Anda di halaman 1dari 14

Mekanika Klasik, M.F.

Rosyid 35

Bab 6
Medan Potensial Terpusat
1. Hukum Newton Tentang Gravitasi

Andaikan bahwa benda pertama (dengan massa m1) terletak pada vektor
posisi r1 dan benda kedua (dengan massa m2) terletak pada posisi r2. Maka
posisi relatif benda kedua dilihat dari benda pertama adalah vektor r21 = r2 –
r1. Menurut Newton, benda kedua akan menderita gaya gravitasi F21 karena
tarikan oleh benda pertama. Gaya F21 secara vektor diberikan oleh

Gm1 m2
F21 = − r21.
r213

m1 m1
r2 – r1 F12
F21
m2
m2
r1 r1

r2 r2

2. Gravitasi Newton Oleh Kulit Bola dan Bola Pejal Homogen

∆R Kulit bola berjari-jari R


R yang memiliki ketebalan
∆R serta massa M dan
m
partikel titik bermassa m
(a) r (a) dapat diganti dengan
se-buah partikel bermassa
M yang terletak di pusat
kulit bola dan partukel
bermassa m (b).

(b) M m
r
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 36

Kaidah Kulit Bola : Suatu kulit bola dengan kepadatan merata akan menarik
setiap partikel titik yang berada di luar kulit bola itu sedemikian rupa
sehingga seakan-akan seluruh massa kulit bola itu berada keseluruhannya
(terkonsentrasi) di titik pusat kulit bola itu. Selanjutnya, setiap partikel titik
yang berada di dalam kulit bola itu sedikitpun tidak mengalami gaya gravitasi
kulit bola itu.

Jadi, sebuah kulit bola yang homogen (kepadatannya merata), katakanlah


bermassa M berjejari R, dan sebuah partikel titik bermassa m yang berada di
luar kulit bola sejauh r dari pusat kulit bola dapat dipandang sebagai dua
partikel titik masing-masing bermassa M dan m dan terpisah oleh jarak
sejauh r (lihat gambar). Oleh karena itu, besar gaya gravitasi yang dialami
oleh partikel titik karena kehadiran kulit bola adalah

GMm
F= .
r2
Sedangkan partikel titik yang berada di dalam kulit bola tidak mengalami
gaya gravitasi apapun dari kulit bola (tidak merasakan kehadiran kulit bola).

Sebuah partikel titik bermassa m berada sejauh r dari pusat sebuah bola
pejal homogen bermassa M. Berapakah gaya gravitasi yang dialami oleh
partikel titik bermassa m itu?

Bola pejal tersebut dibayangkan tersusun atas kulit-kulit bola sepusat. Oleh
karenanya, partikel titik bermassa m itu berada di luar kulit-kulit bola.
Berdasarkan kaidah kulit bola, kulit-kulit bola sepusat itu bisa diganti dengan
partikel titik yang massanya sama dengan massa total kulit-kulit bola itu.
Padahal, massa keseluruhan kulit-kulit bola itu sama dengan massa bola
pejal, maka partikel titik pengganti haruslah bermassa M. Jadi, masalah di
atas setara dengan masalah dua partikel titik yang terpisah oleh jarak
sejauh r. Jadi, partikel titik itu menderita gaya sebesar
R
GMm
F= ,
r2

3. Tenaga Potensial Gravitasi

Tenaga potensial gravitasi yang dimiliki oleh sebuah sistem yang tersusun
atas dua benda titik (bermassa m1 dan m2) yang terpisah oleh jarak sejauh r
adalah usaha yang dilakukan oleh gaya gravitasi antara kedua benda selama
proses pemisahan kedua benda itu sehingga keduanya terpisah oleh jarak
yang tak terhingga jauhnya. Tenaga potensial gravitasi diberikan oleh
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 37

Gm1 m2
U(r) = − ,
r

Apabila terdapat agihan partikel dengan rapat massa ρ(r), maka pada titik
dengan vektor posisi rp massa uji sebesar m memiliki tenaga potensial
sebesar
G
ρ (r )
U(rp) = − Gm ∫∫∫ G G dV .
V
| r − rP |

Gaya gravitasi yang dialami oleh massa uji di titik rp adalah

F = −∇U(rp).

