Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“SOCIAL KOGNITIF THEORY ”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Promosi K3

Di susun oleh :

ASTRIE DAMAYANTI 113215057

REVINA NOERRAHMAWATI 113215070

ANGGI APRIANI 113215071

WULAN RATNASARI 113215072

FAJAR MUHAROM 113215087

ANDRI HILMANSYAH 113215100

PROGRAM S-1 JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT (NON-REG)

STIKES JENDERAL AHMAD YANI CIMAHI

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul "Social Cognitive Theory".
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini, baik secara moril maupun materiil sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik, lancar, dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf apabila
ada kesalahan dalam penyusunan dan penulisan makalah ini. Akhir kata penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan.

Cimahi, Maret 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................i

Daftar Isi ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Singkat Teori Sosial Kognitif .......................................................3

2.2 Definisi Teori Sosial Kognitif ...................................................................3

2.3 Konsep Teori Sosial Kognitif ....................................................................4

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15

3.2Saran........................................................................................................ 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fokus dari promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan. Hal ini
termasuk dalam setiap definisi promosi dan pendidikan kesehatan dan merupakan komponen
penting hampir di semua penelitian pada strategi intervensi pendidikan kesehatan. Tugas dari
promosi dan pendidikan kesehatan adalah untuk memahami perilaku kesehatan dan merubah
pengetahuan tentang perilaku yang ada menjadi strategi yang berguna dalam meningkatkan
kesehatan.

Dalam konsep perilaku kesehatan, terdapat berbagai teori-teori yang mendasarinya, yaitu
helath belief model, theory of reason action, social cognitif theory, trans theoritical model,
domino theory, theory accident, theory ramsey, human factor theory dan twist chist theory
model, behavior by safety, dan model of safety culture.

Pada teori sosial kognitif, dijelaskan mengenai tingkah laku manusia dari segi hubungan
timbal balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan.
Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal
balik (Bandura, 1977). Dalam teori ini, digunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal
dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang
lain. Di samping itu, pandangan dalam teori sosial kognitif tidak didorong oleh rainforcement
dari dalam dan juga tidak berasal oleh stimulus-stimulus lingkungan.

4
1.2 Perumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, permasalahan yang diambil, yaitu:

Deskripsi teori sosial kognitif

Sejarah munculnya teori sosial kognitif

Konsep teori sosial kognitif

Contoh kasus dari teori tersebut

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:

Memenuhi tugas mata kuliah Promosi K3

Mengetahui tentang deskripsi, sejarah singkat, konsep teori dan contoh kasus dari teori
sosial kognitif

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Singkat dari Teori Sosial Kognitif

Teori sosial kognitif terbentuk dalam cakupan yang luas dari konsep teori dan telah di
realisasikan di beberapa bidang. Miller dan Dollart (1941) dengan jelas memperkenalkan apa
yang mereka sebut dengan teori pembelajaran sosial yang menjelaskan tentang peniruan perilaku
hewan dan manusia. Konsep teori pembelajaran sosial didasarkan pada prinsip pembelajaran
klasik dan ide motivasi dari Hull (1943). Teori pembelajaran menjelaskan mekanisme dari
perilaku.

Rotter pertama kali mengaplikasikan prinsip pembelajaran sosial pada psikologi klinik
(1954). Pada tahun 1962, Albert Bandura menerbitkan sebuah artikel tentang pembelajaran sosial
dan tiruannya. Bandura dan Walters (1963) mengusulkan bahwa anak-anak dapat menyaksikan
anak-anak lain untuk belajar perilaku baru dan tidak membutuhkan hadiah secara langsung. Jadi,
seorang anak belajar dengan cara mengobservasi perilaku anak-anak lain dan menghargai
pemberian orang lain. Pada tahun 1969 Bandura mendeskripsikan dasar konsepsual untuk
perubahan perilaku dengan menegaskan pada teori pembelajaran tradisional.

