Anda di halaman 1dari 21

Konsep Keperilakuan Dari Psikologi dan Psikologi Sosial

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Akuntansi
Keperilakuan”

Dosen Pengampu : Wirmie Eka Putra S.E., M.Si.

Disusun Oleh :

Ela Deswita C1C018106

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah nya sehingga saya dapat menyusun makalah mengenai “Konsep
Keperilakuan Dari Psikologi dan Psikologi Sosial”. Shalawat dan Salam saya
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Serta ucapin terima kasih
saya kepada dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Keperilakuan Bapak Wirmie
Eka Putra S.E., M.Si.

Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini saya menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan yang tidak disengaja baik dalam metode
kepenulisan maupun penyajian materi secara keseluruhan. Meskipun demikian,
makalah ini adalah persembahan saya yang telah saya lakukan semaksimal
mungkin.

Demikian saya harapkan agar makalah ini mampu memberikan pengetahuan


dan menambah wawasan kepada para pembaca. Kritik dan saran yang
membangun sangat berguna bagi saya untuk memperbaiki cara kepenulisan saya
dimasa yang akan datang.

Jambi, 22 September 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Psikologi social merupakan disiplin yang telah ada sejak lama. Namun, secara
disiplin ini baru menjadi menjadi satu ilmu yang mandiri sejak tahun 1908. Pada
saat itu, terdapat dua buku teks yang terkenal, yaitu Introduction to Social
Psychology yang ditulis oleh William McDougall, seorang psikolog, dan Social
Psychology: An Outline and Source Book yang ditulis oleh E.A. Ross. Seorang
sosiolog. Berdasarkan latar belakang penulisnya, dapat dipahami bahwa psikologi
social bisa diklaim sebagai bagian dari psikologi maupun sosiologi.

Psikologi social juga merupakan pokok bahasan dalam sosilogi karena dalam
sosiologi dikenal dua perspektif utama, yaitu perspektif structural makro yang
menekankan pada kajian structural social, serta perspektif mikro yang
menekankan pada kajian individualistic dan psikologi social dalam menjelaskan
variasi perilaku manusia. Hal yang berkaitan dengan aspek keperilakuan dari
psikologi dan psikologi social seperti; sikap, motivasi, persepsi, nilai,
pembelajaran, kepribadian, dan emosi. Ke tujuh hal tersebut akan penulis kupas
secara tuntas pada bab selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana sikap, motivasi, persepsi, nilai, pembelajaran, kepribadian dan emosi


menjadi bagian psikologi dan psikologi social dalam aspek keperilakuan?
Bagaimana teori-teori yang menjelaskan faktor tersebut?

1.3. Tujuan

Memahami bahwa sikap, motivasi, persepsi, nilai, pembelajaran, kepribadian dan


emosi merupakan aspek keperilakuan. Menjelaskan teori terkait dengan aspek
tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. SIKAP

Sikap merupakan suatu hal yang mempelajari tentang seluruh tendensi tindakan,
baik yang menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan, tujuan manusia,
objek, gagasan, atau situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan utnuk
memasukan semua objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Intinya, sikap
merupakan suatu tendensi atau kecenderungan dalam menjawab atau merespons,
dan bukan dalam menanggapi dirinya sendiri. Sikap bukan berarti perilaku, tetapi
sikap menghadirkan suatu kesiapsiagaan untuk tindakan yang mengarah pada
perilaku. Oleh karena itu, sikap merupakan wahana dalam membimbing perilaku.

Sikap telah dipelajari, dikembangkan dengan baik, dan sukar diubah. Orang-orang
memperoleh sikap dari pengalaman pribadi, orang tua, panutan, dan kelompok
social. Ketika pertama kali seseorang mempelajarinya, sikap menjadi suatu bentuk
bagian dari pribadi individu yang dapat membantu konsistensi perilaku. Para
akuntan perilaku harus memahami sikap dalam rangka memahami dan
memprediksikan perilaku.

2.1.1. Komponen Sikap

Dalam organisasi, sikap adalah penting karena memengaruhi perilaku kerja. Sikap
disusun berdasarkan komponen teori, emosional, dan perilaku. Komponen teori
terdiri dari gagasan, persepsi, dan kepercayaan seseorang mengenai penolakan
sikap. Komponen emosional atau efektif mengacu pada perasaan seseorang yang
mengarah pada objek sikap. Hal positif yang dirasakan, meliputi kegemaran, rasa
hormat, atau pengenalan terhadap jiwa orang lain. Perasaan negative meliputi rasa
tidak suka, takut, atau rasa jijik. Komponen perilaku mengacu pada bagaimana
satu kekuatan bereaksi terhadap objek sikap.

