Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Perilaku Organisasi

Perilaku Organisasi adalah suatu bidang studi yang mempelajari


dampak perorangan, kelompok, dan struktu pada perilaku dalam
organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal
tersebut demi perbaikan efektivitas organisasi.

Perilaku organisasi adalah satu bidang studi. Pertanyaan ini


berarti Perilaku Organisasi merupakan bidang keahlian yang terpisah
dari bidang pengetahuan umum. Yang dipelajari dalam perilaku
organisasi adalah tiga determinan perilaku dalam organisasi, yaitu :
individu, kelompak, dan struktur. Disamping itu, perilaku organisasi
menerapkan pengetahuan yang didapatkan tentang dampak individu,
kelompok, dan struktu pada perilaku agar organisasi berjalan lebih
efektif.

1.2 Ruang Lingkup Perilaku Organisasi

Perilaku Organisasi sesungguhnya terbentuk dari perilaku-


perilaku individu yang terdapat dalam organisasi tersebut. Oleh
karena itu pengkajian masalah perilaku organisasi jelas akan
meliputi atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku
individu. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang lingkup
kajian ilmu perilaku organisasi hanya terbatas pada dimensi internal
dari suatu organisasi. Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi
unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari ilmu perilaku organisasi
antara lain adalah : motivasi, kepemimpinan, stres dan atau konflik,
pembinaan karir, masalah sistem imbalan, hubungan komunikasi,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas
dan atau kinerja (performance), kepuasan, pembinaan dan
pengembangan organisasi (organizational development), dan
sebagainya.

1
Sementara itu aspek-aspek yang merupakan dimensi
eksternal organisasi seperti faktor ekonomi, politik, sosial,
perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya, menjadi
kajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management). Jadi,
meskipun faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi
dan misinya, namun tidak akan dibahas dalam konteks ilmu
perilaku organisasi.

1.3 Ilmu-ilmu yang mendukung bidang perilaku berorganisasi

Perilaku Organisasi merupakan ilmu perilaku terapan yang


dibangun dengan sejumlah disiplin perilaku. Bidang-bidang yang
menonjol adalah psikologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi, dan
ilmu politik.

 Psikologi

Merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur,


menjelaskan, dan kadang mengubah perilaku manusia dan
binatang lain. Para psikolog memfokuskan diri mempelajari dan
berupaya memahami perilaku individual. Mereka yang telah
menyumbangkan dan terus menambah pengetahuan tentang
Perilaku Organisasi adalah teoritikus pembelajaran, teoretikus
kepribadian, psikolog konseling, dan yang terpenting, psikolog
industri dan organisasi.

 Sosiologi

Bila psikolog memfokuskan perhatian mereka apda individu,


para sosiolog mempelajari sistem sosial dimana individu-
individu mengisi peran-peran mereka, oleh karena itu sosiologi
merupakan hubungan manusia dengan sesamanya. Secara
khusus, sosiolog telah memberi sumbangan besar kepada
perilaku organisasi melalui penelitian mereka terhadap perilaku
kelompok dalam berorganisasi, terutama organisasi formal dan
rumit. Sebagian bidang dalam perilaku organisasi yang

2
menerima masukan berharga dari para sosiolog adalah
dinamika kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teori,
dan struktu organisasi formal, teknologi organisasi,
komunikasi, kekuasaan, dan konflik.

 Psikologi Sosial

Psikologi Sosial adalah suatu bidang dalam psikologi,


memadukan konsep-konsep baik dari psikologi maupun
sosiologi. Psikologi sosial memfokuskan pada pengaruh
seseorang terhadap yang lain. Salah satu bidang utama yang
banyak diteliti oleh psikolog sosial adalah perubahan
bagaimana mengimplementasikannya dan bagaimana
mengurangi hambatan terhadap penerimaannya. Di samping
itu, kita mendapati para psikolog sosial memberikan
sumbangan signifikan dalam bidang-bidang pengukuran,
pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi,
pembangunan kepercayaan, cara kegiatan kelompok
memuaskan kebutuhan individu, dan proses-proses
pengambilan keputusan kelompok.

 Antropologi

Antroplogi adalah studi tentang masyrakat untuk mempelajari


manusia dan kegiatan mereka. Misalnya, karya antropolog
tentang budaya dan lingkungan telah membantu kita
memahami perbedaan-perbedaan fundamental, sikap, dan
perilaku diantara orang-orang di negara-negara berbeda serta
dalam organisasi-organisasi berbeda. Sebagian besar
pemahaman kita saat ini terhadap budaya organisasi,
lingkungan organisasu, dan perbedaan-perbedaan antara
budaya nasional merupakan hasil karya seorang antropolog
atau mereka yang menggunakan metode-metode antroplogi.

 Ilmu Politik

Meski sering diabaikan, kontribusi para ilmuwan politik


signifikan dalam memahami perilaku organisasi. Ilmu politik
mempelajari perilaku individu dan kelompok dalam lingkungan
3
politik. Topik-topik penelitian spesifik diantara lain strukturisasi
konflik, alokasi kekuasaan, dan bagaimana orang memanipulasi
kekuasaan kepentingan individu

1.4 Pendekatan dalam Perilaku Berorganisasi

Dengan adanya interaksi atau hubungan antar individu


dalam organisasi, maka penelaahan terhadap perilaku organisasi
haruslah dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sumber daya
manusia (supportif), pendekatan kontingensi, pendekatan
produktivitas dan pendekatan sistem.

Adapun pengertian dari pendekatan-pendekatan diatas adalah


sebagai berikut:

 Pendekatan sumber daya manusia

Pendekatan sumber daya manusia dimaksudkan untuk


membantu pegawai agar berprestasi lebih baik, menjadi orang
yang lebih bertanggung jawab, dan kemudian berusaha
menciptakan suasana dimana mereka dapat menyumbang
sampai pada batas kemampuan yang mereka miliki, sehingga
mengarah kepada peningkatan keefektifan pelaksanaan
tugas.

 Pendekatan Suportif

Pendekatan Suportif dimaksudkan bahwa orang yang lebih baik


akan mencapai hasil yang lebih baik pula.

