PENDAHULUAN
1
menggunakan berbagai alat evaluasi sesuai karakteristik kompetensi yang harus
dicapai oleh siswa.
Oleh karena itu, pemakalah menulis makalah ini dengan judul “Konsep Evaluasi
Kurikulum Berdasarkan Komponen-Komponen Kurikulum dan Konsep Evaluasi
Program Pendidikan dan Program Pembelajaran” agar guru dan calon pendidik
mata pelajaran Fisika lebih mengenal dan memahami tersebut.
1.2 Tujuan
1. Dapat memahami konsep evaluasi kurikulum berdasarkan komponen-
kompenon kurikulum.
2. Dapat memahami konsep evaluasi program pendidikan dan memahami konsep
evaluasi program pembelajaran
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
Dalam materi ini akan dibahas meliputi hal-hal sebagai berikut, yaitu tentang
pengertian evaluasi, pengertian kurikulum, komponen-komponen kurikulum,
evaluasi kurikulum, evaluasi program pendidikan dan evaluasi program
pembelajaran.
2. Pengertian Kurikulum
Menurut Oemar Hamalik(2008:3) kurikulum dapat dipandang dari dua
pandangan, yaitu menurut pandangan lama dan pandangan baru. Menurut
pandangan lama, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Sedangkan menurut pandangan
baru (modern) dikemukakan oleh Romine dalam Oemar Hamalik (2008:4)
pandangan ini dapat digolongkan sebagai pendapat yang baru (modern) yang
dirumuskan sebagai berikut:
3
“Curriculum is interpreated to mean all og the organized course, activities,
and experiences which pupils have under direction of the school, wheather in
the classroom or not.”
Menurut Zainal Arifin (2014:4) Kurikulum adalah semua kegiatan dan
penngalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah, baik yang
terjadi di dalam kelas, di dalam sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung
jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:411) A curriculum can be defined as
our approach to it. A curriculum can be defined as a plan for action, or a written
document, which includes strategies for achieving desired goals or ends. Most
educators agree with this definition, as do most administrators who approach
curriculum in terms of a behavioral or managerial outlook. Curriculum can be
also be defined broadly, as dealing with the experiences of the learners. This
view considers almost anything in school, even outside of school (as long as it
is planned) as part of the curriculum. It is rooted in John Dewey’s definition of
experience and education, as well as Hollis Caswell and Doak Campbhell’s
view, from the !930s, that curriculum was ‘all the experiences children have
under the guidance of the teacher.
Curriculum can be viewed as a field of study, that is, as intellectual or an
academic subject that attempts to analyze and synthesize major positions,
trends, and concepts of curriculum. The approach tends to be historical and
philosophical in nature. The discussion of curriculum making is usually scholarly
and theorical, not practical, and concerned with many broad issues of
curriculum.
Finally, curriculum can be viewed in term of specific subject matter
(mathematics, science, English, History, etc) and grade levels. The emphasis
from this viewpoint woulw would be on knowledge, concepts, and
generalizations of a particular subject or group of subject (such as the core
curriculum, which combine two separate subject such a history and English, or
the broad fields curriculum, which combines many similar subjects into new
courses such as social studies. Language arts, general science). All curriculum
approaches have elements of this definition-that is, there is recognition and
grades.
Menurut Ornstein dan Levine (2000:453) Subject matter is both the oldest
and most contemporary framework of curriculum organization. It is also the
4
most common –primarily because it is convenient, as evidenced by the
departmental structure of secondary schools and colleges. Curricular changes
usually occur at the departmental level. Courses are added, omitted, or
modified, but faculty members rarely engage in comprehensive, systematic
curriculum development and evaluation. Even in elementary schools. Where
self contained classrooms force the teachers to be generalists, curricula are
usually organized by subjects.
Jadi, kurikulum itu merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk
menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab
sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.Pengertian
kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau kegiatan-
kegiatan belajar siswa saja tetapi segala hal yang berpengaruh terhadap
pembentukan pribadi anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
5
dilihat dari eprkembangan bidang kajian ini pada saat sekarang. Usaha
evaluasi hanya terpusat pada pencapian hasil belajar semata. Hasil belajar
tersebut umumnya diukur dangan tes. Aplikasi yang paling dominan adalah
pada tes dan oleh karea itu evaluasi dan tes sering diartikan sama. Apa
yang terjadi dalam proses implementasi kurikulum bukan menjadi
kepedulian evaluasi. Oleh karena itu, model ini sering disebut dengan
istilah black box. Tujuan evaluasi menurut definisi Tyler ini adalah untuk
menetukan tingkat perubahan yang etrjadi. Apakah perubahan yang terjadi
pada diri peserta didik merupakan sesuatu yang sgnifikan (baik secara
stastistik maupun secara edukatif). Untuk menentukan tingkat etrjadinya
perubahan tentu saja harus ada perbandingan. Perbandingan peubahan
yang paling penting dalam hal ini adalah perbandingan anatara
kemampuan awal yang dimiliki peserta didik sebelum mengikuti suatu
proses pendidikan tersebut. Oleh karena itu, bagi seorang evaluator
pengetahuan tentang kemampuan awal peseta didik adalah sesuatu yang
penting.
c) Stufflebeam adalah pimpinan kelompok yang mengembangkan konsep
evaluasi yang lebih luas. Kelompok ini terkadang disebut degan nama Phi
Delta Kappa (PDK) danmodel evaluasi yang mereka hasilkan terkadang
disebut juga dengan nama model PDK. terkadang model yang dihasilkan
kelompok ini disebut dengan nama Stufflebeam, sang pemimpin.
