Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI KOGNITIF SOSIAL ALBERT BANDURA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Komunikasi

Dosen Pengampu : Dr. Siti Nursanti, S.Sos., M.I.Kom

Disusun oleh :

Kelompok 3 (Ilmu Komunikasi 2D)

1. Kamila Adinda Syahrani (2110631190140)

2. Mala Setyawati (2110631190092)

3. Nayla Fajrina N.A (2110631190104)

4. Rika Ramanda Putri (2110631190113)

5. Rizky Ramadhan (2110631190115)

6. Yerhiko Usda Utama (2110631190134)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah untuk Mata Kuliah
Teori Komunikasi dengan tepat waktu. Sholawat serta salam kami panjatkan
kepada junjungan Nabi agung Muhammad SAW.

Terima kasih kepada para pihak yang telah membantu menyelesaikan proses
penyusunan makalah ini kepada dosen mata kuliah Teori Komunikasi Bu Nursanti,
para anggota kelompok, dan para penulis jurnal yang kami jadikan sebagai bahan
referensi sehingga kami bisa membuat makalah yang berjudul “Teori Kognitif
Sosial Albert Bandura”.

Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan


tambahan bagi para pembaca dan bermanfaat untuk menambah pengetahuan, oleh
karena itu kami memohon kritik dan saran dari pembaca. Menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam makalah ini.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb

Bekasi, 14 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 1
1.3 Tujuan............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2

2.1 Pengertian Teori Kognitif Sosial..................................................... 2


2.2 Sejarah Teori Kognitif Sosial........................................................... 4
2.3 Pengaruh serta Peran Teori Kognitif Sosial..................................... 6
2.4 Contoh Kasus................................................................................... 9

BAB III PENUTUP.................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan....................................................................................... 13
3.2 Saran................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada bidang Ilmu Sosial memiliki banyak berbagai macam teori di
dalam penelitiannya. Salah satunya yaitu teori kognitif sosial. Teori kognitif
sosial adalah teori yang menyatakan bahwa lingkungan sosial merupakan
tempat di mana terjadinya sebagian besar pembelajaran manusia. Pembelajaran
yang terjadi yaitu dengan mengamati perilaku dan tindakan orang lain untuk
memperoleh pengetahuan, aturan, keterampilan, strategi, keyakinan, dan sikap.
Ini sangat menarik perhatian kami, karena lingkungan sosial merupakan
lingkungan yang paling terdekat dengan kehidupan sehari-hari kita, dan proses
pembelajaran pasti akan selalu berlangsung pada proses kehidupan manusia.
Untuk bisa memahami apa yang menjadi landasan dalam ilmu sosial maka
diperlukan pengetahuan terhadap terori-teori yang ada, maka dicarilah
pengertian perkembangan, dan bagaimana kasusnya di masyarakat dari teori ini
sehingga kami bisa memahami dan dapat menjadikannya sebagai bahan
pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori kognitif sosial menurut Albert Bandura?
2. Bagaimana awal mulanya muncul teori kognitif sosial oleh Albert Bandura?
3. Bagaimana peran teori kognitif sosial dari Albert Bandura bagi kehidupan
masyarakat?
4. Apa saja kasus yang bisa menggambarkan contoh dari teori kognitif sosial
menurut Albert Bandura?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari teori kognitif sosial menurut Albert Bandura.
2. Memaparkan bagaimana sejarah teori kognitif sosial Albert Bandura.
3. Memaparkan bagaimana peran yang dipengaruhi oleh teori kognitif sosial
Albert Bandura terhadap kehidupan masyarakat.
4. Menggambarkan contoh kasus yang terjadi di masyarakat ditinjau dari teori
kognitif sosial Albert Bandura.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Kognitif Sosial


Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan istilah baru
dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh
Albert Bandura. Albert Bandura lahir di Alberta, Kanada, pada tahun 1925. Ia
mendapat gelar doktornya dalam bidang diskhursus ilmu psikologi klinis dari
Universitas of lowa, di mana pola pemikirannya di pengaruhi oleh buku yang
berjudul Social Learning And Imitation yang ditulis oleh Miller dan Dollard
(1941). Penamaan istilah baru “Teori Kognitif Sosial” tersebut mulai digunakan
pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dalam beberapa publikasinya, Albert
Bandura telah memaparkan proses pembelajaran sosial yang menyangkut faktor
kognitif dan behavioral yang mempengaruhi masyarakat dalam proses
pembelajaran sosial.
Teori kognitif sosial merupakan gagasan yang meletakkan pendapat
bahwasanya sebagian besar proses belajar seseorang berlangsung di lingkungan
sosial. Dengan kegiatan mengamati orang lain, seseorang akan memperoleh
pengalaman, pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan norma serta perilaku.
Seseorang juga dapat mengamati model atau contoh untuk mempelajari
kegunaan dan kesesuaian sikap dari perilaku yang dimodelkan, selanjutnya
mereka akan berperilaku sesuai dengan apa yang mereka percaya sebagai hasil
yang diharapkan dari perilaku yang dimodelkan tersebut.
Dalam perkembangannya, teori kognitif sosial dari Bandura ini
menjelaskan tentang cara seseorang mengontrol kejadian di dalam
kehidupannya melalui pikiran dan tindakan yang mengatur diri sendiri. Proses
utamanya meliputi penetapan tujuan atau arah yang ingin dicapai, evaluasi
asumsi yang dihasilkan dari sebuah tindakan, evaluasi kemajuan pencapaian
tujuan, dan pengaturan diri terhadap tindakan, pikiran serta emosi. Bandura
menjelaskan ciri khas lain dari teori kognitif sosial yakni adalah memainkan
peran utama dalam pengaturan diri sendiri. Perilaku seseorang tidak hanya
menyesuaikan diri dengan kecenderungan perilaku orang lain. Sebagian besar

2
perilaku mereka dimotivasi serta diatur oleh standar yang berasal dari dalam
diri sendiri dan tanggapan terhadap perilaku mereka terkait dengan penilaian
diri.
Asumsi awal teori belajar Bandura salah satunya adalah menjelaskan
bahwa manusia sangat fleksibel dan dapat menelaah pola tingkah laku dan pola
tingkah lakunya. Fokus utama dalam pembelajaran ini adalah untuk
menggantikan pengalaman. Walaupun manusia mampu dan telah belajar
behavioral real, mereka telah belajar kecenderungan sebagian besar dari
mengamati perilaku orang lain.
Asumsi awal tersebut memberikan isi dari sudut pandang secara teori
dalam konsep pembelajaran sosial Bandura, yaitu: (1) kegiatan belajar biasanya
dilakukan melalui proses peniruan atau pemodelan. (2) pada kegiatan peniruan
atau pemodelan, seseorang dimaknai menjadi sosok yang aktif dalam
menentukan perilaku yang ingin ditiru serta menentukan seberapa banyak
ukuran intensnya modeling yang ingin ia tiru. (3) peniruan atau pemodelan
adalah tipe pembelajaran perilaku yang khusus, yang dapat dilakukan tanpa
harus mengalami sendiri kejadian tertentu. (4) peniruan merupakan penguatan
secara tidak langsung dari perilaku tertentu dan keefektifannya terhadap
penguatan secara langsung untuk mempromosikan dan memunculkan imitasi.
(5) pertimbangan dari dalam diri sangat penting dalam pembelajaran karena
ketika ada input sensorik yang menjadi dasar dalam pembelajar perilaku yang
telah dicetuskan, terdapat pengaruh dari dalam yang mempengaruhi hasil
akhirnya.
Bandura percaya bahwa dengan mengamati memberikan ruang untuk
manusia terus mempelajari sesuatu, walaupun tidak melakukan apapun. Selain
itu, penguatan teori pembelajaran sosial dipahami sebagai motivasi. Dengan
kata lain, manusia belajar untuk meramalkan munculnya enhancer dalam
keadaan tertentu dan behavior awal yang diharapkan ini merupakan langkah
pertama di dalam banyaknya tahap perkembangan. Seseorang tidak memiliki
keterampilan untuk melihat masa yang akan datang, tetapi mereka dapat
memprediksi akibat dari suatu tindakan tertentu berdasarkan apa yang telah

