Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSEP KEPERILAKUAN DARI PSIKOLOGI DAN


PSIKOLOGI SOSIAL

DOSEN PENGAMPU :
SITI ZUHROH

DISUSUN OLEH :
DELA MARIANA MARO 22020008
GISKA NURANISA 220200

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
STIE PANCA BHAKTI PALU
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
            

1.1. Latar Belakang

Konsep keprilakuan dari psikologi dan psikologi social ini adalah bertujuan untuk memberikan
pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi untuk memandang secara lebih luas
terhadap bagian akuntansi yang lebih substansial.
Menurut Robbins (2003), Ketiga hal tersebut, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi social
menjadi kontribusi utama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian untuk menguraikan
dan menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara keseluruhan mereka memiliki perspektif yang
berbeda mengenai kondisi manusia. Terutama merasa tertarik dengan bagaimana cara individu
bertindak. Fokusnya didasarkan pada tindakan orang-orang ketika mereka bereaksi terhadap stimuli
dalam lingkungan mereka, dan perilaku manusia dijelaskan dalam kaitannya dengan ciri, arah dan
motivasi individu. Keutamaan psikologi didasarkan pada seseorang sebagai suatu organisasi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Menyebutkan Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial
2. Apa yang dimaksud Sikap
3. Hal-hal apa saja yang terkait dengan Sikap, Psikologi dan Psikologi Sosial
1.3. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial
2. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud dengan Sikap
3. Unruk Mengetahui Apa saja yang terkait dengan Sikap, Psikologi, Psikologi Sosial
BAB II
PEMBAHASAN

 2.1. Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial

2.1.1. Psikologi

Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan kadang
mengubah perilaku manusia. Para psikolog memperhatikan studi dan upaya memahami perilaku
individual. Mereka yang telah menyumbangkan dan terus menambah pengetahuan tentang perilaku
organisasional teoritikus pembelajaran, teoritikus keperibadian, psikologi konseling dan psikologi
industri dan organisasi. Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada individu, sosiologi
mempelajari sistem sosial di mana individu-individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi
mempelajari orang-orang dalam hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik,
sosiolog telah memberikan sumbangan mereka yang terbesar kepada perilaku organisasi melalui studi
mereka terhadap perilaku kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit.
Beberapa bidang dalam perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog
adalah dinamika kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi, birokrasi,
komunikasi, kekuasaan dan konflik.

2.1.2. PsikologiSosial

Psikologi Sosial adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik
dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial.
Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada rangsangan fisik.
Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika
kelompok. Disamping itu para psikologi social memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-
bidang pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam kegiatan
dapat memuaskan kebutuhan individu dan proses pengambilan keputusan kelompok.
Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan
persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi,
secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada
persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia
sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang
keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di
daerah yang dinamakan psikologi social
Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog.
Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan pengaruh situasi sosial
terhadap proses dasar psikologikal - persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para sosiolog
akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku dan
interaksi para individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi
mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut dinamis
dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika seseorang,
perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu
sama lainnya
2.1. Sikap

2.1.1 PengertianSikap

Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan, baik yang
menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan, tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi.
Istilah objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua objek yang mengarah pada reaksi
seseorang. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling berhubungan. Ketiga komponen
sikap: pengertian (cognition), pengaruh(affect), dan perilaku(behavior). Susunan sikap yang dipandang
berdasarkan ketiga komponen tersebut membantu untuk memahami kerumitan sikap dan hubungan
potensial antara sikap dan perilaku. Orang-orang memperoleh sikap dari pengalaman pribadi, orang
tua, panutan, dan kelompok sosial. Ketika pertama sekali seseorang mempelajarinya, sikap menjadi
suatu bentuk bagian dari pribadi individu yang dapat membantu konsistensi perilaku. Para akuntan
perilaku harus memahami sikap dalam rangka memahami dan memprediksikan perilaku. Terdapat
banyak cara bagi para akuntan perilaku untuk menggunakan sikap guna melakukan riset-riset dalam
bidang ini.