 Pendekatan Kontingensi

Pendekatan kontingensi mengandung pengertian bahwa


adanya lingkungan yang berbeda menghendaki praktek
perilaku yang berbeda pula untuk mencapai keefektifan.
Disini pandangan lama yang mengatakan bahwa prinsip-
prinsip manajemen bersifat universal dan perilaku dapat
4
berlaku dalam situasi apapun, tidak dapat diterima
sepenuhnya.

 Pendekatan Produktivitas

Pendekatan produktivitas dimaksudkan sebagai ukuran


seberapa efisien suatu organisasi dapat menghasilkan
keluaran yang diinginkan. Jadi, produktivitas yang lebih
baik merupakan ukuran yang bernilai tentang seberapa baik
penggunaan sumber daya dalam masyarakat. Dalam hal ini
perlu diingat bahwa konsep produktivitas tidak hanya diukur
dalam kaitannya dengan masukan dan keluaran ekonomis,
tetapi masukan manusia dan sosial juga merupakan hal yang
penting. Dengan demikian, apabila perilaku organisasi yang
lebih baik dapat mempertinggi kepuasan kerja, maka akan
dihasilkan keluaran manusia yang baik pula, dan pada akhirnya
akan menghasilkan produktivitas pada derajat yang diinginkan.

 Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem terutama diterapkan dalam sistem sosial,


dimana di dalamnya terdapat seperangkat hubungan manusia
yang rumit yang berinteraksi dalam banyak cara. Ini
berarti, dalam mengambil keputusan para manaer harus
mengkaji hal-hal diluar situasi langsung untuk menentukan
dampaknya terhadap sistem yang lebih besar, sehingga
memerlukan analisis biaya dan manfaat (cost – benefit
analysis).

5
BAB 2
PENGERTIAN ORGANISASI

2.1 Definisi Organisasi

Dalam era globalisasi seperti ini organisasi merupakan suatu


variabel atau wadah yang sangat menunjang dalam melakukan
kegiatan-kegiatan baik secara sosial, ekonomi, dan budaya.
Organisasi dapat menjadi suatu wadah untuk menyalurkan visi dan
misi serta menggapai tujuan bersama. Pada dasarnya manusia
merupakan makhluk sosial oleh karena itu manusia dalam mencapai
tujuannya seringkali harus bisa berorganisasi dengan baik. Contohnya

6
adalah dalam suatu perusahaan dibutuhkan kerja sama yang baik di
antara para karyawan nya yang mana agar hal itu terjadi bila sistem
berorganisasi di dalam tubuh perusahaan tersebut harus bisa berjalan
dengan baik. Karena dengan organisasi yang baik perusahaan akan
dapat lebih mudah mencapai tujuannya karena akan menjadi lebih
solid.

Adapun beberapa definisi dari para ahli soal organisasi adalah


sebagai berikut:

 Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola


hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah
pengarahan atasan mengejar tujuan bersama

 James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah


bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan
bersama

 Chester I. Bernard berpendapat bahwa organisasi adalah


merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih

 Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah


kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang
bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai
suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.

 Prof Dr. Sondang P. Siagian berpendapat bahwa Organisasi


adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih
yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka
pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan
yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut
atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan
bawahan.

 Drs. Malayu S.P Hasibuan mengemukakan bahwa Organisasi


ialah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan
terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam

7
mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat
dan wadah saja.

 Prof. Dr. Mr Pradjudi Armosudiro menyatakan bahwa Organisasi


adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan
kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang
bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai
tujuan tertentu.

Singkatnya organisasi adalah Organisasi adalah suatu bentuk


sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan bersama.

Sebuah organisasi bisa dibentuk dikarenakan mendapatkan


pengaruh dari berbagai macam aspek diantaranya yang paling
penting adalah penyatuan visi dan misi serta memilki tujuan yang
sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut
terhadap masyarakat. Karena organisasi yang baik adalah suatu
organisasu yang dapat diketahui atau diakui keberadaanya oleh
masyrakat, keberadaan ini tentunya berupa suatu kontribusi yang
diberikan sebuah organisasi tersebut. Kontribusi-kontribusi tersebut
bisa berupa pengambilan sumber daya manusia dalam negeri sebagai
anggota-anggotanya, sehingga angka pengangguran yang meningkat
tiap tahunnya dapat ditekan seminimal mungkin. Orang-orang yang
ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang
terus menerus. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan
seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi
perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun
pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi
berpartisipasi secara relatif teratur.

Ada beberapa contoh organisasi yaitu :

 Organisasi politik adalah organisasi atau kelompok yang


berkepentingan atau terlibat dalam proses politik. Organisasi
politik dapat mencakup berbagai jenis organisasi
seperti kelompok advokasi yang melobi perubahan kepada
politisi, lembaga think tank yang mengajukan alternatif
8
kebijakan, partai politik yang mengajukan kandidat pada
pemilihan umum, dan kelompok teroris yang menggunakan
kekerasan untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam pengertian
yang lebih luas, suatu organisasi politik dapat pula dianggap
sebagai suatu sistem politik jika memiliki sistem pemerintahan
yang lengkap.

 Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk


oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang
tidak berbadanhukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan
negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-
sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

 Organisasi mahasiswa adalah organisasi yang beranggotakan


mahasiswa. Organisasi ini dapat berupa organisasi
kemahasiswaan intra kampus, organisasi kemahasiswaan
ekstra kampus, maupun semacam ikatan mahasiswa
kedaerahan yang pada umumnya beranggotakan lintas-
kampus. Sebagian organisasi mahasiswa di kampus Indonesia
juga membentuk organisasi mahasiswa tingkat nasional
sebagai wadah kerja sama dan mengembangkan potensi serta
partisipasi aktif terhadap kemajuan Indonesia, seperti
organisasi Ikahimbi dan ISMKI. Di luar negeri juga terdapat
organisasi mahasiswa berupa Perhimpunan Pelajar Indonesia,
yang beranggotakan pelajar dan mahasiswa Indonesia.