3
mereka amati dari pengalaman baik dan buruk orang lain tanpa harus
mengalami sendiri pengalaman tersebut.
2.2 Sejarah Teori Kognitif Sosial
Dalam sejarahnya yang singkat, psikologi telah mengalami pergeseran
paradigma yang memilukan. Dalam transformasi ini, para ahli teori dan
pengikut mereka berpikir, berdebat, dan bertindak secara agen, tetapi teori
mereka tentang bagaimana orang lain berfungsi memberi mereka sedikit, jika
ada, kemampuan agen. Sungguh ironis bahwa ilmu tentang fungsi manusia
harus melucuti orang dari kemampuan yang membuat mereka unik dalam
kekuatan mereka untuk membentuk lingkungan dan nasib mereka sendiri.
Para behavioris memberi kita model input – output yang dihubungkan
oleh kotak hitam yang tidak jelas. Dalam pandangan ini, perilaku manusia
dikondisikan dan diatur oleh rangsangan lingkungan. Garis teori ini akhirnya
tidak lagi populer dengan munculnya komputer, yang mengisi kotak hitam
dengan banyak kemampuan pengaturan diri yang diciptakan oleh para pemikir
inventif. Satu merek behaviorisme bertahan dengan ortodoksi yang lebih ketat
dalam bentuk model operan perilaku manusia. Pengkondisi operan tidak hanya
melucuti manusia dari kemampuan agen apa pun, tetapi memberlakukan
larangan metodologis yang ketat yang bahkan ditolak oleh para ilmuwan alam.
Kemajuan ilmiah dapat dicapai dengan dua jenis teori: teori yang hanya
berusaha mengidentifikasi korelasi antara peristiwa yang dapat diamati tanpa
memperhatikan mekanisme yang menghubungkan; dan yang menentukan
mekanisme yang mengatur hubungan antara peristiwa yang dapat diamati
(Bandura,1996). Analis operan menyatakan bahwa satu-satunya pendekatan
ilmiah yang sah adalah yang terbatas pada menghubungkan yang dapat diamati.
Dalam resep metodologis ekstrim ini, mereka adalah jauh lebih ketat daripada
ilmuwan alam. Seperti yang ditunjukkan Nagel (1961) dengan tepat, beberapa
teori paling komprehensif dalam ilmu alam bukanlah tentang faktor-faktor yang
"dapat diamati". Fisikawan, misalnya, menciptakan hal-hal luar biasa dengan
teori atom, termasuk bom penghancur massal, bahkan meskipun atom tidak
dapat diamati.

4
Orang sering tidak responsif terhadap isyarat situasional dan tidak
terpengaruh oleh konsekuensi dari tindakan mereka. Oleh karena itu, analis
operan harus mencari di tempat lain untuk penjelasan yang lebih baik tentang
perilaku manusia. Beban penjelasan semakin jatuh pada faktor-faktor penentu
dalam organisme, yaitu, sejarah penguatan yang ditanamkan. Perilaku mungkin
dikendalikan oleh stimulasi eksternal yang bekerja bersama dengan keadaan
organisme yang ditanamkan. Seperti penentu internal lainnya, sejarah tidak
dapat diamati atau diakses secara langsung. Analis operan telah menggeser
penekanan analisis mereka dari control berbasis lingkungan ke kontrol berbasis
organisme (Machado, 1993). Tetapi kontrol organismic adalah non-agent.
Orang hanyalah gudang untuk input stimulus masa lalu dan saluran untuk
stimulasi eksternal, tetapi mereka tidak dapat menambahkan apa pun pada
kinerja mereka.
Munculnya komputer mengubah teori psikologis dan secara radikal
mengubah agenda penelitiannya. Model input-output digantikan oleh model
input-linear throughputoutput. Pikiran sebagai komputer digital menjadi model
konseptual untuk waktu. Selama beberapa dekade, metafora komputer yang
berkuasa tentang fungsi manusia adalah sistem komputasi linier. Informasi
diumpankan melalui prosesor pusat yang melakukan operasi komputasi sesuai
dengan aturan yang telah ditentukan sebelumnya. Konsepsi ini menyesuaikan
manusia dengan arsitektur komputer linier pada saat itu. Model linier ini
akhirnya digantikan oleh model komputer yang lebih terorganisir secara
dinamis yang melakukan beberapa operasi secara bersamaan dan interaktif
untuk meniru lebih baik bagaimana fungsi otak manusia. Dalam model
konseptual ini, input mengaktifkan throughput dinamis multifaset yang
menghasilkan output.
Model dinamis ini mencakup jaringan bertingkat dengan fungsi agen
yang bersarang di jaringan saraf tersembunyi tanpa kesadaran, yang merupakan
substansi kehidupan mental yang fenomenal dan fungsional. Kesadaran
memberikan dasar informasi untuk berpikir tentang peristiwa, perencanaan,
membangun tindakan, dan merefleksikan kecukupan pemikiran dan tindakan
seseorang. Dalam garis teori koneksionis, organ sensorik menyampaikan

