Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era kompetitif, semua negara berusaha untuk meningkatkan kualitas
pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan salah satu indikator tingkat
kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Melalui pendidikan yang berkualitas
akan menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas yang mampu
mengelola sumber daya alam secara efektif dan efisien. Dengan memiliki sumber
daya manusia yang berkualitas, produtivitas negara akan meningkat, dan pada
akhirnya diharapkan akan mampu meningkatkan daya saing dan kesejahteraan
masyarakat.
Menurut Zainal Arifin (2014:4) kurikulum adalah semua kegiatan dan
pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah, baik yang
terjadi di dalam kelas, di dalam sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung
jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi kurikulum memegang
perenan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pedidikan pada umumnya,
maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum.
Untuk melakukan evaluasi kurikulum, diperlukan konsep dasar dalam
mengevaluasi dan bertolak dari pengalaman penerapan kurikulum sebelumnya.
Setelah adanya acuan tersebut, maka kita dapat melakukan evaluasi kurikulum
secara efektif dan benar, serta dapat mengantisipasi agar tidak terjadi hal yang
sama ditahun setelah evaluasi kurikulum tersebut. Dalam mengevaluasi tentunya
memperhatikan komponen-komponen yang ada pada kurikulum untuk mengetahui
sejauh mana kita telah mengevaluasi, memperbaiki dan mempertahankan aspek
pendidikan yang sejalan dengan program pendidikan di Indonesia.
Evaluasi program pendidikan dan program pembelajaran merupakan suatu
proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil pembelajaran. Dengan
demikian fokus evaluasi pembelajaran adalah pada hasil, baik hasil yang berupa
proses maupun produk. Informasi hasil pembelajaran ini kemudian dibandingkan
dengan hasil pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika hasil nyata pembelajaran
sesuai dengan hasil yang ditetapkan, maka pembelajaran dapat dikatakan efektif.
Sebaliknya, jika hasil nyata pembelajaran tidak sesuai dengan hasil pembelajaran
yang ditetapkan, maka pembelajaran dikatakan kurang efektif. Pendidik

1
menggunakan berbagai alat evaluasi sesuai karakteristik kompetensi yang harus
dicapai oleh siswa.
Oleh karena itu, pemakalah menulis makalah ini dengan judul “Konsep Evaluasi
Kurikulum Berdasarkan Komponen-Komponen Kurikulum dan Konsep Evaluasi
Program Pendidikan dan Program Pembelajaran” agar guru dan calon pendidik
mata pelajaran Fisika lebih mengenal dan memahami tersebut.

1.2 Tujuan
1. Dapat memahami konsep evaluasi kurikulum berdasarkan komponen-
kompenon kurikulum.
2. Dapat memahami konsep evaluasi program pendidikan dan memahami konsep
evaluasi program pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka

Dalam materi ini akan dibahas meliputi hal-hal sebagai berikut, yaitu tentang
pengertian evaluasi, pengertian kurikulum, komponen-komponen kurikulum,
evaluasi kurikulum, evaluasi program pendidikan dan evaluasi program
pembelajaran.

2.1.1 Konsep Evaluasi Kurikulum


1. Pengertian Evaluasi
Menurut Morison dalam Oemar Hamalik (2008:253) evaluasi adalah
perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan
dapat dipertanggung jawabkan. Dalam buku The School Curriculum, evaluasi
dinyatakan sebagai suatu proses pengumpulan data dan analisa data secara
sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidik memahami dan menilai
suatu kurikulum, serta mampu memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi
merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan apakah
program yang telah ditentukan sesuai tujuan semula. Sedangkan dalam buku
Curriculum Planning and Development, dinyatakan bahwa evaluasi adalah
proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum. Didalamnya terdapat
tiga makna, yaitu:
a) Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan
dicapai.
b) Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan
sedang dilakukan.
c) Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.

2. Pengertian Kurikulum
Menurut Oemar Hamalik(2008:3) kurikulum dapat dipandang dari dua
pandangan, yaitu menurut pandangan lama dan pandangan baru. Menurut
pandangan lama, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Sedangkan menurut pandangan
baru (modern) dikemukakan oleh Romine dalam Oemar Hamalik (2008:4)
pandangan ini dapat digolongkan sebagai pendapat yang baru (modern) yang
dirumuskan sebagai berikut:

3
“Curriculum is interpreated to mean all og the organized course, activities,
and experiences which pupils have under direction of the school, wheather in
the classroom or not.”
Menurut Zainal Arifin (2014:4) Kurikulum adalah semua kegiatan dan
penngalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah, baik yang
terjadi di dalam kelas, di dalam sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung
jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:411) A curriculum can be defined as
our approach to it. A curriculum can be defined as a plan for action, or a written
document, which includes strategies for achieving desired goals or ends. Most
educators agree with this definition, as do most administrators who approach
curriculum in terms of a behavioral or managerial outlook. Curriculum can be
also be defined broadly, as dealing with the experiences of the learners. This
view considers almost anything in school, even outside of school (as long as it
is planned) as part of the curriculum. It is rooted in John Dewey’s definition of
experience and education, as well as Hollis Caswell and Doak Campbhell’s
view, from the !930s, that curriculum was ‘all the experiences children have
under the guidance of the teacher.
Curriculum can be viewed as a field of study, that is, as intellectual or an
academic subject that attempts to analyze and synthesize major positions,
trends, and concepts of curriculum. The approach tends to be historical and
philosophical in nature. The discussion of curriculum making is usually scholarly
and theorical, not practical, and concerned with many broad issues of
curriculum.
Finally, curriculum can be viewed in term of specific subject matter
(mathematics, science, English, History, etc) and grade levels. The emphasis
from this viewpoint woulw would be on knowledge, concepts, and
generalizations of a particular subject or group of subject (such as the core
curriculum, which combine two separate subject such a history and English, or
the broad fields curriculum, which combines many similar subjects into new
courses such as social studies. Language arts, general science). All curriculum
approaches have elements of this definition-that is, there is recognition and
grades.
Menurut Ornstein dan Levine (2000:453) Subject matter is both the oldest
and most contemporary framework of curriculum organization. It is also the

4
most common –primarily because it is convenient, as evidenced by the
departmental structure of secondary schools and colleges. Curricular changes
usually occur at the departmental level. Courses are added, omitted, or
modified, but faculty members rarely engage in comprehensive, systematic
curriculum development and evaluation. Even in elementary schools. Where
self contained classrooms force the teachers to be generalists, curricula are
usually organized by subjects.
Jadi, kurikulum itu merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk
menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab
sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.Pengertian
kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau kegiatan-
kegiatan belajar siswa saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap
pembentukan pribadi anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

