Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP KEPERILAKUAN DARI PSIKOLOGI DAN


PSIKOLOGI SOSIAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Perilaku

Dosen Pengampu : Nanda Fito Mela, SE., M.BA., Ak., CA

Disusun Oleh Kelompok 2:

Indriyani 2102113876
Rio Siti Khazijah 2102110621
Rian Febrianti 2102125037
Prasiswi Ningsih 2102110310

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Akuntansi Perilaku dengan judul
“Konsep Keperilakuan dari Psikologi dan Psikologi Sosial”.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak lepas dari uluran
tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Nanda Fito Mela, SE., M.BA., Ak., CA selaku dosen pengampu mata kuliah
Akuntansi Perilaku yang telah membimbing kami dan penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,


maka penulis mohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kekurangan dalam
makalah ini. Untuk tercapainya kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan
kritik dan saran untuk perbaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
penulis maupun para pembaca.

Pekanbaru, 18 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
A. Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial ..................................................... 3
B. Sikap .......................................................................................................... 5
C. Beberapa Teori Terkait Dengan Sikap ..................................................... 7
D. Motivasi ..................................................................................................... 9
E. Teori Motivasi Awal ................................................................................ 10
F. Proses Teori-Teori Motivasi .................................................................... 14
G. Persepsi .................................................................................................... 17
H. Nilai.......................................................................................................... 20
I. Pembelajaran .......................................................................................... 21
J. Kepribadian ............................................................................................ 22
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 25
A. Kesimpulan ............................................................................................. 25
B. Saran ....................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi sosial merupakan disiplin yang telah ada sejak lama.
Namun, secara resmi, disiplin ini baru menjadi satu ilmu yang mandiri sejak
tahun 1908. Pada tahun itu, terdapat dua buku teks yang terkenal, yaitu
Introduction to Social Psychology yang ditulis oleh William McDougall,
seorang psikolog, dan Social Psychology: An Outline and Source Book yang
ditulis oleh E.A. Ross, seorang sosiolog. Berdasarkan latar belakang
penulisnya, dapat dipahami bahwa psikologi sosial bisa diklaim sebagai
bagian dari psikologi maupun sosiologi.
Psikologi merupakan kata yang diambil dari bahasa Belanda
"psycologie" atau dari bahasa Inggris "psychology". Ditinjau dari sudut asal
katanya, kata psichologie atau psychology berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua buah kata, yaitu "psyche" dan "logos" yang berarti jiwa dan
ilmu. Berdasarkan kedua pengertian itu, maka orang dengan mudah
memberikan batasan atau pengertian psikologi sebagai ilmu pengetahuan
tentang jiwa atau sering disebut dengan "ilmu jiwa."
Pada tahun 1930, di Amerika Serikat telah dikembangkan psikologi
yang secara khusus mempelajari hubungan antar-manusia. Akhirnya
muncul cabang ilmu baru dari ilmu jiwa ini yang kemudian dikenal dengan
istilah psikologi sosial. Masalah-masalah yang menjadi fokus bahasannya
adalah kegiatan manusia dalam hubungannya dengan konteks sosialnya. Di
antara kegiatan tersebut adalah kelompok organisasi, kepemimpinannya,
anggota atau pengikutnya, perilaku moralnya, kekuasaannya,
komunikasinya, dan kebudayaannya. Secara sederhana, objek material dari
psikologi sosial adalah fakta, gejala, serta kejadian dalam kehidupan sosial
manusia. Sekilas, ternyata objek psikologi sosial mirip dengan ilmu
sosiologi dan bila digambarkan sebenarnya psikologi sosial adalah
merupakan pertemuan irisan antara ilmu psikologi dan ilmu sosilogi.

1
Psikologi sosial juga merupakan pokok bahasan dalam sosiologi
karena dalam sosiologi dikenal dua perspektif utama, yaitu perspektif
struktural makro yang menekankan pada kajian struktur sosial, serta
perspektif mikro yang menekankan pada kajian individualistis dan
psikologi sosial dalam menjelaskan variasi perilaku manusia. Berikut
dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan aspek keperilakuan dari
psikologi dan psikologi sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan psikologi dan psikologi sosial?
2. Apa yang dimaksud dengan sikap dan apa saja teori terkait dengan
sikap?
3. Apa yang dimaksud dengan motivasi, apa saja teori terkait motivasi,
dan bagaimana proses teori motivasi?
4. Apa yang dimaksud dengan persepsi, nilai, pembelajaran, dan
kepribadian?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi dan
psikologi sosial.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sikap dan teori terkait
sikap.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori, apa saja teori
terkait motivasi, dan proses teori motivasi.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan persepsi, nilai,
pembelajaran, dan kepribadian.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial


1. Psikologi
Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha
mengukur, menjelaskan dan kadang mengubah perilaku manusia. Para
psikolog memperhatikan studi dan upaya memahami perilaku
individual. Mereka yang telah menyumbangkan dan terus menambah
pengetahuan tentang perilaku organisasional teoritikus pembelajaran,
teoritikus keperibadian, psikologi konseling dan psikologi industri dan
organisasi. Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada
individu, sosiologi mempelajari sistem sosial di mana individu-individu
mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi mempelajari orang-orang
dalam hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik,
sosiolog telah memberikansumbangan mereka yang terbesar kepada
perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap perilaku kelompok
dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit. Beberapa
bidang dalam perilaku organisasi yang menerima masukan yang
berharga dari para sosiolog adalah dinamika kelompok, desain tim
kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi, birokrasi, komunikasi,
kekuasaan dan konflik.