2.1.2. Konsep Terdekat Sikap


Terdapat empat konsep terdekat yang terkait dengan sikap, sebagai berikut :

1. Kepercayaan, yaitu komponen kognitif dari sikap yang mungkin


didasarkan pada bukti ilmiah, prasangka, atau berdasarkan intuisi.
Apakah seseorang percaya atau tidak terhadap suatu fakta tertentu tidak
memengaruhi potensi kepercayaan untuk membentuk sikap atau
memengaruhi perilaku.

2. Opini, opini didefinisikan sebagai sinonim atau persamaan dari sikap


dan kepercayaan. Opini terkait dengan komponen kognitif dari sikap
dan terkait dengan cara seseorang mempertimbangkan atau
mengevaluasi suatu objek.

3. Nilai, tujuan hidup yang penting sekaligus sebagai standar perilaku.


Nilai merupakan pijakan yang paling dalam dan sentiment dasar dimana
orang-orang mengorientasikan dirinya menuju tujuan yang lebih tinggi
dan dimana mereka membedakan sesuatu yang terbaik.

4. Kebiasaan, yaitu ketidakbimbangan, respon otomatis, dan pengulangan


pola dari respon perilaku. Kebiasan ini berbeda dengan sikap, dan sikap
bukan perilaku.

2.1.3. Fungsi Sikap

Umumnya, sikap memiliki empat fungsi utama, yaitu pemahaman, kebutuhan


akan kepuasan, ego yang defensive, dan ungkapan nilai. Pemahaman berfungsi
membantu seseorang dalam memberikan arti atau memahami situasi atau
peristiwa baru. Sikap juga berfungsi sebagai suatu hal yang bermanfaat atau
pemuasan kebutuhan. Selain itum kebutuhan mereka juga mengarah pada pada
objek tujuan yang mereka butuhkan. Sikap juga melayani fungsi defensive ego
dengan melakukan pengembangan atau pengubahan guna melindungi manusia
dari pengetahuan yang berlandasakan kebenaran mengenai dasar manusia itu
sendiri atau dunianya. Terakhir, sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi.
Manusia memperoleh kepuasan melalui pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
2.1.4. Sikap dan Konsistensi

Riset umum telah menyimpulkan bahwa orang-orang mengusahakan konsistensi


antara sikap-sikapnya antara sikap dan perilakunya. Ini berarti individu-individu
berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap mereka yang terpisah dan
menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga mereka kelihatan rasional
dan konsisten. Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan untuk mengembalikan
individu itu ke dalam seimbang terus digunakan agar sikap dan perilakunya
menjadi konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah sikap maupun
perilaku atau mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai penyimpangan
tersebut.

2.1.5. Formasi Sikap dan Perubahan

Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada
suatu objek yang tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap berdasarkan karakter
faktor psikologis, pribadi, dan faktor social. Faktor psikologis dan genetic dapat
menciptakan suatu kecenderungan yang mengarah pada pengembangan sikap
tertentu.

Hal pokok paling fundamental mengenao cara sikap yang dibentuk sepenuhnya
berhubungan dengan pengalaman pribadi terhadap suatu objek, yaitu pengalaman
yang tidak menyenangkan maupun menyenangkan dengan objek tersebut
pengalaman yang traumatis, frekuensi atau berulangnya kejadia pada objek-objek
tertentu, dan pengembangan sikap tertentu yang mengarah pada gambaran hidup
baru, seperti memiliki kendaraan roda dua atau mobil.

Sering kali para manajer tertarik mengubah sikap orang-orang guna menimbulkan
perilaku yang diinginkan. Penguatan atas sutau sikap dapat dilakukan dengan cara
melihat bagaimana orang-orang bereaksi terhadap rangsangan tertentu. Tanggapan
atas suatu objek tampak nya akan diulangi jika mereka memperoleh hadiah atau
imbalan berulang kali. Kondisi ini menempatkan lebih banyak tekanan pada
rangsangan komponen dibandingkan pada tanggapan. Pemimpin akan terus
memberi rangsangan agar tercipta kecenderungan sikap dari karyawan yang
dipimpinnya kea rah yang diharapkan. Intinya, rangsangan diperlukan untuk
mengubah sikap.