3. Pengertian Evaluasi Kurikulum


Menurut Sukiman (2015:195-196), para ahli mendefinisikan evaluasi
kurikulum dengan beragam pengertian. Keragaman definisi ini disebabkan oleh
banyak faktor. Ada pihak yang memberikan pengertian evaluasi kurikulum
secara sempit dan ada yang memberikan pengertian secara luas diantaranya,
yaitu:
a) Menurut Schubert, definisi akademik yang sifatnya universal dan seragam
sangat sulit diterapkan dalam bidang evaluasi kurikulum. Faktor-faktor
tanggung jawab, kewajiban yang harus dilakukan seorang evaluator dan
kekhasan tugas yang harus dilakukan seorang evaluator menyebabkan dia
harus merumuskan suatu definisi yang khas dan mungkin berlaku dalam
situasi evaluasi yang tidak universal. S. Nasution juga menyatakan bahwa ,
evaluasi kurikulum merupakan hal yang kompleks karena banyaknya aspek
yang harus dievaluasi, banyaknya orang yang etrlibat dan luasnya
kurikulum yang harus diperhatikan. Disamping itu evaluasi kurikulum juga
berhubungan dengand efinisi kurikulum yang diberikn, apakah berupa
bahan pelajaran menurut disiplin ilmu atau kah dalam arti yang luas
meliputi pengalaman anak di dalam maupun di luar kelas.
b) Tyler memberikan pengertian evaluasi kurikulum yang secara lebih sempit.
Evaluasi berfokus pada upaya yang mementukan tingkat perubahanyang
terjadi pada hasil belajar (beavior). Tyler memang sangat terbatas jika

5
dilihat dari eprkembangan bidang kajian ini pada saat sekarang. Usaha
evaluasi hanya terpusat pada pencapian hasil belajar semata. Hasil belajar
tersebut umumnya diukur dangan tes. Aplikasi yang paling dominan adalah
pada tes dan oleh karea itu evaluasi dan tes sering diartikan sama. Apa
yang terjadi dalam proses implementasi kurikulum bukan menjadi
kepedulian evaluasi. Oleh karena itu, model ini sering disebut dengan
istilah black box. Tujuan evaluasi menurut definisi Tyler ini adalah untuk
menetukan tingkat perubahan yang etrjadi. Apakah perubahan yang terjadi
pada diri peserta didik merupakan sesuatu yang sgnifikan (baik secara
stastistik maupun secara edukatif). Untuk menentukan tingkat etrjadinya
perubahan tentu saja harus ada perbandingan. Perbandingan peubahan
yang paling penting dalam hal ini adalah perbandingan anatara
kemampuan awal yang dimiliki peserta didik sebelum mengikuti suatu
proses pendidikan tersebut. Oleh karena itu, bagi seorang evaluator
pengetahuan tentang kemampuan awal peseta didik adalah sesuatu yang
penting.
c) Stufflebeam adalah pimpinan kelompok yang mengembangkan konsep
evaluasi yang lebih luas. Kelompok ini terkadang disebut degan nama Phi
Delta Kappa (PDK) danmodel evaluasi yang mereka hasilkan terkadang
disebut juga dengan nama model PDK. terkadang model yang dihasilkan
kelompok ini disebut dengan nama Stufflebeam, sang pemimpin.
Pengertian menurut keompok ini menempatkan evaluasi sebagai suatu
kegiatan yang menjadi bagian dari manajemen. Oleh karena itu evaluasi
brtujuan untuk merumuskan apa yang harus dilakukan, mengumpulkan
informasi, dan menyajikan informasi yang berguna bagi penetapan
alternatif dan data yang dianggap paling menguntungkan. Pembuatan
keputusan dalam konsep kelompok ini adalah usatu yang sangat
diperhitungkan. Suatu kegiatan evaluasi belum dikatakan selesai sebelum
suatu keputusan ditentukan dari berbagai alternatif yang tersedia.
d) Meyer memandang evaluasi sebagai suatu usaha untuk memahami apa
yang terjadi dalam pelaksanaan dan dampak kurikulum. Evaluasi bukan
untuk memberikan pertimbangan dan bukan juga keputusan. Evaluasi
harus memberikan pemahaman mengenai apa yang dievaluasi.

6
Menurut Wina Sanjaya (2008:341-342), evaluasi kurikulum dimaksudkan
suatu proses mempertimbangkan untuk memberi nilai dan arti terhadap suatu
kurikulum tertentu. Hal yang dimaksud dengan kurikulum disini adalah rencana
yang mengatur tentang isis dan tujuan pendidikan serta cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan menurut Cronbach
evaluasi kurikulum pada dasarnya adalah sebagai suatu proses mengumpulkan
berbagai informasi dalam rangka membuat suatu keputusan tentang program
pendidikan. Artinya melalui evaluasi apakah suatu program pendidikan perlu
ditambahkan, dikurangi atau mungkin diganti.
Curriculum evaluation generates a host of responses. Some fear the power
and control it might give central authorities. Local communities have been
dismayed by those in government who seem to offer autonomy, yet still demand
that the school system be evaluated by standardized tests. Other are reassured
by the evaluation. People often expect that evaluation will solve many pressing
problem-the public who demands accountability, the decision maker who
chooses curriculum alternatives, the developer who needs to know where and
how to improve the curriculum product, and the teacher who is concerned about
the effect of learning opportunities on individual students all look to evaluation
for their answers (McNeil, 1990:235)
David Hamilton has summarized the ideas and event in curriculum
evaluation during the past 150 years, illuminating its relatively unchanging
features according to him, curriculum evaluation falls within the sphere of
practical morality. As such, it responds to both the ethical question, “What
should we do?” and the empirical question, “What can we do?” He recognizes,
too, that the importance of evaluation is heightened by social changes and
politics (McNeil, 1990:236)
Menurut Nasution (1989:88-89) evaluasi kurikulum bermacam-macam
tujuannya. Yang paling penting diantaranya ialah:
a) Mengetahui hingga manakah siswa mencapai kemajuan kearah tujuan
yang telah ditentukan.
b) Menilai efektivitas kurikulum.
c) Menentukan factor biaya, waktu, dan tingkat kebehasilan kurikulum.

7
4. Komponen-Komponen Kurikulum
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, khususnya Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 dijelskan bahwa “pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Untuk melaksanakan fungsi pendidikan dan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan tersebut, maka diperlukan suatu program pendidikan yang disusun
secara sistematis dan logis, serta sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik. Program ini biasanya disebut dengan kurikulum. Dalam konteks
desain dan pengembangan kurikulum, maka para pengembang kurikulum
(termasuk guru) harus memperhatikan kerangka dasar kurikulum dengan
pendekatan sistem, yaitu kurikulum yang memiliki komponen-komponen pokok
kurikulum, baik pada tingkat makro (nasional), institusi (lembaga), bidang studi
atau mata pelajaran, maupun pada tingkat program pembelajaran (silabus dan
RPP). Adapun komponen-komponen kurikulum sebagai berikut.
a) Komponen tujuan
Tujuan pendidikan nasional dirumuskan langsing oleh pemerintah sebagai
pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus.
Tujuan institusional adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan, baik pendidikan nonformal (lembaga, kursus, pesantren). Tujuan
kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Tujuan pembelajaran umum adalah tujuan yang ingin dicapai pada
setiap pokok bahasan, sedangkan tujuan pembelajaran khusus (instructional
objective) adalah tujuan dari setiap subpokok bahasan.
Menurut Zainal Arifin (2014:83-84), herarki tujuan pendidikan secara utuh
dapat kita lihat dalam kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 1994 yang
bersifat goal oriented, sedangkan dalam kurikulum 2004 atau Kurikulum
Berbasis Kompetensi (competency-based cirriculum) dikenl dengan istilah
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), mata pelajaran,
Kompetensi Dasar (KD), dan indikator. Bedanya, kalau tujuan harus dicapai
oleh peserta didik, sedangkan kompetensi harus dikuasai oleh peserta didik.
Istilah “dikuasai” mengandung implikasi yang lebih berat bagi guru
dibandingkan dengan iatilah “dicapai”, karena peserta didik bukan hanya