2. Psikologi Sosial
Psikologi Sosial adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi
memadukan konsep-konsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang
memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial. Penekanan
keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada
rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu
sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok. Disamping itu
para psikologi sosial memberikan sumbangan yang berarti dalam

3
bidang-bidang pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola
komunikasi, cara-cara dalam kegiatan dapat memuaskan kebutuhan
individu dan proses pengambilan keputusan kelompok. Kita sering
berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang
berkaitan dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang
sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi, secara umum
cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan.
Kajian utama psikologi adalah pada persoalan kepribadian,
mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia
sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya
dan struktur sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku,
dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang
dinamakan psikologi sosial. Dengan demikian para psikolog berwenang
merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog. Namun karena
perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan
pengaruh situasi sosial terhadap proses dasar psikologikal – persepsi,
kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para sosiolog akan lebih
menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi
perilaku dan interaksi para individu dalam konteks sosial, dan lalu
bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi mengubah budaya dan
struktur sosial.
Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut
dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengonsentrasikan
pada atribut dan dinamika seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial,
dan budaya, sebagai faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama
lain.

4
B. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh
tendensi tindakan, baik yang menguntungkan maupun yang kurang
menguntungkan, tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi. Istilah
objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua objek yang
mengarah pada reaksi seseorang.
Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling
berhubungan. Ketiga komponen sikap: Pengertian (cognition), Pengaruh
(affect), dan Perilaku (behavior). Susunan sikap yang dipandang
berdasarkan ketiga komponen tersebut membantu untuk memahami
kerumitan sikap dan hubungan potensial antara sikap dan perilaku.
Orang-orang memperoleh sikap dari pengalaman pribadi, orang
tua, panutan, dan kelompok sosial. Ketika pertama sekali seseorang
mempelajarinya, sikap menjadi suatu bentuk bagian dari pribadi
individu yang dapat membantu konsistensi perilaku. Para akuntan
perilaku harus memahami sikap dalam rangka memahami dan
memprediksikan perilaku. Terdapat banyak cara bagi para akuntan
perilaku untuk menggunakan sikap guna melakukan riset riset dalam
bidang ini.

2. Komponen Sikap
Dalam organisasi, sikap adalah penting karena sikap perilaku
kerja. Sikap disusun oleh komponen teori, emosional, dan perilaku.
Komponen teori terdiri atas gagasan, persepsi, dan kepercayaan
seseorang mengenai penolakan sikap. Informasi yang dimiliki oleh
seseorang mengenai penolakan sikap terhadap stereotip atau
generalisasi, baik yang akurat maupun yang tidak akurat, telah
menciptakan satu kekuatan. Misal, komponen-komponen dari teori
sikap yang menolak komputerisasi dapat mengatakan bahwa ”bisnis
perusahaan tidaklah cukup besar untuk mengambil keuntungan atas

5
komputerisasi. Komponen emosional atau afektif mengacu pada
perasaan seseorang yang mengarah pada objek sikap. Komponen
perilaku mengacu pada bagaimana satu kekuatan bereaksi terhadap
objek/sikap.

3. Fungsi Sikap
Sikap memiliki Empat fungsi utama: pemahaman, kebutuhan
akan kepuasan, defensif ego, dan ungkapan nilai. Pemahaman atau
pengetahuan berfungsi untuk membantu seseorang dalam memberikan
maksud atau memahami situasi atau peristiwa baru. Sikap mengizinkan
seseorang untuk menilai suatu situasi baru dengan cepat tanpa perlu
mengumpulkan semua informasi yang relevan mengenai situasi
tersebut.
Sikap juga melayani suatu hal yang bermanfaat atau fungsi
kebutuhan yang memuaskan. Misal, manusia cenderung untuk
membentuk sikap positif terhadap objek dalam menemukan sikap
negatif. Sikap juga melayani fungsi defensif ego dengan melakukan
pengembangan atau pengubahan guna melindungi manusia dari
pengetahuan yang berlandaskan kebenaran mengenai dasar manusia itu
sendiri atau dunianya. Sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi.
Manusia memperoleh kepuasan melalui pernyataan diri mereka dengan
sikapnya.

4. Sikap Dan Konsistensi


Orang-orang mengusahakan konsistensi antara sikap-sikapnya serta
antara sikap dan perilakunya. Ini berarti bahwa individu-individu
berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka yang terpisah dan
menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga mereka
kelihatan rasional dan konsisten. Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan
untuk mengembalikan individu itu ke keadaan seimbang terus
digunakan agar sikap dan perilakunya menjadi konsisten lagi. Hal ini

6
dapat dilakukan dengan mengubah sikap maupun perilaku atau dengan
mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai penyimpangan tersebut.