2.1.6. Teori Sikap

1. Teori Perubahan Sikap

Setiap hari manusia dipaksa mengubah sikap dan perilaku melalui


pesan yang dirancang khusus untuk hal tersebut. Radio, televise, dan
iklan surat kabar selalu menghimbau manusia untuk memilih sutau cara
tertentu, membeli suatu produk tertentu, menjadi lebih simpatik kea rah
tertentu, dan berbuat sesuatu yang diarahkan oleh pesan tersebut. Teori
perubahan sikap dapat membantu memprediksikan pendekatan yang
paling efektif. Sikap mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan
dan keadaan.

2. Teori Penguatan dan Tanggapan Stimulus

Teori penguatan dan tanggapan stimulus dari perubahan sikap terfokus


pada bagaimana orang menanggapi rangsangan tertentu. Tanggapan
sepertinya diulangi jika tanggapan tersebut dihargai dan dikuatkan.
Teiru ini diurutkan berdasarkan komponen stimulus dibandingkan
tanggapan.

3. Teori Pertimbangann Sosial

Teori ini mengacu pada perubahan sikap mengambil pendekatan yang


persepsual. Teori ini merupakan suatu hasil dari perubahan mengenai
bagiamana orang-orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil
perubahan dalam mempercayai suatu objek. Teori ini menjelaskan
manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika
manusia tersebut mau memhami struktur yang menyangkut sikap orang
lain dan membuat pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah
ancaman.
4. Konsistensi dan Teori Perselisihan

Teori ini menekankan pada pentingnya konsistensi atau kesesuaian


antara sikap dan perilaku mereka. Teori ini memandang perubahan
sikap sebagai hal yang masuk akal dan merupakan proses yang
mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk menyadari inkonsistensi
antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk
mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun
perilakunya kea rah yang lebih baik.

Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam


ketidakstabilan walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori
perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini
mempunyai kaitan dengan hubungan antara unsur-unsur teori.

5. Teori Disonansi Kognitif

teori ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi


merupakan suatu in konsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada
setiap inkonsistensi yang dipersepsikan oleh seseorang terhadap dua
atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya. Disonansi
tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kerja organisasi. Oleh karena
itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini.

6. Teori Persepsi Diri

Teori ini menganggap orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan


pada bagaimana mereka mengamati dan menginterprestasikan perilaku
mereka sendiri. Dengan kata lain, teori ini mengusulkan fakta bahwa
sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk setelah
perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten dengan
perilaku.

2.2. MOTIVASI
Motivasi adalah proses yang dimulai dengan definisi fisiologi atau psikologis
yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan insentif.
Motivasi merupakan suatu konsep penting untuk perilaku akuntan karena
efektivitas organisasional bergantung pada orang yang membentuk sebagaimana
karyawan mengharapkan untuk dibentuk. Manajer dan akuntan keperilakuan harus
memotivasi orang kea rah kinerja yang diharapkan dalam rangka memenuhi
tujuan organisasi.

2.2.1. Teori Motivasi dan Aplikasinya.

1. Teori Motivasi Awal

Tahun 1950-an merupakan kurun waktu yang berhasil dalam


mengembangkan konsep-konsep motivasi. Tiga teori spesifik
dirumuskan selama kurun waktu ini meskipun ketiga teori tersebut telah
diserang dnegan keras dan saat ini validitasnya dipertanyakan. Ketiga
teori ini adalah teori hierarki kebutuhan, teori X dan Y, serta teori
motivasi hygiene. Teori ini bersifat awal, setidaknya karena dua alasan :
1) teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontenporer
berkembang, dan 2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori
dan istilah-istilah ini untuk menjelaskan motivasi karyawan secara
teratur.

