Anda di halaman 1dari 10

STATISTIK FERMI DIRAC

A. Gas elektron dalam logam


Pada pembahasan sebelumnya, kita telah membahas tentang status-status
energi sebuah titik massa yang bererak bebas dalam ruang tiga dimensi bervolume
V. Hal ini akan kita tinjau kembali, tetapi dengan menggunakan titik tolak yang
lain, yakni urutan tingkat energi. Telah kita ketahui, energi partikel tersebut
telah ditentukan oleh tiga bilangan kuantum nx, ny, nz, yang berupa bilangan bulat
dari - sampai +, menurut persamaan :
h2

( )

( n x ,n y , n z ) =

2 mV

2
3

( n2x , n2y ,n 2z )

Jika ruang dimensi tiga, kita anggap mempunyai koordinat-koordinat :


qx=

qx=

qx=

h2
2mV

2
3

h2
2mV

2
3

h2
2mV

2
3

nx

ny

nz

Setiap status energi, akan diwakili oleh satu titik dengan nilai n x, ny, nz,
untuk status energi itu. Ruangan itu akan dipenuhi oleh titik semacam ini,
sehingga terbentuk kisi-kisi kubus masing-masing dengan volume :

2m

h3
=

Dari persamaan diatas, terlihat bahwa tingkatan energi besarnya


ditentukan oleh vektor yang komponen komponennya adalah q x, qy dan qz. Jadi
untuk tingkatan energi faktor yang menentukan adalah jarak titik (q x, qy, qz)
tersebut dari titik (0,0,0), artinya setiap titik yang terletak pada permukaan bola
yang sama akan mempunyai energi yang sama. Jika diperhatikan persamaan
diatas, volume yang dihuni satu status energi, nilainya begitu kecil, sehingga lebih
baik berbicara dengan istilah kerapatan status energi, yaitu jumlah status energi
persatuan interval energi, seakan akan rentang energi itu berubah secara kontinu.
Sesuai dengan persamaan tersebut dapat ditulis :

q= ( q 2x +q 2y + q2z )
2

=q

atau sebuah kulit bola dengan jari jari q dan tebal dq, akan mempunyai
volume yang besarnya :
2

4 q dq

dan akan diisi oleh:


2

dN =

4 q dq

status energi. Padahal dari persamaan kita peroleh :


d =2q dq

Atau
dq=

d
2

sehingga :
dN =

2
d

g( )=

besaran

dN
d , dinamakan kerapatan status energi untuk kumpulan

partikel bebas yang nilainya sama dengan :


g ( )=

dN 4 V
= 3
d
h

(2 m )

untuk keperluan perhitungan perhitungan selanjutnya, kita misalkan :

( 4hV ) ( 2 m )

C=

sehingga:
g ( )=C

pada suhu 0 K, elektron elektron akan menduduki status status energi


mulai dari yang paling bawah, sampai energi Fermi 0. Oleh sebab itu jumlah
semua elektron menjadi :

N= g ( ) d
0

C 2 d
0

2
2
N= C ( 0 ) 3
3

jadi, besarnya energi Fermi itu adalah :


h2
2m

( )( )

0 =

3N
8 V

2
3

ini berarti, besarnya energi Fermi tergantung pada jumlah partikel persatuan
N
volume V . Agar diperoleh makna yang lebih mudah dipahami, di defenisikan
suhu Fermi menurut persamaan :
kTf = 0

dengan demikian, akan memudahkan kita untuk membuat perkiraan tentang


peranan suhu ketika menggarap perilaku gas elektron yang aneh ini.
Jika dalam statistik klasik, diperoleh bahwa pada suhu T, energi kinetik rata

rata 1 molekul adalah

3
2

kT, timbul pertanyaan berapakah besarnya energi

kinetik rata rata elektron dalam gas elektron pada suhu T?