2.1.2. Komponen Sikap

Dalam organisasi,sikap adalah penting karena sikap perilaku kerja. Sikap disusun oleh komponen
teori, emosional, dan perilaku. Komponen teori terdiri atas gagasan, persepsi, dan kepercayaan
seseorang mengenai penolakan sikap. Informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai penolakan
sikap terhadap stereotip atau generalisasi, baik yang akurat maupun yang tidak akurat, telah
menciptakan satu kekuatan. Misal, komponen-komponen dari teori sikap yang menolak komputerisasi
dapat mengatakan bahwa ”bisnis perusahaan tidaklah cukup besar untuk mengambil keuntungan atas
komputerisasi. Komponen emosional atau afektif mengacu pada perasaan seseorang yang mengarah
pada objek sikap. Komponen perilaku mengacu pada bagaimana satu kekuatan bereaksi terhadap
objek/sikap.

2.1.3. Fungsi Sikap

Sikap memiliki empat fungsi utama: pemahaman,kebutuhan akan kepuasan, defensif ego, dan
ungkapan nilai. Pemahaman atau pengetahuan berfungsi untuk membantu seseorang dalam
memberikan maksud atau memahami situasi atau peristiwa baru. Siakp mengizinkan seseorang untuk
menilai suatu situasi baru dengan cepat tanpa perlu mengumpulkan semua informasi yang relevan
mengenai situasi tersebut. Sikap juga melayani suatu hal yang bermanfaat atau fungsi kebutuhan yang
memuaskan. Misal, manusia cenderung untuk membentuk sikap positif terhadap objek dalam
menemukan sikap negatif. Sikap juga melayani fungsi defensif ego dengan melakukan pengembangan
atau pengubahan guna melindungi manusia dari pengetahuan yang berlandaskan kebenaran mengenai
dasar manusia itu sendiri atau dunianya. Sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia
memperoleh kepuasan melalui pernyataan diri mereka dengan sikapnya.

2.1.4. Sikap dan Konsistensi

Orang-orang mengusahakan konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan perilakunya.
Ini berarti bahwa individu-individu berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka yang terpisah
dan menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga mereka kelihatan rasional dan konsisten.
Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan untuk mengemablikan individu itu ke keadaan seimbang terus
digunakan agar sikap dan perilakunya menjadi konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah sikap maupun perilaku atau dengan mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai
penyimpangan tersebut.

2.1.5. Formasi Sikap dan Perubahan


Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada suatu objek yang
tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap mengacu pada substitusi sikap baru untuk seseorang yang
telah ditangani sebelumnya. Sikap dibentuk berdasarkan karakter faktor psikologis, pribadi dan sosial.
Hal pokok yang paling fundamental mengenai cara sikap dibentuk sepenuhnya berhubungan langsung
dengan pengalaman pribadi terhadap suatu objek, yaitu pengalaman yang menyenangka maupun tidak,
traumatis, frekuensi kejadian, dan pengembangan sikap tertentu yang mengarah pada gambaran hidup
baru.

2.2.Beberapa Teori Terkait dengan Sikap

2.2.1. Teori Perubahan Sikap


Teori perubahan sikap dapat membantu untuk memprediksikan pendekatan yang paling efektif.
Sikap, mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan.

2.2.2. Teori Pertimbangan Sosial


Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil perubahan mengenai bagaimana orang-
orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam memercayai suatu objek.
Teori ini menjelaskan bahwa manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika mau
memahami struktur yang menyangkut sikap orang laindan membuat pendekatan setidaknya untuk
dapat mengubah ancaman. Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa usaha untuk menyebabkan
suatu perubahan utama di dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan tersebut akan
menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek. Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan adalah
membujuk dan menengahi dua posisi bertentangan yang masing-masing didiukung oleh komunikator.
Jika komunikator memposisikan terlalu jauh dari jangka internal , hasil yang dicapai mungkin
bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikasi semakin dekat dengan jangka internal,
maka asimilasi dapat dihasilkan karena subjek tidak mempersepsikan komunikasi persuasif tersebut
sebagai ancaman yang ekstrem, sehingga orang tersebut akan mengevaluasi pesan itu secara positif
dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.

2.2.3. Konsistensi dan Teori Perselisihan


Konsistensi dan teori perselisihan memandang perubahan sikap sebagai hal yang masuk akal
dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk menyadari inkonsistensi
antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk mengoreksi inkonsistensi
tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya ke arah yang lebih baik. Teori konsistensi
menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam ketidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori
dalam sistem. Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini menganggap
bahwa perselisihan memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan,
karena perselisihan secara psikologis merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang
akan mencari cara untuk menghindari itu.