2. Teori Kebutuhan dan Kepuasan

Secara psikologis, kebutuhan merupakan syarat dasar untuk memenuhi


kebutuhan fisik, seperti makan, minum, perlindungan dan sebagainya,
yang disebut sebagai kebutuhan dasar utama. Menurut Maslow, lima
hirarki kebutuhan dasar sebagai berikut :

a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan fisik, seperti kebutuhan


untuk memuaskan rasa lapar dan haus, kebutuhan akan perumahan,
pakaian dan sebagainya.
b. Kebutuhan akan keamanan, yaitu kebutuhan akan keselamatan dan
perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan atau pemecatan.

c. Kebutuhan social, yaitu kebutuhan akan rasa cinta dna kepuasan


dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kebutuhan akan
kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu
kelompok, rasa kekeluargaan, persahabaan dan kasih sayang.

d. Kebutuhan akan penghargaan, yaitu kebutuhan akan status atau


kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi.

e. Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan pemenuhan diri


untuk menggunakan potensi ekspresi diri dan melakukan apa yang
paling sesuai dengan dirinya.

Teori tentang kebutuhan dan kepuasan ini mempunyai banyak pengaruh


terhadap pengendalian akuntansi.

a. Pertanyaan yang berhubungan dengan konsep motivasi umum yang


digunakan dalam buku-buku teks.

b. Seringnya istilah motivasi menjadi catatan mendasar yang menjadi


bahan perhitungan dalam pembayaran bonus akibat kemungkinan
adanya motivasi.

3. Teori X dan Teori Y

Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc.Gregor. pandanganya


mengenai manusia menyimpulkan bahwa manusia memiliki dasar
negative yang diberi tanda sebagai teori X, dan yang lain positif yang
ditandai dengan teori Y. setelah memandang cara manajer menangani
karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang
manajer mengani kodrat manusia didasarkan pada suatu
pengelompokkan pengandaian-pengandaian tertentu dan manajer
cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahannya menurut
pengandaian-pengandaian tersebut.

4. Teori Kebutuhan McClelland

Teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang berhubungan


dengan teori kebutuhan dan kepuasan, yang awalnya dikembangkan
oleh McClelland pada awal tahun 1990-an. Teori ini juga mempunyai
suatu faktor yang memotifvasi perilaku. Dalam kasus ini, terdapat tiga
faktor, yaitu prestasi, kekuatan dan afiliasi.

a. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki


tanggungjawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau
pencarian solusi atau suatu permasalahan. Akibatnya, mereka lebih
suka bekerja sendiri daripada dengan orang lain. Apabila suatu
pekerjaan membutuhkan orang lain, mereka lebih suka memilih
orang yang kompeten disbanding sahabatnya.

b. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung


menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung
risiko nya.

c. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki


keinginan yang kuat untuk memperoleh umpan balik atau tanggapan
atas pelaksanaan tugasnya.

5. Teori Dua Faktor

Teori ini berpengaruh terhadap kedua jenis perilaku. Asumsi terpenting


dari bentuk teori Herzberg adalah faktor yang mempunyai pengaruh
positif dalam memotivasi dan menjadi bahan perbandingan yang
menyenangkan terhadap seluruh pengaruh negative. Herzberg
mengusulkan signifikasi hubungan antara kepuasan kerja dan motivasi
adalah tinggi. Faktor-faktor ini meliputi: kebijakan perusahaan, kondisi
pekerjaan, hubungan perseorangan, keamanan kerja, dan gaji. Faktor
motivasi meliputi: prestasi, pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi
dan tanggung jawab. Semuanya ini bertujuan meningkatkan kepuasan
kerja dan kepuasan motivasi.

2.2.2. Teori Kontemporer Motivasi

1. Teori Keadilan

Teori ini pertama kali dipublikasikan oleh Adam pada tahun 1963.
Dalam teori ini, kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang
dilakukan seseorang oleh seseorang individu adalah jika orang tersebut
membandingkannya dengan lingkungan lainnya. Secara umum, teori
keadilan merupakan bentuk dasar dari konsep hubungan pertukaran
social. Para individu mempertimbangkan input dan output menjadi
suatu nilai yang tidak sebanding.

2. teori dari Clayton Aldefer ini juga menganggap kebutuhan manusia


tersusun dalam suatu hierarki. Maslow mengatakan orang meningkat
hierarki kebutuhannya sejalan dengan terpuaskannya kebutuhan
sebelumnya. Namun aldefer tidak sependapat dengan Maslow. Alderfer
menegaskan suatu kebutuhan tidak harus terpuaskan terlebih dahulu
sebelum kebutuhan pada tingkat atasnya muncul.