8
memperoleh pengetahuan saja, tetapi harus dapat menerapkannya dengan
baik, diikuti dengan sikap yang positif. Jika dilihat tingkat pencapaiannya, maka
tujuan pendidikan dapat dibagi kedalam tiga jenis yaitu tujuan jangka panjang,
tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka pendek. Dilihat dari ruang
lingkupnya, maka tujuan pendidikan dibagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum fdan tujuan khusus.
b) Komponen isi/materi
Menurut Zainal Arifin (2014:88-92), isi/materi kurikulum pada hakikatnya
adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Secara umum, isi kurikulum itu
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu, (a) logika, yaitu pengetahuan
tentang benar-salah, berdasarkan prosedur keilmuan, (b) etika, yaitu
pengetahuan tentang baik-buruk, nilai, dan moral, dan (c) estetika, yaitu
pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni. Berdasarkan
pengelompokan isi kurikulum tersebut, maka pengembangan isi kurikulum
harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) mengandung
bahan kajian atau topik-topik yang dapat dipelajari peserta didik dalam proses
pembelajaran, dan (b) berorientasi pada standar kompetensi lulusan, standar
kompetensi mata pelajaran, dan lompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Pada kurikulum pendidikan formal, pada umumnya organisasi isi/materi
kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran dan/atau bidang studi yang
tertuang dalam struktur kurikulum sesuai dengan tujuan institusional masing-
masing. Dalam struktur tersebut diatur pula alokasi waktu yang diberikan untuk
setiap bidang studi atau mata pelajaran pada setiap minggunya. Ada beberapa
jenis struktur kurikulum, yaitu:
 Pendidikan umum (general education), yaitu program pendidikan yang
bertujuan membina siswa agar menjadi warga yang baik.
 Pendidikan akademik (academic education), yaitu program pendidikan
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan intelektual sehingga
diharapkan peserta didik memperoleh kualifikasi pengetahuan yang
fungsional menurut tuntutan disiplin ilmu masing-masing.
 Pendidikan kecakapan hidup (life skill edication), yaitu program pendidikan
yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan tertentu,
sebagai bekal hidup peserta didik di masyarakat.

9
 Pendidikan kejujuran (vocational education), yaitu program yang
mempersiapkan peserta didik untuk memperoleh keahlian atau pekerjaan
tertentu sesuai dengan jenis sekolah yang ditempuhnya.
c) Komponen proses
Menurut Zainal Arifin (2014:92), proses pelaksanaan kurikulum harus
menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk
membelajarkan peserta didik, baik disekolah melalui kegiatan tatap muka,
maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks
inilah guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembeljaran, metode
mengajar, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi
pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum (SK/KD), karakteristik
materi pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan isi
kurikulum, antara lain: (a) strategi ekspositori klasial, yaitu guru lebih banyak
menjelaskan maeri yang sebelumnya telah diolh sendiri, sementara siswa lebih
banyak menerima materi yang telah jadi, (b) strategi pembelajaran heuristik
(discovery dab inquiry), (c) strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja
kelompok dan diskusi kelompok, dan (d) strategi pembelajaran individual.
Di samping strategi, ada juga metode mengajar. Metode adalah cara yang
digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau materi pelajaran sesuai
dengan tujuan kurikulum. Untuk memilih metode yang mana yang akan
digunakan, guru dapat melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan
yang berpusat pada matapelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta
didik, dan pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Meskipun
demikian, tidak ada satu metode pun yang dianggap paling ampuh. Oleh sebab
itu, guru harus dapat menggunakan multimetode secara bervariasi. Di ddalam
kegiatan pembelajaran, guru harus dapat menggunakan multi media, baik media
vsual, media audio, maupun media audio-visual. Sumber belajar adalah bagian
yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran, yaitu manusia, bahan,
lingkungan, alat, dan perlengkapan, serta aktivitas.
d) Komponen evaluasi
Untuk mengetahui efektivitas kurikulum dan dalam upaya memperbaiki
serta menyempurnakan kurikulum, maka diperoleh evaluasi kurikulum. Evaluasi
kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyak aspek
yang harus dievaluasi, banyak orang yang terlibat, dan luasnya kurikulum yang
harus diperhatikan. Evaluasi kurikulum memerlukan ahli-ahli yang

10
mengembangkannya menjadi suatu disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum itu sendiri,
apakah sebagai kumpulan mata pelajaran atau meliputi semua kegiatan dan
pengalaman anak di dalam maupun di luar sekolah.

5. Tujuan evaluasi kurikulum


Evaluasi kurikulum dimaksud untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan, indikator
kinerja yang akan dievaluasi, yaitu efektifitas program dan imlementasinya.
Menurut S. Hamid Hasan dalam Sukiman (2015:196), tujuan evaluasi kurikulum
adalah sebagai berikut.
a) Menyedakan informasi mengenai pelaksanaan pengembangan dan
pelaksanaan suatau kurikulum sebagai masukan bagi pengambilan keputusan.
b) Menentkan tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu kurikulum serta faktor-
faktor yng berkontribusi dalam suatu lingkungan tertentu.
c) Mengembangkan berbagai alternatif pemecahan mesalah yang dapat
digunakan dalam upaya perbaikan kurikulum.
d) Memahami dan menjelaskan karakteristik suatu kurikulum dan pelaksanaan
suatu kurikulum.

6. Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum


Menurut Sukuman (2015:197) evaluasi kurikulum haruslah dilandasakan atas
dasar prinsip-prinsip yang jelas sebagai landasan pijak. Prinsp dala hal ini berarti
rambu-rambu atau pedoman yang perlu dipegang dalam melaksanakan kegiatan
evaluasi kirikulum. Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut.
a) Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik.
b) Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya,
bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrumen
yang andal.
c) Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat
salam ruang lingkup kurikulum
d) Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan.pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tangung jawab
bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, seperti guru,

11
kepala sekolah, penilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping
merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan.
e) Efesian, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan
yang menjadi unsur penunjang.
f) Berkesinambungan, hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar
sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu,
peran guru dan kepala sekolah sangatlah penting karena mereka yang paling
mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.