5. Formasi Sikap Dan Perubahan


Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang
mengarah pada suatu objek yang tidak ada sebelumnya. Perubahan
sikap mengacu pada substitusi sikap baru untuk seseorang yang telah
ditangani sebelumnya. Sikap dibentuk berdasarkan karakter faktor
psikologis, pribadi dan sosial.
Hal pokok yang paling fundamental mengenai cara sikap
dibentuk sepenuhnya berhubungan langsung dengan pengalaman
pribadi terhadap suatu objek, yaitu pengalaman yang menyenangkan
maupun tidak, traumatis, frekuensi kejadian, dan pengembangan sikap
tertentu yang mengarah pada gambaran hidup baru.

C. Beberapa Teori Terkait Dengan Sikap


1. Teori Perubahan Sikap
Teori Perubahan sikap dapat membantu untuk memprediksikan
pendekatan yang paling lebih efektif. Sikap mungkin dapat berubah
sebagai hasil pendekatan dan keadaan.

2. Teori Pertimbangan Sosial


Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil perubahan
mengenai bagaimana orang-orang merasa menjadi suatu objek dan
bukannya hasil perubahan dalam memercayai suatu objek. Teori ini
menjelaskan bahwa manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap
individu jika mau memahami struktur yang menyangkut sikap orang
lain dan membuat pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah
ancaman.
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa usaha untuk
menyebabkan suatu perubahan utama di dalam sikap kemungkinan akan

7
gagal, sebab perubahan tersebut akan menghasilkan ke tidak nyaman
nan bagi si subjek. Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan
adalah membujuk dan menengahi dua posisi bertentangan yang masing-
masing didukung oleh komunikator. Jika komunikator memposisikan
terlalu jauh dari Jangka internal, hasil yang dicapai mungkin
bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikasi semakin
dekat dengan jangka internal, maka asimilasi dapat dihasilkan karena
subjek tidak memersepsikan komunikasi persuasif tersebut sebagai
ancaman yang ekstrem, sehingga orang tersebut akan mengevaluasi
pesan itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.

3. Konsistensi Dan Teori Perselisihan


Konsistensi dan teori perselisihan memandang perubahan sikap
sebagai hal yang masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan
orang-orang yang dibuat untuk menyadari inkonsistensi antara sikap
dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk mengoreksi
inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya ke
arah yang lebih baik.
Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku
dalam ke tidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem.
Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini
menganggap bahwa perselisihan memotivasi orang-orang untuk
mengurangi atau menghapuskan perselisihan, karena perselisihan secara
psikologis merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-
orang akan mencari cara untuk menghindari itu.

4. Teori Disonansi Kognitif


Leon Festinger pada tahun 1950-an mengemukakan Teori
Disonansi Kognitif. Teori Ini menjelaskan hubungan antara sikap dan
perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya suatu inkonsistensi.
Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang

8
dipersepsikan oleh seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau
terhadap perilaku dengan sikapnya.
Festinger mengatakan bahwa hasrat untuk mengurangi disonansi
akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan
disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu
terhadap unsur-unsur itu, dan ganjaran yang mungkin terlibat dalam
disonansi. Teori ini dapat membantu kecenderungan untuk mengambil
bagian dalam perubahan sikap dan perilaku.

5. Teori Persepsi Diri


Teori persepsi diri menganggap bahwa orang-orang
mengembangkan sikap berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan
menginterpretasikan perilaku mereka sendiri. Teori ini mengusulkan
fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk.
Setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten dengan
perilaku. Sikap hanya akan berubah setelah perilaku berubah. Teori
fungsional terhadap perubahan sikap mempercayai bahwa sikap
melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap
manusia harus menemukan rangsangan terhadap apa yang akan
dikembangkan berdasarkan pada kebutuhannya.

D. Motivasi
Kata motivasi berasal dari bahasa latin "movere" yang artinya
menimbulkan pergerakan Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan
psikologis yang menggerakkan seseorang ke arah beberapa jenis tindakan
(Haggard, 1989). Manurut penulis, motivasi adalah proses yang dimulai
dengan definisi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau
dorongan yang ditujukan untuk tujuan insentif. Motivasi juga berkaitan
dengan reaksi subjektif yang terjadi sepanjang proses ini. Motivasi adalah
suatu konsep penting untuk perilaku akuntan karena efektivitas organisasi
bergantung pada orang yang membentuk sebagaimana karyawan

9
mengharapkan untuk dibentuk. Manajer dan akuntan keperilakuan harus
memotivasi orang ke arah kinerja yang diharapkan dalam rangka memenuhi
tujuan organisasi.

Teori Motivasi dan Aplikasinya


Terdapat keyakinan bahwa perilaku manusia ditimbulkan oleh
adanya motivasi. Dengan demikian, ada sesuatu yang mendorong
(memotivasi) seseorang untuk berbuat sesuatu.