3. Teori Harapan

Teori ini juga disebut dengan teori valensi atau instrumentalis. Ide dasar
dari teori adalah motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan akan
diperoleh seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Varibael-variabel
kunci dalam teori harapan adalah usaha, hasil, harapan, instrument-
instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara hasil tingkat pertama
dengan hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan imbalan atas
pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar kekuatan
dan keinginan seseorang terhadap hasil tertentu.

4. Teori Penguatan
Teori ini mengemukakan perilaku merupakan fungsi dan akibat yang
berkaitan dengan perilaku tersebut. Teori penguatan memilik konspe dasar
sebagai berikut :

1. Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah
yang dapat diproduksi, kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal
produksi dan sebagai nya.

2. Kontijensi penguatan berkaitan dengan urutan-urutan antara stimulus,


tanggapan dan konsekuensi dari perilaku yang ditimbulkan.

3. Semakin pendek interval waktu antara taggapan atau respon atau respon
karyawan dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin besar
pengaruhnya terhadap perilaku.

4. Teori Penetapan Tujuan

Teori ini dikembangkan oleh Edwin Locke (1986). Teori ini


menguraikan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan prestasi
kerja. Konsep dasar dari teori ini adalah karyawan yang memahami
tujuan akan terpengaruh perilaku kerjanya.

5. Teori Atribusi

Teori ini mempelajari proses bagaimana seseorang mengiterprestasikan


suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan
oleh Fritz Heider yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal, yaitu faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha,
kekuatan eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, seperti
kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan.

6. Teori Agensi

Riset akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori agensi


mendasarkan pemikirannya atas perbedaan informasi antara atasan dan
bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau adanya asimetri
informasi yang mempengaruhi penggunaan sistem akutansi. Dari sudut
pandang teori ini, principal membawahi agen untuk melaksanakan
kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan
kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruhi kondisi
lingkungan. Berbagai riset yang berhubungan dengan teori ini
memfokuskan perhatian pada bagaimana agar sistem perjanjian kontrak
kompensasi bisa mencapai keseimbangan.

2.3. PERSEPSI

Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterprestasikan


peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar persepsi mereka
dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan sebenarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 1995, persepsi merupakan suatu
tanggapan langsung dari sesuatu proses seseorang mengetahui beberapa hal
melalui pancaindra. Dalam lingkup lebih luas, persepsi diartikan sebaagi suatu
proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam
memperoleh dan menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan oleh
pancaindra.

2.3.1. Rangsangan Fisik versus Kecenderungan Individu

Rangsangan fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan, seperti


penglihatan dan sentuhan. Kecenderungan individu meliputi alasan, kebutuhan,
sikap, pelajaran dari masa lalu, dan harapan. Perbedaan persepsi antara orang-
orang karena perasaan individu yang menerimanya berbeda fungsi dan hal ini
terutama sekali disebabkan oleh kecenderungan perbedaan.

2.3.2. Pilihan, Organisasi, dan Penafsiran Rangsangan

Manusia hanya mampu merasakan sesuatu yang kecil dan membagi semua
rangsangan tersebut kea rah yang diarahkan olehnya. Denga demikian, manusia
bisa merasa bimbang atau tidak bimbang dalam memilih persepsinya. Oleh karena
itu, manusia terkonsentrasi pada sesuatu yang dipilih dan menolak yang lain.
Manusia biasanya memilih berbagai hal menarik dan penting dari temuannya.

2.3.3. Keterkaitan Persepsi bagi Paran Akuntan

Para akuntan perilaku dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak


aktivitas organisasi. Misalnya, dalam evaluasi kinerja, cara penilaian atas
seseorang mungkin dipengaruhi oleh ketelitian persepsi si peneliti. Kesalahan atau
bias penilaian mungkin diakibatkan oleh sandiwara yang mencoba menakut-
nakutkan sehingga karyawan tidak puas dan pada akhirnya meninggalkan
perusahaan.

2.3.4. Persepsi Orang: Penilaian mengenai Orang Lain

Persepsi manusia terhadap orang lain berbeda dari persepsi manusia terhadap
objek mati, seperti meja, mesin atau gedung karena manusia menarik kesimpulan
mengenai tindakan orang lain tersebut; suatu hal yang tidak dilakukan terhadap
objek mati.