5
informasi melalui jalur yang beragam ke jaringan tersembunyi bertindak
sebagai agen kognitif yang menafsirkan, merencanakan, memotivasi dan
mengatur. Namun, dilucuti kesadaran dan kemampuan agen dari keputusan dan
tindakan, orang hanyalah robot yang menjalani tindakan tanpa regulasi sadar,
kehidupan fenomenologis atau identitas pribadi.
2.3 Pengaruh serta Peran Teori Kognitif Sosial
Dalam publikasi Social Foundations of Thought and Action: A Social
Cognitive Theory, Bandura mengembangkan pandangan human functio-ning.
Dia menyerasikan peran sentral kognitif, seolah mengalami sendiri (vicarious),
pengaturan diri, dan proses reflektif diri dalam adaptasi dan perubahan manusia.
Orang dipandang sebagai sosok sistem pengorganisasi diri, proaktif, reflektif
diri, dan pengaturan diri daripada sebagai organisme reaktif yang dibentuk dan
dilindungi oleh kekuatan lingkungan atau didorong oleh impuls-impuls paling
dalam yang tersembunyi. Dalam perspektif kognitif sosial, individu dipandang
berkemampuan proaktif dan mengatur diri daripada sebatas mampu berperilaku
reaktif dan dikontrol oleh kekuatan biologis atau lingkungan. Selain itu,
individu juga dipahami memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka
berlatih mengukur pengendalian atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka.
Bandura (1977) memperlihatkan bahwa individu membuat dan
mengembangkan persepsi diri atas kemampuan yang menjadi instrumen pada
tujuan yang mereka kejar dan pada kontrol yang mereka latih atas
lingkungannya. Adapun fondasi persepsi Bandura terhadap reciprocal
determinism, memandang bahwa: (a) faktor personal dalam bentuk kognisi,
afektif, dan peristiwa biologis, (b) tingkah laku, (c) pengaruh lingkungan
membuat interaksi yang menjadi hasil dalam triadic reciprocality. Sifat timbal
balik penentu pada fungsi manusia ini dalam teori kognitif sosial memung-
kinkan untuk menjadi terapi dan usaha konseling yang diarahkan pada personal,
lingkungan, dan faktor perilaku. Teori kognitif sosial berakar pada pandangan
tentang human agency bahwa individu merupakan agen yang secara proaktif
mengikutsertakan dalam lingkungan mereka sendiri dan dapat membuat sesuatu
terjadi dengan tindakan mereka. Adapun kunci pengertian agency adalah
kenyataan bahwa di antara faktor personal yang lain, individu memiliki self-

6
beliefs yang memungkinkan mereka melatih mengontrol atas pikiran, perasaan,
dan tindakan mereka, bahwa “apa yang dipikirkan, dipercaya, dan dirasakan
orang mempengaruhi bagaimana mereka bertindak”.
Self-efficacy
Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai judgement seseorang atas
kemampuannya untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan yang
mengarah pada pencapaian tujuan tertentu. Bandura menggunakan istilah self-
efficacy mengacu pada keyakinan (beliefs) tentang kemampuan seseorang
untuk mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan untuk pencapaian hasil.
Dengan kata lain, self-efficacy adalah keyakinan penilaian diri berkenaan
dengan kompetensi seseorang untuk sukses dalam tugas-tugasnya. Menurut
Bandura, keyakinan self-efficacy merupakan faktor kunci sumber tindakan
manusia (human egency), “apa yang orang pikirkan, percaya, dan rasakan
mempengaruhi bagaimana mereka bertindak”. Di samping itu, keyakinan
efficacy juga mempengaruhi cara atas pilihan tindakan seseorang, seberapa
banyak upaya yang mereka lakukan, seberapa lama mereka akan tekun dalam
menghadapi rintangan dan kegagalan, seberapa kuat ketahanan mereka meng-
hadapi kemalangan, seberapa jernih pikiran mereka merupakan rintangan diri
atau bantuan diri, seberapa banyak tekanan dan kegundahan pengalaman
mereka dalam meniru (copying) tuntunan lingkungan, dan seberapa tinggi
tingkat pemenuhan yang mereka wujudkan. Menurut teori kognitif sosial
Bandura, keyakinan self-efficacy mempengaruhi pilihan orang dalam membuat
dan menjalankan tindakan yang mereka kejar. Individu cenderung
berkonsentrasi dalam tugas-tugas yang mereka rasakan mampu dan percaya
dapat menyelesai-kannya serta menghindari tugas-tugas yang tidak dapat
mereka kerjakan. Keyakinan efficacy juga membantu menentukan sejauh mana
usaha yang akan dikerahkan orang dalam suatu aktivitas, seberapa lama mereka
akan gigih ketika menghadapi rintangan, dan seberapa ulet mereka akan
menghadapi situasi yang tidak cocok. Keyakinan efficacy juga mempengaruhi
sejumlah stress dan pengalaman kecemas-an individu seperti ketika mereka
menyibukkan diri dalam suatu aktifitas. Secara eksplisit, Bandura sebagaimana
dikutip oleh Pajares, menghubungkan self-efficacy dengan motivasi dan