Selain tiga contoh organisasi diatas masih banyak contoh


organisasi yang lain seperti Organisasi Olahraga, Ogranisai
Negara, Organisasi Sekolah, dan lain-lain.

2.2 Bentuk-bentuk Organisasi

Dalam berorganisasi memilki suatu bentuk, adapaun macam


bentuk-bentuknya sebagai berikut :

 Organisasi Garis

9
Oleh Henry Fayol (Paris) Bentuk organisasi yang paling sederhana
dan paling tua, digunakan di kalangan militer dengan jumlah
karyawan yang masih sedikit dan saling kenal, dan spesialisasi
kerja yang belum begitu tinggi.

Kelebihan
a. kesatuan komando baik karena pimpinan berada di atas satu
tangan

b. proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat.

c. Solidaritas anggota kelompok tinggi karena saling kenal.

Kekurangan

a. jika sang pemimpin tidak mampu maka akan mudah jatuh

b. ada kecendrungan bertindak otokratis

c. kesempatan berkembang terbatas

 Organisasi Fungsional

Oleh F.W. Taylor.

Pimpinan-pimpinan yang ada tidak mempunyai bawahan yang


jelas karena setiap pimpinan mempunyai wewenang memberik
komando sepanjang ada hubungannya dengan fungsi atasan
tersebut.

Kelebihan

a. Pembagian tugas jelas

b. Spesialisasi karyawan dapat dikembangkan dan digunakan


dengan maksimal

c. Digunakan tenaga ahli dalam berbagai bidang sesuai dengan


fungsi-fungsinya.

Kekurangan
a. Spesialilsasi menyebabkan susah “tour of duty”

b. Karyawan mementingkan bidangnya sehingga sukar


melaksanakan koordinasi.
10
 Organisasi Garis dan Staf

Oleh Harrington Emerson Biasanya digunakan oleh organisasi


besar dengan daerah kerja yang luas dengan bidang tugas yang
beraneka ragam serta rumit. Memiliki satu atau lebih tenaga staf
tenaga ahli yang memberi saran atau nasihat.

Kelebihan
a. Dapat digunakan oleh tenaga organisasi sebesar apapun dan
sekompleks apa pun.

b. Keputusan yang matang dan sehat dapat diperoleh karena


adanya tenaga ahli.
c. Dapat mewujudkan “The right man in the right place”.

Kekurangan
a. Solidaritas sukar diwujudkan karena tidak saling kenal

b. Koordinasi kadang sukar diterapkan karena terlalu luasnya


organisasi

 Organisasi Staf dan Fungsional

Merupakan kombinasi organisasi staf dan funsional, memiliki


kekurangan dan kelebihan seperti halnya organisasi staf dan
fungsional.

2.3 Partisipasi Individu terhadap Organisasi

Dalam berorganisasi setiap individu dapat berinteraksi dengan


semua struktur yang terkait baik itu secara langsung maupun secara
tidak langsung kepada organisasi yang mereka pilih. Agar dapat
berinteraksi secara efektif setiap individu bisa berpartisipasi pada
organisasi yang bersangkutan. Dengan berpartisipasi setiap individu
dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan.

Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan


mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam
situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan
kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan.

11
Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti
keterlibatan jasmaniah semata. Partisipasi dapat diartikan sebagai
keterlibatan mental, pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang
dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta
turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan

Menuruth Keith Davis ada tiga unsur penting partisipasi

1. Unsur pertama, bahwa partisipasi atau keikutsertaan


sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental
dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya
keterlibatan secara jasmaniah.

2. Unsur kedua adalah kesediaan memberi sesuatu


sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini
berarti, bahwa terdapat rasasenang, kesukarelaan untuk
membantu kelompok.

3. Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab. Unsur


tersebut merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi
anggota. Hal ini diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense
of belongingness”.

Masih menurut Keith Davis, beliau mengemukakan jenis-jenis


partisipasi sebagaimana berikut :

1. Pikiran (psychological participation)

2. Tenaga (physical partisipation)

3. Pikiran dan tenaga

4. Keahlian

5. Barang

6. Uang

12
BAB 3

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

3.1 Pengertian Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi dibutuhkan suatu kepimpinan yang baik


dan kuat agar tujuan dari organisasi tersebut bisa tercapai, oleh
karena itu dibutuhkan pemimpin yang memilki leadership yang kuat.
Fungsi kepemimpinan dalam suatu organisasi, tidak dapat dibantah
merupakan suatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan
kemajuan organisasi yang bersangkutan. Sebagaimana
diungkapkan Wahjosumidjo (1992 : 171), kepemimpinan
mempunyai peranan sentral dalam kehidupan organisasi, dimana
terjadi interaksi kerjasama antar dua orang atau lebih dalam
mencapai tujuan. Bahkan beberapa pakar mengasosiasikan
kegagalan ataupun keberhasilan suatu organisasi dengan
pemimpinnya.

13
Dengan kata lain, perilaku pemimpin, baik yang bersumber
dari personalitas pemimpin itu sendiri, karena dorongan
kebutuhan pribadi pemimpin, maupun karena adanya
ketidakcocokan antara tujuan organisasi dengan motivasi
pemimpin, mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai
macam tingkat produktivitas dan moral organisasi (Trimo, 1984 : vii).
Atau mengutip pendapat Jauch dan Glueck (1996 : 384), pemimpin
yang efektif merupakan komponen utama untuk memungkinkan
kebijakan dijalankan sebagaimana yang telah direncanakan. Oleh
karena itu, memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar
artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu
organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang
kepada produktivitas organisasi secara keseluruhan.

Banyak pakar yang memilki definisi mengenai kepemimpinan


yang berbeda-beda, hal itu bisa dilihat sebagai berikut :

• Kepemimpinan adalah suatu seni dan proses mempengaruhi


sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan
sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompok (Koontz dan
Donnel, 1982).

• Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-


orang agar bekerja dengan ikhlas untuk mencapai tujuan
bersama (Terry, 1954).

• Kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan


antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan
pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-
sama untuk mencapai tujuan (Fiedler, 1967)

• Kepemimpinan adalah suatu proses atau tindakan untuk


mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam
usahanya mencapai tujuan yang telah ditentukan (Stogdil,
1977).

• Kepemimpinan adalah kemampuan memperoleh konsensus


dan keikatan pada sasaran bersama melampaui syarat-syarat

14
organisasi, yang dicapai dengan pengalaman, sumbangan dan
kepuasan dipihak kelompok kerja (Cribbin, 1982).

• Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang


lain untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan
penuh semangat (Davis, 1977).

• Kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang


untuk lebih berusaha mengerahkan tenaga dalam tugasnya,
atau merubah tingkah laku mereka (Wexley and Yulk,
1977).

Leadership berbeda dengan headship karena headship diartikan


sebagai pemimpin karena status dalam struktu organisasi, sementara
leadership tidak selalu mensyaratkan adanya posisi struktural
tertentu. Oleh karena itu sumber kekuasaan dari headship dan
leadership it berbeda. Kekuasaan seorang pemimpin yang memiliki
leadership mungkin datang dari kemampuannyauntuk mempengaruhi
orang lain, karena sifat dan sikapnya, luas pengetahuan dan
pengalamannya, pandai berkomunikasi, memiliki kesaktian dan
kewibawaan, atau karena pandai bergaul dan berkomunikasi.
Sedangkan pemimpin yang headship berasal dari kedudukannya
yang didasarkan atas otoritas yang dimiliki secara formal. Oleh
karena itu, seorang pejabat struktural belum tentu dapat
menjadi pemimpin, dan seorang pemimpin juga belum tentu
memiliki kedudukan sebagai kepala.

3.2 Tipe Kepemimpinan

Dilihat dari orientasi pemimpin ada dua gaya kepemimpinan


yang diterapkan, yaitu gaya konsideran dan struktur. Pemimpin yang
positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi, tidak selamanya
merupakan pemimpin yang terbaik. Fiedler telah mengembangkan
suatu model pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas,
yakni model kepemimpinan kontingensi. Model ini menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada
situasi dimana pemimpin berorganisasi. Dengan teorinya ini Fiedler
ingin menunjukkan bahwa keefektifan pemimpin ditentukan oleh
15
interaksi antara orientasi anggota dengan tiga variabel yang
berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu
adalah hubungan antara pemimpin dengan anggota (leader –
member relations), struktur tugas (task structure), dan kuasa posisi
pemimpin (leader position power).

Model kontingensi Fiedler ini serupa sekali dengan gaya


kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi
kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan
pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang
efektif dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya.
Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk
mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut
sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan
tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan
pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.

Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton, 1996 : 18


dst), masing-masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai
dalam situasi yang tepat – meskipun disadari bahwa setiap orang
memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit
untuk mengubahnya meskipun perlu.

Directing adalah gaya yang tepat apabila Anda dihadapkan


dengan tugas yang rumit dan staf Anda belum memiliki pengalaman
dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut ; atau apabila
Anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Anda
menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam
situasi demikian, biasanya terjadi over- communicating
(penjelasan berlebihan yang dapat menim,bulkan kebingungan
dan pembuangan waktu). Coaching adalah gaya yang tepat apabila
staf Anda telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam
menghadapi suatu tugas. Disini Anda perlu memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan
meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang
baik dengan mereka.

16
Selanjutnya, gaya kepemimpinan supporting akan berhasil
apabila karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut dan
telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan Anda.
Dalam hal ini, Anda perlu meluangkan waktu untuk berbincang-
bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam pengambilan
keputusan kerja, serta mendengarkan saran-saran mereka mengenai
peningkatan kinerja. Adapun gaya delegating akan berjalan baik
apabila staf Anda sepenuhnya telah paham dan efisien dalam
pekerjaan, sehingga Anda dapat melepas mereka menjalankan tugas
atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Ditengah-tengah dinamika organisasi (yang antara lain


diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda-
beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi – penerapan
keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan
tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situational
leadership, sebagaimana telah disinggung diatas. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya
kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga
kemampuan khusus yakni :

• Kemampuan analitis (analytical skills), yakni kemampuan untuk


menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam
melaksanakan tugas.

• Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills),


yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan
yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap siatuasi.

• Kemampuan berkomunikasi (communication skills), yakni


kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang
perubahan gaya kepemimpinan yang Anda terapkan.

Ketiga kemampuan diatas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin,


sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran
utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi
(information processing), serta peran pengambilan keputusan
(decision making) (Gordon, 1996 : 314-315). Peran pertama meliputi
17
meliputi peran figurehead (sebagai simbol dari organisasi), leader
(berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan
mengembangkannya), dan liaison (menjalin suatu hubungan kerja
dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi).
Sedangkan peran kedua terdiri dari tiga peran juga yakni monitor
(memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan,
atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan), disseminator
(menyampaikan infiormasi, nilai-nilai baru dan fakta kepada
bawahan) serta spokesman (juru bicara atau memberikan
informasi kepada orang-orang diluar organisasinya). Adapun peran
ketiga terdiri dari empat peran yaitu entrepreneur (mendesain
perubahan dan pengembangan dalam organisasi), disturbance
handler (mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi
sedang dalam keadaan menururn), resources allocator (mengawasi
alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan
melakukan penjadualan, memprogram tugas-tugas bawahan, dan
mengesahkan setiap keputusan), serta negotiator (melakukan
perundingan dan tawar menawar).

18
BAB 4

STRUKTUR ORGANISASI

4.1 Pengertian Struktur Organisasi

Struktur Organisasi mendefinisikan cara tugas pekerjaan dibagi,


dikelompokkan, dan koordinasikan secara formal. Agar suatu
organisasi bisa berjalan dengan baik maka struktur organisasi dangat
diperlukan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam melakukan
tugasnya masing-masing, sehinggan organisasi bisa bekerja lebih
efektif dan efisien. Terdapat enam unsur kunci yang perlu
disampaikan kepada ketua ketika mereka merancang struktur
organisasinya.