7. Jenis-jenis evaluasi kurikulum


Menurut Zainal Arifin (2014:274-275), dilihat dari kurikulum sebagai suatu
program, maka jenis evaluasi dapat dibagi menjadi lima jenis.
a) Evaluasi perencanaan dan pengembangan
Hasil evaluasi ini sangat diperlukan untuk mendisain kurikulum. Sasaran
utamanya adalah memberikan bantuan tahap awal dalam penyusunan
kurikulum. Persoalan yang disoroti menyangkut tentang kelayakan dan
kebutuhan. Hasil evaluasi ini dapat meramalkan kemungkinan implementasi
kurikulum serta keberhasilannya. Pelaksanaan evaluasi dilakukan sebelum
kurikulum disusun dan dikembangkan.
b) Evaluasi monitoring
Evaluasi ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah kurikulum mencapai
sasaran secara efektif, dan pakah kurikulum terlaksana sebagaimana mestinya.
Hasil evaluasi ini snagat baik untuk mengetahui kemungkinan pemborosan
sumber-sumber dan waktu pelaksanaan, sehingga dapat dihindarkan.
c) Evaluasi dampak
Ealuasi inidimaksudkan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu
kurikulum. Dampak ini dapat diukur berdasrkan kriteria keberhasilan sebagai
indikator ketercapian tujuan kurikulum.
d) Evaluasi efisiensi-ekonomis
Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai tingkat efesiansi kurikulum. Untuk itu,
diperlukan perbandingan antara jumlah biaya, tenaga dan waktu yang
diperlukan dalam kurikulum dengan kurikulum lainnya yang memiliki tujuan
yang sama.
e) Evaluasi program komrehensif

12
Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai kurikulum secara menyeluruh, mulai
dari perencanaan, pengembangan, implementasi, dampak, serta tingkat
keefektifan dan efesiensi.

8. Desain evaluasi kurikulum


Menurut Oemar Hamalik dalam Zainal Arifin (2014:275-276), desain evaluasi
kurikulum meliputi komponen-komponen sebagai berikut.
1) Penetapan garis besar penilian:
a) Identifikasi tingkat perbuatan keputusan.
b) Menetapkan situasi-situasi keputusan bagi masing-masing tngkat, dan
tentukan: locus, fokusnya, waktu, dan susunan alternatif.
c) Merumuskan kriteria bagi setiap situasi dengan cara merinci variabel-
variabel pengukuran dan standar dalam mempertimbangkan kemungkinan-
kemungkinan.
d) Merumuskan kebijaksanaan untuk pelaksanaan evaluasi.
2) Pengumpulan informasi:
a) Memerinci sumber-sumber informasi.
b) Memerinci instrumen dan metode pengumpulan informasi.
c) memerinci prosedur sampel.
d) Memerinci kondisi-kondisi dan jadwal pengumpulan informasi.
3) Organisasi informasi:
a) Memerinci format informasi.
b) Memerinci alat untuk koding, penyusunan, penyimpanan, dan retricing
informasi.
4) Analisis informasi:
a) Memerinci prosedur analisis.
b) Memerinci alat untuk melaksanakan analisis.
5) Lapoan informasi:
a) Menentukan penerima laporan.
b) Memerinci alat untuk menyampaikan informasi.
c) Memerinci format laporan.
d) Menetapkan jadwal pelaporan informasi.

13
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:424)Curriculum leaders must always be
concerned with what should be included and how to present or arrange what is
selected. In order words, they mustfirs deal with content or subject matter and then
learning experiences. Regardless of the curriculum approach or development and
model used, curriculum leaders cannot ignore these two components.
Groups charged with curriculum planning have options in selection of content
and experience- to be determined in part by the philosophical and psychological views
of the committee members and school. Unquestionably, three is too much content and
too many learning experiences to include, and committee members (or those in change
of curriculum) must make decisions about what content and experiences to include.
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:425)Curriculum planners should apply
criteria in chossing curriculum content. Although the following criteria are neutral and
can fit into any curriculum approach or model, various philosophical camps might place
greater emphasis on particular criteria. For example, menurut Hilda Taba dalam
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:425), in classic text on curriculum, maintains
thet content should include the following functions.
 Four levels of knowledge. These include specific skills, and processes,
basic ideas such as generalizations, principles, and causal relationship
within the subject matter, concepts dealing with abstract ideas, complex
systems, multiple causations, and interdependence, and thought systems or
methods of problem solving, inquiry, and discovery.
 New fundamentals to master. The content in many subjects become
increasingly obsolescent, especially in light of the explosion of knowledge.
The curriculum must be periodically updated to include new content to be
learned.
 Scope. Scope is the breadth, depth, and variety of the content and includes
the coverage of boundaries of the subject.
 Sequence. By sequencing, there is recognition of and need fordifferentiating
levels of levels of knowledge, that learning is based on prior knowledge, and
the curriculum should be cumulative and continouous.
 Integration. Integration emphasizes the relationships among various content
themes, topics, or units, it helps explain how content in another subject.

14
9. Ruang Lingkup Kurikulum
Menurut Sanjaya (2008:342-349) bahwa kurikulum dapat dipandang dari dua
sisi. Sisi pertama kurikulum sebagai program pendidikan atau kurikulum sebagai
suatu dokumen, dan sisi kedua kurikulum sebagai suatu proses atau kegiatan.
Dalam proses pendidikan kedua sisi ini sama pentingnya, seperti dua sisi mata
uang logam. Apa artinya sebuah program tanpa diimplementasikan, dan apa
artinya implementasi tanpa program yang menjadi acuan. Evaluasi haruslah
mencakup kedua sisi tersebut, baik kurikulum sebagai suatu dokumen yang
dijadikan pedoman, maupun kurikulum sebagai suatu proses, yakni implementasi
dokumen rencana tersebut.
a. Evaluasi Kurikulum Sebagai Suatu Program atau Dokumen
Suatu program atau dokumen, kurikulum memiliki beberapa komponen pokok,
yaitu tujuan yang ingin dicapai, isi atau materi kurikulum itu sendiri, strategi
pembelajaran yang direncanakan, serta rencana evaluasi keberhasilan.
1) Evaluasi Tujuan Pendidikan
Rumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang ada dalam dokumen
kurikulum. Evaluasi kurikulum sebagai dokumen adalah evaluasi terhadap
tujuan,setiap mata pelajaran terdapat sejumlah kriteria untuk menilai tujuan ini.
a) Apakah tujuan setiap mata pelajaran itu berhubungan dan diarahkan
untuk mencapai tujuan lembaga sekolah yang berangkutan?
b) Apakah tujuan itu mudah dipahami oleh setiap guru?
c) Apakah tujuan yang dirumukan dalam dokumen itu sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa?

2) Evaluasi terhadap Isi/Materi Kurikulum


Bahwa yang dimaksud dengan isi atau materi kurikulum adalah seluruh pokok
bahasan yang diberikan dalam setiap mata pelajaran. Sejumlah pertanyaan yang
dapat dijadikan kriteria untuk menguji isi atau materi kurikulum di antaranya:
a) Apakah isi kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian tujuan
seperti yang telah ditetapkan?
b) Apakah isi atau materi kurikulum sesuai dengan pandangan-pandangan
atau penemuan-penemuan yang mutakhir?
c) Apakah isi kurikulum sesuai dengan pengalaman dan karakteristik
lingkungan dimana anak tinggal?
d) Apakah urutan isi kurikulum sesuai karakteristik isi atau materi kurikulum?

15
3) Evaluasi terhadap Strategi Pembelajaran
Sebagai ssssuatu pedoman bagi guru, kurikulum juga seharusnya memuat
petunjuk-petunjuk bagaimana cara pelaksanaan pembelajaran ata cara
mengimplementasikan kurikulum adalah salah satu aspek yang berhubungan
dengan implementasi kurikulum adalah aspek pedoman perumusan strategi
pembelajaran. Sejumlah kriteria yang dapat diajukan untuk menilai pedoman
strategi belajar mengajar di antaranya:
a) Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dan dapat
mendukung untuk keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan?
b) Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan dapat mendorong aktivitas
dan minat siswa untuk belajar?
c) Bagaimana keterbacaan guru terhadap pedoman pelaksanaan strategi
pembelajaran yang direncanakan?
d) Apakah strategipembelajaran yang dirumuskan dapat mendorong
kreativitas guru?
e) Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa?
f) Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan alokasi
waktu yang tersedia?