7
tindakan, tanpa memperhatikan apakah keyakinan itu benar secara objektif atau
tidak. Dengan demikian, perilaku dapat diprediksi melalui self-efficacy yang
dirasakan (keyakinan seseorang tentang kemampuannya), meskipun perilaku
itu terkadang dapat berbeda dari kemampuan aktual karena pentingnya self-
efficacy yang dirasakan.Keyakinan kemampuan seseorang dapat membantu
menentukan hasil yang diharapkan, karena individu memiliki confident dalam
mengantisipasi hasil yang sukses. Misalnya, pelajar yang confident dalam
mengantisipasi kemampuan menulis, memiliki nilai yang tinggi dalam tugas
kepenulisan dan mengharapkan mutu tugas mereka memperoleh manfaat
akademik. Sebaliknya, pelajar yang ragu-ragu atas kemampuan menulis
berpotensi akan memperoleh nilai rendah sebelum mereka mantap mulai
menulis. Perasaan efficacy yang kuat meningkatkan kecakapan seseorang dan
kesejahteraan (well-being) dalam cara yang tak terbayangkan. Individu yang
confident, memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dikuasai
daripada sebagai ancaman untuk dihindari. Mereka memiliki minat yang lebih
kuat dan keasyikan yang men-dalam pada kegiatan, menyusun tujuan yang
menantang mereka, dan memelihara komitmen yang kuat serta mempertinggi
dan mendukung usaha-usaha mereka dalam menghadapi kegagalan. Mereka
lebih cepat memulihkan confident setelah mengalami kegagalan atau ke-
munduran. Self-efficacy yang tinggi membantu membuat perasaan tenang
dalam mendekati tugas dan kegiatan yang sulit. Sebaliknya, orang yang
meragukan kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa sesuatu itu lebih
sulit daripada yang sesungguhnya.

Self-efficacy dalam Pandangan Teori Kognitif SosialTeoritisi kognitif


sosial menganggap bahwa self-efficacy merupakan variabel kunci yang
mempengaruhi self-regulated learning. Dalam mendukung asumsi ini, persepsi
self-efficacy pebelajar ditemukan ber-hubungan dengan 2 aspek kunci
pengulangan timbal balik (reciprocal loop) pada umpan balik yang diajukan,
yaitu penggunaan strategi belajar dan evaluasi diri. Pebelajar dengan self-
efficacy tinggi memiliki kualitas strategi belajar yang lebih baik dan memiliki
monitoring diri yang lebih terhadap hasil belajar mereka daripada pembelajar

8
yang memiliki self-efficacy rendah. Beberapa penelitian menemukan bahwa
persepsi self-efficacy pembelajar secara positif berhubungan dengan hasil
belajar sebagai ketekunan tugas, pilihan tugas, aktivitas studi yang efektif , dan
prestasi akademik.
2.4 Contoh Kasus
Berikut adalah beberapa contoh kasus penerapan teori kognitif sosial
berdasarkan teori yang dibuat oleh Albert Bandura :

