DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
( STKIP-PGRI ) LUBUKLINGGAU
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT. karena berkat rahmat, hidayah,dan inayah-
Nya, laporan makalah Belajar dan Pembelajaran mengenai “ TEORI – TEORI
BELAJAR ’’ dapat penyusun selesaikan dengan benar. Laporan makalah Belajar dan
Pembelajaran ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh Dosen , Ibu. Ria Dwi Jayati, M.Pd, Dengan harapan dapat memahami proses penulisan
makalah yang benar dan menambah wawasan mahasiswa.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................................. 1
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
2.10 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran Yang Sesuai Dengan
Pendidikan Abad 21........................................................................................................ 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai
tindakan belajar yang dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan Mujiono (1996:7)
mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Tiap
ahli psikologi memberi batasan yang berbeda tentang belajar, atau terdapat keragaman
dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar.Belajar merupakan sesuatu yang
sangat penting sekali dalam rentang perkembangan pada diri seseorang, dengan belajar
seseorang telah mengalami suatu proses menuju kearah yang lebih baik. Dalam kaitannya
dengan belajar ini sangat banyak teori- teori yang membahas tentang belajar. Dimana teori
belajar merupakan unsur penting dalam pendidikan. Tanpa teori pembelajaran tidak
akan ada suatu kerangka kerja konseptual yang digunakan sebagai dasar untuk
melaksanakan pembelajaran.
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku (behavioristik).
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima
sebagian besar dari prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan
pada kesan dan isyarat perubahan perilaku, dan pada proses mental internal. Jadi dalam teori
belajar sosial kita akan menggunakan penjelasan penguatan (reinforcement) eksternal dan
penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam
pandangan belajar sosial manusia itu tidak hanya didorong oleh kekuatan dari dalam saja,
tetapi juga dipengaruhi oleh stimulus lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori belajar
sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori ini
dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha
menjelaskan belajar dalam situasi alami. Adapun pengertian dari teori pembelajaran sosial
(social learning theory) atau pembelajaran observasional (observational learning) yaitu :
6
b. Pembelajaran observasional merupakan proses dimana informasi diperoleh
dengan memerhatikan kejadian-kejadian dalam lingkungan (B.R.Hergenhahn dan
Matthew HOlson : 2008.).
Albert Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare, kota kecil di Alberta,
Canada. Dia mendapat gelar B.A. dari University of British Columbia, kemudian M.A. pada
1951, dan Ph.D. pada 1952 dari University of Iowa. Dia ikut magang pascadoktoral di
Wichita Guidance Center pada 1953 dan kemudian bergabung di Stanford University. Pada
1969-1970 dia sempat di Center for the Advanced Study in Behavioral Sciences. Bandura
kini menjabat sebagai David Starr Jordan Professor of Social Science di Fakultas Psikologi
Universitas Stanford.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (sosial learning
theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen
kognitif dari pemikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura menjabat sebagai ketua
APA (American Psychological Association) pada tahun 1974 dan pernah dianugerahi
penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1975.Pada tahun berikutnya,
Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan
tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti
tentang agresi pembelajaran sosial dan mengambil Richard Walters, muridnya yang
pertama mendapat gelar doktor sebagai pekerja di makmalnya. Bagi Bandura, walaupun
prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip
itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma
behaviorisme.
7
Studi Boneka Bobo Klasik
Dalam film pertama, penyerangnya diberi permen, minuman ringan dan dipuji
karena melakukan tindakan agresif. Dalam film kedua, si penyerang ditegur dan ditampar
karena bertindak agresif. Dalam film ketiga, tidak ada konsekuensi atas si
penyerang boneka.Kemudian masing-masing anak dibiarkan sendiri berada di ruangan
penuh mainan, termasuk boneka Bobo.Perilaku anak diamati melalui cermin satu
arah. Anak yang menonton film dimana perilaku penyerang diperkuat atau tidak
dihukum apapun lebih sering meniru tindakan model ketimbang anak yang
menyaksikan si penyerang dihukum. Seperti yang diduga, anak lelaki lebih agresif
ketimbang anak perempuan. Namun, poin penting dalam studi ini adalah bahwa
pembelajaran observasional terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika perilaku
agresif diperkuat maupun tidak diperkuat.