Pengertian menurut keompok ini menempatkan evaluasi sebagai suatu
kegiatan yang menjadi bagian dari manajemen. Oleh karena itu evaluasi
brtujuan untuk merumuskan apa yang harus dilakukan, mengumpulkan
informasi, dan menyajikan informasi yang berguna bagi penetapan
alternatif dan data yang dianggap paling menguntungkan. Pembuatan
keputusan dalam konsep kelompok ini adalah usatu yang sangat
diperhitungkan. Suatu kegiatan evaluasi belum dikatakan selesai sebelum
suatu keputusan ditentukan dari berbagai alternatif yang tersedia.
d) Meyer memandang evaluasi sebagai suatu usaha untuk memahami apa
yang terjadi dalam pelaksanaan dan dampak kurikulum. Evaluasi bukan
untuk memberikan pertimbangan dan bukan juga keputusan. Evaluasi
harus memberikan pemahaman mengenai apa yang dievaluasi.
6
Menurut Wina Sanjaya (2008:341-342), evaluasi kurikulum dimaksudkan
suatu proses mempertimbangkan untuk memberi nilai dan arti terhadap suatu
kurikulum tertentu. Hal yang dimaksud dengan kurikulum disini adalah rencana
yang mengatur tentang isis dan tujuan pendidikan serta cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan menurut Cronbach
evaluasi kurikulum pada dasarnya adalah sebagai suatu proses mengumpulkan
berbagai informasi dalam rangka membuat suatu keputusan tentang program
pendidikan. Artinya melalui evaluasi apakah suatu program pendidikan perlu
ditambahkan, dikurangi atau mungkin diganti.
Curriculum evaluation generates a host of responses. Some fear the power
and control it might give central authorities. Local communities have been
dismayed by those in government who seem to offer autonomy, yet still demand
that the school system be evaluated by standardized tests. Other are reassured
by the evaluation. People often expect that evaluation will solve many pressing
problem-the public who demands accountability, the decision maker who
chooses curriculum alternatives, the developer who needs to know where and
how to improve the curriculum product, and the teacher who is concerned about
the effect of learning opportunities on individual students all look to evaluation
for their answers (McNeil, 1990:235)
David Hamilton has summarized the ideas and event in curriculum
evaluation during the past 150 years, illuminating its relatively unchanging
features according to him, curriculum evaluation falls within the sphere of
practical morality. As such, it responds to both the ethical question, “What
should we do?” and the empirical question, “What can we do?” He recognizes,
too, that the importance of evaluation is heightened by social changes and
politics (McNeil, 1990:236)
Menurut Nasution (1989:88-89) evaluasi kurikulum bermacam-macam
tujuannya. Yang paling penting diantaranya ialah:
a) Mengetahui hingga manakah siswa mencapai kemajuan kearah tujuan
yang telah ditentukan.
b) Menilai efektivitas kurikulum.
c) Menentukan factor biaya, waktu, dan tingkat kebehasilan kurikulum.
7
4. Komponen-Komponen Kurikulum
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, khususnya Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 dijelskan bahwa “pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Untuk melaksanakan fungsi pendidikan dan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan tersebut, maka diperlukan suatu program pendidikan yang disusun
secara sistematis dan logis, serta sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik. Program ini biasanya disebut dengan kurikulum. Dalam konteks
desain dan pengembangan kurikulum, maka para pengembang kurikulum
(termasuk guru) harus memperhatikan kerangka dasar kurikulum dengan
pendekatan sistem, yaitu kurikulum yang memiliki komponen-komponen pokok
kurikulum, baik pada tingkat makro (nasional), institusi (lembaga), bidang studi
atau mata pelajaran, maupun pada tingkat program pembelajaran (silabus dan
RPP). Adapun komponen-komponen kurikulum sebagai berikut.
a) Komponen tujuan
Tujuan pendidikan nasional dirumuskan langsing oleh pemerintah sebagai
pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih khusus.
Tujuan institusional adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan, baik pendidikan nonformal (lembaga, kursus, pesantren). Tujuan
kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Tujuan pembelajaran umum adalah tujuan yang ingin dicapai pada
setiap pokok bahasan, sedangkan tujuan pembelajaran khusus (instructional
objective) adalah tujuan dari setiap subpokok bahasan.