4) Evaluasi terhadap Program Penilai


Komponen yang keempat, yang harus dijadikan sasaran penilai terhadap
kurikulum sebagai suatu program adalah evaluasi terhadap program
penilaian. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan adalah:
a) Apakah program evaluasi relevan dengan tujuan yang ingin dicapai?
b) Apakah evaluasi diprogramkan untuk mencapai fungsi evaluasi baik
sebagai formatif maupun fungsi umatif?
c) Apakah program evaluasi yang direncanakan mudah dan dipahamioleh
guru?
d) Apakah program evaluasi mencakup semua aspek perubahan perilaku?
b. Evaluasi Pembelajaran sebagai Implementasi Kurikulum
Beberapa kriteria yang dapat diajukan untuk menilai implementasi tersebut di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Apakah implementasi kurikulum yang dilaksanakan oleh guru seuasi dengan
program yang direncanakan?

16
2. Sejauh mana siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai?
3. Apakah secara keseluruhan implementasi kurikulum dianggap efektif dan
efisien?

10. Model Evaluasi Kurikulum


Menurut Tim Pengembang MKDP ( 2015: 59) dalam buku yang berjudul
Kurikulum dan Pembelajaran
a) Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran prilaku siswa untuk
mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi
digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan
perbandingan efektivitas antara dua atau lebih program/metode pendidikan.
Objek evaluasi di titik beratkan kepada hasil belajar terutama dalam aspek
kognitif dan khususnya yang dapat di ukur dengan alat evaluasi yang objektif
dan dapat dibukukan.
b) Congruence
Evaluasi pada dasarnya mereupakan pemeriksaan kesesuaiaan atau
congruence antara tujuan pendidikan dan tujuan yang ingin dicapai, untuk
melihat sejauhmana perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi
diperlukan dalam rangka menyempurnakan program, bimbingan pendidikan,
dan pemberian informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan. Objek evaluasi
dititikberatkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik, maupun
nilai dan sikap.
c) Illumination
Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai pelaksaan program,
pengaruh faktor lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan program serta
pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih
didasarkan kepada judgment (pertimbangan) yang hasilnya diperlukan untuk
menyempurnakan program. Objek evaluasi mencakup latar belakang dan
penyempurnaan program, proses pelaksanaan, hasil belajar, dan kesulitan-
kesulitan yang dialami.
d) Educational System Evaluation
Evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performence setiap
dimensi program dan kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan

17
judgment. Hasil evaluasi diperlukan untuk menyempurnakan program dan
penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Objek evaluasi mencakup
input (bahan, rencana, peralatan), proses dan hasil yang dicapai dalam arti
luas.

e) CIPP
CIPP merupakan model evaluasi dengan fokus pada contect, process, serta
product. Kempat aspek tersebut menjadi bagian penting dalam kegiatan
evaluasi kurikulum yang dianggap mencakup keseluruhan dimensi kurikulum.

2.1.2 Konsep Evaluasi Program Pendidikan dan Evaluasi Program Pembelajaran


A. Pengertian Program Pendidikan
Menurut Suharsimi Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:1) Evaluasi
berasal dari kata Evaluation (Bahas Inggris). Kata tersebut diserap kedalam
perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata
aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Istilah
“penilaian” merupakan kata benda dari “nilai”. Dalam kamus Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English (As Hornby, 1986) evaluasi adalah to find
out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai
atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung
didalam definisi tersebut pun menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus
dilakukan secara hati-hati, bertangggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Menurut Suchman 1961 dalam Anderson(1975) dan Suharsimi Arikunto dan
Safruddin Abdul Jabar(2014:1) Evaluasi dipandang sebagai sebuah proses
menentukan hasil yang telah dicapai bebrapa kegiatan yang direncanakan untuk
mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain dikemukakan oleh Worthen dan
Sanders dalam Anderson 1971 dan Suharsimi Arikunto dan Safruddin Abdul
Jabar(2014:1). Dua ahli tersebut mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan
mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu, dalam mencari sesuatu tersebut,
juga informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program,
produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan
yang sudah ditentukan.
Seorang ahli yang sangat terkenal dalam evaluasi program bernama
SguffleBeam (197) dalam Fernandes (1984) dan Suharsimi Arikunto dan

18
Safruddin Abdul Jabar(2014:2) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian, pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi
pengambil keputusan dalam menentukan alternative keputusan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative yang tepat
dalam mengambil suatu keputusan.
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:3) Ada dua pengertian
untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara khusus dan umum. Menurut
pengertian secara umum, “program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Jika
seorang siswa ditanya oleh guru, apa programnya sesudah lulus dalam
menyelesaikan pendidikan diluar sekolah yang diikuti maka arti “program” dalam
kalimat tersebut adalah rencana atau rnacangan kegiatan yang akan dilakukan
setelah lulus. Rencana ini mungkin berupa keinginan untuk melanjutkan
kependidikan yang lebih tinggi, mencari pekerjaan, membantu orang tua dalam
membina usaha, atau mungkin juga belum menentukan program apapun. Selain
itu, ada juga anak yang sangat tergantung pada orang tua sehingga akan member
jawaban bahwa program masa depan menunggu keputusan orang tuanya. Apabila
program ini dikaitkan dengan evaluasi program maka program didefinisikan
sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau
implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan
sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam
menentukan program, yaitu (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2)
terjadi dalam waktu relatif lama bukan kegiatan tunggal tetapi jaak
berkesinambungan dan (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok
orang.
Menurut Fernandes (1984) dalam Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5)
pemikiran secara serius tentang evaluasi program dimulai sekitar tahun delapan
puluhan. Sejak tahun 1979-an telah terjadi perkembangan sehubungan dengan
konsep-konsep yang berkenaan dengan evaluasi program, sebgaai contoh teori
yang dikemukakan oleh Cronbach (1982) dalam Fernandes (1984) dan Arikunto
dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5) tentang pentingnya sebuah rancangan dalam
kegiatan evaluasi program.

19
Makna dari evaluasi program itu sendiri mengalami proses pemantapan,
definisi ini terkenal untuk evaluasi program dikemukakan oleh Ralph Tyler (1950)
dalam Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5) , yang mengatakan bahwa
evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan
sudah dapat terealisasikan.
Menurut Cronbach (1982 dalam Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5)
Definisi yang lebih diterima masyarakat luas dikemukakan oleh dua orang ahli
evaluasi, yaitu Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971), mereka mengemukakan
bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan
kepada pengambil keputusan. Sehubungan dengan definisi tersebut The Standford
Evaluation Consorsium Group Menegaskan bahwa meskkipun evaluator
menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu
program.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah
upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat
dengan cara mengetahui efektivitas masingng-masing komponennya (Arikunto dan
Safruddin Abdul Jabar(2014:18)

B. Tujuan Evaluasi Program Pendidikan


Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:18) tujuan diadakannya
evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan
langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program
ini mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang
belum terlaksana dan apa sebabnya.