Poin penting kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaan antara
pembelajaran dan kinerja.Karena murid tidak melakukan respons bukan berarti
mereka tidak mempelajarinya. Dalam sudi Bandura, saat anak diberi insentif
(dengan stiker atau jus buah) untuk meniru model, perbedaan dalam perilaku
imitatif anak dalam tiga kondisi itu hilang. Bandura percaya bahwa ketika anak
mengamati perilaku tetapi tidak memberikan respons yang dapat diamati, anak itu
8
mungkin masih mendapatkan respons model dalam bentuk kognitif.
Studi ini menarik karena ia menunjukkan bahwa perilaku anak dipengaruhi
oleh pengalaman tak langsung atau pengalaman pengganti. Dengan kata lain, apa
yang mereka lihat dilakukan atau dialami orang lain akan mempengaruhi perilaku
mereka. Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan dari pengamatan
(vicarious reinforcement) dan mereka difasilitasi untuk keagresifan mereka.
Sedangkan anak-anak di kelompok kedua mendapatkan ancaman pengamatan
(vicarious punishment), dan mereka dihalangi perilaku agresifnya. Meskipun anak-
anak tidak mendapatkan pengalaman penguatan maupun ancaman secara langsung,
mereka memodifikasi perilakunya secara sama (Hergenhahn dan Olson, 1997).
1. Pemodelan
9
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial Albert Bandura.
Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif
dan mengingat tingkah laku orang lain. (Arends, 1997:67). Seseorang belajar menurut
teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil
pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalaman baru
dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-mengulang kembali. Dengan jalan
ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku
yang dipelajari. Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura
mengklasifikasi empat fase belajar dari pemodelan, yaitu :
Hal yang menjadi pertanyaan ialah dimana kita memperoleh kriteria yang kita
gunakan untuk mempertimbangkan penampilan kita?Kadang-kadang
pertimbangan-pertimbangan ini kelihatannya timbul sendiri, seperti seorang pelukis,
seorang penulis, atau seorang guru, bekerja berulang kali untuk memperoleh sebuah
lukisan, suatu karangan, atau suatu pelajaran yang baik.Namun, teori belajar
sosial mengemukakan bahwa sebagian besar dari kriteria yang kita miliki untuk
penampilan kita, kita pelajari, seperti banyak hal-hal yang lain, dari model-model
dalam dunia sosial kita.
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena
itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system
kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan
semata – matareflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori
belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan
imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya
penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini
berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan
kognitif.
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan
tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan
dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk
12
tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian
individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang
negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
Lev Semyonovich Vygotsky lahir pada tahun 1896 di Tsarist Russia, di suatu kota
Orscha, Belorussia dari keluarga kelas menengah Keturunan Yahudi. Dia tumbuh dan besar
di Gomel, suatu kota sekitar 400 mil bagian barat Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia
tertarik pada studi-studi kesusastraan dan analisis sastra, dan menjadi seorang penyair dan
Filosof.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama sepuluh tahun dari
tahun 1920-1930. Namun karyanya baru dipublikasikan di duia barat pada tahun 1960an.
Sejak saat itulah, tulisan-tulasannya menjadi sangat berpengaruh didunia. Vygotsky juga
mengagumi Piaget , Vigotsky setuju dengan teori Piaget bahwa perkembangan kognitiv
13
terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, akan
tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya
sendirian dan membentuk gambara realitasya sendirian, karena menurut Vygotsky suatu
pengetahuan tidak hanya didapat oleh anak itu sendiri melainkan mendapat bantuan dari
lingkungannya juga.