2.2.4. Teori Disonansi Kognitif


Leon Festinger pada tahun 1950-an mengemukakan teori Disonansi Kognitif. Teori ini
menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya suatu
inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang dipersepsikan oleh
seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya. Festinger
mengatakan bahwa hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur
yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu terhadap unsur-
unsur itu, dan ganjaran yang mungkin terlibat dalam disonansi. Teori ini dapat membantu
kecenderungan untuk mengambil bagian dalam perubahan sikap dan perilaku.

2.2.5. Teori Persepsi Diri


Teori persepsi diri menganggap bahwa orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan
bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilaku mereka sendiri. Teori ini
mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk setelah perilaku
terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten dengan perilaku. Sikap hanya akan berubah setelah
perilaku berubah. Teori fungsional terhadap perubahan sikap mempercayai bahwa sikap melayani
kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap manusia harus menemukan rangsangan
terhadap apa yang akan dikembangkan berdasarkan pada kebutuhannya.

2.2.6. Teori Motivasi dan Aplikasinya


Terdapat keyakinan bahwa perilaku manusia ditimbulkan oleh adanya motivasi. Dengan
demikian, ada sesuatu yang mendorong (memotivasi) seseorang untuk berbuat sesuatu.

2.2.7. Teori Motivasi Awal


Tiga teori spesifik dirumuskan selama kurun waktu tahu 1950-an. Ketiga teori ini adalah teori
hierarki kebutuhan,teori X dan Y, dan teori motivasi higiene. Teori-teori ini bersifat awal karena: 1)
teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontemporer berkembang, dan 2) para
manajer mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini untuk menjelaskan motivasi karyawan
secara teratur.

2.2.8. Teori Kebutuhan dan Kepuasan


Moslow menjelaskan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa masing-masing
individu mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang dapat mempengaruhi perilaku mereka. Teori
kebutuhan ini pada praktiknya merupakan bagian-bagian dari teori kebutuhan psikologis yang akan
didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan lain jika tidak dijumpai. Secara psikologis, kebutuhan
merupakan syarat dasar untuk memenuhi kebutuhan sisik, seperti makan, minum, perlindungan, dan
sebagainya, yang disebut sebagai kebutuhan dasar utama.
Hierarki kebutuhan manusia oleh Moslow
 Kebutuhan fisiologis (physiologis needs ), yaitu kebutuhan fisik , seperti rasa lapar, rasa haus,
kebutuhan akan perumahan, pakaian, dan lain sebagainya.
 Kebutuhan akan keamanan (safety needs ), yaitu akan kebutuhan keselamatan dan perlindungan
dari bahaya, ancaman, perampasan atau pemecatan.
 Kebutuhan sosial (social needs ), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain, kebutuhan akan kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima
dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
 Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs ), yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan,
kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
 Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs ), yaitu kebutuhan pemenuhan diri untuk
mempergunakan potensi ekspresi diri dan melakukanapa yang paling sesuai dengan dirinya.

2.2.9. Teori Prestasi


Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh McClelland pada awal tahun 1990. Teori McClelland
mempunyai suatu factor hierarki yang memotivasi perilaku. Dalam kasus ini, terdapat tiga factor yaitu
prestasi, kekuatan dan afiliasi. Riset yang dilakukan oleh McClelland member hasil bahwa terdapat
tiga karakreristik dari orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi, yaitu :
 Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi
terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atas suatu permasalahan. Akibatnya,
mereka lebih suka bekerja sendiri dari pada dengan orang lain. Apabila suatu pekerjaan
membutuhkan orang lain, mereka lebih suka memilih orang yang kompeten dibanding sahabatnya.
  Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat kesulitan
tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
 Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk
memperoleh umpan balik (feed back )atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.

2.2.10. TeoriMotivasi

Pada pertengehan tahun 1960-an Herzberg mengajukan suatu teorimotivasi yang di bagi kedalam
beberapa faktor. Asumsi terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah factor yang mempunyai
pengaruh positif dalam motivasi dan menjadi bahan perbedaan yang menyenangkan dari seluruh
pengaruh negatif. Faktor-faktor ini meliputi : kebijakan perusahaan , kondisi pekerjaan, hubungan
perseorangan, keamanan kerja dan gaji. Faktor motivasi meliputi : prestasi, pengakuan, tantangan
pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab.
Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukannya terhadap 200 responden yang terdiri
atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait dengan kepuasan dan
motivasi. Kedua faktor tersebut meliputi :
 Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik
Yang apabila tidak ada menyebabkan terjadinya ketidakpuasan di antara para karyawan. Kondisi ini
disebut dengan faktor penyebab ketidakpuasan atau faktor higiene, karena kondisi atau faktor-faktor
tersebut minimal dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan tidak terjadi
 Sejumlah kondisi kerja instrinsik
Yang apabila ada berfungsi sebagai motivator dan dapat menghasilkan prestasi ketja yang baik. Tetapi
jika kondisi atau faktor tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya
ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan, yang disebut dengan
istilah faktor pemuas.