Menurut Zainal Arifin (2014:83-84), herarki tujuan pendidikan secara utuh
dapat kita lihat dalam kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 1994 yang
bersifat goal oriented, sedangkan dalam kurikulum 2004 atau Kurikulum
Berbasis Kompetensi (competency-based cirriculum) dikenl dengan istilah
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), mata pelajaran,
Kompetensi Dasar (KD), dan indikator. Bedanya, kalau tujuan harus dicapai
oleh peserta didik, sedangkan kompetensi harus dikuasai oleh peserta didik.
Istilah “dikuasai” mengandung implikasi yang lebih berat bagi guru
dibandingkan dengan iatilah “dicapai”, karena peserta didik bukan hanya
8
memperoleh pengetahuan saja, tetapi harus dapat menerapkannya dengan
baik, diikuti dengan sikap yang positif. Jika dilihat tingkat pencapaiannya, maka
tujuan pendidikan dapat dibagi kedalam tiga jenis yaitu tujuan jangka panjang,
tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka pendek. Dilihat dari ruang
lingkupnya, maka tujuan pendidikan dibagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum fdan tujuan khusus.
b) Komponen isi/materi
Menurut Zainal Arifin (2014:88-92), isi/materi kurikulum pada hakikatnya
adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Secara umum, isi kurikulum itu
dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu, (a) logika, yaitu pengetahuan
tentang benar-salah, berdasarkan prosedur keilmuan, (b) etika, yaitu
pengetahuan tentang baik-buruk, nilai, dan moral, dan (c) estetika, yaitu
pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni. Berdasarkan
pengelompokan isi kurikulum tersebut, maka pengembangan isi kurikulum
harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) mengandung
bahan kajian atau topik-topik yang dapat dipelajari peserta didik dalam proses
pembelajaran, dan (b) berorientasi pada standar kompetensi lulusan, standar
kompetensi mata pelajaran, dan lompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Pada kurikulum pendidikan formal, pada umumnya organisasi isi/materi
kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran dan/atau bidang studi yang
tertuang dalam struktur kurikulum sesuai dengan tujuan institusional masing-
masing. Dalam struktur tersebut diatur pula alokasi waktu yang diberikan untuk
setiap bidang studi atau mata pelajaran pada setiap minggunya. Ada beberapa
jenis struktur kurikulum, yaitu:
Pendidikan umum (general education), yaitu program pendidikan yang
bertujuan membina siswa agar menjadi warga yang baik.
Pendidikan akademik (academic education), yaitu program pendidikan
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan intelektual sehingga
diharapkan peserta didik memperoleh kualifikasi pengetahuan yang
fungsional menurut tuntutan disiplin ilmu masing-masing.
Pendidikan kecakapan hidup (life skill edication), yaitu program pendidikan
yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan tertentu,
sebagai bekal hidup peserta didik di masyarakat.
9
Pendidikan kejujuran (vocational education), yaitu program yang
mempersiapkan peserta didik untuk memperoleh keahlian atau pekerjaan
tertentu sesuai dengan jenis sekolah yang ditempuhnya.
c) Komponen proses
Menurut Zainal Arifin (2014:92), proses pelaksanaan kurikulum harus
menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk
membelajarkan peserta didik, baik disekolah melalui kegiatan tatap muka,
maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks
inilah guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembeljaran, metode
mengajar, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi
pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum (SK/KD), karakteristik
materi pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan isi
kurikulum, antara lain: (a) strategi ekspositori klasial, yaitu guru lebih banyak
menjelaskan maeri yang sebelumnya telah diolh sendiri, sementara siswa lebih
banyak menerima materi yang telah jadi, (b) strategi pembelajaran heuristik
(discovery dab inquiry), (c) strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja
kelompok dan diskusi kelompok, dan (d) strategi pembelajaran individual.
Di samping strategi, ada juga metode mengajar. Metode adalah cara yang
digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau materi pelajaran sesuai
dengan tujuan kurikulum. Untuk memilih metode yang mana yang akan
digunakan, guru dapat melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan
yang berpusat pada matapelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta
didik, dan pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Meskipun
demikian, tidak ada satu metode pun yang dianggap paling ampuh. Oleh sebab
itu, guru harus dapat menggunakan multimetode secara bervariasi. Di ddalam
kegiatan pembelajaran, guru harus dapat menggunakan multi media, baik media
vsual, media audio, maupun media audio-visual. Sumber belajar adalah bagian
yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran, yaitu manusia, bahan,
lingkungan, alat, dan perlengkapan, serta aktivitas.
d) Komponen evaluasi
Untuk mengetahui efektivitas kurikulum dan dalam upaya memperbaiki
serta menyempurnakan kurikulum, maka diperoleh evaluasi kurikulum. Evaluasi
kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyak aspek
yang harus dievaluasi, banyak orang yang terlibat, dan luasnya kurikulum yang
harus diperhatikan. Evaluasi kurikulum memerlukan ahli-ahli yang
10
mengembangkannya menjadi suatu disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum itu sendiri,
apakah sebagai kumpulan mata pelajaran atau meliputi semua kegiatan dan
pengalaman anak di dalam maupun di luar sekolah.