Pemikiran Tokoh
C. Ivan Pavlov
Pada dasarnya teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar
behaviourisme. Teori pembelajaran sosial juga di dasarkan pada pengakuan penting
pembelajaran pengamatan dan pembelajaran pengaturan diri. Hal tersebut sangat berkaitan
erat dengan teori belajar behaviouristik (behavioral learning theorities) yang terpusat pada
cara yang dengan cara itu konsekuensi prilaku yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan mengubah prilaku seseorang lama-kelamaan dan cara ketika seseorang
mencontohkan prilakunya kepada orang lain. Teori behavioristic ini tentnya akan
berpengaruh terhadap teori pembelajaran social yang lebih menekankan kepada teori
pengkondisian yang pertama kali sangat terkenla yaitu teori pengkondisian klasik yang di
perkenalkan oleh ilmuan Rusia Ivan Pavlov pada akhir tahun 1800-an dan awal 1900-an.
Saat itu Pavlov mengadakan riset mempelajari proses pencernaan anjing. Pavlov
memperhatikan perubahan waktu dan kadar pengeluaran air liru hewan ini. Dia mengamati
bahwa, jika tepung daging di letakan didalam atau dekat mulut anjing yang lapar, hewan
tersebut akan mengeluarkan air liur. Karena tepung daging membangkitkan tanggapan ini
dengan otomatis, tanpa satupun pelatihan atau pengkondisian sebelumnya, maka tepung
daging tersebut disebut rangsangan tanpa pengkondisian. Sama halnya, karena pengeluaran
14
air liru terjadi otomatis dengan kehadiran daging, yang juga tanpa memerlukan sedikitpun
pelatihan atau pengalaman, tanggapan pengeluaran air liur ini disebut tanggapan tanpa
pengkondisian.
Sementara daging tersebut akan menghasilkan air liur tanpa sedikitpun pengalaman
atau pelatihan sebelumnya, seperti lonceng, tidak akan menghasilkan air liur. Karena tidak
mempunyai dampak pada tanggapan tersebut, rangsangan ini disebut rangsangan netral.
Eksperimen Pavlov memperlihatkan bahwa apabila rangsangan netral sebelumnya
dipasangkan dengan rangsangan tanpa pengkondisian, rangsangan netral tersebut menjadi
rangsangan pengkondisian dan memperoleh kekuatan untuk mendorong tanggapan yang
mirip dengan apa yang dihasilkan rangsangan tanpa pengkondisian tadi. Dengan kata lain
setelah lonceng dan anjing mengeluarkan air liur. Proses ini disebut pengkondisian klasik.
Dengan kata lain proses yang dilakukan secara berulang-ulang akan menhubungkan
rangsangan netral sebelumnya dengan rangsangan tanpa pengkondisian guna
membangkitkan tanggapan pengkondisian. Hal ini berkaitan dengan proses belajar siswa,
apabila siswa berasa dalam lingkungan yang mendukung baik itu lingkungan sekolah,
keluarga bahkan masyarakat yang mendukung siswa itu untuk belajar salah satu halnya
dengan pemberian motivasi dan rangsangan yang positif dalam membantu atau memberikan
yang positif pula dalam dirinya, namun hal ini harus dilakukan secra berulang agar proses
tersebut tertanam dalam dirinya sehingga menjadi suatu kebiasaan pada siswa tersebut.
Ada empat prinsip utama dalam eksperimen Ivan Pavlov, antara lain:
1. Fase Akuisisi, merupakan fase belajar permulaan dari respons kondisi. Sebagai contoh,
anjing ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena pengkondisian suara lonceng.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan conditioning selama fase akuisisi. Faktor
yang paling penting adalah urutan dan waktu stimuli. Conditioning terjadi paling cepat
ketika stimulus kondisi (suara lonceng) mendahului stimulus utama (makanan) dengan
selang waktu setengah detik. Conditioning memerlukan waktu lebih lama dan respons
yang terjadi lebih lemah bila dilakukan penundaan yang lama antara pemberian stimulus
15
kondisi dengan stimulus utama. Jika stimulus kondisi mengikuti stimulus utama, sebagai
contoh, jika anjing menerima makanan sebelum lonceng berbunyi maka conditioning jarang
terjadi.
2. Fase Eliminasi (Extintion), Dalam ekperimen ini bagaimana cara untuk membentuk perilaku
anjing agar ketika bunyi bel di berikan ia akan merespon dengan mengeluarkan air liur
walapun tanpa diberikan makanan. Karena pada awalnya, anjing tidak merespon apapun
ketika mendengar bunyi bel. Jika anjing secara terus menerus diberikan stimulus berupa
bunyi bel dan kemudian mengeluarkan air liur tanpa diberikan sebuah hadiah berupa
makanan. Maka kemampuan stimulus terkondisi (bunyi bel) untuk menimbulkan respons
(air liur) akan hilang. Hal ini disebut dengan extinction atau penghapusan.