2.4. NILAI

Secara mendasar, nilai dinyatakan sebagai “suatu modus perilaku atau keadaan
akhir dari eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi atau social
dibandingkan dengan suatu modus perilaku atau keadaan akhir yang berlawanan”.
Nilai mengandung suatu unsur pertimbangan dalam pengertian bahwa nilai
mengemban gagasan-gagasan seseorang individu mengenai apa yang baik, benar,
dan diinginkan. Nilai memiliki atribut isi maupun instensitas.

2.4.1. Arti Penting Nilai

Dalam mempelajari perilaku dalam organisasi, nilai dinyatakan penting karena


nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dan karena nilai
mempengaruhi persepsi manusia. Seseorang memasuki organisasi dengan gagasan
yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan apa yang tidak
seharusnya.
2.4.2. Nilai dan Dilema Etika

Secara umum, permasalahan profesi akuntan disimpulkan karena disebabkan oleh


masalaha yang berhubungan dengan kemerosotan standar etika. Nilai-nilai dari
profesi akuntan hendaknya mempunyai kaitan yang berarti pada seluruh iklim
etika di dalam suatu organisasi. Cara yang ideal dan lebih baik dalam mengatasi
masalah dilemma adalah mempertimbangkan kecukupan dari kesempatan yang
ada, selanjutnya memberikan reaksi terhadap apa yang menjadi kekhawatiran
didalamnya.

2.4.3. Nilai-nilai Sepanjang Budaya

Praktik-praktik socialisasi yang berbeda-beda disetiap Negara mencerminkan


budaya yang berbeda dan tidaklah mengherankan jika menghasilkan tipe
karyawan yang berlainan. Pekerja di Amerika rata-rata lebih bersaing dan focus
paa diri sendiri dibandingkan dengan pekerja dari Jepang. Kemungkinan besar,
prediksi-prediksi mengenai perilaku karyawan yang didasarkan pada sampel
pekerja Amerika akan meleset jika diterapkan pada suatu populasi karyawan
dinegara lain, seperti karyawan Jepang yang kinerjaya lebih baik dalam tugas-
tugas standard an sebagai bagian dari satu tim kerja dengan keputusan imbalan
berdasarkan kelompok.

2.5. PEMBELAJARAN

Pembelajaran adalah proses dimana perilaku baru diperlukan. Pembelajaran


terjadi sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangan dalam merespon
situasi. Kombinasi dari mtoivasi, pengalaman dan pengulangan dalam merespon
situasi ini terjadi dalam tiga bentuk pengaruh keadaan klasik, pengaruh keadaan
operant, dan pembelajaran social.

2.5.1. Pengondisian Keadaan Klasik

Pengondisian klasik pada hakikatnya merupakan proses pembelajaran suatu


respon dan suatu rangsangan yang tidak terkondisi. Pengondisian klasik dapat
digunakan untuk menjelaskan penyebab dongeng-dongen dan cerita-cerita rakyat
sering membawa kenangan yang menyenangkan dari masa kanak-kanak.

2.5.2. Pengondisian Operant

Pengondisian operant menyatakan perilaku merupakan suatu fungsi dari


konsekuensi-konsekuensi. Orang belajar berperilaku untuk mendapatkan sesuatu
yang mereka inginkan atau menghindari sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Perilaku operant berarti perilaku yang bersifat sukarela atau perilaku yang
dipelajari sebagai kontras terhadap perilaku semacam itu, yang dipengaruhi oleh
ada atau tidaknya penguatan yang ditimbulkan oleh konsekuensi-konsekuensi dari
perilaku tersebut.

2.5.3. Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran social merupakan pandangan bahwa manusia dapat belajar


baik lewa pengamatan maupun pengalaman langsung. Walaupun teori ini
merupakan suatu perpanjangan dari pengondisian operant, Diana teori tersebut
mengandaikan perilaku sebagai suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensi, teori
itu juga mengakui eksistensi pembelajaran observasional dan pentingnya persepsi
dalam belajar

2.6. KEPRIBADIAN

Kepribadian mengacu pada bagian karakteristik pikologi dalam diri seseorang


yang menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespon
lingkungannya. Kepribadian adalah inti sari dari perbedaan individu. Kepribadian
cenderung bersifat kronis dan konsisten. Konsep kepribadian dan pengetahuan
tentang komponen adalah penting karena memungkinkan untuk memprediksi
perilaku.