11
kepala sekolah, penilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping
merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan.
e) Efesian, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan
yang menjadi unsur penunjang.
f) Berkesinambungan, hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar
sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu,
peran guru dan kepala sekolah sangatlah penting karena mereka yang paling
mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.
12
Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai kurikulum secara menyeluruh, mulai
dari perencanaan, pengembangan, implementasi, dampak, serta tingkat
keefektifan dan efesiensi.
13
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:424)Curriculum leaders must always be
concerned with what should be included and how to present or arrange what is
selected. In order words, they mustfirs deal with content or subject matter and then
learning experiences. Regardless of the curriculum approach or development and
model used, curriculum leaders cannot ignore these two components.
Groups charged with curriculum planning have options in selection of content
and experience- to be determined in part by the philosophical and psychological views
of the committee members and school. Unquestionably, three is too much content and
too many learning experiences to include, and committee members (or those in change
of curriculum) must make decisions about what content and experiences to include.
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:425)Curriculum planners should apply
criteria in chossing curriculum content. Although the following criteria are neutral and
can fit into any curriculum approach or model, various philosophical camps might place
greater emphasis on particular criteria. For example, menurut Hilda Taba dalam
Menurut Lunenburg dan.Ornstein(1996:425), in classic text on curriculum, maintains
thet content should include the following functions.
Four levels of knowledge. These include specific skills, and processes,
basic ideas such as generalizations, principles, and causal relationship
within the subject matter, concepts dealing with abstract ideas, complex
systems, multiple causations, and interdependence, and thought systems or
methods of problem solving, inquiry, and discovery.
New fundamentals to master. The content in many subjects become
increasingly obsolescent, especially in light of the explosion of knowledge.
The curriculum must be periodically updated to include new content to be
learned.
Scope. Scope is the breadth, depth, and variety of the content and includes
the coverage of boundaries of the subject.
Sequence. By sequencing, there is recognition of and need fordifferentiating
levels of levels of knowledge, that learning is based on prior knowledge, and
the curriculum should be cumulative and continouous.
Integration. Integration emphasizes the relationships among various content
themes, topics, or units, it helps explain how content in another subject.
14
9. Ruang Lingkup Kurikulum
Menurut Sanjaya (2008:342-349) bahwa kurikulum dapat dipandang dari dua
sisi. Sisi pertama kurikulum sebagai program pendidikan atau kurikulum sebagai
suatu dokumen, dan sisi kedua kurikulum sebagai suatu proses atau kegiatan.
Dalam proses pendidikan kedua sisi ini sama pentingnya, seperti dua sisi mata
uang logam. Apa artinya sebuah program tanpa diimplementasikan, dan apa
artinya implementasi tanpa program yang menjadi acuan. Evaluasi haruslah
mencakup kedua sisi tersebut, baik kurikulum sebagai suatu dokumen yang
dijadikan pedoman, maupun kurikulum sebagai suatu proses, yakni implementasi
dokumen rencana tersebut.
a. Evaluasi Kurikulum Sebagai Suatu Program atau Dokumen
Suatu program atau dokumen, kurikulum memiliki beberapa komponen pokok,
yaitu tujuan yang ingin dicapai, isi atau materi kurikulum itu sendiri, strategi
pembelajaran yang direncanakan, serta rencana evaluasi keberhasilan.
1) Evaluasi Tujuan Pendidikan
Rumusan tujuan merupakan salah satu komponen yang ada dalam dokumen
kurikulum. Evaluasi kurikulum sebagai dokumen adalah evaluasi terhadap
tujuan,setiap mata pelajaran terdapat sejumlah kriteria untuk menilai tujuan ini.
a) Apakah tujuan setiap mata pelajaran itu berhubungan dan diarahkan
untuk mencapai tujuan lembaga sekolah yang berangkutan?
b) Apakah tujuan itu mudah dipahami oleh setiap guru?
c) Apakah tujuan yang dirumukan dalam dokumen itu sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa?
15
3) Evaluasi terhadap Strategi Pembelajaran
Sebagai ssssuatu pedoman bagi guru, kurikulum juga seharusnya memuat
petunjuk-petunjuk bagaimana cara pelaksanaan pembelajaran ata cara
mengimplementasikan kurikulum adalah salah satu aspek yang berhubungan
dengan implementasi kurikulum adalah aspek pedoman perumusan strategi
pembelajaran. Sejumlah kriteria yang dapat diajukan untuk menilai pedoman
strategi belajar mengajar di antaranya:
a) Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dan dapat
mendukung untuk keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan?
b) Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan dapat mendorong aktivitas
dan minat siswa untuk belajar?
c) Bagaimana keterbacaan guru terhadap pedoman pelaksanaan strategi
pembelajaran yang direncanakan?
d) Apakah strategipembelajaran yang dirumuskan dapat mendorong
kreativitas guru?
e) Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa?
f) Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan alokasi
waktu yang tersedia?