3. Fase Generalisasi, Setelah seekor hewan telah ‘belajar’ respons kondisi dengan satu
stimulus, ada kemungkinan juga ia merespons stimuli yang sama tanpa latihan lanjutan.
Jika seorang anak digigit oleh seekor anjing hitam besar, anak tersebut bukan hanya
takut kepada anjing tersebut, namun juga takut kepada anjing yang lebih besar. Fenomena
ini disebut generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya menyebabkan generalisasi
yang kurang intens. Sebagai contoh, anak tersebut ketakutannya menjadi berkurang
terhadap anjing yang lebih kecil.
Kelebihan dari teori Ivan Pavlov ini adalah individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Hal ini sangat membantu dan
memudahkan pendidik dalam dunia pendidikan untuk melakukan pembelajaran terhadap
peserta didiknya.
16
Kelemahan dari teori Ivan Pavlov ini ialah, teori ini menganggap bahwa belajar itu
hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak
dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa
dalam bertindak dan berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada
pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan
menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori Conditioning ini
memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia, teori ini
hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja. Umpamanya dalam belajar yang
mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.
Bandura menyatakan bahwa seseorang dapat belajar dari pengalaman tak langsung
atau pengalaman pengganti dan belajar dengan mengamati konsekuensi dari perilakunya
sendiri.Bandura mendefenisikan model sebagai segala sesuatu yang menyampaikan
informasi. Jadi koran, majalah, televisi, dan sebagainya merupakan model. Dan tentu saja
informasi berita yang disampaikan dapat membawa pengaruh positif maupun dapat
memunculkan proses kognitif yang salah pada individu. Bandura menyatakan bahwa anak-
anak dan orang dewasa mendapatkan sikap, emosi tanggapan, dan gaya baru melalui
modeling.
Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk
mengendarai sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara
sepeda dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia anggap kurang
menarik. Oleh karena itu, ia akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda.
Selanjutnya pada tahap penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa
bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat ia akan meminta ayahnya
(semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda. Semuanya itu kemudian dilaksanakan
pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda
bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di sinilah tugas sang ayah untuk
memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak sekaligus merupakan
tahap motivasi.Beberapa contoh lain dijelaskan dalam poin-poin berikut:
17
a. Iklan mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat orang
lain makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya makan mie
instan yang sama.
b. Iklan sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan
ayahnya makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok
gigi.
c. Sosialisasi penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan suatu
film pendek yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-ugalan
dan tidak memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya menggunakan
helm dan berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang polisi, tetapi untuk
mengamankan dirinya.
d. Seorang anak melihat ibunya makan bakso, dia juga ingin memakannya dan meminta
pada ibunya. Namun, sang ibu menunjukkan ekspresi kepedasan dan akhirnya si
anak tidak mau memakan bakso tersebut.
2.4 Konsep Teori Belajar Konstruktivisme Yang Sesuai Dengan Pendidikan Abad 21
Teori belajar Kontruktivisme berasal dari kata “to construct” artinya membangun
atau menyusun. Menurut Von Glasersfeld konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) dari
kita sendiri dan Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu
berinteraksi dengan lingkungannya. Esensi dari teori konstruktivisme bahwa siswa
harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain,
dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini
pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima
pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum
objektivitas yang lebih enekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan
konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak
siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Teori ini berkembang dari teori kerja
Piaget, Vygotsky, teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif lainnya,
Teori konstruktivisme terbangun karena adanya penghubungan (networking learning) antara
pengetahuan lama dengan yang baru, dalam hal ini terdapat proses asimilasi yang
menghubungkan teroi lama dan yang baru dengan adanya refleksi yaitu hasil berfikir
merenung sehingga dapat menemukan pengetahuan baru. Terdapat Klasifikasi belajar yang
serumpun dengan Teori Konstruktivisme, antara lain :
a. Reception Learning (Belajar untuk menerima); Pada klasifikasi ini pelajar bersikap
Pasif dan hanya menerima pembelajaran dari guru.
b. Construktivisme sendiri; Bebeda dengan reception Learning pada klasifikasi ini
pelajar lebih bersikap aktif dengan mencari bahan-bahan pembelajaran.