Sesuai dengan defenisi kerapatan status serta fungsi distribusu Fermi, maka
energi gas elektron dapat diperoleh melalui hubungan :

U= g ( ) f ( ) d
0

Perhitungan untuk integral ini, agak rumit, oleh sebab itu diperlukan cara
khusus untuk menyelesaikannya. Karena suhu Fermi pada umumnya cukup tinggi,
maka untuk keperluan praktis, kita akan menggunakan suhu T yang jauh lebih
kecil dari Tf. Jika kita misalkan :
h ( ) = g ( ) ,

dan

h ()=

dH ( )
d

Maka dapat dilakukan integrasi parsial untuk energi U pada persamaan


dibawah ini yakni:

U= [ H ( ) f ( ) ] H ( ) F ( ) d ( )
0

Untuk h () = g (), maka diperoleh :


5

2
H ( )= C 2
5

Nilai batas bawah (=0)


Untuk suku pertama pada persamaan diatas adalah 0, karena H(0)=0. Nilai
batas atas (=), suku pertama juga 0, karena f()=0, untuk =. Jadi yang perlu
dicari solusinya, hanyalah suku kedua dari persamaan tersebut.
Ada suatu sifat khusus dari fungsi fermi untuk suhu T yang kecil dari Tf.
Pada gambar, dilukiskan bentuk fungsi f() bila T0, sebagai kotak yang mulamula berharga 1 untuk dibawah energi fermi, dan tepat pada energi fermi f()=
1
2 , dan terus turun menjadi 0 untuk diatas energi fermi. Gambar tersebut
melukiskan fungsi turunan dari f() yakni f(), mula-mula datar=0, untuk
dibawah energi fermi, kemudian dekat ke energi fermi, menurun dengan cepat,
balik lagi menanjak dengan cepat pula, dan akhirnya kembali rata=0, untuk
energi- energi diatas energi fermi. Oleh sebab itu, bertolak dari sifat f() ini,

maka fungsi H() dalam integral pada persamaan tersebut, dapat dijabarkan dalam
deret Taylor disekitar energi fermi, sehingga:

1
2
( 0)+ ( 0 ) H ( {} rsub {0} )+
2
H ( )=H ( ) +( 0 )H '

Bila kita defenisikan integral-integral dibawah ini:

L0= f ( ) d
0

L1= ( 0) f ( ) d
0

L2=

1
( 0 )2 f ( ) d
2 0

Akan diperoleh:
U=L0 H ( 0 ) + L1 H ' ( 0 ) + L2 H ( {} rsub {0} )+

Dari sifat-sifat f() kita peroleh L 0=1, L1=0, karena f() simetrik terhadap
titik =0, sedangkan:

1
x exp x
L2= k T 2
dx
2
2
0 [ 1+exp ( x ) ]
2

( )

L 2=

2
( kT )
6

Dengan demikian energi U adalah:

2
1
2
2
U= C ( 0 ) 5 + C ( 0 ) 2 k T 2+
5
6

Dan bila dikaitkandengan persamaan diatas, diperoleh energi pada suhu


T=0, yakni:
3
U 0= N 0
5

Ini berarti bahwa pada suhu 0 K, energi kinetik rata-rata suhu elektron sama
dengan:
3
()= k T f
5

Jika untuk gas elektron, nilai Tf 10.000 K, maka energi kinetik


elektron sekitar 30 kali energi kinetik molekul gas pada umumnya. Dari
persamaan tersebut, dapat kita hitung kapasitas panas jenis gas elektron, yaitu:
U
2
2
v=
C (0 ) k2 T
T
3

( ) ( )

C v=

1
T
C v = 2 Nk
2
Tf

( )

Hasil ini bisa dibandingkan dengan kapasitas panas gas biasa yang besarnya
3
2 Nk, karena faktor yang amat menentukan adalah faktor

( TT ) . Jika T
f

berharga 10.000 K, maka pada suhu 300 K, N elektron hanya memberikan

sumbangan

1
30

dari kapasitas panas jenis, artinya kehadiran N elektron, tidak

terasa pengaruhnya, ketika kita mengukur kapasitas panas jenis logam tersebut.