1. Pendekatan Kognitif Sosial pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Konsep utama teori Bandura bahwa walaupun belajar observasional
terjadi secara independen dari penguatan tidak berarti bahwa variabel
lainnya tidak memengaruhinya. Bandura menyebutkan bahwa terdapat
empat proses yang saling berhubungan dalam penerapan modeling dalam
belajar, yaitu: proses atensional, proses retensional, pembentukan perilaku
dan proses motivasi, yang penjabarannya adalah sebagai berikut:
a. Proses Atensional (Perhatian)
Seseorang tidak akan mampu belajar dari model jika
individu tersebut tidak hadir untuk mengenali dan memahami sisi
penting dari perilaku model. Individu harus memberikan perhatian
penuh dan cermat terhadap setiap tindakan atau perilaku orang lain
yang dicontohnya (model) agar individu tersebut dapat melakukan
tindakan sebagaimana yang dilakukan oleh model.
Oleh karena itu sebabnya begitu banyak siswa meniru
pakaian, gaya rambut, dan kelakuan public figure populer. Ketika di
ruang kelas, guru mendapatkan perhatian siswa dengan menyajikan
isyarat yang jelas dan menarik, Aktivitas pada proses perhatian ini
terlihat pada bentuk perhatian siswa yang diarahkan pada
karakteristik-karakteristik tugas yang relevan dan secara fisik
ditonjolkan. Siswa yakin bahwa sebagian besar aktivitas guru sangat
fungsional karena aktivitas-aktivitas tersebut ditujukan untuk
meningkatkan pembelajaran siswa. Contohnya, orang yang ingin
belajar salat harus memperhatikan dan mendengarkan dengan

9
seksama tindakan dan perkataan guru atau orang lain yang sudah
pandai salat
b. Proses Retensional (pengingatan)
Fungsi komponen dasar lain yang terlibat dalam pembelajaran
observasional adalah proses retensi, tetapi terkadang proses ini hampir
diabaikan dalam proses identifikasi, yaitu menyangkut retensi panjang
dari kode-kode yang didapat dari pemodelan. Ini merupakan kasus yang
menarik di kalangan anak-anak, misalnya pola perilaku anak diperoleh
melalui observasi dan dipertahankan dalam waktu yang lain. Agar
informasi yang sudah diperoleh dari observasi bisa berguna, informasi
itu harus diingat atau disimpan.
c. Proses Pembentukan Perilaku
Komponen ketiga dari pemodelan berkaitan dengan proses
dimana representasi simbolis, membimbing tindakan. Untuk mencapai
proses pembentukan perilaku, pelajar harus mengumpulkan serangkaian
respon yang diberikan sesuai dengan pola model. Proses pembentukan
perilaku menentukan sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan
diterjemahkan ke dalam tindakan atau performa.
d. Proses Motivasional
Menurut Bandura, proses keempat, yang mempengaruhi
pembelajaran observasional adalah motivasional, karena orang
cenderung lebih terlibat dalam tiga proses sebelumnya, (perhatian,
pemertahanan, produksi) untuk tindakan-tindakan model yang dianggap
penting.
Pada proses ini, Para siswa harus termotivasi untuk
menunjukkan tindakan model. Motivasi, adalah adanya dorongan-
dorongan dan alasan-alasan tertentu yang mendorong siswa melakukan
peniruan. Motivasi mencakup dorongan dari dalam, dari luar, dan
penghargaan terhadap diri sendiri. Motivasi merupakan sebuah proses
pembelajaran observasional yang penting yang diusahakan guru dengan
berbagai cara.
2. Penerapan Kognitif Sosial Dalam Keluarga