4.2 Unsur-unsur dalam merancang struktur organanisasi

• Spesialisasi Kerja

Spesialisasi Kerja hakikatnya adalah bahwa, bukannya


keseluruhan pekerjaan dilakukan oleh satu individu, seluruh
pekerjaan itu dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah, dengan
tiap langkah diselesaikan oleh individu yang berlainan. Pada
hakikatnya, individu-individu berspesialisasi dalam
mengerjakan bagian kegiatan tertentu, bukannya mengerjakan
seluruh kegiatan.

• Departementalisasi

Setelah membagi-bagi pekerjaan melalui spesialisasi kerja,


maka perlu mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan ini sehingga
tugas yang sama/mirip dapat dikoordinasikan. Dasar yang
dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan itu disebut
departementalisasi.

19
Cara yang paling cocok dan populer dalam mengelompokkan
kegiatan adalah menurut fungsi yang di jalankan. Tentu saja
departementalisasi menurut fungsi dapat digunakan dalam
semua jenis organisasi. Hanya saja fungsi-fungsinya berubah
agar dapat mencerminkan sasaran dan kegiatan organisasi itu.
Keunggulan utama dari tipe pengelompokkan ini adalah
tercapainya efisiensi dengan mengumpulan spesialis yang
sama. Departementalisasi fungsional mengusahakan
tercapainya skala ekonomi dengan menempatkan orang
dengan keterampilan dan orientasi yang sama ke dalam unit-
unit bersama.

• Rantai Komando

Rantai komando merupakan garis wewenang yang tidak


terputus yang terentang dari puncak organisasi ke jabatan
paling dasar organisasi dan memperjelas siapa melapor ke
siapa.

Dalam mebahas rantai komando pasti berkaitan erat dengan


konsep komplementer: wewenang dan kesatuan komando.
Wewenang mengacu pada hak-hak yang inheren dalam posisi
manajerial untuk memberi perintah dan mengharapkan
perintah itu dipatuhi. Untuk mempermudah koordinasi, posisi
manajerial diberi tempat dalam rantai komando, dan tiap
pimpinan diberi derajat wewenang agar mampu memenuhi
tanggung jawabnya. Asas kesatuan komando membantu
mengamankan konsep garis wewenang yang tidak terputuskan.
Kesatuan ini menyatakan bahwa seseorang seharusnya
mempunyai satu dan hanya satu atasan yang kepadanya ia
bertanggung jwab langsung. Jika kesatuan komando ini putus,
bawahan mungkin harus berusurusan dengan tuntutan atau
prioritas beberapa atasan yang berkonflik.

• Rentang Kendali

Agar individu dalam organisasi bisa dikendalikan dengan baik


maka diperlukan suatu pembagian dalam hal jumlah mengelola
20
suatu organisasi, hal ini penting dilakukan agar setiap anggota
dapat diatu secara efektif dan efisien

• Sentralisasi dan Desentralisasi

Istilah Sentralisasi mengacu pada samapai tingkat mana


pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam
organisasi. Konsep itu hanya mencakup wewenag formal, yaitu
hak-hak yang inheren dalam posisi seseorang. Lazimnya jika
manajemen puncak mengambil keputusan utama organisasi
dengan sedikit atau tanpa masukan dari personil tingkat lebih
bawah, organisasi itu tersentralisasikan. Sebaliknya, makin
banyak personil tingkat lebih bawah memberikan masukan atau
sebenarnya diberi keleluasaan untuk mengambil keputusan,
makin ada desentralisasi.

• Formalisasi

Formalisasi mengacu pada tingkat dimana pekerjaan di dalam


organisasi itu di bakukan. Kija pekerjaan sangat diformalkan,
pelaksana pekerjaan itu mempunyai kuantitas yang minimum
mengenai apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan,
dan bagaimana seharusnya ia mengerjakan.

21
BAB 5

BUDAYA ORGANISASI

5.1 Latar belakang budaya organisasi

Sebagian para ahli seperti Stephen P. Robbins, Gary


Dessler (1992) dalam bukunya yang berjudul “Organizational
Theory” (1990), memasukan budaya organisasi kedalam teori
organisasi. Sementara Budaya perusahaan merupakan aplikasi dari
budaya organisasi dan apabila diterapkan dilingkungan manajemen
akan melahirkan budaya manajemen. Budaya organisasi dengan
budaya perusahan sering disalingtukarkan sehingga terkadang
dianggap sama, padahal berbeda dalam penerapannya.

Kita tinjau Pengertian budaya itu sendiri menurut : “The


International Encyclopedia of the Social Science” (1972) dpat dilihat
menurut dua pendekatan yaitu pendekatan proses (process-pattern
theory, culture pattern as basic) didukung oleh Franz Boas (1858-
1942) dan Alfred Louis Kroeber (1876-1960). Bisa juga melalui
pendekatan structural-fungsional (structural-functional theory, social
structure as abasic) yang dikembangkan oleh Bonislaw
Mallllinowski (1884-1942) dan Radclife-Brown yang kemudians
dari dua pendekatan itu Edward Burnett Tylor (1832-1917 secara
luas mendefinisikan budaya sebagai :”…culture or civilization, taken
in its wide ethnographic ense, is that complex whole wich includes
22
knowledge,belief, art, morals, law, custom and any other capabilities
and habits acquired by man as a memmmber of society” atau Budaya
juga dapat diartikan sebagai : “Seluruh sistem gagasan dan rasa,
tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses
belajar(Koentjaraningrat, 2001: 72 ) sesuai dengan kekhasan etnik,
profesi dan kedaerahan”(Danim, 2003:148).

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih memahami


budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata ilmu
budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya
seperti ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga ada
beberapa istilah lain dari istilah budaya seperti budaya organisasi
(organization culture) atau budaya kerja (work culture) ataupun
biasa lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan istilah budaya
perusahaan (corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan
dikenal dengan istilah kultur pembelajaran sekolah (school
learning culture) atau Kultur akademis (Academic culture)

Dalam dunia pendidikan mengistilahkan budaya organisasi


dengan istilah Kultur akademis yang pada intinya mengatur para
pendidik agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap
terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan
lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan
pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan
(habits), citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam
kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya
terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk oleh lingkungan
organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara organisatoris oleh
pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang
diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.