2.6.1. Penentu Kepribadian

Suatu argument dini dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang
merupakan hasil keturunan atau lingkungan. Apakah kepribadian ditentukan
sebelumnya saat kelahiran, atau kepribadian merupakan akibat dari interaksi
individu itu dengan lingkungannya? Kepribadian tampaknya merupakan hasil dari
situasi. Jadi, sekarang kepribadian seseorang dewasa umumnya dianggap
terbentuk dari faktor keturunan dan lingkungan yang diperlunak oleh kondisi
situasi.

2.6.2. Kepribadian dan Budaya Nasional

Terdapat kepastian bahwa tidak ada jenis kepribadian umum untuk satu Negara
tertentu. Misalnya kita dapat menentukan jenis tinggi dan rendahnya risiko yang
hampir diambil dalam setiap budaya. Namun, budaya Negara juga harus
memengaruhi karakteristik kepribadian yang dominan dari populasinya.

Terdapat bukti bahwa budaya berada dalam istilah dari hubungan orang-orang
untuk lingkungan mereka. Dalam beberapa budaya, seperti Amerika Utara, orang-
orang percaya bahwa mereka dapat mendominasi lingkungan mereka. Orang-
orang pada masyarakat lain, seperti Negara-negara Asia Tenggara, percaya bahwa
hidup sebenarnya ditentukan lebih dahulu. Perhatikan parallel internal dan
eksternal lokus control. Kita berharap terdapat proporsi yang lebih besar secara
internal atas kekuatan angkatan kerja orang Kanada dan Amerika dibandingkan
dengan angkatan kekuatan kerja Indonesia atau Negara-negara di Asia lainnya.

2.7. EMOSI

Setiap orang memiliki karakteristik kepribadian, tetapi karakteristik kepribadian


itu sering kita ccampur dengan sikap emosi kita. Ketika emosi memberikan peran
nyata bagi kehidupan kita sehari-hari, hal ini sering mengejutkan kita tertarik
mempelajarinya. Sampah baru-baru ini, topic emosi telah memberikan sedikit atau
tidak ada perhatian pada bidang perilaku organisasi.

Emosi merupakan perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau sesuatu.
Emosi berbeda dari suasana hati, yaitu merasakan kecenderungan yang kurang
intens dibandingkan emosi dan kekurangan satu rangsangan kontekstual. Emosi
merupakan reaksi terhadap satu objek, dan akhirnya tidak bertahan pada ciri
kepribadian. Penelitian telah mengindetifikasi enam komponen emosi secara
universal, yaiu kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, rasa jijik, dan
kaget. Satu faktor yang benar-benar membentuk, tetapi tidak tercantum dalam
daftar ini adalah etika dimana emosi diidentifikasi. Para peneliti cenderung
melihat secara universal terhadap identifikasi atas ungkapa raut muka, kemudian
mengonversinya ke dalam kategori. Emosi tidak dapat diidentifikasi secara
langsung oleh orang lain melalui ekspresi muka.

2.7.1. Emosi Tenaga Kerja

Emosi tenaga kerja mengacu pada kebutuhan bahwa karyawan mengungkapkan


emosi tertentu ditempat kerja guna memaksimalkan produktivitas organisasi.
Awalnya konsep emosional tenaga kerja dikembangkan dalam hubungannya
dengan jasa pekerjaan. Sebagai contoh, pramugari diharapkan ceria dan dokter
diharapkan netral secara emosional.

2.7.1. Kenapa Harus Peduli dengan Emosi di Tempat Kerja?

Orang-orang yang mengetahui emosi mereka sendiri dan ahli membaca emosi
orang lain mungkin lebih efektif dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu, hal ini
menjadi tema yang mendasari penelitian terbaru berdasarkan inteligensi
emosional. Seluruh tempat kerja dapat terpengaruh oleh emosi positif atau
negative di tempat kerja.

2.7.2. Inteligensi Emosional

Mengacu pada berbagai keterampilan non-kognitif, kemampuan, serta komptensi


yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam tuntutan
lingkungan dan tekanan. Hal ini disusun dari lima dimensi; kesadaran diri,
manajemen diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan social.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Menelaah beberapa bidang utama dari konsep-konsep yang ada pada wilayah
psikologi dan psikologi social. Menjelaskan konsep-konsep utama yang terdapat
didalamnya, dimana sikap, perubahan sikap, motivasi, persepsi, pembelajaran,
kepribadian dan emosi.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, Arfan. Akuntansi Keperilakuan:Edisi 2.Jakarta:Salemba Empat,2010.

Anda mungkin juga menyukai