Mischel (1973) mengusulkan pertama kali gagasan kognitif yang membentuk sebuah
dasar kognitif untuk teori sosial kognitif. Stokols (1975) mengaplikasikan konsep pembelajaran
observasi pada penurunan risiko penyakit cardiovaskuler. Pada tahun 1977 Bandura menyatakan
sanggahannya terhadap prinsip teori pembelajaran

2.2 Definisi

Teori kognitif sosial merupakan salah satu teori perilaku kesehatan yang dikembangkan
oleh Albert Bandura pada tahun 1963, tidak saja memperhatikan faktor individual tetapi juga
memperhatikan faktor sosial dan lingkungan. Menurut Bandura, perilaku seseorang dapat
dijelaskan melalui hubungan tiga faktor yang satu sama lainnya saling menentukan (triadic
reciprocity). Prinsip dasar dari teori ini adalah adanya pengaruh timbal balik (reciprocal

6
determinism) pada tiga faktor yang ada, yaitu individu, lingkungan dan perilaku. Teori ini
mencoba menggambarkan antara faktor pribadi, lingkungan dan perilaku mempunyai interaksi
yang bersifat dinamis dan berkesinambungan serta bersifat timbal balik, dimana perubahan pada
satu faktor akan mempengaruhi perubahan pada dua faktor lainnya.

Bandura menguraikan bahwa individu atau pribadi memiliki suatu kemampuan dasar
manusiawi yang bersifat kognitif. Suatu pribadi akan memiliki karakteristik tertentu, antara lain
aspek emosi, kemampuan bertindak, keyakinan, harapan, mengatur diri, kemampuan belajar, dan
lain-lain. Sedangkan faktor lingkungan juga memiliki karakteristik tersendiri, seperti misalnya
karakteristik fisik, sosial, budaya, politis.

2.3 Konsep Teori Sosial Kognitif

Michel (1973) dan Bandura (1977b, 1986) merumuskan sejumlah konsep teori sosial kognitif
yang penting pada pemahaman dan intervensi dalam perilaku kesehatan.

Reciprocal Determinism

Pada teori sosial kognitif, perilaku bersifat dinamis. Tergantung pada aspek lingkungan
dan manusia dimana semuanya saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi ini berlanjut
antara karakteristik manusia, perilaku manusia dan lingkungan dimana perilaku ditunjukkan
yang disebut pengaruh timbal balik (reciprocal determinism). Perilaku ini bukanlah hasil
sederhana dari lingkungan dan manusia dimana lingkungan bukanlah hasil sederhana dari
manusia dan perilaku. Bahkan, tiga komponen ini berinteraksi secara terus menerus. Sebuah
perubahan pada satu komponen akan berakibat pada komponen lainnya (Bandura, 1978, 1986).
Reciprocal determinism menjadi bagian dari prinsip atau postulate dari teori sosial kognitif.dan
tidak diajukan untuk tes empiris.

Lingkungan dan Situasi

Istilah lingkungan berkenaan dengan sebuah gagasan objektif dari semua faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku seseorang tetapi merupakan faktor eksternal. Contoh dari
lingkungan sosial termasuk anggota keluarga, teman, rekan di tempat kerja atau di ruang kelas.

7
Lingkungan fisik termasuk diantaranya ukuran ruangan, temperature sekitar atau tersedianya
makanan tertentu. Istilah situasi berhubungan dengan kognitif atau mewakili keadaan mental dari
lingkungan (seperti kenyataan, penyimpangan atau faktor imajinasi) yang mungkin
mempengaruhi perilaku seseorang. Situasi ini merupakan tanggapan seseorang terhadap
lingkungan dan termasuk juga tempat, waktu, ciri fisik, aktivitas, partisipan dan peran dirinya
sendiri dalam situasi. Korespondensi dari konsep ini terhadap gagasan Lewin semasa hidupnya
(1942-1951) atau ide microsystem Bronvenbrenner (1977). Lingkungan dan situasi memberikan
suatu kerangka ekologis untuk pemahaman perilaku (Parraga 1990).

Di satu sisi, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku tanpa disadari manusia (Moos,
1976). Sebagai contoh, jika buah-buahan dan sayur-sayuran segar banyak disukai disediakan
dalam lingkungan anak-anak, anak-anak mungkin akan belajar memasukkan makanan itu pada
menu sehari-harinya. Bagaimanapun, ketika seseorang tidak sadar memiliki kesempatan penting
dalam lingkungan, pengaruh lingkungan terhadap perilaku akan terbatas secara korespondensi.
Di sisi lain, keadaan ini memandu dan membatasi pikiran serta perilaku. Sebagai contoh,
keadaan sosial dan keadaan fisik dapat memberikan isyarat mengenai jenis perilaku yang tepat
(Rotter, 1955).

