk mendapatkan rumus persamaan
schrodinger
3. Mengetahui penerapan persamaan strodinger didalam fisika
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Asal usul Persamaan Schrodinger
Persamaan Schrdinger merupakan fungsi gelombang yang
digunakan untuk memberikan imformasi tentang perilaku gelombang dari
partikel. Suatu persamaan differensial akan menghasilkan pemecahan yang
sesuai dengan fisika kuantum.Walaupun dihalangi oleh tidak adanya hasil
percobaan yang dapat digunakan sebagai bahan perbandingan. Untuk
menghasilkan persamaan Schrdinger, maka harus memenuhi 3 kriteria,
sebagai berikut
Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan
Schrodimger tidak dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar,
namun pemecahan yang diperoleh darinya ternyata sesuai dengan
pengamatan percobaan. Persamaan Cshrodinger hanya dapat
dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial sederhana
tertentu; yang paling sederhana adalah potensial konstan dan
potensial osilator harmonik. Kedua kasus sederhana ini memang
tidak fisis, dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat
diperiksa kebenarannya dengan percobaan-tidak ada contoh di alam
yang berkaitan dengan gerak sebuah pertikel yang terkukung dalam
sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah osilator harmonik
4
(5.3)
Kedua, bentuk persamaan diferensial apapun yang kita tulis haruslah taat terhadap
asas de Broglie - jika kita pecahkan persamaannya bagi sebuah partikel dengan
momentum p maka pemecahan yang kita dapati haruslah berbentuk sebuah fungsi
gelombang dengan panjang gelombang yang besarnya sama dengan:
terlebih dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Telah kita
pelajari bahwa sebuah gelombang, misalnya gelombang tali yang merambat
memiliki persamaan:
Ini adalah persamaan dasar gelombang dengan amplitudo A yang merambat dalam
arah +x. Gelombang ini memiliki panjang gelombang sebesar:
dan frekuensi
sehingga
solusinya
sesuai
dengan
hasil
percobaan
yang
dilakukan
kemudian.
x2
P ( x ) dx
x1
| (x )| dx
(5.5)
x1
Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik
sepanjang sumbu x, adalah 100 persen, sehingga berlaku:
+
| (x)| dx=1
(5.6)
Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak
dapat menjamin kepastian hasil suatu kali pengukuran suatu besaran fisika yang
bergantung pada
kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang
berkaitan dengan setiap koordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari
pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkalikali.
Beberapa Penerapan persamaan Schrodinger dalam fisika
Persamaan Schrodinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika.
Dimana pemecahan persamaan Schrodinger yang disebut fungsi gelombang,
memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel.
1. Pada Partikel Bebas
Yang dimaksud dengan partikel bebas adalah sebuah partikel yang
bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu, F =
dV ( x)
=0 sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan.
dx
Sehingga energy potensialnya nol.
Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan p,
yang mengakibatkan energy totalnya jadi konstan. Tetapi partikel bebas dalam
mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrodinger tidak
bergantung waktu. Persamaan Schrodinger pada partikel bebas dapat diperoleh
dari persamaan (5.8) berikut:
2.3
(5.7)
Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaanya menjadi
( x)
= E(x)
2m
x
atau
2m
( x)
=
E(x)
x
atau
2 mE
(x)
+
(x) = 0
(5.8)
(5.9)
(5.10)
karena :
k = +
2 mE
k
atau E=
2m
(5.11)
(5.12)
(5.13)
11
d
=k
dx
(5.17)
Dimana
2 mEn
k=
(5.18)
(5.19)
Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga
belum menghitung nilai energy E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya,
akan diterapkan persyaratan bahwa (x) harus kontinu pada setiap batas dua
bagian ruang. Dalam hal ini akan dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x
0 dan x> 0
L dan x < L
jadi
(5.20)
L,
maka haruslah
berlaku (L) = 0,
(L) = A sin kL + B cos kL = 0
(5.21)
(5.22)
13
(5.23)
dengan :
k=
2 mEn = n
h
(5.24)
n
2 mL
(5.25)
Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born
dimana pada energy Born menyatakan enrgi tingkat atomic sedangkan tingkat
energy pada persamaan Schrodinger menyatakan tingkat energy untuk electron.
Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenrgi En
ialah:
n = A sin x
(5.26)
| ( x , t)|
tidak
bergantung waktu). Hasil pengukuran energy sebuah partikel dalam sebuah sumur
potensial harus berada pada salah satu keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah
14
mungkin. Pemecahan bagi (x) belum lengkap, karena belum ditentukan tetapan
A. untuk menentukannya, ditinjau kembali persyaratan normalisasi, yaitu
+
| (x )| dx=1.
karena (x) = 0
| A 2|si n2 ( kL ) dx=1
(5.26)
Maka diperoleh A =
2
L
sin
nx
L
n = 1,2,3
(5.27)
Dalam gambar 5.2 dan 5.3 akan dilukiskan berbagai tingkat energy,
fungsi gelombang dan rapat probalitas
| |
keadaan terendah. Keadaan energy terendah, yaitu pada n=1, dikenal sebagai
keadaan dasar dan keadaan dengan energy yang lebih tinggi (n 1
sebagai keadaan aksitasi.
15
dikenal
16
x . Prilakunya
17
mengevaluasi d 2 /d x 2 .
d
a x
=2 ax ( A e
dx
2
d
=2a ( A ea x ) 2 ax (2 ax) A ea x
2
dx
2
(x)
dan
d 2 /d x 2
kedalam (5.28)
(
1
2 aA ea x + 4 a 2 x 2 A ea x ) + k x 2 ( A ea x )=EA ea x (5.29)
2m
2
2
A ea x memberikan
2a 2 1 2
x + k x =E
m
m
2
(5.30)
x ,
karena kita sedang mencari pemecahan yang berlaku bagi semua x , bukan
x
x , maka
Jadi:
2
2 a 1
+ k =0
m
2
(5.31)
Dan
2 a
=E
m
(5.32)
18
Yang menghasilkan
km
a=
2
(5.33)
Dan
1
k
E=
2
m
(5.34)
(5.35)
Salah satu ciri pemecahan ini yang mencolok adalah bahwa probabilitas
untuk menemukan pertikel di luar titik balik
diluar
x= A 0
x= A 0 energi potensial lebih besar dari pada energy total E tetap, maka
energi kinetiknya menjadi negative, ini adalah adalah hal yang tidak mungkin
terjadi dalam kerangka fisika klasik, karena itu partikel klasik tidak
memungkinkan ditemukan di
19
'
ikx
( x )= A e + B ' e
ikx
(5.38)
Tetapan A dan B dapat dicari dari tetapan A dan B jadi bagi fungsi
gelombang bergantung waktu yang bersangkutan , kita peroleh
( x , t )= ( A ' eikx + B ' eikx ) eit
(5.39)
A ' ei (kx t ) +B 'e
Suku pertama diruas kanan menyatakan suatu fungsi trigonometri dengan
fase ( kxt ) adalah sebuah gelombang yang bergerak dalam arah x positif ,
suku kedua menyatakan suatu gelombang yang bergerak dalam arah x negatif.
Kuadrat nilai mutlak koefisien-koefisiennya memberikan intensitas masingmasinggelombang ini, jadi gelombang yang bergerak dalam arah x positif
| A '|2 dan yang bergerak dalam arah x negatif
memiliki intensitas
|B'|2
Andaikanlah kita memiliki seberkas partikel berenergi tunggal yang
bergerak dalam arah x positif yang dinyatakan oleh sebuah fungsi gelombang
dalam bentuk suku pertama dari persamaan (2.4). Maka probabilitas untuk
| A '|2 . Ini adalah sebuah
menentukan letak sebuah partikel diberikan oleh
tetapan, yang tidak bergantung pada kedudukan x sebuah partikel dapat
ditemukan dimana saja pada sumbu x. Jika fungsi gelombangnya mengandung
amplitudo yang sama bagi kedua gelombang ini (yakni | A '|=|B '| ), maka
terdapat beberapa kedudukan dimana rapat probabilitas sama dengan nol.