16
2. Sejauh mana siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai?
3. Apakah secara keseluruhan implementasi kurikulum dianggap efektif dan
efisien?
17
judgment. Hasil evaluasi diperlukan untuk menyempurnakan program dan
penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Objek evaluasi mencakup
input (bahan, rencana, peralatan), proses dan hasil yang dicapai dalam arti
luas.
e) CIPP
CIPP merupakan model evaluasi dengan fokus pada contect, process, serta
product. Kempat aspek tersebut menjadi bagian penting dalam kegiatan
evaluasi kurikulum yang dianggap mencakup keseluruhan dimensi kurikulum.
18
Safruddin Abdul Jabar(2014:2) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian, pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi
pengambil keputusan dalam menentukan alternative keputusan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative yang tepat
dalam mengambil suatu keputusan.
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:3) Ada dua pengertian
untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara khusus dan umum. Menurut
pengertian secara umum, “program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Jika
seorang siswa ditanya oleh guru, apa programnya sesudah lulus dalam
menyelesaikan pendidikan diluar sekolah yang diikuti maka arti “program” dalam
kalimat tersebut adalah rencana atau rnacangan kegiatan yang akan dilakukan
setelah lulus. Rencana ini mungkin berupa keinginan untuk melanjutkan
kependidikan yang lebih tinggi, mencari pekerjaan, membantu orang tua dalam
membina usaha, atau mungkin juga belum menentukan program apapun. Selain
itu, ada juga anak yang sangat tergantung pada orang tua sehingga akan member
jawaban bahwa program masa depan menunggu keputusan orang tuanya. Apabila
program ini dikaitkan dengan evaluasi program maka program didefinisikan
sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau
implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan
sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan dalam
menentukan program, yaitu (1) realisasi atau implementasi suatu kebijakan, (2)
terjadi dalam waktu relatif lama bukan kegiatan tunggal tetapi jaak
berkesinambungan dan (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok
orang.
Menurut Fernandes (1984) dalam Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5)
pemikiran secara serius tentang evaluasi program dimulai sekitar tahun delapan
puluhan. Sejak tahun 1979-an telah terjadi perkembangan sehubungan dengan
konsep-konsep yang berkenaan dengan evaluasi program, sebgaai contoh teori
yang dikemukakan oleh Cronbach (1982) dalam Fernandes (1984) dan Arikunto
dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5) tentang pentingnya sebuah rancangan dalam
kegiatan evaluasi program.
19
Makna dari evaluasi program itu sendiri mengalami proses pemantapan,
definisi ini terkenal untuk evaluasi program dikemukakan oleh Ralph Tyler (1950)
dalam Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5) , yang mengatakan bahwa
evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan
sudah dapat terealisasikan.
Menurut Cronbach (1982 dalam Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:5)
Definisi yang lebih diterima masyarakat luas dikemukakan oleh dua orang ahli
evaluasi, yaitu Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971), mereka mengemukakan
bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan
kepada pengambil keputusan. Sehubungan dengan definisi tersebut The Standford
Evaluation Consorsium Group Menegaskan bahwa meskkipun evaluator
menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu
program.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah
upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat
dengan cara mengetahui efektivitas masingng-masing komponennya (Arikunto dan
Safruddin Abdul Jabar(2014:18)
20
Berdasarkan pengertian tadi, supervise sekolah dapat diartikan sebagai
evaluasi program, dapat disamaartikan dengan validasi lembaga dan akreditasi
dan validasi lembaga. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: evaluasi
program pendidikan tidak lain adalah supervisi pendidikan dalam pengertian
khusus, tertuju pada lembaga secara keseluruhan.
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:22) Program adalah
rangkaian kegiatan sebagai realisasi dari suatu kebijakan. Apabila suatu program
tidak dievaluasi maka tidak akan dapat diketahui bagaimana dan seberapa tinggi
kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat terlaksana. Ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah
program keputusan, yaitu:
1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada
manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan
harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa
segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil
yang bermanfaat.
4. Menyebarlauskan program (melaksanakan program ditempat-tempat lain atau
mengulangi lagi program dilain waktu), karena program tersebut berhasil
dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang
lain.
D. Evaluator dalam
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:23) Ada dua
kemungkianan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi evaluasi program
ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut
evaluator dapat diklarifikasikan menjadi dua macam, yaitu (1) evaluator dalam, dan
(2) evaluator luar.
1. Evaluator Dalam (Internal Evaluator)
Yang dimaksud dengan evaluator dalam adalah petugas evaluasi program yang
sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana
program yang dievaluasi.