10
Bagi Bandura dengan demikian, keluarga memegang peranan penting
dalam proses pembelajaran. Keluarga merupakan salah satu lingkungan, bahkan
yang pertama dan utama, yang harus dihadapi oleh setiap individu dalam
perkembangan kepribadiannya. Setiap individu, siapapun dia, bagaimanapun
kepribadiannya, pasti membangun kepribadian dan perilakunya dari lingkungan
pertama yang ia hadapi: keluarga.
Interaksi deterministik resiprokal yang dibicarakan di atas, di antara
perilaku, person/kognitif, dan lingkungan, berlangsung utuh di tengah-tengah
keluarga. Dalam sebuah artikel yang ia tulis untuk jurnal Applied Psychology,
Bandura membicarakan keluarga sebagai lokus pembentukan self-efficacy. Ia
melihat bahwa pembentukan efikasi diri tidak mungkin dilihat sebagai upaya
personal belaka. Sebagai bagian dari sebuah lembaga sosial, masing-masing
anggota keluarga tidak mungkin hidup sendiri-sendiri secara otonom. Banyak
di antara tujuan hidup yang mereka cari hanya bisa dicapai dengan bekerja sama
melalui usaha yang saling berhubungan. Oleh karena itu, menurutnya, social
cognitive theory perlu memperluas konsepnya tentang peran manusia (human
agency) hingga bisa mencakup peran kolektif (collective agency).
Seperti halnya individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan memiliki
komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika
menemukan bahwa strategi yang sedang digunakannya itu tidak berhasil; begitu
pula sebuah keluarga yang memiliki efikasi diri yang tinggi juga akan sangat
mudah dalam menghadapi tantangan. Hal ini karena keluarga berjalan sebagai
sistem sosial multilevel yang memiliki hubungan yang saling membutuhkan
(interdependent relationship), bukan sekadar himpunan anggotaanggota yang
bekerja sendiri-sendiri.
Hubungan orang tua dengan anak misalnya, amat berpengaruh pada
pembentukan kepribadian si anak di masa depan. Bila ia, misalnya, diasuh oleh
seorang ibu yang berkepribadian kuat, mudah menyesuaikan diri dengan hal-
hal baru, jarang mengalami konflik dengan anggota-anggota keluarga yang lain,
pasti akan berkembang menjadi individu yang penuh efikasi diri. Sebaliknya,
pribadi ibu yang demikian, juga akan membantu memperkuat faktor protektif

11
keluarga yang akan mengurangi, bahkan menghilangkan, depresi dan segala
bentuk gangguan mental yang kerap menyerang para anggota keluarga.
3. Penerapan Teori Kognitif Sosial Pada Pembelajaran SD/MI
Banyak gagasan dalam teori kognitif sosial yang dapat di aplikasikan
dengan baik dalam pengajaran dan pembelajaran siswa. Aplikasi-aplikasi
pengajaran yang melibatkan model-model, efisiensi diri, contoh-contoh
terapan, serta tutoring dan monitoring yang mencerminkan prinsip-prinsip
kognitif sosial. Sebagai contoh disini penulis mengambil sampel tentang
bagaimana penerapan teori kognitif sosial dalam pembelajaran penjaskes.
Di dalam pembelajaran penjaskes Pengajaran pendidikan jasmani dan
hasil-hasil psikologis yang didapat menurut Ommundsen dan Bar-Eli (1999)
tidak mempunyai hubungan yang langsung. Hubungan keduanya dapat
dijelaskan melalui Teori Kognitif Sosial yang dikemukakan oleh Albert
Bandura (2002). Teori ini menjelaskan arti dari pengalaman dan keikut-sertaan
siswa-siswa dalam mata pelajaran penjas. Pendekatan Kognitif Sosial ini
menekankan pada persepsi dan kognisi siswa dalam pelajaran penjas dan
pengaruh dari faktor-faktor situasional serta kontekstual yang menyertainya.
Riset kognitif sosial mengenai pembelajaran dan motivasi menunjukkan dengan
jelas bahwa pemikiran atau kognisi siswa pada gilirannya akan mempengaruhi
perasaan, perilaku motivasional, dan penguasaan ketrampilan dalam penjas dari
siswa. Beberapa bukti menunjukkan bahwa bila para siswa diberi suasana
interaksi yang baik dan dinamis, antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru,
maka kemajuan dalam aktivitas sik akan menimbulkan hasil-hasil psikologis.
Menurut Weiss dan Duncan (1992), partisipasi siswa dalam games dan olahraga
mempunyai pengaruh bagi perkembangan hubungan dengan teman sebaya dan
rasa harga diri (self esteem). Hubungan teman sebaya dan self esteem
merupakan bagian dari kemampuan-kemampuan psikososial.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan materi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori kognitif
sosial adalah teori yang menjelaskan bahwa seseorang dapat mengamati model
atau contoh untuk mempelajari kegunaan dan kesesuaian sikap dari perilaku
yang dimodelkan, selanjutnya mereka akan berperilaku sesuai dengan apa yang
mereka percaya sebagai hasil yang diharapkan dari perilaku yang dimodelkan
tersebut. Apa yang orang pikirkan, percaya, dan rasakan mempengaruhi
bagaimana mereka bertindak. Bandura percaya bahwa dengan mengamati, akan
memberikan ruang bagi manusia untuk terus mempelajari sesuatu, walaupun
tidak melakukan apapun. Tentunya itu semua kembali ke pribadi masing-
masing, sebab dalam perspektif kognitif sosial individu juga dipandang
berkemampuan proaktif serta mengatur diri daripada sebatas mampu
berperilaku reaktif dan dikontrol oleh kekuatan biologis atau lingkungan. Selain
itu, individu juga dipahami memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka
berlatih mengukur pengendalian atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka.
3.2 Saran
Dari kesimpulan tadi, yang dapat kita ambil makna dari teori ini adalah
betapa pentingnya peran lingkungan sosial bagi pembentukan perilaku individu.
Maka, diperlukan kesadaran diri dari berbagai pihak agar bisa menciptakan
lingkungan yang baik, terutama di lingkungan rumah dan sekolah. Di sanalah
individu mulai mempelajari sesuatu mana yang mereka akan tiru atau tidak.
Kemudian, mengontrol apa yang ditonton dan diamati, sebab saat ini setiap
orang mendapatkan ledakan informasi dari berbagai media sehingga mudah
terpengaruh dari dunia luar.