C. Manfaat Evaluasi Program Pendidikan


Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:21) dalam organisasi
pendidikan, evaluasi program dapat disamaartikan dengan kegiatan supervise.
Secara singkat, supervise diartiakan sebagai upaya mengadakan peninjauan untuk
memberikan pembinaan maka evaluasi program adalah langkah awal dalam
supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan
pemberian pembinaan yang tepat pula. Dilihat dari ruang lingkupnya, supervise
dibedakan enjadi tiga, yaitu (1) supervise kegiatan pembelajaran, (2) supervise
kelas, dan (3) supervise sekolah.

20
Berdasarkan pengertian tadi, supervise sekolah dapat diartikan sebagai
evaluasi program, dapat disamaartikan dengan validasi lembaga dan akreditasi
dan validasi lembaga. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: evaluasi
program pendidikan tidak lain adalah supervisi pendidikan dalam pengertian
khusus, tertuju pada lembaga secara keseluruhan.
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:22) Program adalah
rangkaian kegiatan sebagai realisasi dari suatu kebijakan. Apabila suatu program
tidak dievaluasi maka tidak akan dapat diketahui bagaimana dan seberapa tinggi
kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat terlaksana. Ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah
program keputusan, yaitu:
1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada
manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan
harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa
segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil
yang bermanfaat.
4. Menyebarlauskan program (melaksanakan program ditempat-tempat lain atau
mengulangi lagi program dilain waktu), karena program tersebut berhasil
dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang
lain.

D. Evaluator dalam
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:23) Ada dua
kemungkianan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi evaluasi program
ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut
evaluator dapat diklarifikasikan menjadi dua macam, yaitu (1) evaluator dalam, dan
(2) evaluator luar.
1. Evaluator Dalam (Internal Evaluator)
Yang dimaksud dengan evaluator dalam adalah petugas evaluasi program yang
sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana
program yang dievaluasi.
2. Evaluator Luar ( External Evaluator)

21
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:23) Yang dimaksud dengan
evaluator luar adalah orang orang yang tidak terkait dalam kebijakan dan
implementasi program. Mereka berasal dari luar dan diminta oleh pengambil
keputusan unuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan
kebijakan yang sudah diputuskan. Melihat bahwa status mereka berada diluar
program dan dapat bertindak bebas sesuai dengan kwinginan mereka sendiri
maka tim evaluator luar ini dikenal dengan nama tim bebas atau independent
team.
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:27) Ada dua macam tujuan
evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada
program secar akeseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-
masing komponen. Agar dapat melakukan tugasnya, maka seorang evaluator
program dituntut untuk mampu mengenali komponen-komponen program. Dalam
menentukan tujuan program, evaluator program harus dapat menangkap harapan
dari penentu kebijakan yang mungkin bertindak sebagai pengelola, atau mungkin
juga tidak. Untuk mempermudah megidentifikasi tujuan evaluasi program, kita
harus memperhatikan unsure-unsur dalam kegiatan atau penggarapannya. Ada
tiga unsure penting didalam kegiatan atau penggarapan suatu kegiatan, yaitu:
a. What = apa yang digarap
b. Who = siapa yang menggarap
c. How bagaimana menggarapnya
Dengan memfokuskan perhatian pada tiga unsur kegiatan tersebut, paling
sedikit dapat diidentifikasi adanya 3 (tiga) komponen kegiatan, yaitu tujuan,
pelaksanaan kegiatan, dan prosedur tekhnik pelaksanaan.

E. Konsep Dasar Pembelajaran


1. Hakikat Pembelajaran
Pembelajarn adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau
pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Menurut Mudhofir (1987 : 30)
(dalam Tim Pengembang MKDP, 2015:128) pada garis besarnya ada empat pola
pemeblajaran. Peratama, pola pembelajaran antara guru dengan siswa tanpa
enggunakan alat bantu/bahan pembelajaran dalam bentuk alat peraga; kedua,
pola (guru+alat bantu) dengan siswa. pada pola pembelajaran ini guru sudah
dibantu oleh berbagai bahan pembelajaran yang disebut alat peraga pembelajaran
dalam menjelaskan atau meragakan suatu pesan yang bersifat abstrak; ketiga,
pola (guru) + (media) dengan siswa. pola pembelajaran ini sudah

22
mempertimbangkan keterbatasan guru, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya
sumber belajar; dan keempat, pola media dengan siswa atau pola pembelajaran
jarak jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran yang disiapkan.
Menurut Adam dan Dickey (dalam Omar Hamalik, 2005. Dalam Tim
Pengembang MKDP, 2015:129), peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:
a. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor)
b. Guru sebagai pembimbing ( teacher as conselor)
c. Guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist)
d. Guru sebagai pribadi (teacher as person)
Guru harus berperan sebagai motor penggerak terjadinya aktifitas belajar
dengan cara memotivasi siwa (motivator), memfalitasi belajar (fasilitator),
mengorganisasi kelas (organisator), mengembangkan bahan pembelajaran
(developer, desainer), menilai program-proses-hasil pembelajaran (evaluator),
memonitor aktivitas siswa (monitor), dan sebagainya.
2. Landasan Konsep Pembelajaran
a. Filsafat
Secara filosofis belajar berarti mengingatkan pada manusia mengenai
makna hidup yang bissa dilalui melalui proses meniru, memahami,
mengamati, merasakan, mengkaji, melakukan, dan meyakini suatu
kebenaran sehingga semuanya memberikan kemudahan dalam mencapai
segala sesuatu yang dicita-citakan manusia. Dengan demikian, filsafat
apapun yang telah menjadi hasil pikir manusia maka kaitannya dengan
belajar ibarat siklus bahwa dengan filsafat, manusia bisa mempelajari
(belajar) tentang segala sesuatu. Sebaliknya dengan aktivitas belajar, maka
pemikiran-pemikiran tentang belajar terus berkembang dan banyak
ditemukan sehingga membawa pada warna inovasi ide dan pemikiran
manusia sepanjang zaman.

b. Psikologi
Perilaku manusia bisa berubah karena belajar, akan tetapi apakah
manusia itu memahami tentang perilakunya sendiri, atau menyadari idia
harus berperilaku seperti apa ketika berada, atau dihadapkan dalam situasi
dan kondisi yang berbeda. Maka perilaku yang masih dicari inilah dapat
dikaitkan dengan kajian ilmu psikologi. Psikologi sebagai ilmu yang mengkaji
gejala kejiwaan yang akhirnya mempelajari produk dari gejala kejiwaan ini