2. Evaluator Luar ( External Evaluator)
21
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:23) Yang dimaksud dengan
evaluator luar adalah orang orang yang tidak terkait dalam kebijakan dan
implementasi program. Mereka berasal dari luar dan diminta oleh pengambil
keputusan unuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan
kebijakan yang sudah diputuskan. Melihat bahwa status mereka berada diluar
program dan dapat bertindak bebas sesuai dengan kwinginan mereka sendiri
maka tim evaluator luar ini dikenal dengan nama tim bebas atau independent
team.
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:27) Ada dua macam tujuan
evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada
program secar akeseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-
masing komponen. Agar dapat melakukan tugasnya, maka seorang evaluator
program dituntut untuk mampu mengenali komponen-komponen program. Dalam
menentukan tujuan program, evaluator program harus dapat menangkap harapan
dari penentu kebijakan yang mungkin bertindak sebagai pengelola, atau mungkin
juga tidak. Untuk mempermudah megidentifikasi tujuan evaluasi program, kita
harus memperhatikan unsure-unsur dalam kegiatan atau penggarapannya. Ada
tiga unsure penting didalam kegiatan atau penggarapan suatu kegiatan, yaitu:
a. What = apa yang digarap
b. Who = siapa yang menggarap
c. How bagaimana menggarapnya
Dengan memfokuskan perhatian pada tiga unsur kegiatan tersebut, paling
sedikit dapat diidentifikasi adanya 3 (tiga) komponen kegiatan, yaitu tujuan,
pelaksanaan kegiatan, dan prosedur tekhnik pelaksanaan.
22
mempertimbangkan keterbatasan guru, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya
sumber belajar; dan keempat, pola media dengan siswa atau pola pembelajaran
jarak jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran yang disiapkan.
Menurut Adam dan Dickey (dalam Omar Hamalik, 2005. Dalam Tim
Pengembang MKDP, 2015:129), peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:
a. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor)
b. Guru sebagai pembimbing ( teacher as conselor)
c. Guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist)
d. Guru sebagai pribadi (teacher as person)
Guru harus berperan sebagai motor penggerak terjadinya aktifitas belajar
dengan cara memotivasi siwa (motivator), memfalitasi belajar (fasilitator),
mengorganisasi kelas (organisator), mengembangkan bahan pembelajaran
(developer, desainer), menilai program-proses-hasil pembelajaran (evaluator),
memonitor aktivitas siswa (monitor), dan sebagainya.
2. Landasan Konsep Pembelajaran
a. Filsafat
Secara filosofis belajar berarti mengingatkan pada manusia mengenai
makna hidup yang bissa dilalui melalui proses meniru, memahami,
mengamati, merasakan, mengkaji, melakukan, dan meyakini suatu
kebenaran sehingga semuanya memberikan kemudahan dalam mencapai
segala sesuatu yang dicita-citakan manusia. Dengan demikian, filsafat
apapun yang telah menjadi hasil pikir manusia maka kaitannya dengan
belajar ibarat siklus bahwa dengan filsafat, manusia bisa mempelajari
(belajar) tentang segala sesuatu. Sebaliknya dengan aktivitas belajar, maka
pemikiran-pemikiran tentang belajar terus berkembang dan banyak
ditemukan sehingga membawa pada warna inovasi ide dan pemikiran
manusia sepanjang zaman.
b. Psikologi
Perilaku manusia bisa berubah karena belajar, akan tetapi apakah
manusia itu memahami tentang perilakunya sendiri, atau menyadari idia
harus berperilaku seperti apa ketika berada, atau dihadapkan dalam situasi
dan kondisi yang berbeda. Maka perilaku yang masih dicari inilah dapat
dikaitkan dengan kajian ilmu psikologi. Psikologi sebagai ilmu yang mengkaji
gejala kejiwaan yang akhirnya mempelajari produk dari gejala kejiwaan ini
23
dalam bentuk perilaku-perilaku yang tampak dan sangat dibutuhkan dalam
proses belajar. Di antara psikologi yang banyak dan memang masih
bertahan menjadi landasan pokokn dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran, yaitu psikologi kognitif dan bihevioristik.
c. Sosiologi
Manusia adalah makhluk individu dan sosial. Melalui belajar, individu
bisa mempelajari lawan bersosialisasi, teman hidup bersama dan mampu
membangun masyarakat sampai ndengan negara dan bangsa. Jiaka dalam
belajar tanpa arah tujuan pada makna hidup manusia sebagai mehluk sosial,
maka belajar akan dijadikan cara untuk saling menguasai, memusnahkan,
karena segala sesuat yang dipelajari, diketahui, dipahami melalui belajar
tidak dignakan dalam menciptakan kondisi kedamaian dunia. Landasan
sosiologis ini sangat penting dalam mengiringi perkembangan inovasi
pembelajaran yang banyak terimbas oleh perubahan zaman yang semakin
hedonistik.