Fungsi pimpinan sebagai pembentuk Kultur akademis diungkapkan


oleh Peter, Dobin dan Johnson (1996) bahwa :

23
Para pimpinan sekolah khususnya dalam kapasitasnya
menjalankan fungsinya sangat berperan penting dalam dua hal
yaitu : a). Mengkonsepsitualisasikan visi dan perubahan dan b).
Memiliki pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk
mengtransformasikan visi menjadi etos dan kultur akademis
kedalam aksi riil (Danim, Ibid., P.74).

5.2 Organisasi dan Budaya

Berdasarkan pengertian organisasi sebagai output dimana


didalamnya terdapat aspek-aspek organisasi seperti sebuah struktur
(aspek anatomic), pola kehidupan (aspek fisiologis) dan sistem
budaya (aspek kultur) yang berlaku dan ditaati oleh anggotanya.
Berdasarkan itulah lahir istilah budaya organisasi

Adapun beberpa pendapat para ahli mengenai budaya


organisasi adalah sebagai berikut :

• Budaya organisasi sebagai “Suatu sistem makna yang dimiliki


bersama oleh suatu organisasi yang membedakannya dengan
organisasi lain”(Umar Nimran, 1996: 11)

• Budaya organisasi atau bisa diartikan sebagai “Pengalaman,


sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi
ciri perusahaan/organisasi” (Griffin dan Ebbert (Ibid,
1996:11) dari kutipan Umar Nimran)

• Budaya organisasi sebagai “Potret atau rekaman hasil proses


budaya yang berlangsung dalam suatu organisasi atau
perusahaan pada saat ini”( op.cit , Ndraha, P. 102)

• Seperangkat asumsi dan keyakinan dasar yang dterima


anggota dari sebuah organisasi yang dikembangkan melalui
proses belajar dari masalah penyesuaian dari luar dan
integarasi dari dalam ( Pithi Amnuai dari kutipan Ndraha,
p.102)

24
• Suatu pola sumsi dasar yang ditemukan, digali dan
dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai pengalaman
memecahkan permasalahan, penyesuaian terhadap faktor
ekstern maupun integrasi intern yang berjalan dengan penuh
makna, sehingga perlu untuk diajarkan kepada para anggota
baru agar mereka mempunyai persepsi, pemikiran maupun
perasaan yang tepat dalam mengahdapi problema organisasi
tersebut (Edgar H. Schein (1992) dalam bukunya
“Organizational Culture and Leadershif”)

• Seperangkat nilai yang diterima selalu benar, yang membantu


seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-
tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang
tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut dikomunikasikan
melalui cerita dan cara-cara simbolis lainnya (McKenna,etal,
op.cit P.63).

5.3 Hal-hal yang mempengaruhi budaya organisasi

Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa


budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values)
yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi.
( Silalahi,2004:8) harus mencakup faktor-faktor antara lain :
Keyakinan, Nilai, Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan terhadap
kemampuan pekerja

Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut


harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan
barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43) bisa
dilaksanakan antara lain berupa :

• Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang


muncul.

• Menentukan batas-batas antar kelompok.

• Distribusi wewenang dan status.

25
• Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang
mendukung norma kebersamaan.

• Menentukan imbalan dan ganjaran

• Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.

5.4 Tipe Budaya Organisasi

• Budaya kekuasaan (Power culture).

Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan


menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara
memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat
mengikuti esepsi dan keinginan anggota suatu organisasi.

Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang


tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan
kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap
mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelajiman
yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik
institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan
terkadang melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah
salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi.

• Budaya peran (Role culture).

Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti


peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas
karena diyakini bahwa hal ini akan mengastabilkan sistem.
Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan
status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong
terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu
mengstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang
menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam
organisasi.

• Budaya pendukung (Support culture)


26
Budaya dimana didalamnya ada kelompok atau komunitas yang
mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi
dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain
budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu
adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan
keyakinan anggota dibawah. Budaya pendukung telah ditentukan
oleh pihak pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan
oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi
tersebut. Jelas didalamnya ada keselaran antara struktur, strategi
dan budaya itu sendiri. Dan suatu waktu bisa terjadi adanya
perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus
menerus (longlife education)

• Budaya prestasi (Achievement culture)

Budaya yang didasarkan pada dorongan individu dalam organisasi


dalam suasana yang mendorong eksepsi diri dan usaha keras
untuk adanya independensi dan tekananya ada pada keberhasilan
dan prestasi kerja. Budaya ini sudah berlaku dikalangan akademisi
tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan
pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang
lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional,
mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.

5.5 Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut


oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari
organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati
dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama
yang dihargai oleh organisasi itu. Riset paling baru mengemukakan
tujuh karakteristik yang bersama-sama menangkap hakikat dari
budaya organisasi :

• Inovasi dan pengambilan Resiko. Sejauh mana para anggota


didorong agar inovatif dan mengambil resiko
27
• Perhatian terhadap detail. Sejauh mana para anggota
diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis, dan
perhatian terhadap detail.

• Orientasi Hasil. Sejauh mana manajaemen memusatkan


perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil tersebut

• Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen


memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi itu.

• Orientasi Tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan


berdasar tim, bukannya berdasarkan individu

• Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan


kompetitif bukannya santai-santai

• Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan


dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.

5.6 Fungsi Budaya

Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam organisasi.


Pertama, budaya mempunyai peranan menetapkan tapal batas;
artinya, budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu
organisasi dan yang lain. Kedua, budaya memberikan rasa identitas
ke anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah
timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya itu
meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat
sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh para anggota.