2.2.11. Teori Keadilan


Teori keadilan pertama kali dipublikasikan oleh Adam pada tahun1963. Dalam teori keadilan,
kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang individu adalah jika orang
tersebut membandingkannya dengan lingkungan lainnya. Teori keadilan secara umum merupakan
bentuk dasar dari konsep hubungan pertukaran sosial. Para individu mempertimbangkan input dan
output menjadi suatu nilai yang tidak sebanding.
Ketidakadilan dibagi menjadi dua bentuk dan keduanya diakibatkan dari peran motivasi yang
merugikan satu sama lain. Teori ini menggambarkan kenyataan bahwa pembayaran-pembayaran relatif
tidak mutlak menjadi perhitungan yang mempunyai pengaruh kuat.

2.2.12. Teori ERG

Teori ERG (existence, relatedness, growth ) menganggap bahwa kebutuhan akan manusia memilki
tiga hierarki kebutuahan, yaitu kebutuhan akan eksistensi ( existence needs), kebutuhan akan
keterikatan (relatedness needs) dan kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs ). Teori ERG
mengandung suatu dimensi frustasi-regresi.
Teori ERG berargumen, bahwa kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk
memnuhi kebutuhandengan tingkatan yang lebih tinggi. Tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi
sebagai motivator dan halangan sekaligus, di mana dalam mencoba untuk memuaskan kebutuhan
tingkat lebih tinggi dihasilkan pengaruh terhadap pemuasan akan kebutuhan dengan tingkat yang lebih
rendah. Secara keseluruhan teori ERG menyatakan suatu versi yang lebih valid dibandingkan dengan
hierarki kebutuhan.

2.2.13. Teori Harapan

Teori ini dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman. Teori harapan
disebut juga teori valensi atau teori instrumentalis. Ide dasar teori ini adalah bahwa motivasi
ditentukan oleh hasil yang diharapkan akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya.
Variabel-variabel kunci dalam teori harapan adalah: usaha (effort), hasil (income),harapan
(expectancy), instrumen-instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara hasil tingkat pertama
dengan hasil tingkat kedua,hubungan antara prestasi dan imbalan atas pencapaian prestasi, serta
valensi yang berkaitan dengan kader kekuatan dan keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.

2.2.14. Teori Penguatan

Teori penguatan memiliki konsep dasar yaitu :


 Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang dapat diproduksi,
kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi, dan sebagainya.
 Kontinjensi penguatan (contingencies of reinforcement), yaitu berkaitan dengan urutan-urutan
antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari perilaku yang ditimbulkan. Suatu kondisi kerja
tertentu dibentuk oleh organisasi (stimulus), kemudian karyawan bertindak sebagaimana
diinginkan oleh organisasi (tanggapan), selanjutnya organisasi memberikan imbalan yang sesuai
dengan tindakan atau perilaku karyawan tersebut (konsekuensi dari perilaku).
 Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respon karyawan (misalnya prestasi kerja)
dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin besar pengaruhya terhadap perilaku.

2.2.14. Teori Penetapan Tujuan

Teori ini dikembangkan oleh Edwin Loceke(1986) konsep dasar dari teori ini adalah bahwa
karyawan yang memahami tujuan (apa yang diharapkan organisasi terhadapnya) Akan terpengaruh
perilaku kerjanya. Tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tujuan yang mudah. Demikian pula halnya tujuan yang spesifik dan menantang akan menghasilkan
prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang bersifat abstrak.

2.2.15. Teori Atribusi

Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seorang menginterprestasikan suatu peristiwa,


alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa
perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-
faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan kekuatan eksternal
(eksternal forces), yaitu factor-faktor yang berasal dari luar seperti kesulitan dalam pekerjaan atau
keberuntungan. Teori ini diterapkan dengan menggunakan variable tempat pengendalian :
 Tempat pengendalian internal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu secara personal mempengaruhi kinerja serta
perilakunya melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya.
 Tempat pengendalian eksternal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh factor-faktor di luar
kendalinya.
2.2.16. Teori Agensi
Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha
dan pengaruh kondisi lingkunngan. Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa principal bersikap
netral terdadap risiko sementara agen bersikap menolak usaha dan risiko.