4. Medan Potensial Terpusat

Suatu medan potensial dikatakan sebagai medan terpusat apabila, nilai


medan potensial itu hanya bergantung pada r, yakni jarak partikel itu dari
pusat/pangkal koordinat.
Jadi, jika U suatu potensial terpusat, maka U(r) = U(r) dan medan gaya yang
terkait diberikan oleh

d
F(r) = −∇U(r) = − U(r) er = f(r) er,
dr

dengan er vektor satuan searah dengan r. Oleh karena itu, medan gaya F(r)
selalu searah maupun berlawanan dengan r, yakni menuju ke pusat koordinat
atau menjauhinya.

5. Momentum Sudut Dalam Medan Terpusat

Karena medan gaya terpusat selalu dapat ditulis sebagai F(r) = f(r) er, maka
sebuah benda yang berada dalam pengaruh medan gaya terpusat memenuhi
persamaan

d
L = r × F(r) = f(r) r × er = 0.
dt

Jadi, momentum sudut benda tersebut tetap : L = konstanta. Karena


momentum sudut L tegak lurus dengan vektor r dan vektor p, maka benda
yang berada dalam pengaruh potensial terpusat memiliki lintasan (orbit) yang
berada pada sebuah bidang, disebut bidang orbit. Oleh karena itu, untuk
meninjau gerak semacam itu cukup dengan sistem koordinat polar.
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 38

dr dθ
Karena v = er + r eθ, maka besarnya momentum sudut diberikan oleh
dt dt

L = |mr2 dt | = tetapan.

6. Hukum Kepler

Dari data-data Brahe Kepler mendapatkan pola-pola menarik tentang orbit


dan periode planet-planet dalam berevolusi mengelilingi matahari. Kepler
menyatakan pola-pola keteraturan itu dalam tiga hukum empirisnya :

1. Semua planet bergerak pada lintasan yang berbentuk elips dengan


matahari terletak pada salah satu titik fokusnya.
2. Garis yang menghubungkan tiap planet ke matahari menyapu luasan
yang sama dalam waktu yang sama.
3. Kuadrat kala revolusi tiap planet sebanding dengan pangkat tiga jarak
rata-rata planet dari matahari.

Bila TP kala revolusi suatu planet dan RP jarak rata-rata planet itu dari
matahari, maka hukum ketiga Kepler mengatakan berlakunya persamaan
2
TP
3
= C,
RP
dengan C suatu tetapan yang nilainya berbanding terbalik dengan massa
matahari (lihat uraian mendatang). Bila jarak rata-rata bumi dari matahari
disepakati sebagai 1 SA (SA singkatan dari satuan astronomis), maka
tetapan C dapat dihitung sebagai

C = (365,5 × 24 jam)2/(1 SA)3 = 76947984,0 jam2/SA3.

Dengan mengukur jarak rata-rata suatu planet orang dapat menghitung kala
revolusi planet itu. Atau sebaliknya, dengan mengukur kala revolusi suatu
planet orang dapat menghitung berapa jarak rata-rata planet itu dari
matahari.

Kesemua hukum Kepler itu dapat dijelaskan secara memuaskan dengan teori
gravitasi Newton. (Lihat Fowles mulai halaman 142.)
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 39

Bab 7
Gerak Benda Tegar Pada Bidang

1. Konsep Benda Tegar

1.1 Batasan : Benda tegar adalah sebuah benda sedemikian rupa sehingga
jarak antar titik-titik massa pada benda itu tidak berubah (tetap).