E. Teori Motivasi Awal


Tiga teori spesifik dirumuskan selama kurun waktu tahu 1950-an.
Ketiga teori ini adalah teori hierarki kebutuhan, teori X dan Y, dan teori
motivasi hygiene. Teori-teori ini bersifat awal karena: 1) teori-teori ini
mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontemporer berkembang, dan
2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini
untuk menjelaskan motivasi karyawan secara teratur.

1. Teori Kebutuhan dan Kepuasan


Maslow menjelaskan suatu bentuk teori kelas. Teorinya
menjelaskan bahwa masing-masing individu mempunyai beraneka
ragam kebutuhan yang dapat mempengaruhi perilaku mereka. Teori
kebutuhan ini pada praktiknya merupakan bagian-bagian dari teori
kebutuhan psikologis yang akan didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan
lain jika tidak dijumpai. Secara psikologis, kebutuhan merupakan syarat
dasar untuk memenuhi kebutuhan fisik, seperti makan, minum,
perlindungan, dan sebagainya, yang disebut sebagai kebutuhan dasar
utama. Hierarki kebutuhan manusia oleh Maslow ialah :
 Kebutuhan fisiologis (fhysiological needs), yaitu kebutuhan
fisik, seperti rasa lapar, rasa haus, kebutuhan akan perumahan,
pakaian, dan lain sebagainya.

10
 Kebutuhan akan keamanan (safety needs), yaitu akan kebutuhan
keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman,
perampasan atau pemecatan.
 Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta
dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain,
kebutuhan akan kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima
dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan
kasih sayang.
 Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan
akan status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan
prestasi.
 Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu
kebutuhan pemenuhan diri untuk mempergunakan potensi
ekspresi diri dan melakukan apa yang paling sesuai dengan
dirinya.

2. Teori X dan Teori Y


Douglas McGregor (1960),19 seorang psikolog sosial Amerika,
mengajukan teori XY yang terkenal pada tahun 1960 dalam bukunya
The Human Side Of Enterprise. McGregor teori XY adalah pengingat
bermanfaat dan sederhana dari aturan alam untuk mengelola orang,
yang berada di bawah tekanan kerja sehari-hari dan terlalu mudah
dilupakan. Teori X dan teori Y masih disebut umum di bidang
manajemen dan motivasi, sementara penelitian yang lebih baru telah
mempertanyakan kekakuan model, McGregor tersebut.
Pandangan mengenai manusi menyimpulkan bahwa manusia
memiliki negatif yang diberi tanda sebagai teori X, dan yang lain positif
yang ditandai dengan teori Y. Setelah seorang manajer menangani
karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang
manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada suatu
pengelompokan pengandaian tertentu dan manajer cenderung

11
membentuk perilakunya terhadap bawahannya menurut pengandaian
tersebut.
Ide McGregor menyarankan bahwa ada dua pendekatan dasar
untuk mengelola orang. Banyak manajer cenderung ke arah teori X, dan
umumnya mendapatkan hasil yang buruk. Manajer tercerahkan
menggunakan teori Y, yang menghasilkan kinerja yang lebih baik, dan
memungkinkan orang untuk tumbuh dan berkembang. Ide McGregor
secara signifikan berhubungan dengan pemahaman modern kontrak
fisiologis yang menyediakan banyak cara untuk menghargai alam tidak
membantu-X Teori kepemimpinan, dan sifat menguntungkan yang
berguna konstruktif Y Teori kepemimpinan. Secara umum McGregor
lebih memercayai Teori-Y dengan alasan bahwa para manajer penganut
Teori-Y lebih merasa puas dan mampu memotivasi para karyawannya.

3. Teori Kebutuhan McClelland


Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh McClelland pada
awal tahun 1990. Teori McClelland mempunyai suatu faktor hierarki
yang memotivasi perilaku. Dalam kasus ini, terdapat tiga faktor yaitu
prestasi, kekuatan dan afiliasi. Riset yang dilakukan oleh McClelland
memberi hasil bahwa terdapat tiga karakteristik dari orang yang
memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi, yaitu :
 Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki
rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu
tugas atau pencarian solusi atas suatu permasalahan. Akibatnya,
mereka lebih suka bekerja sendiri daripada dengan orang lain.
Apabila suatu pekerjaan membutuhkan orang lain, mereka lebih
suka memilih orang yang kompeten dibanding sahabatnya.
 Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung
menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan
menghitung risikonya.

12
 Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki
keinginan yang kuat untuk memperoleh umpan balik (feed back)
atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.