Karakteristik lingkungan biasanya merupakan hasil dari interaksi perilaku dan personal
antar manusia. Pola kebiasaan interaksi antara anggota keluarga merupakan sebuah aspek dari
lingkungan: emergeni family characteristics (Barranowski, 1996). Sebagai contoh, ketika
kebiasaan interaksi keluarga diidentifikasikan sebagai konflik, jika dan bagaimana anggota
keluarga mencari informasi atau bantuan dari orang lain akan berubah secara konstan dari
interaksi sebagai bentuk dukungan. Dalam konsep ini, perilaku merupakan sebuah fungsi dari
lingkungan yang anggota keluarga saling berbagi serta perilaku dan karakteristik personal
mereka dimana semua fungsi berada diantara lingkungan yang luas. Oleh karena itu, pola makan
anak-anak terhadap makanan tertentu merupakan bagian dari hasil pilihan anak-anak terhadap
makanan tersebut (Domel dkk, 1993b), makanan yang tersedia dirumah dan cepat disajikan oleh
orang tua (Iannotti, O’Brien, dan Spillman, 1994).

Lingkungan telah menjadi sesuatu yang penting dalam perubahan perilaku sehat.
Kebijakan negara dan di tempat kerja mengenai larangan merokok telah ditingkatkan dalam hal

8
pencegahan dan penghentian penggunaan rokok (Biener, Abrams, Follick, dan Dean, 1989).
Tidak tersedianya makanan yang seharusnya ada dalam rumah membatasi peningkatan konsumsi
mereka (Kirby dkk, 1995). Modifikasi makanan pada kantin sekolah meningkatkan konsumsi
murid terhadap daging rendah kalori (Simons-Morton dkk, 1991).

Observational Learning

Lingkungan merupakan bagian yang penting dalam teori sosial kognitif karena
menyediakan models untuk perilaku. Seseorang dapat belajar dari orang lain tidak hanya dari
menerima penguatan dari mereka tetapi juga pengamatan mereka. Observational learning terpikir
ketika seseorang menyaksikan tindakan orang lain dan kekuatan yang diterima seseorang. Proses
ini juga disebut penghargaan pada diri sendiri (vicarious reward) atau pengalaman diri sendiri
(vicarious experience) (Bandura, 1972, 1986).

Observational learning merupakan pendekatan yang lebih efisien daripada operant


learning untuk mempelajari perilaku yang kompleks. Pada pendekatan operant, seseorang harus
memperlihatkan sebuah perilaku yang dikuatkan setelahnya. Melalui proses percobaan dan
kesalahan, seseorang melanjutkan untuk memperlihatkan perilakunya yang mendekati sesuatu
yang diinginkannya. Percobaan dan kesalahan adalah proses yang tidak efisien. Dalam
observational learning, pengamat tidak perlu melalui proses yang membutuhkan waktu dan
dalam keadaan yang tidak tentu. Bahkan, pelajar menemukan aturan yang mencatat perilaku
lainnya dengan pengamatan dan kekuatan yang diterima pada perilaku mereka. Seseorang belajar
dengan tepat dari pengamatan perilaku kesuksesan dan kesalahan orang lain. Banyak tipe dari
perilaku yang dapat dipelajari selama observational learning (Bandura dan Walters, 1963;
Bandura, 1972, 1986). Proses pencatatan ini untuk mengetahui pola perilaku umu yang dimiliki
anggota keluarga. Anak-anak mengamati orang tua mereka ketika mereka makan, merokok,
minum dan menggunakan sabuk pengaman, dan mereka melihat berbagai jenis penghargaan atau
hukuman yang diberikan orang tua untuk aktivitas ini. Beberapa anak-anak mengamati anak-
anak lain yang merokok di sekolah dan hukuman yang diterima perokok. Jika perokok mendapat
respon dimana peneliti menyadari hukuman (dukungan dari teman sebaya atau gambaran yang
diinginkan), pengamat menjadi lebih suka untuk merokok.

9
Behavioral Capability

Perilaku sangat kompleks dan dapat dilihat dari banyak level (Frederiksen, Martin, dan
Webster, 1979), dari pemilihan makanan, memakan makanan yang spesifik, mengambil sejumlah
makanan ke dalam mulut, sebagai contoh pendidik kesehatan harus menentukan dengan jelas
perilaku target. Konsep behavioral capability menegaskan bahwa jika seseorang memperlihatkan
satu perilaku khusus, dia harus tahu apakah perilaku ini (pengetahuan dari perilaku) dan
bagaimana memperlihatkannya (keterampilan). Konsep behavioral capability membolehkan
perbedaan antara belajar dan penampilan karena sebuah tugas dapat dipelajari tidak ditampilkan,
sebaliknya menunjukkan pembelajaran. Behavioral capability merupakan hasil dari latihan
individu, kemampuan kapasitas intelektual, dan gaya pembelajaran.