Terdapat sejumlah titik pada mana probabilitas untuk menemukan partikel adalah
nol. Seperti halnya fisika klasik, apabila kita menjumlahkan dua gelombang
dengan ampliudo sama yang bergerak dalam arah berlawanan, maka kita
memperoleh sebuah gelombang berdiri, yang memiliki beberapa titik tertentu
(yang dikenal sebagai simpul ) pada mana amplitudo gelombang resultan adalah
nol untuk setiap saat.
C.
Potensial Tangga dan Halang
Dalam jenis persoalan umum berikut, kita akan menganalisis apa yang terjadi
apabila sebuah partikel yang sedang bergerak dalam suatu daerah berpotensial
tetap tiba tiba bergerak memasuki suatu daerah berpotensial berbeda yang juga
tetap nilainya. Kita tidak akan membahas pemecahan persoalan ini secara terinci,
( kx+ t )
20
tetapi karena metode pemecahannya sama, kita dapat menentukan secara garis
besar langkah langkah yang perlu di ambil untuk mendapatkan pemecahan
tersebut. Dalam bahsan ini kita akan mengambil E sebagai energy total (yang
tetap) dari partikel dan V0 sebagai nilai energy potensial tetapnya.
1.
Apabila E lebih besar dari pada V0, maka pemecahan persamaan
Schr o dingernya berbentuk
(5.40)
( x )= A sin kx+ B cos kx
Dimana
k=
2m
( EV 0 )
2
(5.41)
A dab B adalah dua tetapan yang dapat ditentukan dari syarat normalisasi dan
kekontinuan. Sebagai contoh, tinjau potensial tangga yang di perlihatkan pada
Gambar 5.5
V0
X=0
x< 0
x0
Jika E adalah energy total dan lebih besar dari pada V0, maka kita dengan mudah
dapat menuliskan pemecahan persamaan Schr o dinger dalam kedua daerah ini
sebagai berikut :
0 ( x )= A sin k 0 x + B cos k 0 x
1 ( x )= A sin k 1 x+ B cos k 1 x k 1=
k0 =
2m
2
2m
( EV 0 ) x >0
2
21
x< 0 (5.42a)
(5.42b)
( x)
dan
kedua daerah, jadi 0 (0)= 1 (0) , ' 0 (0)= '1 (0) . Pemecahan hanya disketsakan
pada gambar 5.12. Perhatikan bahwa penerapan syarat kekontinuan menjamin
peralihan mulus dari Gelombang yang satu ke yang lain pada titik batas.
Sekali
i
e =cos +i sin
lagi,
kita
dapat
menggunakan
persamaan
x< 0
(5.43a)
x> 0
(5.43b)
adalah
(kxt)
(kx +t )
fase
adalah
fase Gelombang yang bergerak dalam arah x negative, dan bahwa kuadrat nilai
mutlak dari tiap tiap koefisien memberikan intensitas dari komponen
Gelombang yang bersangkutan. Pada daerah
|B'|
| A '|
pemecahan ini menyatakan partikel partikel yang mulanya datang dari bagian
sebelah kiri potensial. Maka
| A '|
(atau lebih tepat lagi, gelomabng deBroglie yang menytakan berkas partikel
datang yang menyatakan berkas partikel datang ) dan
intensitas Gelombang pantul. Nisbah
2
2
|B'| / | A '|
|D '|
|B'|
memberikan
memberikan fraksi
partikel partikelnya kita tembakan dari sebelah kiri, jadi untuk situasi percobaan
istimewa ini, kita dapat mengambil D sama dengan nol. Dengan demikian
2
p= 2 mK
=h/ p
x< 0 .
2.
pemecahn berbeda :
( x )= A ekx + B ekx
Dimana
k=
(5.44)
2m
( V 0E )
2
(5.45)
atau - , kita
sama dengan nol, jika daerahnya hanya mencakup koordinat x yang berhingga,
hal ini tidak perlu dilakukan.