2.2.17. Pendekatan Dyadic

Pendekatan tersebut menyatakan bahwa ada dua pihak, yaitu atasan (superior) dan bawahan
(subordinate), yang berperandalam proses evaluasi kinerja. Pendekatan ini dikembangkan oleh
Danserau et al. pada tahun 1975. Danserau menyatakan bahwa pendekatan ini tepat untuk
menganalisis hubungan antara atasan dan bawahan karena mencerminkan proses yang
menghubungkan keduanya.

2.3. Persepsi

Persepsi adalah Bagaimana orang-orang melihat atau menginterprestasikan peristiwa, objek, serta
manusia. Definisi persepsi yang formal adalah proses dengan mana seseorang memilih, berusaha, dan
menginterprestasikan rangsangan kedalam suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti. Menurut
kamus Bahasa Indonesia Persepsi adalah sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau
proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra. Sedang dalam lingkup yang lebih luas
Persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan
menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan oleh panca indra. Persepsi memberikan makna pada
stimuli. Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena
walaupun persepsi merupakan pertemuan antara kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak
melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan
bahasa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi:
 Faktor Dalam Situasi
Yang terdiri dari waktu, keadan (tempat kerja), keadaan social.
 Faktor Pada Pemersepsian
Yang terdiri dari sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan.
 Faktor Pada Target
Yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, kedekatan.

2.3.1. Rangsangan Fisik VS Kecenderungan Individu

Rangsangan Fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan, seperti pegelihatan dan
sentuhan. Sedang Kecenderungan Individu meliputi alasan, kebutuhan, sikap, pelajaran dari masa lalu
dan harapan. Perbedaan persepsi antar orang-orang disebabkan karena perasaan individu yang
menerimanya berbeda fungsi dan hal ini terutama disebabkanoleh kecenderungan perbedaan. Empat
factor lain yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah kekerabatan, perasaan, arti
penting dan emosi.

2.3.2. Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan


Perilaku para akuntan dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak aktifitas
organisasi. Misalnya dalam evaluasi kinerja, cara penilaian atas seseorang mungkin dipengaruhi oleh
ketelitian persepsi penyeia. Kesalahan atau bias penilaian mungkin diakibatkan oleh sandiwara yang
mencoba untuk menakut-nakuti sehingga karyawan mrasa tidak puas dan meninggalkan
perusahaan. Oleh karena itu para penyelia perlu mengenali perasaan mereka terhadap bawahannya.
Bawahan tertentu dapat mempengaruh evaluasi mereka, dan harus waspada terhadap sumber
penyimpangan persepsi ini. Kesalahan persepsi dapat juga mendorong kearah ketegangan hubungan
antar pribadi karyawan. Ketika sesuatu dilihat sebagai sesuatu yang menegangkan seorang penyelia
perlu menentukan penyebab terjadinya peristiwa bisnis yang dipandang berbeda oleh orang-orang
yang berbeda.

2.3.3. Persepsi Orang Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain

Dalam bahasan mengenai persepsi orang dalam membuat penilaian terhadap orang lain, hal ini
akan dikaitkan dengan teori atribusi. Teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-cara manusia
menilai orang secara berlainan,bergantung pada makna apa yang dihubungkan ke suatu prilaku
tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang mengamati prilaku seorang
individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah prilaku itu disebabkan oleh factor internal atau
eksternal, tetapi penentan tersebut sebagian besarbergantung pada tiga factor berikut:
 Kekususan (ketersendirian) merujuk pada apakah seorang individu memperlihatkan prilaku-prilaku
yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
 Konsesus yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi dengan cara
yang sama. Contoh perilaku karyawan yang terlambat akan memenuhi criteria ini jika semua
karyawan yang mengambil rute yang sama ke tempat kerja juga terlambat.
 Konsistensi. Disini dicari konsistensi dari tindakan seseorang apakah orang tersebut memberikan
reaksi yang sama dari waktu kewaktu.Contoh Apabila seorang karyawan datang terlambat
beberapa menit saja tidak dipersepsikan dengan cara yang sama oleh karyawan yang baginya
keterlambatan itu kasus yang luabiasa (karena tidak pernah terlambat).