d. Komunikasi
Pendidikan dengan komunikasi ibarat setali tiga uang, yang satu
memberikan pemaknaan kepada yang lain. Dalam praktiknya proses belajar
atau pembelajaran akan menghasilkan suatu kondisi dimana individu dalam
hal ini siswa dan guru, siswa dengan siswa tau interakasi yang kompleks
sekalipun pasti akan ditemukan proses komunikasi. Landasan komunikasi ini
akan banyak memberikan warna dalam bentuk pendekatan, model, metode,
dan strategi pembelajaran, serta pola-pola inovasi pembelajaran.
e. Teknologi
Pembelajaran erat kaitannya dengan penggunaan teknologi pendidikan,
pembelajaran yang komprehensif harus memperhatikan perbedaaan interest
siswa ada yang tipe auditif, visual dan kinestik.
3. Proses Pembelajaran
Bila semua paradigma masyarakat perguruan tinggi telah memahami
dengan baik tentang proses pembelajaran siswa aktif, learning how to learn,
penyiapan sumber daya telah di atur dengan baik, dan RPP/SAP yang telah
mengatur dengan baik mekanisme proses pengembelajaran maka proses
pembelajaran akan berjalan dengan lebih mudah.Pembelajaran merupakan
akumulasi dari konsep mengajar dan konsep belajar. Penekanannya terletak
24
pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek
didik.
Dalam proses pembelajaran meliputi kegiatan dari membuka sampai
menutup pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran meliputi: 1) kegiatan awal,
yaitu melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan bila
dianggap perlu memberikan pretest; 2) kegiatan inti, yaitu kegiatan utama yang
dilakukan guru dalam memberikan pengalaman belajar, melalui berbagai
strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan tujuan dan materi yang akan
disampaikan; 3) kegiatan akhir, yaitu: menyimpulkan kegiatan pembelajaran dan
pemberian tugas atau pekerjaan rumah bila dianggap perlu.
a. Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan tahap mempersiapkan peserta belajar
untuk belajar. Tanpa itu, pembelajaran akan lambat atau berhenti sama
sekali. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan tahap persiapan adalah untuk
menimbulkan minat peserta belajar, memberi mereka perasaan positif
mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan menempatkannya
dalam situasi optimal untuk belajar.
b. Penyampaian
Tahap penyampaian pembelajaran dalam siklus pembelajaran dimaksud
untuk mempertemukan peserta belajar dengan materi belajar yang
mengawali proses belajar secara positif dan menarik. Tahap penyampaian
dalam belajar bukan hanya sesuatu yang secara aktif melibatkan peserta
belajar dalam menciptakan pengetahuan di setiap langkahnya.
c. Latihan
Tahapini dalalm siklus pembelajaran berpengaruh terhadap 70% atau lebih
pengalaman belajar keseluruhan. Dalam tahap minilah pembelajaran yang
sebenarnya berlangsung. Bagaimanapun, apa yang dipikirkan dan yang
dikatakan serta dilakukan pembelajaran yang menciptakan pembelajaran
dan bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dilakukan oleh instruktur atau
pendidik. Tjuan tahap pelatihan adalah membantu peserta belajar
mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru
dengan berbagai cara.
d. Penampilan Hasil
Belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan,
pengetahuan menjadi pemahaman, pemahan menjadi kearifan, dan kearifan
25
menjadi tindakan. Tujuan tahan penampilan hasil ini adalah membantu
peserta belajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau
keterampilan baru mereka pada pekerjaan mereka sehingga akan melekat
dan penampilan hasil akan terus meningkat.
26
peran yang sangat penting. Tanpa ada proposal, kegiatan tidak akan lancar
karena tanpa arah yang jelas, dan semuanya akan terjadi mendadak.
3. Membuat Alat atau Instrumen Program
Menurut Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar(2014:92) dalam setiap
penelitian, instrument merupakan sesuatu yang mempunyai kedudukan yang
sangat penting, karena instrumen akan menentukan kualitas data yang
dikumpulkan. Semakin tinggi kualitas instrumen, semakin tinggi pula hasil
evaluasinya. Dalam buku-buku penelitian selalu disebutkan ada empat
persyaratan bagi instrumen yang baik, yaitu sebagai berikut.
1. Valid atau sahid, yaitu tepat menilai apa yang akan dinilai.
2. Reliabel, dapat dipercaya, yaitu bahwa data yang dikumpulkan benar
seperti apa adanya, bukan palsu.
3. Praktikebel, yaitu bahwa instrument tersebut mudah digunakan, praktis dan
tidak rumit.
4. Ekonomis, yaitu tidak boros dalam mewujudkan dan menggunakan sesuatu
didalam penyusunan, artinya tidak banyak membuang uang, waktu dan
tenaga.