Teknik kemampuan disebut mastery learning yang memberikan pengetahuan kognitif


dari apa yang ditampilkan, latihan untuk menampilkan suatu aktivitasnya dan umpan balik untuk
mendapatkan penampilan yang baik sampai dengan orang tersebut menampilkan perilaku pada
tingkat yang dapat diterima (Block, 1971).

Reinforcement

Reinforcement merupakan konsep utama dalam bentuk operant dari teori pembelajaran.
Positif reinforcement atau penghargaan merupakaan respon perlaku seseorang yang
meningkatkan kemungkinan dimana perilaku akan berulang. Dalam teori operant tradisional
reinforcement bekerja dengan cara mekanisme yang tidak dikenal untuk mempengaruhi perilaku.
Sebagai contoh, pemberian masukan yang positif (“Nice job!”) akan meningkatkan kemungkinan
seseorang akan mengulangi perilaku yang baik, khususnya jika seseorang menilai opini
komentator. Negatif reinforcement juga meningkatkan kemungkinan suatu perilaku tetapi
melalui penarikan kembali stimulus negatif perilaku yang diingkan ditampilkan. Sebagai contoh,
merokok merupakan penguatan negatif karena inhalasi nikotin memindahkan efek negatif
(depresi, kegelisahan dan kemarahan), dan permohonan. Hukuman dapat mengurangi
kemungkinan suatu perilaku akan ditampilkan dalam situasi dimana seseorang berharap
menerima hukuman tetapi tidak dalam situasi yang lain. latihan diantara anak-anak obesitas akan

10
meningkat dengan adanya perilaku penguat aktif pada perilaku sebelumnya (Epstein, Saelens,
dan O’Brien, 1995).

Teori sosial kognitif terbagi dalam tiga tipe reinforcement, yaitu: penguat secara langsung
(direct reinforcement, seperti dalam kondisi operan), penguatan yang dialami orang lain
(vicarious reinforcement, seperti dalam observational learning), dan penguatan dari dalam diri
sendiri (seperti dalam self-control). Selanjutnya, teori sosial kognitif membagi jenis-jenis
reinforcement ke dalam reinforcement eksternal (atau ekstrinsik) dan reinforcement internal
(atau intrinsik) (Lepper dan Green, 1978). Reinforcement eksternal adalah kejadian dari suatu
peristiwa atau tindakan yang diketahui untuk memiliki nilai reinforcement yang dapat
diramalkan. Reinforcement internal adalah pengalamanan pribadi seseorang atau persepsi
dimana suatu peristiwa memiliki beberapa nilai. Reinforcement internal mencatat untuk perilaku
yang tidak diperkuat secara eksternal atau bahkan negatif diperkuat secara eksternal. Sebagai
contoh, seseorang memilih untuk mengembalikan uang kembalian $10 yang salah diterimanya,
karena ini merupakan sesuatu tindakan yang benar, meskipun $10 ini dapat memenuhi beberapa
keinginan pribadi, reinforcement eksternal. Program pendidikan yang pada hakekatnya
memperkuat hasil di beberapa pembelajaran, ingatan, dan perhatian dalam pokok permasalahan
(Lepper dan Cordova, 1992). Partisipan yang melaporkan bahwa jika motivasi intrinsik lebih
tinggi daripada ekstrinsik maka kemungkinan besar akan lebih mudah menjauhi rokok (Curry,
Wagner, dan Grothaus, 1990).