4. Teori Dua Faktor


Pada pertengahan tahun 1960-an Herzberg mengajukan suatu
teori motivasi yang di bagi ke dalam beberapa faktor. Asumsi terpenting
dari bentuk teori Herzberg adalah faktor yang mempunyai pengaruh
positif dalam motivasi dan menjadi bahan perbedaan yang
menyenangkan dari seluruh pengaruh negatif. Faktor-faktor ini meliputi
: kebijakan perusahaan , kondisi pekerjaan, hubungan perseorangan,
keamanan kerja dan gaji. Faktor motivasi meliputi : prestasi,
pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab.
Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukannya
terhadap 200 responden yang terdiri atas akuntan dan insinyur
menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait dengan kepuasan dan
motivasi. Kedua faktor tersebut meliputi :
 Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik yang apabila tidak ada
menyebabkan terjadinya ketidakpuasan di antara para karyawan.
Kondisi ini disebut dengan Faktor penyebab ketidakpuasan atau
faktor higiene, karena kondisi atau faktor-faktor tersebut
minimal dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak
terjadi.
 Sejumlah kondisi kerja intrinsik, yang apabila ada berfungsi
sebagai motivator dan dapat menghasilkan prestasi kerja yang
baik. Tetapi jika kondisi atau faktor tersebut tidak ada, maka hal
tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya ketidakpuasan.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan, yang
disebut dengan istilah faktor pemuas.

13
F. Proses Teori-Teori Motivasi
Motivasi adalah proses yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis
atau psikologis yang mengaktifkan perilaku atau pemicu yang ditujukan
untuk tujuan. Setiap karyawan diharapkan mampu menunjukkan
peningkatan dan produktivitas kualitatif kepada manajer Untuk mencapai
hal ini, perilaku karyawan sangat penting. Perilaku karyawan dipengaruhi
oleh lingkungan di mana mereka menemukan diri mereka sendiri. Perilaku
karyawan akan menjadi fungsi yang memicu karyawan merasa akan
kebutuhan dan kesempatan bahwa dia harus memenuhi kebutuhan mereka
di tempat kerja. Jika karyawan tidak pernah diberikan kesempatan untuk
memanfaatkan semua kemampuan mereka, maka pengusaha mungkin tidak
pernah mendapatkan manfaat dari total kinerja mereka. Untuk kerja juga
bergantung pada kemampuan karyawan. Jika karyawan kurang memiliki
keterampilan yang dipelajari atau bakat bawaan untuk melakukan tugas
tertentu, maka kinerja akan kurang optimal. Kinerja adalah motivasi.
Motivasi adalah tindakan merangsang seseorang atau diri sendiri untuk
mendapatkan tindakan yang diinginkan.

1. Teori ERG
Teori ERG (existence, relatedness, growth) menganggap bahwa
kebutuhan akan manusia memiliki tiga hierarki kebutuhan, yaitu
kebutuhan akan eksistensi (existence needs), kebutuhan akan
keterikatan (relatedness needs), dan kebutuhan akan pertumbuhan
(growth needs). Teori ERG mengandung suatu dimensi frustrasi-regresi.
Teori ERG berargumen, bahwa kebutuhan tingkat rendah yang
terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi kebutuhan dengan
tingkatan yang lebih tinggi. Tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi
sebagai motivator dan halangan sekaligus, di mana dalam mencoba
untuk memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dihasilkan pengaruh
terhadap pemuasan akan kebutuhan dengan tingkat yang lebih rendah.

14
Secara keseluruhan teori ERG menyatakan suatu versi yang lebih valid
dibandingkan dengan hierarki kebutuhan.

2. Teori Harapan
Teori ini dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin
dan Edward Tolman. Teori harapan disebut juga teori valensi atau teori
instrumentalis. Ide dasar teori ini adalah bahwa motivasi ditentukan
oleh hasil yang diharapkan akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari
tindakannya. Variabel-variabel kunci dalam teori harapan adalah: usaha
(effort), hasil (income), harapan (expectancy), instrumen-instrumen
yang berkaitan dengan hubungan antara Hasil tingkat pertama dengan
hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan imbalan atas
pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kader kekuatan
dan keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.

3. Teori Penguatan
Teori penguatan memiliki konsep dasar yaitu :
 Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti
jumlah yang dapat diproduksi, kualitas produksi, ketepatan
pelaksanaan jadwal produksi, dan sebagainya.
 Kontingensi penguatan (contingencies of reinforcement), yaitu
berkaitan dengan urutan-urutan antara stimulus, tanggapan, dan
konsekuensi dari perilaku yang ditimbulkan. Suatu kondisi kerja
tertentu dibentuk oleh organisasi (stimulus), kemudian karyawan
bertindak sebagaimana diinginkan oleh organisasi (tanggapan),
selanjutnya organisasi memberikan imbalan yang sesuai dengan
tindakan atau perilaku karyawan tersebut (konsekuensi dari
perilaku).
 Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respons
karyawan (misalnya prestasi kerja) dengan pemberian penguatan
(imbalan), maka semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku.

15
4. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikembangkan oleh Edwin Loceke (1986) konsep dasar
dari teori ini adalah bahwa karyawan yang memahami tujuan (apa yang
diharapkan organisasi terhadapnya) akan terpengaruh perilaku kerjanya.
Tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tujuan yang mudah. Demikian pula halnya tujuan yang spesifik
dan menantang akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang bersifat abstrak.