2.4. Nilai
Nilai secara mendasar dinyatakan sebagai suatu modus perilaku atau keadaan akhir dari
eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan dengan suatu modus
perilaku atau keadaan akhir yang berlawanaan. Nilai mengandung suatu unsur pertimbangan dalam
pengertian bahwa nilai mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik,
atau diinginkan.

2.4.1. Arti Penting Nilai


Dalam mempelajari perilaku dalam organisasi, nilai dinyatakan penting karena nilai
meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dan karena nilai memengaruhi sikap manusia.
Seseorang memasuki organisasi dengan gagasan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang
seharusnya dan apa yang tidak seharusnya. Gagasan-gagasan itu sendiri tidaklah bebas dari nilai.
Sebaliknya, gagasan ini mengandung penafsiran benar dan salah. Gagasan itu menyiratkan bahwa
perilaku-perilaku atau hasil tertentu lebih disukai ketimbang yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh
tujuan dan rasionalitas.

2.4.2. Nilai dan Dilema Etika


Permasalahan profesi akuntansi sekarang ini banyak dipengaruhi masalah kemerosotan standar
etika dan krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para akuntan
untuk lebih berbenah diri, memperkuat kedisiplinan mengatur dirinya dengan benar, serta menjalin
hubungan yang lebih baik dengan para klien atau masyarakat luas. Misal: skandal Enron yang
melibatkan Arthur Anderson, serta skndal Worldcom, Merck, dan Xerox, profesi akuntan menjadi
gempar. Ihksan menambahkan cara yang lebih baik dan ideal dalan mengatasi dilema ini adalah
dengan mempertimbangkan kecukupan dari kesempatan yang ada selanjutnya memberikan reaksi
terhadap apa yng menjadi kekawatiran di dalamnya. Kesempatan dapat dilhat sebagai suatu standar
etika yang diharapkan, di mana dapat dilihat setiap perubahan perilaku di dalam organisasi profesi itu
sendiri serta setiap perubahan perilaku yang diharapkan dari yang lainnya. Adalah jauh lebih baik jika
organisasi profesi dapat menempatkannya secara berdampingan dan simbang guna mendeteksi standar
perilaku yang melanggar kepercayaan.  Organisasi profesi sendiri perlu sedikit kesabaran dalam
membuat standar profesi yang berkualitas dalam semua aspek dan memberikan tindakan tegas
terhadap anggota profesi yang membawa keburukan bagi profesi itu atau mereka yang tidak
melakukan kewajiban sebagai anggota.

2.5. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses dimana perilaku baru diperlukan. pembelajaran terjadi sebagai
hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangaan dalam merespon situasi. Kombinasi dari motivasi,
pengalaman dan pengulangan dalam merespons situasi ini terjadi dalam tiga bentuk: pengaruh keadaan
klasik, pengaruhkeadaan operant, dan pembelajaransosial.

2.5.1. Pengondisian Keadaan Klasik


Dapat diringkaskan bahwa pengondisian klasik pada hakikatnya merupakan proses
pembelajaran suatu respons dan suatu rangsangan yang tidak terkondisi. Dengan menggunakan
rangsangan yang berpasangan, yang satu memaksa yang lain netral, rangsangan yang netral menjadi
suatu rangsangan terkondisi yang kemudian meneruskan sifat-sifat dari rangsangan tidak terkondisi.
Pengondisian klasik bersifat pasif. Sesuatu terjadi dan orang harus bereaksi dengan cara yang khusus.
Hal itu dihasilkan sebagai respons terhadap peristiwa khusus yang dapat dikenali. Tetapi, kebanyakan
perilaku, terutama perilaku rumit dari individu-individu didalam organisasi dipancarkan bukan secara
refleks. Misal saja, para karyawan memilih untuk sampai di tempat kerja pada waktunya, meminta
atasan membantu ketika ada masalah, atau membuang waktu bila tidak ada orang yang mengamati.

2.5.2. Pengondisian Operant


Pengondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari konsekuensi-
konsekuensi. Perilaku operant berarti perilaku yang bersifat sukarela atau perilaku yang dipelajari
sebagai kontras terhadap perilaku semacam itu, yang dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya pungutan
yang ditimbulkan oleh konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut.