Sebagai salah satu contohnya, jika dalam soal sebelumnya, E lebih
kecil dari pada V0, maka pemecahan bagi
2m
(5.46)
( V 0E )
2
Sekali lagi, kita harus memastikan bahwa semua pemecahan ini
bersambung mulus pada batas batas daerah berlaku masing masingnya,
penerapan syaratbatas ini dilakukan seperti pada kasus sebelumnya. (Kita
mengambil C=0 agar menghindari 1 ( x ) menjadi takhingga bila x + ).
Pemecahan ini mengilustrikan suatu perbedaan penting antara
mekanika klasik dan kuantum. Secara klasik, partikelnya tidak pernah dapat
ditemukan pada daerah x> 0 , karena energy totalnya tidak cukup untuk
melampaui potensial tangga. Tetapi, mekanika kuantum memperkenankan fungsi
1 ( x )=C ek x + D ek x
1
23
k 1=
Gelombang, dank arena itu partikel, untuk menerobos masuk ke dalam daerah
terlarang klasik.
Rapat probabilitas dalam daerah x> 0 adalah | 1| , yang
menurut persamaan 5.56 adalah sebanding dengan e2 k x . Jika kita definisikan
jarak terobosan x sebagai jarak dari x=0 hingga ke titik dimana
probabilitasnya menurun menjadi 1/e, maka
1
e2 k x =e1
1
x=
1
1
=
2 k 1 2 2 m(v 0E)
( 5.47)
partikel memperoleh sebarang tambahan energy secara tiba tiba, tetapi menurut
hubungan ketidakpastian
t / E
pengamat tetap percaya bahwa energy adalah kekal. Andaikanlah kita meminjam
sejumlah energy tertentu yang cukup untuk menyebabkan partikel memiliki suatu
energy kinetic K dalam daerah terlarang. Dengan energy tersebut, berapa jauhkah
partikel menembus daerah terlarang ini?
Energy pinjaman adalah (V0 - E) + K, suku (V0 E) mengangkat partikel
ke puncak tangga dan suku sisa K memberikan geraknya. Energy harus kita
kembaikan dalam selang waktu
t=
V 0E+ K
(5.48)
24
x=
1 2K
2 m V 0E+ K
(5.49)
x 0
dapat dikatakan
nol. Diantara kedua limit ini, harus terdapat suatu nilai maksimum dari
2 m( 0E)
1
x maks =
2
Nilai
(5.50)
V ( x ) =0
V0
0x a
x> a
Partikel dengan energy E yang lebih kecil dari pada V0 datang dari sebelah
kiri. Dari penaaman kita di depan, kita terdorong untuk memperkirakan bahwa
pemecahannya berbentuk seperti yang diperlihatkan pada gambar 5.6 berbentuk
sinus dalam daerah
25
0 x a , dan sinus
dengan menerapkan secara tepat syarat syarat kontinu, yang tidak akan kita
bahas disini, yang mana didapati bergantung pada energy partikel dan tinggi serta
lebar potensial haling. Secara klasik, partikel tidak pernah muncul di
x> a ,
karena tidak memiliki energy yang cukup untuk melewati halangan potensial,
situasi ini adalah contoh dari efek terobos haling (barrier penetration), yang
dalam mekanika kuantum seringkali disebut dengan nama efek terowongan
(tunneling). Partikel memang tidak pernah dapat diamati berada dalam daerah
terlarang klasik 0 x a , tetapi ia dapat menerowong melalui daerah tersebut
sehingga teramati pada daerah
x> a .
Gambar 5.7
Meskipun potensial pada gambar 5.6 adalah semata mata skematis dan
hipotetis, terdapat banyak contoh di alam yang memperlihatkan efek terowongan
ini. Berikut kita tinjau tiga contoh nyata efek terowongan ini.