5. Teori Atribusi
Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seorang
menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya.
Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa
perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal
(internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan kekuatan eksternal
(eksternal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar seperti
kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Teori ini diterapkan
dengan menggunakan Variabel tempat pengendalian :
 Tempat Pengendalian Internal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu secara
personal mempengaruhi kinerja serta perilakunya melalui
kemampuan, keahlian, dan usahanya.
 Tempat pengendalian eksternal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa perilakunya
dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar kendalinya.

6. Teori Agensi
Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja
organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan.

16
Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa principal bersikap netral
terhadap risiko sementara agen bersikap menolak usaha dan risiko.

7. Pendekatan Dyadic
Pendekatan tersebut menyatakan bahwa ada dua pihak, yaitu
atasan (superior) dan bawahan (subordinate), yang berperan dalam
[proses evaluasi kinerja. Pendekatan ini dikembangkan oleh Danserau et
al. Pada tahun 1975. Danserau menyatakan bahwa pendekatan ini tepat
untuk menganalisis hubungan antara atasan dan bawahan karena
mencerminkan proses yang menghubungkan keduanya.

G. Persepsi
Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau
menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Definisi persepsi yang
formal adalah proses dengan mana seseorang memilih, berusaha, dan
menginterpretasikan rangsangan ke dalam suatu gambaran yang terpadu
dan penuh arti. Menurut kamus Bahasa Indonesia, persepsi adalah sebagai
tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indra. Sedang dalam lingkup yang
lebih luas persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan
sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang
ditunjukkan oleh panca indra.
Persepsi memberikan makna pada stimulus. Persepsi juga
merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi
dikatakan rumit dan aktif karena walaupun persepsi merupakan pertemuan
antara kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan
kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan,
pikiran, dan bahasa. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi:
 Faktor Dalam Situasi
Yang terdiri dari waktu, keadaan (tempat kerja), keadaan sosial.

17
 Faktor Pada Pemersepsian
Terdiri dari sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan
pengharapan.
 Faktor Pada Target
Yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang,
kedekatan.

1. Rangsangan Fisik VS Rangsangan Individu


Rangsangan fisik adalah input yang berhubungan dengan
perasaan, seperti penglihatan dan sentuhan. Sedang Kecenderungan
Individu meliputi alasan, kebutuhan, sikap, pelajaran dari masa lalu dan
harapan. Perbedaan persepsi antar orang-orang disebabkan karena
perasaan individu yang menerimanya berbeda fungsi dan hal ini
terutama disebabkan oleh kecenderungan perbedaan. Empat faktor lain
yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah kekerabatan,
perasaan, arti penting dan emosi.

2. Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan


Perilaku para akuntan dapat menerapkan pengetahuan persepsi
terhadap banyak aktivitas organisasi. Misalnya dalam evaluasi kinerja,
cara penilaian atas seseorang mungkin dipengaruhi oleh ketelitian
persepsi penyedia. Kesalahan atau bias penilaian mungkin diakibatkan
oleh sandiwara yang mencoba untuk menakut-nakuti sehingga
karyawan merasa tidak puas dan meninggalkan perusahaan. Oleh karena
itu para penyelia perlu mengenali perasaan mereka terhadap
bawahannya. Bawahan tertentu dapat mempengaruh evaluasi mereka,
dan harus waspada terhadap sumber penyimpangan persepsi ini.
Kesalahan persepsi dapat juga mendorong ke arah ketegangan
hubungan antar pribadi karyawan. Ketika sesuatu dilihat sebagai sesuatu
yang menegangkan seorang penyelia perlu menentukan penyebab

18
terjadinya peristiwa bisnis yang dipandang berbeda oleh orang-orang
yang berbeda.

3. Persepsi Orang Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain


Dalam bahasan mengenai persepsi orang dalam membuat
penilaian terhadap orang lain, hal ini akan dikaitkan dengan teori
Atribusi. Teori Atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia
menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna apa yang
dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini
menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seorang
individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu
disebabkan oleh faktor internal atau eksternal, tetapi penentuan tersebut
sebagian besar bergantung pada tiga faktor berikut:
 Kekhususan (ketersendirian), merujuk pada apakah seorang
individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan
dalam situasi yang berlainan.
 Konsensus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu
situasi yang serupa bereaksi dengan cara yang sama. Contoh
perilaku karyawan yang terlambat akan memenuhi kriteria ini
jika semua karyawan yang mengambil rute yang sama ke tempat
kerja juga terlambat.
 Konsistensi. Disini dicari konsistensi dari tindakan seseorang
apakah orang tersebut memberikan reaksi yang sama dari waktu
ke waktu. Contoh Apabila seorang karyawan datang terlambat
beberapa menit saja tidak dipersepsikan dengan cara yang sama
oleh karyawan yang baginya keterlambatan itu kasus yang luar
biasa (karena tidak pernah terlambat).

19
H. Nilai
Nilai secara mendasar dinyatakan sebagai suatu modus perilaku atau
keadaan akhir dari eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi
atau sosial dibandingkan dengan suatu modus perilaku atau keadaan akhir
yang berlawanan. Nilai mengandung suatu unsur pertimbangan dalam
pengertian bahwa nilai mengemban gagasan-gagasan seorang individu
mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan.