2.5.3. Pembelajaran Sosial


Individu-individu juga dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada orang lain,
dengan diberitahu maupun dengan mengalami secara langsung. Jadi, banyak dari apa yang telah
dipelajari manusia berasal dari observasi atas karakteristik-karakteristik orang tua, guru, teman
sekerja, atasan, dan seterusnya. Pandangan bahwa manusia dapat belajar baik lewat pengamatan
maupun pengalaman langsung ini disebut sebagai teori pembelajaran social.
Walaupun teori pembelajaran social merupakan suatu perpanjangan dari pengondisian operant,
di mana teoriter sebut mengandalkan perilaku sebagai suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensi,
teori itu juga mengakui eksistensi pembelajaran observasional(lewat pengamatan) dan penting persepsi
dalam belajar.
2.6. Kepribadian

Kepribadian mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang
menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespons lingkungannya. Kepribadian
adalah inti sari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat konsisten dan sinkron.
Konsep kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya adalah penting Karena memungkinkan
untuk memprediksikan perilaku. Para akuntan perilaku dapat menghadapi efektivitas orang-orang jika
mereka memahami bagaimana kepribadian dikembangkan dan bagaimana kepribadian tersebut dapat
diubah.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam organisasi adalah memprediksikan perilaku. Pengujian
terhadap perilaku ditentukan oleh banyaknya efektivitas dalam tekanan pekerjaan, siapa yang akan
menanggapi kritikan dengan baik, siapa yng pertama harus dipuji dahulu sebelum berbicara mengenai
perilaku tidak diinginkan, siapa yang menjadi seorang pemimpin potensial. Semuanya itu merupakan
bentuk-bentuk pemahamaan atau kepribadian.

2.6.1.Penentu Kepribadian
Suatu argumen dini dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang merupakan
hasil keturunan atau lingkungan. Kepribadian tampaknya merupakan hasil dari kedua pengaruh
tersebut. Selain itu, dewasa ini dikenal faktor ketiga, yaitu faktor situasi. Kepribadian seorang dewasa
umumnya dinggap terbentuk dari faktor keturunan, dan lingkungan, yang diperlunak oleh kondisi
situasi.

2.6.2Keturunan
Pendekatan keturunan beragumentasi bahwa penjelasan paling akhir dari kepribadian seseorang
individu adalah struktur molekul dari gen yang terletak dalam kromosom.

2.6.3. Lingkungan
Di antara faktor-faktor yang menekankan pada pembentukan kepribadian adalah budaya dimana
seseorang dibesarkan, pengondisian dini, norma-norma di antara keluarga, temam-teman, dan
kelompok-kelompok social, serta pengaruh lain yang dialami. Lingkungan yang dipaparkan pada
seseorang memainkan suatu peranan besar dalam membentuk kepribadian orang tersebut.
Pertimbangan yang saksama terhadap argumen-argumen yang mendukung keturunan maupun
lingkungan sebagai penentu utama dari kepribadian mengarah pada kesimpulan bahwa keduanya
adalah penting. Keturunan menentukan parameter-parameter atau batas-batas luar, tetapi potensi
penuh seseorang akan ditentukan oleh seberapa baik orang tersebut menyesuaikan diri dengan tuntutan
dan persyaratan lingkungan.

2.6.4 Situasi
Faktor ini mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Kepribadian
seseorang walaupun kelihatannya mantap dan konsisten , dapat berubah pada kondisi yang berbeda.
Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari
kepribadian seseorang. Oleh karena itu, hendaknya pola kepribadian tidak dilihat secaara terpisah.
Kelihatannya adalah logis untuk mengandalkan bahwa situasi akan mempengaruhi kepribadian
seseorang. Bagaimanapun juga, memang diketahui bahwa situasi tertentu pada kenyataannya lebih
relevan dibandingkan dengan situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian.
BAB III
KESIMPULAN

Seperti yang kita ketahui, Psikologi dan Psikologi Sosial merupakan hal yang bersangkutan,
karna sama-sama menyangkut kepribadian masing-masing orang. Psikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan kadang mengubah perilaku manusia.Psikologi
Sosial adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-konsep baik dari psikologi
maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku kelompok sosial.

Dalam ha lini, Psikologi dan psikologi Sosial dapat dilihat dari Sikap, Penilaian kita kepada suatu
kelompok atau individu lain, Kepribadian seseorang yang muncul karena lingkungan atau keturunan,
menggunakan presepsi untuk menilai dan member pendapat, dan bagaimana pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA

Arfan Ikhsan; Akuntansi Keperilakuan,Salemba 4

Anda mungkin juga menyukai