B. Sifat Paramagnetik Gas Elektron


Meskipun atom-atom pada logam alkali tidak memiliki momen magnetik
yang permanen, namun kumpulan elektron yang dianggap berbentuk gas itu
diperkirakan akan bersifat paramagnetik, karena elektron sendiri mempunyai
momen magnetik sebesar 1 magnet bohr.
Pada pokok bahasan sebelumnya, telah dibahas tentang sifat paramagnetik
gas, dengan menggunakan aturan mekanika kuantum. Dalam hal ini, interaksi
antara momen-momen magnetik (u) dengan medan magnet luar (B), hanya bisa
memiliki 2 arah saja, yaitu: status 1, dimana arah u sejajar B, dengan energi
magnetik sebesar (-uB), dan status 2, dimana u dan B berlawanan arah, dengan
energi kinetik (+uB). Jika statistik Maxwell-Boltzmann, diterapkan disini, maka
besarnya magnetisasi untuk kumpulan N momen magnetik seperti ini adalah:
uB
uB
exp (
(
)
kT
kT )
M =uN
uB
uB
exp ( )+exp (
kT
kT )
exp

M =uNtanh

( uBkT )

Pada suhu kamar dengan medan


ketergantungan M dengan T menjadi:
M =uN

uB
u2 N
=
B
kT
kT

( )( )

magmet B, biasanya uB<<kT, maka

Dengan demikian, besarnya suseptibilitas magnetik

( MB )

berbanding

terbalik dengan suhu, yang dikenal dengan hukum Curie.


Hal ini ternyata tidak cocok dengan hasil pengukuran. Meskipun ditemui
sifat paramagnetik pada pada gas elektron, yang ditunjukkan dengan adanya
magnetisasi M yang sebanding dengan kuat medan magnet B, tetapi ternyata nilai

( MB )

tidak sebesar yang diramalkan pada persamaan diatas, bahkan hampir

tidak berubah jika suhu T berubah, artinya sifat paramagnetik gas elektron,
tidak mengikuti hukum Curie. Kenapa demikian?
Sebetulnya, masalah ini dapat dijelaskan dengan menggunakan statistik
Fermi-Dirac. Elektron-elektron dengan momen magnetik yang searah dengan
medan magnetik B, akan mempunyai tambahan energi magnetidak sebesar (-uB),
sedangkan yang tidak searah akan memperoleh tambahan energi magnetik sebesar
(+uB). Elektron-elektron ini harus diatur satu demi satu untuk menduduki status
energi, dari tingkat energi paling bawah, sampai mencapai energi Fermi.
Akibatnya, tingkatan- tingkatan energi yang momen magnetiknya searah B, akan
tergeser kebawah sebesar uB. Sebaliknya, tingkatan-tingkatan energi yang momen
megnetiknya berlawanan dengan B, akan bergeser keatas sebesar uB. Jadi jumlah
elektron yang momen magnetiknya sejajar dengan B, menjadi:
1
N 1= g ( +uB ) f ( ) d
2

Sedangkan jumlah elektron yang momen magnetiknya berlawanan dengan


arah B, menjadi:
1
N 1= g ( uB ) f ( ) d
2

Sehingga besarnya magnetisasi kumpulan elektron itu adalah:

M =u

1
{ g ( +uB ) f ( )g ( uB ) } f ( ) d
2

Dengan menggunakan deret Taylor, diperoleh:


g ( +uB ) g ( uB )=2uB g' ( ) +

Sehingga:
2

'

M =u B g ( ) f ( ) d

Bila diterapkan integrasi parsial, maka persamaan diatas dapat diubah


menjadi:
M =u2 B g ( ) f ' ( ) d

Untuk suhu yang cukup jauh dari Tf, integrasi dengan f() akan
menghasilkan g(f), sehingga:
3
uB
M =u2 B g ( f ) = Nu
2
kTf

( )

Bila dibandingkan dengan persamaan diatas, terlihat bahwa besarnya


suseptibilitas magnetik akan sangat menurun, seakan-akan peranan suhu T dalam
hitungan klasik akan digantikan oleh suhu Fermi T1. Dari persamaan tersebut,
juga ditunjukkan bahwa suseptibilitas magnetik untuk gas elektron, tidak
tergantung pada suhu T, seperti lazimnya pada bahan paramagnetik.

Anda mungkin juga menyukai