Perbedaan antara mekanisme hukuman terutama sekali penting dalam suatu istilah yang
dikenal dengan overjustification effect. Jika seseorang diberikan hukuman untuk tugas yang
menarik secara intrinsik, dia mungkin akan mengetahui bahwa tugas tersebut menjadi kurang
menarik secara intrinsik di kemudian hari (Lepper dan Green, 1978). Oleh sebab itu, jika
seseorang yang biasanya menyukai jogging dibayar untuk jogging selama seminggu, dia
mungkin akan menyadari bahwa jogging menjadi tidak sama menyenangkannya lagi seperti
sebelum pembayaran diberikan. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa paksaan eksternal
membebankan pada perilaku yang mungkin mengurangi tingkat motivasi internal (Lepper dan
Green, 1978). Pelaksanan dapat menggunakan hukuman eksternal untuk perilaku yang
merupakan bagian dari program perubahan perilaku, sebagai contoh memelihara makanan

11
sehari-hari dimana dapat dihentikan di akhir program sementara mereka menegaskan hukuman
intrinsik dari perilaku berubah sengan sendirinya (Perry, 1988).

Outcome Expectation

Outcome expectation adalah aspek perilaku yang sudah ada lebih dulu dimana Bandura
menyebutnya perilaku antecedent determinants. Seseorang belajar bahwa kejadian-kejadian
tertentu kemungkinan besar menimbulkan respon pada perilakunya dalam kondisi tertentu dan
kemudian berharap terjadi ketika keadaan tersebut muncul lagi. Untuk perilaku yang tidak
termasuk dalam kebiasaan, orang-orang mengantisipasi beberapa aspek dari keadaan dimana
kemungkinan perilaku dilakukan, berkembang, dan pengujian strategi yang berhubungan dengan
keadaan dan antisipasi apa yang akan mungkin terjadi sebagai hasil dari perilaku mereka pada
keadaan tersebut. Pada keadaan seperti itu, orang-orang mengembangkan ekspektasinya
mengenai keadaan dan ekspektasi untuk hasil dari perilaku mereka sebelum mereka benar-benar
mengalami keadaan tersebut. Pada kasus yang paling banyak, perilaku yang sudah ada lebih dulu
mengurangi kegelisahan mereka dan meningkatkan kemapuan mereka untuk mengendalikan
situasi.

Ekspektasi dipelajari dalam empat cara:

- Pengalaman sebelumnya dalam situasi yang hampir sama (performing attainment)

- Observasi lain dalam situasi yang hampir sama (vicarious experience)

- Mendengar situasi yang hampir sama dari orang lain atau kepercayaan sosial

- Respon emosional atau psikologi perilaku (physiological arousal)

Pencegahan merokok pada remaja memberikan contoh bagaimana ekspektasi dapat


berkembang dan berubah. Secara umum, remaja belajar menduga-duga dari iklan, kawan orang
yang lebih tua darinya, atau mencontoh dari peranan orang dewasa bahwa merokok dapat
menjadi menyenangkan atau pengalaman yang menarik atau dia dapat mencapai kedewasaan
atau bahkan penampilan yang lebih menarik dengan merokok. Pendekatan ini telah berhasil

12
dalam menangulangi bahaya merokok (Flay, 1985). Hal ini berhasil karena konsekuensi sosial
negatif (akibat negatif ekspektasi) untuk remaja yang lebih muda, hal ini telah berubah.

Outcome Expectancies

Outcome expectancies (disebut incentives oleh Bandura, 1997b, 1996) berbeda dengan
harapan (expectation) dimana ekspetasi (expectancies) merupakan nilai dimana seseorang
bertempat pada hasil tertentu. Ekspetasi memiliki besaran, nilai kuantitatif bisa positif atau
negatif dan biasanya mewakili dalam suatu rangkaian dari -1 sampai +1. Ekspektasi
mempengaruhi perilaku menurut pada prinsip hedonic, yaitu jika semua barang adalah sama,
seseorang akan memilih untuk melakukan aktivitas yang maksimum hasilnya positif atau
minimal hasilnya negatif. Mischel (1973) mengusulkan bahwa ekspektasi menjelaskan kondisi
klasik. Sebagai contoh, ketika mengajar kemampuan mengurangi berat badan pada orang dewasa
yang kelebihan berat badan, salah satunya mungkin dibutuhkan untuk menolong orang tersebut
menggantikan hasil positif dari komsumsi makanan dengan hasil yang negatif.