13
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nurul Mubin, Bintang Muhammad Nur Ikhasan, Khamim Zarkasi


Putro, 2021, Pendekatan Kognitif-Sosial Perspektif Albert Bandura Pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, edureligia, 92-101 halaman.
Elga Yanuardianto, 2019, Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (studi kritis dalam
menjawab problem pembelajaran di MI), ejournal.inafas.ac.id, 95-110
halaman.
Syukri Amin, Imam Ahmad Amin, 2021, Pendekatan Sosial Kognitif Dalam
Pembelajaran, El Ta’dib Journal Of Islami Education, 1-14 halaman.
Sri Muliati Abdullah, 2019, Social Cognitive Theory : Abandura Thought Review
Published in 1982-2012, Journal Psikodimensia, 85-100 halaman.
Herli Janet Lesilolo, 2018, Penerapan Teori Belajar Sosial Albert Bandura Dalam
Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, e-jornal.iakambon.ac.id, 186-201
halaman.
Nelly Marhayati. “Pendekatan Kognitif Sosial pada Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam”. Journal of Islamic Education, 2020
Qurrotul Ainiysh. “Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak dalam
Keluarga”. Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, 2017
Sulastri. “PENERAPAN TEORI KOGNITIF SOSIAL DALAM
PEMBELAJARAN DI SD/MI (Analisis Pemikiran Albert Bandura)”.
Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 2016
Ainiyah, Nur. “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam.” Al-
Ulum: Jurnal Studi Islam, 2013.
Alwisol. “Konsep Kognisi Sosial - Bandura.” Psikologi Kepribadian, 2006.
Bandura A. 1982. Human Agency in Social Cognitive Theory. Vol.37, No. 2.
American Psychologist.
Bandura A. 1989. Self-Efficacy Mechanism in Human Agency. Vol. 44, No. 9,
1175-1184. American Psychologist.
N T Razieh. 2011-2012. Bandura’s Social Learning Theory & Social Cognitive
Learning Theory. Theories of Developmental Psychology.
Bandura A. 1977. Self-efficiacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change.
Vol. 84, No. 2, 191-215. Psychological Review.

14
Bandura A. 1999. Social cognitive theory: An agentic perpesctive. Vol. 2. 21-41.
Asian Journal of Social Psychology.
Abd. Mukhid (2009), “SELF-EFFICACY” (Perspektif Teori Kognitif Sosial dan
Implikasinya terhadap Pendidikan) dalam Jurnal Pengaruh dan Peran Teori
Kognitif Sosial dalam Kehidupan.
Dwi Wijayanti (2015), dalam jurnal “Analisis Pengaruh Teori Kognitif Jean Piaget
terhadap Perkembangan Moral Siswa Sekolah Dasar melalui Pembelajaran
IPS”
Eunike R. Rustiana (2011), dalam jurnal “ Efek Psikologis dari pendidikan jasmani
ditinjau dari teori neurosains dan teori kognitif sosial”
N. Susilowati (2016), dalam jurnal “Pengauh Field Experience Calon Guru
Ekonomi terhadap keyakinan Efikasi Mengajar dan Manajemen Kelas
(kajian teori kognitif sosial)
S.A Nafiah & M. Islakhudin (2020), dalam jurnal “Pengaruh Rombongan Belajar
Siswa Terhadap Perkembangan Kognitif Sosial Peserta Didik MI Ma`arif
Ngampedento Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

15

Anda mungkin juga menyukai