28
BAB 6

IKLIM ORGANISASI

6.1 Pengertian Iklim Organisasi

Ada beberapa pandangan mengenai pengertian iklim organisasi


oleh berbagai ahli, yang diantaranya adalah sebagai berikut :

• Iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang


membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada
persepsi masing-masing anggota dalam memandang
organisasi. (Davis dan Newstrom (2001:25))

• Iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada


lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana tempat
mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh
pada motivasi dan perilaku karyawan. ( Litwin dan Stringer )

Bisa diambil kesimpulan bahwa iklim organisasi adalah


serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan
sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada
persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

6.2 Pendekatan Iklim Organisasi

Menurut James dan Jones, Iklim organisasi dibagi ke dalam tiga


pendektan yaitu :

a. Multiple measurement – organizational approach

Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi adalah


serangkaian karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai
tiga sifat, yaitu: relatif tetap selama periode tertentu, berbeda antara
organisasi satu dengan organisasi lainnya, serta mempengaruhi
perilaku orang yang berada dalam organisasi tersebut. Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi adalah ukuran, struktur, kompleksitas
sistem, gaya kepemimpinan, dan arah tujuan organisasi.
29
b. Perseptual measurement – organizational attribute approach

Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut


organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penggunaan
pengukuran persepsi daripada pengukuran secara obyektif seperti
ukuran dan struktur organisasi.

c. Perseptual measurement – individual approach

Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan atau


persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara kejadian
yang nyata dalam organisasi dan persepsi terhadap kejadian
tersebut. Pendekatan ini menekankan pada atribut organisasi yang
nyata ke sebuah ringkasan dari persepsi individu. Dengan
pendekatan ini, variabel intervensi yang disebabkan oleh kejadian-
kejadian baik yang dialami oleh individu maupun organisasi dapat
mempengaruhi perilaku individu-individu tersebut. Oleh karena itu,
iklim organisasi dapat berlaku sebagai variabel bebas maupun terikat.

6.3 Dimensi Iklim Organisasi

Toulson dan Smith (1994:457) menerangkan dalam jurnalnya bahwa


konsep iklim organisasi pertama kali dikemukakan oleh Litwin dan
Stringer pada tahun 1968. Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer,
dijabarkan atau diukur melalui lima dimensi, yaitu:

• Tanggung Jawab

Tanggung jawab (responsibility) adalah perasaan menjadi


pimpinan bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang
semua keputusan yang diambil, ketika karyawan mendapat suatu
pekerjaan, karyawan yang bersangkutan mengetahui bahwa itu
adalah pekerjaannya .

Tanggung jawab adalah kewajiban seseorang untuk melaksanakan


fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
pengarahan yang diterima (Flippo, 1996:103) atau tingkatan
sejauh mana anggota organisasi bertanggung jawab terhadap
pekerjaan yang dibebankan (Cherrington, 1996:560).
30
Tanggung jawab berhubungan dengan delegasi, Handoko
(2000:224) menyatakan bahwa delegasi dapat didefinisikan
sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal
kepada orang lain untuk menjalankan kegiatan tertentu. Delegasi
wewenang adalah proses dimana para manajer mengalokasikan
wewenang ke bawah kepada orang-orang yang melapor
kepadanya. Empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan:

- Pendelegasian menetapkan tujuan dan tugas pada bawahan.

- Pendelegasian melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk


mencapai tujuan atau tugas

- Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan


tanggung jawab.

- Pendelegasian menerima pertanggungjawaban bawahan


untuk hasil-hasil yang dicapai.

• Identitas

Identitas (identity) adalah perasaaan memiliki (sense of


belonging) terhadap perusahaan dan diterima dalam kelompok

• Kehangatan
Kehangatan (warmth) adalah perasaan terhadap suasana kerja
yang bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan
atau persahabatan dalam kelompok yang informal, serta
hubungan yang baik antar rekan kerja, penekanan pada
pengaruh persahabatan dan kelompok sosial yang informal

• Dukungan
Dukungan (support) adalah hal-hal yang terkait dengan
dukungan dan hubungan antar sesama rekan kerja yaitu
perasaan saling menolong antara manajer dan karyawan, lebih
ditekankan pada dukungan yang saling membutuhkan antara
atasan dan bawahan

• Konflik
Konflik (conflict) merupakan situasi terjadi pertentangan atau
perbedaan pendapat antara bawahan dengan pimpinan dan
31
bawahan dengan bawahan. Ditekankan pada kondisi dimana
manajer dan para pekerja mau mendengarkan pendapat yang
berbeda. Kedua belah pihak bersedia menempatan masalah
secara terbuka dan mencari solusinya daripada menghindarinya

6.4 Faktor yang mempengaruhi iklim Organisasi

Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor


yang mempengaruhi iklim, yaitu :

a. Pimpinan

Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau


manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-
aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi
terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah
personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang
digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan
pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi
antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki
karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan
kesejahteraan karyawan.

b. Tingkah laku anggota

Tingkah laku anggota mempengaruhi iklim melalui kepribadian


mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang
mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan
tersebut. Komunikasi para anggota memainkan bagian penting dalam
membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat
sukses atau gagalnya hubungan antar manusia.

Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur


sesuatu, dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat
juga menguranginya menjadi negatif.

c. Tingkah laku kelompok kerja

32
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal
hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan
oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang
dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya
pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok persahabatan
atau kesamaan minat.

d.Faktor eksternal organisasi

Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada


organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang
mempengaruhi iklim.

BAB 7

DINAMIKA ORGANISASI

7.1 Mengelola Perubahan Terencana

Sasaran dari perubahan terencana itu ada dua. Pertama,


perubahan itu mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Kedua perubahan
itu mengupayakan perubahan perilaku anggota.

Jika organisasi ingin tetap ada dan sukses, organisasi itu harus
menanggapi perubahan lingkungan. Karena kesuksesan atau
kegagalan organisasi pada hakikatnya disebabkan oleh hal-hal yang
dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh para anggota, perubahan
terencana juga membahas pengubahan perilaku individu-individu dan
kelompok dalam organisasi itu.