Harapan positif seseorang akan bisa menafsirkan secepatnya dalam beberapa proyek
membentuk perubahan dalam perilaku sehat, agar dapat mengidentifikasi motivator untuk
perilaku tersebut. Beberapa peneliti telah mengobservasi, sebagai contoh , seseorang akan lebih
menyukai untuk menyewa dalam kativitas fisik untuk menghasilkan keuntungan yang sementara
(menjadi lebih baik, kompetitif dengan teman dalam tennis) dibandingan dengan menghasilkan
penambahan dalam jangka panjang (sebagai contoh, menghindar dari serangan jantung selama
30 tahun dari sekarang). McAlister (1980) menunjukkan bahwa program pencegahan merokok
bagi remaja lebih berhasil jika mereka mengemukakan efek negatif dari rokok secara serta merta,
seperti sulit bernapas dibandingan dengan efek jangka panjang, seperti kesaitan dan kematian
akibat kanker dan penyakit hati. Oleh sebab itu, penekanan secara serta merta akan lebih
mempengaruhi terhadap perilaku dibandingkan dengan penekanan dalam jangka yang lama.

Self-Efficacy

Self-efficacy adalah keyakinan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu,


termasuk keyakinan dalam mengatasi masalah saat melakukan tindakan. Bandura
mengemukakan bahwa self-efficacy adalah prasyarat yang paling penting dalam perubahan

13
perilaku karena hal ini mempengaruhi seberapa besar usaha yang dilakukan dalam suatu tugas
dan pada tingkat berapa suatu tindakan dapat dicapai (Erwart, Taylor, Reese, dan Debusk, 1983).
Self-efficacy merupakan suatu peramal utama dalam pemilihan makanan sehat antara anak-anak
kelas 3 dan 4 (Parcel dan lain-lain, 1995).

Tehnik observasional dan interactive learning dapat digunakan dalam memperkenalkan


dan mempromosikan setiap rangkaian perilaku target (Badura, 1986). Pengulangan tindakan
dalam suatu tugas tunggal membangun self-efficacy seseorang dengan terjadinya perubahan
tindakan ekspetasi seseorang. Sebagai contoh, ahli kesehatan yang melatih penderita diabetes
untuk melakukan sendiri injeksi insulin. Proses penginjeksian insulin terbagi dalam sejumlah
tahapan-tahapan kecil dimana setiap individu dapat belajar secara berulang-ulang (contohnya,
mengisi suntikan dengan jumlah insulin yang tepat, memastikan bahwa semua alat steril, melihat
bahwa tidak ada gelembung yang masuk ke dalam suntikan, dan memastikan bahwa cairan tepat
pada tanda dalam suntikan). Kemudahan setiap tahapan dan keikutsertaan individu dalam
berlatih pada setiap tahapan secara terpisah disertai beberapa pengulangan tindakan,
memungkinkan mereka untuk membentuk self-efficacy hampir di setiap tahapan. Ketika
seseorang memiliki keyakinan di setiap tahapan, mereka akan menempatkan setiap tahapan
secara bersama-sama dan membangun self-efficacy hampir di seluruh kegiatan. Pengukuran self-
efficacy harus lebih spesifik pada perilaku target serta dalam menghadapi masalah yang
berdasarkan pada pemahaman dan kemampuan target pendengar dan anggota pendengar
(Maibach dan Murphy, 1995).

Self-Control of Performance

Istilah performance berkenaan tentang perilaku manusia yang berfokus pada pencapaian
sebuah tujuan. Salah satu tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengarahkan tindakan
perilaku sehat agar dapat dikendalikan oleh individu. Bandura (1991) mengemukakan bahwa
sistem self-control memiliki beberapa komponen subfungsi.

Subfungsi ini mencakup:

- Pemantauan terhadap salah satu perilaku yang dimiliki dan faktor-faktor yang
mempengaruhi serta efeknya

14
- Perbandingan perilaku dan hasilnya terhadap standar pribadi, khususnya tujuan-
tujuan pribadi

- Penghargaan diri sendiri, khususnya kecenderungan reaksi diri sendiri

Self-efficacy memiliki peranan penting dalam self-control dimana mempengaruhi


pemilihan seseorang dalam perubahan perilaku secara luas dan kebiasaannya membentuk
keyakinan dalam aturannya sendiri. Pengaturan dalam standar suatu tindakan atau tujuan,
kemungkinan merupakan faktor yang paling penting. Self-control dapat meningkat dengan
memfokuskannya dalam suatu jenis perilaku yang spesifik. Dalam program pengaturan berat
badan, sebagai contoh, seseorang yang ingin mengurangi makanan yang manis-manis akan
menunjukkan hasil observasi yang samar-samar karena ada kemungkinan seseorang dalam
program tersebut menjadi bingung mengenai tujuan sesungguhnya atau hanya ada sedikit
perubahan tetapi tidak menjadi pengurangan berat badan. Seseorang dapat mengurangi makanan
yang manis-manis dengan melakukan program makan kue 8 buah dibandingan dengan memakan
11 kue sehari.