1. Arti Penting Nilai


Dalam mempelajari perilaku dalam organisasi, nilai dinyatakan
penting karena nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap serta
motivasi dan karena nilai memengaruhi sikap manusia. Seseorang
memasuki organisasi dengan gagasan yang dikonsepkan sebelumnya
mengenai apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya.
Gagasan-gagasan itu sendiri tidaklah bebas dari nilai. Sebaliknya,
gagasan ini mengandung penafsiran benar dan salah. Gagasan itu
menyiratkan bahwa perilaku-perilaku atau hasil tertentu lebih disukai
ketimbang yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh tujuan dan
rasionalitas.

2. Nilai dan Dilema Etika


Permasalahan profesi akuntansi sekarang ini banyak dipengaruhi
masalah kemerosotan standar etika dan krisis kepercayaan. Krisis
kepercayaan ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para akuntan untuk
lebih berbenah diri, memperkuat kedisiplinan mengatur dirinya dengan
benar, serta menjalin hubungan yang lebih baik dengan para klien atau
masyarakat luas. Misal: skandal Enron yang melibatkan Arthur
Anderson, serta skandal Worldcom, Merck, dan Xerox, profesi akuntan
menjadi gempar. Lebih lanjut, ditambahkan pula cara yang lebih baik
dan ideal dalan mengatasi dilema ini adalah dengan mempertimbangkan

20
kecukupan dari kesempatan yang ada selanjutnya memberikan reaksi
terhadap apa yang menjadi kekawatiran di dalamnya.
Kesempatan dapat dilihat sebagai suatu standar etika yang
diharapkan, di mana dapat dilihat setiap perubahan perilaku di dalam
organisasi profesi itu sendiri serta setiap perubahan perilaku yang
diharapkan dari yang lainnya. Jauh lebih baik jika organisasi profesi
dapat menempatkannya secara berdampingan dan simbang guna
mendeteksi standar perilaku yang melanggar kepercayaan. Organisasi
profesi sendiri perlu sedikit kesabaran dalam membuat standar profesi
yang berkualitas dalam semua aspek dan memberikan tindakan tegas
terhadap anggota profesi yang membawa keburukan bagi profesi itu
atau mereka yang tidak melakukan kewajiban sebagai anggota.

I. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses dimana perilaku baru diperlukan.
Pembelajaran terjadi sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan
pengulangan dalam merespons situasi. Kombinasi dari motivasi,
pengalaman dan pengulangan dalam merespons situasi ini terjadi dalam tiga
bentuk: pengaruh keadaan klasik, pengaruh keadaan operant, dan
pembelajaran sosial.

1. Mengondisikan Keadaan Klasik


Dapat diringkaskan bahwa mengondisikan klasik pada
hakikatnya merupakan proses pembelajaran suatu respons dan suatu
rangsangan yang tidak terkondisi. Dengan menggunakan rangsangan
yang berpasangan, yang satu memaksa yang lain netral, rangsangan
yang netral menjadi suatu rangsangan terkondisi yang kemudian
meneruskan sifat-sifat dari rangsangan tidak terkondisi. Mengondisikan
klasik bersifat pasif. Sesuatu terjadi dan orang harus bereaksi dengan
cara yang khusus. Hal itu dihasilkan sebagai respons terhadap peristiwa
khusus yang dapat dikenali. Tetapi, kebanyakan perilaku, terutama

21
perilaku rumit dari individu-individu dalam organisasi dipancarkan
bukan secara refleks. Misal saja, para karyawan memilih untuk sampai
di tempat kerja pada waktunya, meminta atasan membantu ketika ada
masalah, atau membuang waktu bila tidak ada orang yang mengamati.
2. Pengondisian Operant
Pengondisian Operant Menyatakan bahwa perilaku merupakan
suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensi Perilaku. Operant Berarti
perilaku yang bersifat sukarela atau perilaku yang dipelajari sebagai
kontras terhadap perilaku semacam itu, yang dipengaruhi oleh ada atau
tidak adanya pungutan yang ditimbulkan oleh konsekuensi-konsekuensi
dari perilaku tersebut.

3. Pembelajaran Sosial
Individu-individu juga dapat belajar dengan mengamati apa
yang terjadi pada orang lain, dengan diberitahu maupun dengan
mengalami secara langsung. Jadi, banyak dari apa yang telah dipelajari
manusia berasal dari observasi atas karakteristik-karakteristik orang tua,
guru, teman sekerja, atasan, dan seterusnya. Pandangan bahwa manusia
dapat belajar baik lewat pengamatan maupun pengalaman langsung ini
disebut sebagai teori pembelajaran sosial. Walaupun teori pembelajaran
sosial merupakan suatu perpanjangan dari pengondisian Operant, di
mana teori tersebut mengandalkan perilaku sebagai suatu fungsi dari
konsekuensi-konsekuensi, teori itu juga mengakui eksistensi
pembelajaran observasional (lewat pengamatan) dan pentingnya
persepsi dalam belajar.