23
dalam bentuk perilaku-perilaku yang tampak dan sangat dibutuhkan dalam
proses belajar. Di antara psikologi yang banyak dan memang masih
bertahan menjadi landasan pokokn dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran, yaitu psikologi kognitif dan bihevioristik.
c. Sosiologi
Manusia adalah makhluk individu dan sosial. Melalui belajar, individu
bisa mempelajari lawan bersosialisasi, teman hidup bersama dan mampu
membangun masyarakat sampai ndengan negara dan bangsa. Jiaka dalam
belajar tanpa arah tujuan pada makna hidup manusia sebagai mehluk sosial,
maka belajar akan dijadikan cara untuk saling menguasai, memusnahkan,
karena segala sesuat yang dipelajari, diketahui, dipahami melalui belajar
tidak dignakan dalam menciptakan kondisi kedamaian dunia. Landasan
sosiologis ini sangat penting dalam mengiringi perkembangan inovasi
pembelajaran yang banyak terimbas oleh perubahan zaman yang semakin
hedonistik.
d. Komunikasi
Pendidikan dengan komunikasi ibarat setali tiga uang, yang satu
memberikan pemaknaan kepada yang lain. Dalam praktiknya proses belajar
atau pembelajaran akan menghasilkan suatu kondisi dimana individu dalam
hal ini siswa dan guru, siswa dengan siswa tau interakasi yang kompleks
sekalipun pasti akan ditemukan proses komunikasi. Landasan komunikasi ini
akan banyak memberikan warna dalam bentuk pendekatan, model, metode,
dan strategi pembelajaran, serta pola-pola inovasi pembelajaran.
e. Teknologi
Pembelajaran erat kaitannya dengan penggunaan teknologi pendidikan,
pembelajaran yang komprehensif harus memperhatikan perbedaaan interest
siswa ada yang tipe auditif, visual dan kinestik.

3. Proses Pembelajaran
Bila semua paradigma masyarakat perguruan tinggi telah memahami
dengan baik tentang proses pembelajaran siswa aktif, learning how to learn,
penyiapan sumber daya telah di atur dengan baik, dan RPP/SAP yang telah
mengatur dengan baik mekanisme proses pengembelajaran maka proses
pembelajaran akan berjalan dengan lebih mudah.Pembelajaran merupakan
akumulasi dari konsep mengajar dan konsep belajar. Penekanannya terletak

24
pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek
didik.
Dalam proses pembelajaran meliputi kegiatan dari membuka sampai
menutup pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran meliputi: 1) kegiatan awal,
yaitu melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan bila
dianggap perlu memberikan pretest; 2) kegiatan inti, yaitu kegiatan utama yang
dilakukan guru dalam memberikan pengalaman belajar, melalui berbagai
strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan tujuan dan materi yang akan
disampaikan; 3) kegiatan akhir, yaitu: menyimpulkan kegiatan pembelajaran dan
pemberian tugas atau pekerjaan rumah bila dianggap perlu.

a. Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan tahap mempersiapkan peserta belajar
untuk belajar. Tanpa itu, pembelajaran akan lambat atau berhenti sama
sekali. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan tahap persiapan adalah untuk
menimbulkan minat peserta belajar, memberi mereka perasaan positif
mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan menempatkannya
dalam situasi optimal untuk belajar.
b. Penyampaian
Tahap penyampaian pembelajaran dalam siklus pembelajaran dimaksud
untuk mempertemukan peserta belajar dengan materi belajar yang
mengawali proses belajar secara positif dan menarik. Tahap penyampaian
dalam belajar bukan hanya sesuatu yang secara aktif melibatkan peserta
belajar dalam menciptakan pengetahuan di setiap langkahnya.
c. Latihan
Tahapini dalalm siklus pembelajaran berpengaruh terhadap 70% atau lebih
pengalaman belajar keseluruhan. Dalam tahap minilah pembelajaran yang
sebenarnya berlangsung. Bagaimanapun, apa yang dipikirkan dan yang
dikatakan serta dilakukan pembelajaran yang menciptakan pembelajaran
dan bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dilakukan oleh instruktur atau
pendidik. Tjuan tahap pelatihan adalah membantu peserta belajar
mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru
dengan berbagai cara.
d. Penampilan Hasil
Belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan,
pengetahuan menjadi pemahaman, pemahan menjadi kearifan, dan kearifan

25
menjadi tindakan. Tujuan tahan penampilan hasil ini adalah membantu
peserta belajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau
keterampilan baru mereka pada pekerjaan mereka sehingga akan melekat
dan penampilan hasil akan terus meningkat.

F. Perencanaan Evaluasi Program Pendidikan


1. Analisis Kebutuhan
Menurut Kaufman dan English dalam Arikunto dan Safruddin Abdul
Jabar(2014:71) menekankan perlunya analisis kebutuhan di dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Dalam menggunakan analissis
sistem, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, kemudian menentukan
analisis sistem, menemukan gejala dan asumsi penyebab timbulnya masalah,
pendidik akan lebih tepat memilih alternatif cara untuk memecahkannya. Dalam
hal ini analisis kebutuhan merupakan satu alat yang tepat sebagai pelengkap
bagi evaluator program ketika mempertimbangkan kejelasan masalah , serta
memberikan rekomendasi kepada penentu kebijakan. Atas dasar uraian
tersebut para evaluator perlu memahami dengan tepat apa, mengapa, dan
bagaimana melakukan analisis kebutuhan.
Menurut Anderso, dkk dalam Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:21)
Analisis kebutuhan diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan sekaligus menentukan prioritas diantaranya. Dalam
konteks pendidikan dan program pengajaran, kebutuhan dimaksud diartikan
sebgai suatu kondisi yang memperlihatkan adanya kesenjangan antara
keadaan nyata (yang ada) dengan kondisi yang diharapkan. Kebutuhan
tersebut dapat terjadi pada diri individu, kelompok ataupun lembaga.
2. Menyusun Evaluasi Program
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:79) Proposal adalah
proposal adalah sebuah rencana kerja yang menggambarkan semua kegiatan
yang akan dilakukan dalam evalusia program. Ibarat akan melakukan suatu
perjalanan, proposal ini merupakan suatu peta yang menggambarkan wilayah,
jaringan jalan yang akan dilalui, serta langkah-langkah yang diambil kerika
melalui jalan tersebut. mengapa harus ada proposal? Mengingat fungsi
proposal seperti sudah disebutkan, terlebih bahwa program itu sendiri
merupakan suatu sistem yang kompleks dan merupakan realisasi suatu
kebijakan, maka didalam evaluasi program keberadaan proposal memegang

26
peran yang sangat penting. Tanpa ada proposal, kegiatan tidak akan lancar
karena tanpa arah yang jelas, dan semuanya akan terjadi mendadak.
3. Membuat Alat atau Instrumen Program
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:92) dalam setiap
penelitian, instrument merupakan sesuatu yang mempunyai kedudukan yang
sangat penting, karena instrumen akan menentukan kualitas data yang
dikumpulkan. Semakin tinggi kualitas instrumen, semakin tinggi pula hasil
evaluasinya. Dalam buku-buku penelitian selalu disebutkan ada empat
persyaratan bagi instrumen yang baik, yaitu sebagai berikut.
1. Valid atau sahid, yaitu tepat menilai apa yang akan dinilai.
2. Reliabel, dapat dipercaya, yaitu bahwa data yang dikumpulkan benar
seperti apa adanya, bukan palsu.
3. Praktikebel, yaitu bahwa instrument tersebut mudah digunakan, praktis dan
tidak rumit.
4. Ekonomis, yaitu tidak boros dalam mewujudkan dan menggunakan sesuatu
didalam penyusunan, artinya tidak banyak membuang uang, waktu dan
tenaga.
Menyusun instrument merupakan pekerjaan yang penting, tetapi memang agak
rumit, itulah sebabnya penyusun dituntut memiliki kemampuan yang memadai
seperti yang diisyaratkan. Dengan modal tersebut, penyusun akan melangkah
dengan pasti, meneliti prosedur yang harus dilalui di dalam menyusun
instrumen yang tepat bagi para petugas evaluasi program.
Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut.
- Mengidentifikasi komponen program dan indikatornya;
- Membuat kisi-kisi kaitan antara indikator, sumber data, dan metode
pengumpulan data dan instrument;
- Menyusun butir-butir instrument;
- Menyusun kriteria penilaan;
- Menyusun pedoman perjaan;