26
a. Peluruhan alfa sebuah inti atom (nucleus) terdiri atas sejumlah proton dan
newton yang berada dalam suatu keadaan gerak tertentu, kedua jenis partikel ini
kadang kadang dapat bergabung membentuk suatu ikatan baru yang terdiri atas
dua proton dan neutron, yang disebut partikel alfa. Dalam salah satu bentuk
peluruhan radioaktif, inti atom dapat memancarkan suatu partikel alfa, yang dapat
diamati dalam laboratorium. Tetapi, untuk dapat keluar dari inti atom, partikel
yang tampak pada gambar 5.8. Probabilitas bagi sebuah partikel alfa untuk
menembusi potensial haling ini, sehingga teramati dalam laboratorium,
bergantung pada tinggi dan tebal potensial halang. Probabilitas peluruhan ini
dapat diukur dalam laboratorium dan ternyata didapati sangat sesuai dengan yang
diramalkan berdasarkan perhitungan mekanika kuantum terhadap efek
penerobosan penghalang.
Gambar 5.8
invers amoniak Gambar 5.9 adalah gambar bangun molekul
amoniak NH3. Jika kita mencoba menggerakkan atom nitrogen sepanjang sumbu
molekul, menuju bidang yang memuat atom atom nitrogen, akan kita rasakan
adanya tolakan oleh ketiga atom hydrogen, yang menghasilkan suatu potensial
seperti yang diperlihatkan pada gambar. Menurut mekanika klasik, atom nitrogen
tidak akan pernah mampu melewati potensial halang dan muncul pada bagian
molekul di balik bidang nitrogen, kecuali bila kita memasok energy yang
mendekati baginya. Namun, menurut mekanika kuantum, nitrogen dapat
menerobosi potensial halang tersebut dan muncul pada bagian molekul yang
berlawanan.
b.
27
Gambar 5.9
c. Dioda terowong piranti elektronik yang menggunakan gejala penerowongan ini
adalah diode terowong (tunnel dioda). Bahasan secara terinci dari sifat piranti
semikonduktor ini akan disajikan dalam Bab 14. Potensial yang dilihat oleh
sebuah electron dalam diode terowong. Arus yang mengalir melallui piranti
seperti ini dihasilkan oleh electron electron yang menerowong ini, dengan
demikian arus yang dihasilkannya dapat diatur dengan hanya mengubah tinggi
potensial halang,yang dapat dilakukan dengan menggunakan suatu tegangan
elektrik. Hal ini dapat dilakukan dengan sangat cepat, sehingga dapat dicapai
frekuensi switching sekitar 10Hz. Arus pada diode semikonduktor yang lazim
dikenal, bergantung pada difusi electron melalui suatu junction, karena itu,
mereka beroperasi pada skala waktu yang lebih lama (frekuensi yang lebih
rendah).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kasus mekanika klasik, persoalan yang kita hadapi dicirikan oleh
hadirnyagaya tertentu F. dengan menuliskan hukum kedua newton bagi gaya
tersebut, kita pecahkan permasalahan matematikanya untuk memperoleh
kedudukan dan kecepatan partikelnya. Dalam kasus elektromagnetik, kita
berhadapan dengan persoalan yang dicirikan oleh sekumpulan muatan dan arus.
Seperti halnya dalam fisika klasik, setiap personal menghendaki teknik
pemecahan yang agak berbeda , sehingga sulit untuk merumuskan prosedur umum
. Langkah-langkah pemecahaan yang diutarakan dalam pasal ini, kiranya dapat
member gambaran kepada anda mengenai arah umum yang perlu diambil untuk
mencari pemecahannya. Cara terbaik untuk mempelajari teknik-tekni ini adalah
dengan mempelajari semua contoh soal yang disajikan dalam bab ini. Pada tahap
ini resepnya tidak lengkap, karena akita hanya membahas teknik matematika
untuk mendapatkan pemecahan (x) ; tetapi kita tidak membahas tafsiran
pemecahan tersebut atau penerapannya pada berbagai situasi fisis. Semua ini akan
kita bahas dalam beberapa pasal berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Khusnul.PersamaanSchrodinger.
khusnull.weebly.com/uploads/1/1/4/4/11448634/cd_fismod_jadi.docx.
(diakses
29