J. Kepribadian
Kepribadian mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri
seseorang yang menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut
merespons lingkungannya. Kepribadian adalah inti sari dari perbedaan
individu. Kepribadian cenderung bersifat konsisten dan kronsi. Konsep

22
kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya adalah penting karena
memungkinkan untuk memprediksikan perilaku. Para akuntan perilaku
dapat menghadapi efektivitas orang-orang jika mereka memahami
bagaimana kepribadian dikembangkan dan bagaimana kepribadian tersebut
dapat diubah.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam organisasi adalah
memprediksikan perilaku. Pengujian terhadap perilaku ditentukan oleh
banyaknya efektivitas dalam tekanan pekerjaan, siapa yang akan
menanggapi kritikan dengan baik, siapa yang pertama harus dipuji dahulu
sebelum berbicara mengenai perilaku tidak diinginkan, siapa yang menjadi
seorang pemimpin potensial. Semuanya itu merupakan bentuk-bentuk
pemahaman atau kepribadian.

1. Penentu Kepribadian
Suatu argumen dini dalam riset kepribadian adalah apakah
kepribadian seseorang merupakan hasil keturunan atau lingkungan.
Kepribadian tampaknya merupakan hasil dari kedua pengaruh tersebut.
Selain itu, dewasa ini dikenal faktor ketiga, yaitu Faktor situasi.
Kepribadian seorang dewasa umumnya dianggap terbentuk dari Faktor
keturunan, dan Lingkungan, yang diperlunak oleh Kondisi situasi.

2. Keturunan
Pendekatan keturunan berargumentasi bahwa penjelasan paling
akhir dari kepribadian seseorang individu adalah struktur molekul dari
gen yang terletak dalam kromosom.

3. Lingkungan
Di antara faktor-faktor yang menekankan pada pembentukan
kepribadian adalah budaya dimana seseorang dibesarkan, pengondisian
dini, norma-norma di antara keluarga, teman-teman, dan kelompok-
kelompok sosial, serta pengaruh lain yang dialami. Lingkungan yang

23
dipaparkan pada seseorang memainkan suatu peranan besar dalam
membentuk kepribadian orang tersebut. Pertimbangan yang saksama
terhadap argumen-argumen yang mendukung keturunan maupun
lingkungan sebagai penentu utama dari kepribadian mengarah pada
kesimpulan bahwa keduanya adalah penting. Keturunan menentukan
parameter- parameter atau batas-batas luar, tetapi potensi penuh
seseorang akan ditentukan oleh seberapa baik orang tersebut
menyesuaikan diri dengan tuntutan dan persyaratan lingkungan.

4. Situasi
Faktor ini mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan
terhadap kepribadian. Kepribadian seseorang walaupun kelihatannya
mantap dan konsisten, dapat berubah pada kondisi yang berbeda.
Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berlainan memunculkan aspek-
aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang. Oleh karena itu,
hendaknya pola kepribadian tidak dilihat secara terpisah. Kelihatannya
adalah logis untuk mengandalkan bahwa situasi akan mempengaruhi
kepribadian seseorang. Bagaimanapun juga, memang diketahui bahwa
situasi tertentu pada kenyataannya lebih relevan dibandingkan dengan
situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui, Psikologi dan Psikologi Sosial merupakan
hal yang bersangkutan, karna sama-sama menyangkut kepribadian masing-
masing orang. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha
mengukur, menjelaskan dan kadang mengubah. Perilaku manusia. Psikologi
Sosial adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan. Konsep-
konsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian
pada perilaku kelompok sosial.
Dalam hal ini, Psikologi dan psikologi Sosial dapat dilihat dari
Sikap, Penilaian kita kepada suatu kelompok atau individu lain,
Kepribadian seseorang yang muncul karna lingkungan atau keturunan,
menggunakan persepsi untuk menilai dan memberi pendapat, dan
bagaimana pembelajarannya.

B. Saran
Untuk memperkaya pemahaman tentang materi konsep keperilakuan
dari psikologi dan psikologi sosial, disarankan untuk membaca buku dan
artikel terkait yang ditulis oleh pakar di bidang psikologi dan psikologi
sosial. Lalu, mengikuti kursus atau seminar yang berkaitan dengan topik
tersebut untuk mendapatkan perspektif baru dan informasi terbaru.
Selain itu, dapat melakukan diskusi dengan orang-orang yang juga
memiliki minat dalam bidang psikologi dan psikologi sosial untuk bertukar
pikiran dan pengalaman. Kemudian, melakukan penelitian mandiri atau
mempelajari studi kasus untuk memahami aplikasi konsep keperilakuan
dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, mengikuti perkembangan terkini
dalam bidang psikologi dan psikologi sosial melalui sumber-sumber
informasi yang terpercaya seperti jurnal ilmiah dan situs web resmi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arfan Ikhsan. 2013. Akuntansi Keperilakuan Edisi.2. Jakarta: Salemba


Empat.

26

Anda mungkin juga menyukai