7.2 Penolakan Terhadap Perubahan

Dalam arti tertentu, penolakan terhadap perubahan bisa dinalai


positif. Ini memberikan tingkat membahas, dan dapat diramalkannya
perilaku. Seandainya tidak ada perlawanan, perilaku organisasi akan

33
berciri keacakan yang kacau balau. Penolakan terhadap perubahan
juga dapat merupakan sumber konflik fungsional. Tetapi ada
kelemahan karena adanya keengganan terhadap perubahan.
Keengganan itu merintangi penyesuaian dan kemajuan.

Penolakan terhadap perubahan tidaklah perlu muncul dalam


cara-cara yang dibakukan. Penolakan dapat terang-terangan, tersirat,
langsung, atau tertunda. Paling mudah di tanggapi adalah bila
penolakan itu terang-terangan dan langsung.

7.3 Penolakan Individu

Sumber penolakan organisasi yang bersifat individual terletak


pada karakteristik manusiawi dasar seperti misalnya persepsi,
kepribadian, dan kebutuhan. Berikut ini adalah ikhtisar dari lima
alasan mengapa individu menolak perubahan.

• Kebiasaan

Sebagai manusia, kita merupakan makhluk kebiasaan. Hidup itu


cukup rumit, kita tidak perlu mempertimbangkan deretna
lengkap pilihan-pilihan untuk ratusann keputusan yang harus
kita ambil tiap harinya. Untuk mengatasi kerumitan itu, kita
semua mengandalkan pada kebiasaan-kebiasaan atau respon-
respon yang terprogram. Tetapi bila dihadapkan dengan
perubahan, kecenderungan menanggapi dalam cara-cara kita
yang terbiasa tersebut kan menjadi sumber keengganan.

• Keamanan

Orang dengan kebutuhan tinggi akan keamanan cenderung


akan menolak perubahan karena perubahan itu mengancam
perasaan aman mereka.

• Faktor-faktor Ekonomi

Sumber lain dari penolakan individu adalah kekhawwatiran


bahwa perubahan itu akan mengurangi penghasilan seseorang.

• Rasa takut terhadap hal yang tidak diketahui

34
Perubahan menggantikan sesuatu yang telah diketahui dengan
ambiguitas dan ketidak pastian.

• Pengelolahan Informasi Selektif

Individu-individu membentuk dunia mereke lewat persepsi


mereka. Setelaj mereka menciptakan dunianya, dunia ini akan
menolak perubahan. Jadi individ-individu bersalah karena
memproses secara selektif informasi agar persepsi mereka
utuh.

7.4 Penolakan Organisasi

Menuru kodratnya, organisasi itu bersifat konservatif, oleh


karena itu secara aktif mereka menolak perubahan. Telah dikenali
enam sumber utama keengganan organisasi, sebagai berikut:

• Kelembamab Struktural

Organisasi mempunyai mekanisme bawahan yang akan


menghasilkan kestabilan. Misalnya, secara sistematis proses
seleksi memilih orang-orang tertentu untuk diambil dan orang
tertentu ditolak.

• Fokus perubahan terbatas

Organisasi terbentuk dari sejumlah subsistem yang saling


bergantung. Anda tidak dapat mengubah satu subsistem tanpa
menyinggung yang lain.

• Kelembaman Kelompok

Meskipun individu-individu ingin mengibah perilaku mereka,


norma kelompok dapat bertindak sebagai kendala. Seorang
anggota serikat pekerja.

• Ancaman terhadap Keahlian

Perubahan pola organisasi dapat mengancam


keahliankelompok-kelompok khusus.

• Ancaman terhadap Hubungan kekuasaan yang mapan

35
Setiap redistribusi wewenang pengambilan keputusan dapat
mengancam hubungan kekuasaan yang telah lama mapan
dalam organisasi itu.

• Ancaman terhdapa Alokasi Sumberdaya Yang Mapan

Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan


sumber daya yang cukup besar sering melihat perubahan
sebagai ancaman. Mereka cenderung puas dengan cara-cara
yang ada.

7.5 Mengatasi Penolakan terhadap perubahan

Terdapat enam taktik untuk digunakan oleh agen perubahan


dalam menangani keengganan atau penolakan terhadap perubahan,
yaitu :

• Pendidikan dan Komunikasi

Penolakan dapat dikurangi lewat komunikasi yang baik dengan


para agnntoa untuk membantu mereka melihat logika
perubahan. Pada dasarnya taktik ini berasumsi bahwa sumber
penolakan terletak pada salah informasi atau komunikasi yang
buruk.

• Partisipasi

Sulit bagi individu-individu untuk menolak keputusan


perubahan kalau mereka juga berpartisipasi dalam keputusan
tersebut. Sebelum melakukan perubahan, mereka yang
menentang daoat diajak untuk berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan. Dengan berasumsi peserta memilki
keahlian untuk memberikan sumbangan yang berarti, oekibatan
mereka dapat mengurangi penolakan, memperoleh komitmen,
dan meningkatkan kualitas keputusan perubahan itu. Tetapi
bertentangan dengan keuntungan ini terdapat pula sisi
negatifnya: potensi terjadinya pemecahan yang buruk dan
dihabisakannya banyak waktu.

• Kemudahan dan Dukungan

36
Agen perubahan dapat menawarkan sederatan upaya
pendukungan untuk mengurangi penolakan.

• Perundingan

Cara lain bagi agen perubahan menangani potensi penolakan


terhadap perubahan adalah mempertukarkan sesuatu yang
berharga untuk mengurangi penolakan itu.

• Manipulasi dan Kooptasi

Manipulasi mengacu pada upaya pengaruh yang tersembunyi.


Menghasut dan memutar balik fakta untuk membuat fakta itu
tampak lebih menarik, menahan informasi yang tidak
diinginkan, dan menciptakan desas-desus palsi agar para
anggota menerima perubahan, semuanya itu merupakan
contoh manipulasi. Sebaliknya kooptasi merupakan bentuk
manipulasi dan sekaligus partisipasi. Kooptasi berupaya
menyuap pimpinan kelompok penolak dengan memberi mereka
peran utama dalam keputusan perubahan/

• Pemaksaan

Terakhir pada daftar taktik adalah pemaksaan, yaitu penerapan


ancaman atau kekuatan langsung terhadap para penolak.

37

Anda mungkin juga menyukai