1.2 Contoh :

a. Gas yang berada di dalam sebuah balon mainan bukan merupakan


benda tegar sebab jarak partikel-partikel gas itu satu dari yang lain
berubah-ubah.
b. Sepotong pipa paralon yang menggelinding (tanpa tergencet)
merupakan benda tegar.
c. Sistem tata surya kita bukan merupakan benda tegar karena jarak satu
planet dengan planet yang lain maupun jarak masing-masing planet
dari matahari selalu berubah-ubah.
d. Beberapa bola kecil yang dihubungkan dengan batang-batang yang
kukuh (lihat gambar di bawah) merupakan benda tegar.

e. Sistem yang tersusun atas n buah partikel yang masing-masing


memiliki vektor posisi r1, r2, ..., ri, ..., rj, ..., rn dikatakan sebagai benda
tegar apabila berlaku

| ri−rj | = konstanta

untuk setiap i, j = 1,2, ..., n.


Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 40

1.3 Pertanyaan :

a. Apakah bumi kita merupakan benda tegar. Mengapa? Jelaskan!


b. Dapatkah sekumpulan partikel-partikel yang bergerak-gerak dikatakan
bukan merupakan benda tegar?
c. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar tersebut memperlihatkan
kedudukan sistem tiga partikel pada saat t1, t2 dan t3 sembarang.
Dapatkah sistem tiga partikel itu dikatakan sebagai benda tegar?

t = t2
t = t1 t = t3

2. Pusat Massa Benda Tegar

2.1 Batasan : Pusat massa sebuah benda tegar adalah suatu titik dalam
ruang yang menjadi posisi terpusatnya seluruh massa benda tegar itu.
Jadi, pusat massa sebuah benda tegar adalah posisi sebuah partikel titik
yang memiliki massa sebesar benda tegar itu.

2.2 Rumus :

a. Agihan diskret :

RCM = XCM i + YCM j + ZCM k, dengan


n n n

∑ mi x i
i =1
∑ mi y i
i =1
∑m z
i =1
i i
XCM = n
, YCM = n
, ZCM = n

∑m
i =1
i ∑m
i =1
i ∑m
i =1
i

b. Agihan kontinyu dengan massa total M :

RCM = XCM i + YCM j + ZCM k, dengan

XCM =
∫ xdm , YCM =
∫ ydm , ZCM =
∫ zdm
M M M
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 41

2.3 Contoh :

a. Perhatikan sistem lima partikel berikut. Partikel pertama bermassa m1


= 0,1 kg berada di titik (0, 0, 1 m). Partikel kedua bermassa m2 = 0,2
kg berada di titik (0, 0, −1 m). Partikel ketiga bermassa m3 = 0,4 kg
berada di titik (0, 0,2 m, 0). Partikel keempat bermassa m4 = 0,1 kg
berada di titik (0,5 m , 1 m, 0,5 m). Partikel kelima bermassa m5 = 0,2
kg berada di titik (0,5 m, 1 m, −0,5m). Apabila massa batang dapat
diabaikan, tentukan posisi pusat massa.

m1

m4
m3
y

m5

x m2

Jawab : Ini adalah benda tegar dengan agihan diskret. Massa


keseluruhan benda tegar itu adalah

5
M = ∑ mi = 0,1 kg + 0,2 kg + 0,4 kg + 0,1 kg + 0,2 kg = 1,0 kg.
i =1

Jadi,
n

∑m x
i =1
i i
1
XCM = = [(0,1 kg)(0) + (0,2 kg)(0) + (0,4 kg)(0) +
M 1,0 kg
(0,1 kg)(0,5 m) + (0,2 kg)(0,5 m)]

= 0,15 m.
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 42
n

∑m y
i =1
i i
1
YCM = = [(0,1 kg)(0) + (0,2 kg)(0) + (0,4 kg)(0,2 m) +
M 1,0 kg
(0,1 kg)(1 m) + (0,2 kg)(1 m)]

= 0,38 m.
n

∑m z
i =1
i i
1
ZCM = n
= [(0,1 kg)(1m) + (0,2 kg)(−1 m) + (0,4 kg)(0) +
1,0 kg
∑m
i =1
i

(0,1 kg)(0,5 m) + (0,2 kg)(−0,5 m)]

= − 0,15 m.