Management of Emosianal Arousal

Bandura (1977b) mengakui bahwa timbulnya emosi yang berlebih menghambat


pembelajaran dan penampilan, dan dia mengusulkan stimulus tertentu memberikan peningkatan
pada pemikiran ketakutan yang berlebih (stimulus-outcome-expectancies). Pikiran takut yang
berlebih ini mengakibatkan timbulnya emosi dan perilaku bertahan yang cepat. Perilaku bertahan
berhubungan secara efektif dengan stimulus, sehigga adanya penurunan rasa ketakutan,
kegelisahan, permusuhan, atau emosi.

Kategori dari mnajemen perilaku untuk emosi dan psikologi diidentifikasi oleh Moos
(1976). Salah satu kategrori termasuk psikologi bertahan (penolakan, penekanan, dan sublimasi).
Kategori yang lain termasuk di dalamnya beberapa tehnik kognitif, seperti merestrukturisasi
masalah. Kategori ketiga, yaitu tehnik manajemen stress (relaksasi atau olah raga) dimana
merawat gejala penderitaan secara emosional. Kategori keempat termasuk metode-metode
penyelesaian masalah secara efektif (klarifikasi masalah dan identifikasi, seleksi, dan
implementasi solusi yang dapat mengakibatkan timbulnya emosi). Konsep dan metode teori

15
sosial kognitif biasanya direalisasikan untuk mempelajari kemampuan manajemen perilaku
tersebut.

Meskipun banyak program menggunakan strategi manajemen perilaku, strategi ini


berbeda berdasarkan individu dan budayanya(Diaz-Guerrero, 1979). Sebagai contoh, beberapa
orang yang mengalami kelebihan berat badan menemukan bahwa sulit untuk menolak atau
menahan kondisi mereka. Orang-orang sering bereaksi negatif pada orang yang kelebihan berat
badan, dan reaksi ini dapat meningkatkan kegelisahan mengenai kelebihan berat badan (Hudson
dan William, 1981). Untuk orang yang obesitas, kegelisahan ini mengakibatkan reaksi yang
berlebihan di kemudian hari (Slochower dan Kaplan, 1980). Kegelisahan yang tinggi juga dapat
membuat hal ini sulit bagi orang tersebut untuk menghadiri pesan kesehatan dari ahli kesehatan
(Ley dan Spelman, 1965). Oleh karena itu, pendidik kesehatan dan sarjana jurusan perilaku dapat
membantu orang belajar metode yang membantu meminimalisasi timbulnya emosi sebelum
mereka menolong mereka merubah perilaku mereka atau menunda intervensi sampai dengan
kegelisahan mereda.

Reciprocal Determinism Revisited

Ini merupakan pembelajaran untuk mengembalikan pada konsep pengaruh timbal balik
(resiprocal determinism) dan mengujinya dalam keterangan konsep komponen teori kognitif
sosial. Jika karakteristik seseorang, lingkungan, atau perilaku berubah, situasi berubah, dan
perilaku, situasi, dan orang-orang dievaluasi ulang. Sebagai contoh, seorang pria mungkin akan
sangat menentang dimana temannya datang untuk membujuknya agar tetap pada pola hidupnya
yang sekarang. Pria memiliki ekspektasi yang kuat mengenai olag raga untuk menghindar dari
lingkungan fisik atau sosial yang mana dia terima dari berolah raga (seperti gym atau lapangan).
Di satu sisi, peristiwa yang dramatis (seperti, kematian salah seorang saudara terdekat akibat
serangan jantung dan mendapatkan informasi bahwa serangan jantung dapat diakibatkan oleh
pola hidup tetap) dapat terjadi pada kehidupan pria ini dan membuatnya memilih untuk mulai
berolag raga. Bagaimanapun, pria akan menghadapi bujukan dari temannya yang dapat
menekannya untuk tidak berolah raga. Untuk menghindari tekanan negatif ini, dia dapat melihat
teman barunya (lingkungan sosial yang baru) yang menghargai dan mendukung perilaku barunya
(pengaruh timbal balik). Perubahan ini, selanjutnya dapat memotivasi teman untuk mulai berolah

16
raga sebaik mungkin (pengaruh timbal balik pada teman tersebut) dan teman tersebut kemudian
juga akan merubah kebiasaan berolah raga dari teman-temannya yang lain atau membutuhkan
teman-teman baru yang tertarik dengan olah raga.