27
2.2 Hasil Diskusi
Dalam makalah ini dibahas tentang konsep evaluasi dalam kurikulum yang
berdasarkan pada komponen-komponen, program pendidikan dan program
pembelajaran. Kata kunci dalam pembahasan ini adalah “evaluasi”. Evaluasi
adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati
dan dapat dipertanggung jawabkan. Artinya evaluasi merupakan sebuah
pertimbangan untuk mencapai suatu tujuan yang mampu dipertanggung jawabkan.
Dalam evaluasi tentu ada perbandingan antara suatu pelaksanaan dengan
perencanaan sebelumnya yang telah disepakati. Perbandingan tersebut tentu
mengalami ketidak sesuaian antara hal yang telah direncanakan dengan hasil
pelaksanaan yang diperoleh. Disinilah evaluasi digunakan untuk melihat dimana
letak kekurangan dan perbaikan yang bagaimana sehingga hal tersebut
mengalami perubahan yang lebih baik.
Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang
sedang berjalan atau telah dijalankan. Dalam mengevaluasi kurikulum tentu harus
berdasarkan prinsip yang ada pada kurikulum, evaluasi kurikulum ini mampu
mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum,
seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data
untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau
diganti.
Evaluasi program pendidikan diartiakan sebagai upaya mengadakan
peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi program adalah langkah
awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan
dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Program adalah rangkaian
kegiatan sebagai realisasi dari suatu kebijakan. Apabila suatu program tidak
dievaluasi maka tidak akan dapat diketahui bagaimana dan seberapa tinggi
kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat terlaksana. Ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah
program keputusan, yaitu dihentikan, direvisi, dilanjutkan, atau disebarluaskan.
Ditinjau dari sasaran yang ingin dicapai, evaluasi bidang pendidikan dapat
dibagi menjadi dua, yakni evaluasi yang bersifat makro dan mikro. Evaluasi makro
sasarannya adalah program pendidikan yang direncanakan dan tujuannya adalah
untuk memperbaiki bidang pendidikan. Sedangkan evaluasi mikro sering

28
digunakan di level kelas. Di sini, sasaran evaluasi mikro adalah program
pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggung jawabnya adalah guru untuk
sekolah atau dosen untuk perguruan tinggi.
Guru memiliki tanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan program
pembelajaran, sedangkan sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi
programpembelajaran yang dilaksanakan guru.
Guru memiliki tanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan program
pembelajaran,sedangkan sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi
programpembelajaran yang dilaksanakan guru.
Setiap program kegiatan, baik program pendidikan maupun non pendidikan,
seharusnya diikuti dengan kegiatan evaluasi. Evaluasi dilakukan bertujuan untuk
menilai apakah suatu program terlaksana sesuai dengan perencanaan dan
mencapai hasil sesuai yang diharapan atau belum.
Berdasarkan hasil evaluasi akan dapat diketahui hal-hal yang telah dicapai,
apakah suatu program dapat memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Setelah itu
kemudian diambil keputusan apakah program tersebut diteruskan, direvisi,
dihentikan, atau dirumuskan kembali sehingga dapat ditemukan tujuan, sasaran
dan alternatif baru yang sama sekali berbedadengan format sebelumnya. Agar
dapat menyusun program yang lebih baik, maka hasil evaluasi program
sebelumnya dapat dijadikan sebagai acuan pokok.

29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di jabarkan, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut. Diantaranya :
1. Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid untuk membuat keputusan tentang kurikulum
yang sedang berjalan atau telah dijalankan, sehingga dapat diambil keputusan
tentang kurikulum tersebut.
2. Evaluasi program pendidikan dan program pembelajaran diartiakan sebagai
upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi
program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang
tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula.
Yang diharapkan ada perubahan yang lebih baik di periode selanjutnya.

3.2 Saran

Untuk melakukan evaluasi, diperlukan konsep dasar dalam mengevaluasi dan


bertolak dari pengalaman penerapan sebelumnya. Setelah adanya acuan tersebut,
maka kita dapat melakukan evaluasi secara efektif dan benar, serta dapat
mengantisipasi agar tidak terjadi hal yang sama ditahun setelah evaluasi kurikulum
tersebut. Dalam mengevaluasi tentunya memperhatikan komponen-komponen
yang ada pada objek untuk mengetahui sejauh mana kita telah mengevaluasi,
memperbaiki dan mempertahankan aspek pendidikan yang sejalan dengan
program pendidikan di Indonesia.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2009:Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Arikunto, Suharsimi dan Cepi safruddin Abdul Jabar. 2014:Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara:
Hamalik, Oemar. 2007: Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
Lunenburg, Fred C dan Allan C Ornstein. 1996: Education administration.Amerika.
Wadsworth Publishing Company.
McNeil, John .D. 1990: Curriculum.Amerika: Library Of Congress Cataloging-in-
Publication Data.
Nasution.s.1989: Kurikulum dan Pengajaran. Bandung: PT Bumi Aksara.
Ornstein dan Levine. 2000: Foundation Of Education. U.S.A: Houghton Mifflin
Company.
Sanjay, Wina. 2008: kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Goroup.
Sukiman. 2015: Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tim Pengembang MKDP. 2015: Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: PT
RajaGrafarindo Persada.
Wahyudin, Dinn. 2014: Manajemen Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

31
LEMBAR OBSERVASI KEGIATAN DISKUSI MATA KULIAH PENILAIAN HASIL
BELAJAR FISIKA

Judul makalah : Konsep evaluasi kurikulum berdasarkan komponen-komponen


kurikulum dan konsep evaluasi program pendidikan dan program
pembelajaran
Kelompok 5 : 1. Arya Dila Sari (A1C315006)
2. Iklima (A1C315025)
3. Evrilia Puspa Dewi (A1C315014)
4. Jumainah (A1C315037)
5. M. Nuruzzaman A (A1C315011)
6. Purwanti (A1C315008)
Tanggal :

Penilaian lembar observasi kegiatan diskusi

NAMA ASPEK PENILAIAN SKOR


1 2 3 4
Arya Dila 1. Penulisan makalah mengacu pada
Sari
standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
Iklima 1. Penulisan makalah mengacu pada
standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusinm
Jumlah skor
Nilai

NAMA ASPEK PENILAIAN SKOR


1 2 3 4
Evrilia Puspa 1. Penulisan makalah mengacu pada
Dewi
standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan

32
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
Jumainah 1. Penulisan makalah mengacu pada
standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
M.Nuruzzama 1. Penulisan makalah mengacu pada
n A.
standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai

Purwanti 1. Penulisan makalah mengacu pada


standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai

33

Anda mungkin juga menyukai