Menyusun instrument merupakan pekerjaan yang penting, tetapi memang agak
rumit, itulah sebabnya penyusun dituntut memiliki kemampuan yang memadai
seperti yang diisyaratkan. Dengan modal tersebut, penyusun akan melangkah
dengan pasti, meneliti prosedur yang harus dilalui di dalam menyusun
instrumen yang tepat bagi para petugas evaluasi program.
Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut.
- Mengidentifikasi komponen program dan indikatornya;
- Membuat kisi-kisi kaitan antara indikator, sumber data, dan metode
pengumpulan data dan instrument;
- Menyusun butir-butir instrument;
- Menyusun kriteria penilaan;
- Menyusun pedoman perjaan;
27
2.2 Hasil Diskusi
Dalam makalah ini dibahas tentang konsep evaluasi dalam kurikulum yang
berdasarkan pada komponen-komponen, program pendidikan dan program
pembelajaran. Kata kunci dalam pembahasan ini adalah “evaluasi”. Evaluasi
adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati
dan dapat dipertanggung jawabkan. Artinya evaluasi merupakan sebuah
pertimbangan untuk mencapai suatu tujuan yang mampu dipertanggung jawabkan.
Dalam evaluasi tentu ada perbandingan antara suatu pelaksanaan dengan
perencanaan sebelumnya yang telah disepakati. Perbandingan tersebut tentu
mengalami ketidak sesuaian antara hal yang telah direncanakan dengan hasil
pelaksanaan yang diperoleh. Disinilah evaluasi digunakan untuk melihat dimana
letak kekurangan dan perbaikan yang bagaimana sehingga hal tersebut
mengalami perubahan yang lebih baik.
Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang
sedang berjalan atau telah dijalankan. Dalam mengevaluasi kurikulum tentu harus
berdasarkan prinsip yang ada pada kurikulum, evaluasi kurikulum ini mampu
mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum,
seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data
untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau
diganti.
Evaluasi program pendidikan diartiakan sebagai upaya mengadakan
peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi program adalah langkah
awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan
dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Program adalah rangkaian
kegiatan sebagai realisasi dari suatu kebijakan. Apabila suatu program tidak
dievaluasi maka tidak akan dapat diketahui bagaimana dan seberapa tinggi
kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat terlaksana. Ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah
program keputusan, yaitu dihentikan, direvisi, dilanjutkan, atau disebarluaskan.
Ditinjau dari sasaran yang ingin dicapai, evaluasi bidang pendidikan dapat
dibagi menjadi dua, yakni evaluasi yang bersifat makro dan mikro. Evaluasi makro
sasarannya adalah program pendidikan yang direncanakan dan tujuannya adalah
untuk memperbaiki bidang pendidikan. Sedangkan evaluasi mikro sering
28
digunakan di level kelas. Di sini, sasaran evaluasi mikro adalah program
pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggung jawabnya adalah guru untuk
sekolah atau dosen untuk perguruan tinggi.
Guru memiliki tanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan program
pembelajaran, sedangkan sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi
programpembelajaran yang dilaksanakan guru.
Guru memiliki tanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan program
pembelajaran,sedangkan sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi
programpembelajaran yang dilaksanakan guru.
Setiap program kegiatan, baik program pendidikan maupun non pendidikan,
seharusnya diikuti dengan kegiatan evaluasi. Evaluasi dilakukan bertujuan untuk
menilai apakah suatu program terlaksana sesuai dengan perencanaan dan
mencapai hasil sesuai yang diharapan atau belum.
Berdasarkan hasil evaluasi akan dapat diketahui hal-hal yang telah dicapai,
apakah suatu program dapat memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Setelah itu
kemudian diambil keputusan apakah program tersebut diteruskan, direvisi,
dihentikan, atau dirumuskan kembali sehingga dapat ditemukan tujuan, sasaran
dan alternatif baru yang sama sekali berbedadengan format sebelumnya. Agar
dapat menyusun program yang lebih baik, maka hasil evaluasi program
sebelumnya dapat dijadikan sebagai acuan pokok.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di jabarkan, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut. Diantaranya :
1. Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid untuk membuat keputusan tentang kurikulum
yang sedang berjalan atau telah dijalankan, sehingga dapat diambil keputusan
tentang kurikulum tersebut.
2. Evaluasi program pendidikan dan program pembelajaran diartiakan sebagai
upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi
program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang
tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula.
Yang diharapkan ada perubahan yang lebih baik di periode selanjutnya.
3.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
31
LEMBAR OBSERVASI KEGIATAN DISKUSI MATA KULIAH PENILAIAN HASIL
BELAJAR FISIKA
32
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
Jumainah 1. Penulisan makalah mengacu pada
standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
M.Nuruzzama 1. Penulisan makalah mengacu pada
n A.
standar penulisan dan EYD
2. Penyajian presentasi/pemaparan
makalah
3. Pemahaman materi
4. Keaktifan dalam diskusi
Jumlah skor
Nilai
33