Perubahan perilaku yang seperti ini menegaskan bagaimana pentingnya hal ini bagi para
ahli untuk menghindari kesederhanaan pemikiran dari single direction of change. Pengaruh
timbal balik dapat berguna dalam mengembangkan program yang tidak berfokus pada perilaku
dalam keterpencilan tetapi fokus pada perubahan dalam lingkungan dan bahkan dalam individu.
Program promosi kesehatan yang baru-baru ini berdasarkan pada teori sosial kognitif termasuk di
dalamnya lingkungan dan perubahan individu yang merupakan Child and Adolescent Trial for
Cardiovascular Health (CATCH), yang mana dibentuk untuk memperbaiki nutrisi dan perilaku
aktivitas fisik. Pada percobaan yang multicenter, intervensi untuk anak-anak sekolah tingkat 3
sampai 5 diuji pengaruh mereka terhadap faktor perubahan kognitif sampai dengan pedoman
dalam kelas dan perubahan lingkungan. Intervensi memodifikasi progran pelayanan makanan
dan program pendidikan fisik dan diperkirakan dalam pengaruh timbal balik, menunjukkan
kemampuan berperilaku, self-efficacy, dan sikap menghargai dalam ruangan kelas. Mereka
menyediakan kesempatan bagi anak-anak untuk berlatih perilaku baru dalam kantin sekolah dan
dalam pendidikan fisik dan menyediakan reinforcement dari sisi yang penting lainnya pada
lingkungan anak (guru dan orang tua). Evaluasi mengindikasi perubahan yang signifikan pada
komponen–komponen kognitif, kondisi lingkungan, dan nutrisi dan perilakuaktivitas fisik
(Leupker, 1996; Edmundson)

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan mendampingi perhatian pada aspek lingkungan, personal, dan behavior, Teori
Sosial Kognitif memberika kerangka untuk perancangan dan mengimplementasian program
perubahan perilaku yang komprehensif.

Teori Sosial Kognitif menarik untuk program pendidikan kesehatan dan promosi
kesehatan karena tidak hanya menjelaskan dinamika perilaku individu tapi juga memberikan
petunjuk untung merancang strategi intervensi yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku.
Perhatian yang besar sekarang ini ditujukan pada kepentingan multikomponen pada intervensi
dalam rangka mengembangkan program promosi kesehatan. Belakangan ini, intervensi tidak
hanya ditujukan pada perubahan perilaku dalam tingkat individu tetapi juga perubahan dalam
lingkungan yang mendukung perubahan perilaku (Simon-Morton, dll, 1991). Teori Sosial
Kognitif diaplikasikan pada strategi perubahan multilevel karena teori ini memasukkan konsep
lingkungan, personal, dan juga behavioral.

Teori Sosial Kognitif merupakan teori yang kuat yang dapat diaplikasikan pada kegiatan
pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan. Akan tetapi, terkadang ketidak tepatan aplikasinya
dikarenakan metode intervensi yang terlalu sederhana atau mengambil dari konsep tunggal, tidak
mengaplikasikan teori secara utuh. Untuk mencegah kesalahan semacam itu, pembuat intervensi
harus menentukan dengan jelas behavioral outcome yang diinginkan dan kemudian
mengidentifikasi variabel Teori Sosial Kognitif yang paling banyak mempengaruhi tiap-tiap
perilaku. Metode intervensi Teori Sosial Kognitif dapat dipasangkan dengan variabel taget Teori
Sosial Kognitif. Evaluasi program berdasarkan Teori Sosial Kognitif harus menggunakan
pengukuran yang relevan terhadap konsep teori tersebut untuk meyakinkan bahwa intervensi
telah mendapatkan efek yang diinginkan dan agar pembuat rencana dapat mengetahui komponen
apa saja yang dapat mereka perbaiki.

18
3.2 Saran

Setiap teori pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan Social
Cognitive Theory ini. Kami menyarankan untuk menggunakan beberapa teori dalam analisis
perilaku, hal ini dimaksudkan agar jika dalam satu teori tidak dapat menjelaskan perilaku
tersebut dapat digunakan teori yang lainnya.

19

Anda mungkin juga menyukai