RCM = (0,15 m) i + (0,38 m) j − (0,15 m) k

b. Gambar berikut ini memperlihatkan separo bola pejal homogen


dengan jari-jari b dilihat dari sumbu-x. Ini adalah benda tegar dengan
agihan kontinyu. Maka posisi titik pusat massanya adalah

3
RCM = bk (lihat buku Fowles hal. 192)
8
z

y
2.4 Pertanyaan :
a. Haruskan pusat massa sebuah benda tegar berada di dalam benda
tegar itu?
b. Perkirakanlah kedudukan titik pusat massa benda-benda berikut
ini.
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 43

3. Rotasi Terhadap Sumbu Tetap

Anda telah belajar tentang gerak lurus, gerak parabola dan gerak melingkar.
Gerak-gerak semacam itu disebut gerak translasi. Pada gerak translasi, hal
yang menjadi pokok perhatian adalah posisi dan pergeseran. Benda
dikatakan bergerak bila posisinya berubah. Artinya, benda itu mengalami
pergeseran. Kecepatan (sesaat), misalnya didefinisikan sebagai pergeseran
posisi tiap satu satuan waktu. Konsep setelah kecepatan adalah
percepatan, yakni perubahan kecepatan persatusatuan waktu. Gerak
kemudian diklasifikasikan berdasarkan perilaku percepatan ini. Ada gerak
lurus beraturan ada gerak lurus berubah beraturan, dan lain sebagainya.

3.1 Konsep-konsep yang terkait :

a. Rotasi adalah gerak yang menyangkut orientasi dan perputaran.


Jadi, orientasi merupakan padanan posisi dan perputaran adalah
padanan pergeseran. Perhatikanlah gambar berikut. Gambar (a) dan
(b) memperlihatkan benda yang sama, hanya saja berbeda orientasi.
Kalau posisi sebuah benda diungkapkan melalui vektor posisi, maka
orientasi sebuah benda biasanya diungkapkan melalui sudut yang

∆θ

θ θ

l
k k k

l l
(a) (b) (c)

dibentuk oleh sebuah garis yang menempel pada benda itu (garis l,
misalnya) dan garis lain (garis k, misalnya) yang kita sepakati sebagai
garis pangkal atau acuan Maka gambar (a) memperlihatkan benda itu
pada saat memiliki orientasi 0°. Saat itu garis l dan garis k (garis
acuan) berimpit. Sementara gambar (b) memperlihatkan benda yang
sama memiliki orientasi θ. Garis l membentuk sudut θ terhadap garis
acuan k. Gambar (c) memperlihatkan benda tersebut mengalami
perubahan orientasi (perputaran) sejauh ∆θ dari orientasi semula,
yakni θ. Biasanya perubahan orientasi yang searah putaran jarum jam
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 44

ditulis sebagai perputaran negatif, sedang yang berlawanan dengan


arah perputaran jarum jam disebut perputaran positif.

b. Sumbu rotasi : tempat kedudukan titik-titik yang tidak bergeming


terhadap perubahan orientasi. Garis yang tegak lurus bidang gambar
dan melalui titik perpotongan garsi l dan garis k merupakan sumbu
rotasi. Sudut ∆θ disebut sudut perputaran dan diukur dalam radian.
Dalam bagian ini hanya akan kita tinjau kasus-kasus dengan sumbu
putar yang diam. Jadi, kasus-kasus seperti roda atau silinder yang
menggelinding di jalan dilihat oleh pengamat yang diam di jalan belum
akan dibicarakan di sini. Perputaran matahari pada porosnya, juga
tidak akan disinggung karena kita membatasi uraian di sisi hanya
untuk benda-benda tegar (matahari bukanlah benda tegar).

3.2 Contoh :
a. Sistem lima benda di atas diputar mengelilingi sumbu putar yang
berupa garis yang berimpit dengan vektor satuan n = nx I + ny j + nz k.

m1

m4
n m3
y

m5

x m2

Hubungan antara vektor n, yakni vektor satuan sumbu rotasi dan


kecepatan sudut ω adalah ω = ω n. ω adalah laju sudut, perubahan
orientasi tiap satu satuan waktu.