19
c. Rote Learning (Belajar dengan menghapal); Pada klasifikasi ini pengetahuan yang
diterima oleh siswa terus di tumpuk dengan cara menghapal.
d. Gestalt learning; Pada klasifikasi ini pelajar menghubungkan pengetahuan yang
lama dengan yang baru.
20
2.8 Teori-teori belajar Konstruktivisme
A. Teori Belajar Konstruktivisme Piaget
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak
dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses
tersebut meliputi:
21
b. Scaffolding, merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah ia dapat melakukannya.
2.9 Kelebihan dan Kekurangan teori Belajar Konstruktivisme
A. Kelebihan :
a. Dalam proses membina pengetahuan baru, siswa berpikir untuk menyelesaikan
masalah, merancang ide, dan membuat keputusan.
b. Siswa akan lebih faham terhadap materi yang disampaikan oleh gurunya karena
ia aktif bertanya. Karena dalam konstruktivisme ini, siswa dituntut untuk
menggunakan pengetahuannya dan aktif bertanya.
c. Siswa akan lebih mudah untuk mengingat suatu materi yang disampaikan, yang
dipelajarinya, karena dalam konstruktivisme ini, pembelajaran adalah mempunya
makna yang lebih dalam.
d. Siswa akan mahir dalam bersosialisasi, karena dalam konstruktivisme ini, siswa
dituntut untuk dapat berinteraksi dengan baik dengan sesama temannya dan
bekerjasama, serta berinteraksi dengan baik pula dengan guru karena aktif
bertanya demi mendapatkan suatu pengetahuan baru.
e. Siswa akan termotivasi lebih untuk belajar demi mendaptlan ilmu pengetahuan
yang baru.
f. Menyenangkan, belajar bagi siswa akan terasa menyenangkan karena dengan
siswa berusaha untuk aktif ketika proses pembelajaran itu terjadi.
B. Kekurangan
a. Peran guru hanya sebagai mediator dan fasilitator bagi pembelajaran siswa
b. Karakteristik setiap siswa berbeda-beda, tidak semua siswa dapat aktif dalam
belajar, apalagi ketika proses pembelajaran berlangsung, ada saja siswa yang
tidak berani untuk dapat aktif.
22
c. Penekanan terhadap relativisme, yaitu pandangan bahwa semua bentuk
pengetahuan dapat dibenarkan karena dibangun oleh para siswa terutama jika
pengetahuan-pengetahuan tersebut mencerminkan konsesus masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori belajar sosial adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang mengamati
dan meniru perilaku orang lain. Dengan kata lain, informasi diperoleh dengan memerhatikan
kejadian-kejadian dalam lingkungan. Dalam percobaan boneka Bobo, Bandura
mengilustrasikan bagaimana pembelajaran sosial dapat terjadi bahkan dengan menyaksikan
seorang model yang tidak diperkuat atau dihukum. Dalam eksperimen tersebut, anak –
anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Eksperimen tersebut
juga menunjukkan perbedaan pembelajaran dan kinerja.
24
kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Konsep
dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur dimana seseorang dapat membina
pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada. Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme bila
diterapkan di kelas akan terbentuk: a) Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam
belajar. b) Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa
waktu kepada siswa untuk merespon. c) Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. d) Siswa
terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya.
3.2 Saran
Sebagai seorang pendidik tentunya kita harus bisa mengenal karakteristik pesera
didik kita agar dapat dengan mudah kita mengetahui tipe pembelajaran yang seperti apa
yang sebaiknya digunakan oleh peserta didik kita. Selain itu berdasarkan teori pembelajar
social, tentunya seorang pendidik harus bisa mengkolaborasikan berbagai teori belajar yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga
Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, PT Remaja Rosdakarya:
Bandung, 2011.
25
26