4. Momen Inersia

4.1 Pengertian Dasar : momen inersia adalah kelembaman (inersia) untuk


gerak rotasi. Jadi, momen inersia menunjukkan keengganan untuk
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 45

melakukan perubahan rotasi. Penting : Momen inersia bergantung pada


sumbu rotasi yang dipilih.

4.2 Rumus :
1. Agihan diskret :
n
I= ∑m r
i =1
i i
2
,

dengan ri jarak partikel/benda nomor i dari sumbu rotasi.


2. Agihan kontinyu :

∫r
2
I= dm ,

dengan r jarak unsur massa dm dari sumbu rotasi.

4.3 Contoh :

a. Perhatikan sistem empat partikel berikut. Partikel pertama bermassa


m1 = 0,1 kg berada di titik (0, 0, 1 m). Partikel kedua bermassa m2 =
0,2 kg berada di titik (0, 0, −1 m). Partikel ketiga bermassa m3 = 0,4 kg
berada di titik (1 m, 1 m, 0). Partikel keempat bermassa m4 = 0,1 kg
berada di titik (−1 m , 1 m, 0). Apabila massa batang dapat diabaikan,
tentukan momen inersia terhadap sumbu z.

m1

m4

y
m3

x m2
Jawab : Ini merupakan benda tegar dengan agihan diskret. Oleh
karena itu, momen inersia terhadap sumbu-z adalah
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 46

5
I = ∑ mi ri 2 = (0,1 kg)(0)2 + (0,2 kg)(0)2 + (0,4 kg)[(1 m)2 + (1 m)2] + (0,1
i =1

kg)[(−1 m)2 + (1 m)2] = 1,0 kg ⋅ m2.

b. Momen inersia bola pejal homogen bermassa m berjari-jari a terhadap


sumbu yang melalui titik pusatnya adalah

2
I= ma 2 . (lihat Fowles hal. 198)
5

5. Teorema Sumbu Sejajar

5.1 Teorema : Andaikan ICM momen inersia sebuah benda tegar bermassa M
terhadap sebuah sumbu putar SCM yang melalui titik pusat massanya.
Momen inersia benda itu terhadap sebuah sumbu S yang sejajar dengan
sumbu SCM diberikan oleh

I = ICM + Mh2,
dengan h adalah jarak sumbu S dari sumbu SCM.
SCM S

Pusat massa

SCM
S

5.2 Contoh : Momen inersia bola pejal homogen bermassa m berjari-jari a


terhadap sumbu yang menyinggung permukaannya adalah

2 7
I= ma 2 + ma 2 = ma 2 .
5 5

Dalam hal ini h = a.


Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 47

6 Teorema Sumbu Tegak

6.1 Teorema : Momen inersia sebuah lempeng terhadap sebuah sumbu S1


yang tegak lurus pada bidang lempeng itu, sama dengan jumlahan dua
momen inersia lempeng itu terhadap dua sumbu S2 dan S3 yang saling
tegak lurus dan memotong sumbu S1 secara tegak lurus pula (S2 dan S3
kedua-duanya terletak pada bidang lempeng).

S1

S3

S2

6.2 Contoh :

Momen inersia cakram tipis homogen bermassa m dan berjejari a


terhadap sumbu z sama dengan jumlahan momen cakram itu terhadap
sumbu x dan momen inersia cakram itu terhadap sumbu y.

1 1 1
Iz = Ix + Iy = ma 2 + ma 2 = ma 2
4 4 2
sebab

1
Ix = Iy = ma 2 . (lihat Fowles hal. 197)
4

x
Mekanika Klasik, M.F.Rosyid 48

7 Bandul (Pendulum) Fisis

Periode getar bandul fisis diberikan oleh sumbu ayunan

I
T = 2π ,
mgl
l
Pusat massa
dengan l jarak titik pusat massa dari sumbu ayunan.
θ

W = mg

Anda mungkin juga menyukai