Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KONSEP DASAR MORAL, HUKUM, DAN HAM

”PENDEKATAN TEORI KEPRIBADIAN SOSIAL”

Dosen Pengampu :
1. Dr. Puspa Djuwita, M.Pd
2. Atika Susanti, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 8:


1. Ani Seftiana Putri (A1G020019)
2. Ayu Risma Oktavia (A1G020020)
3. Fitria Muji Pangestu (A1G020023)
4. Ramadhan Firnando (A1G020087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU 2021

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “pendektan teori kepribadian sosial ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada konsep dasar, moral,hokum dan ham. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pendekatan teori kepribadian social bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu puspa djuwita , selaku dosen bidang studi
konsep dasar, moral,hokum dan ham yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 12 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 4


A. Latar Belakang .................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
C. Tujuan Pembahasan........................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 5


A. Pemikiran Moral, Tindakan Moral, Dan Kategori-Kategori Budaya............................... 5
B. Heterogenitas Dalam Petimbangan Sosial Dan Perilaku..................................................... 8
C. Kombinasi Dan Koordinasi Antara Berbagai Ranah…………………………………...… 9
D. Pemikiran Sosial Dan Tindakan Sosial …………………………………………………. 10
E. Empati ,keterbatasan dan perannya dalam teori moral yang komprehensif……………... 13

BAB III PENUTUP............................................................................................................... 19


A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori kepribadian sosial meliputi pengetahuan sosial dan tindakan sosial
memperbincangkan masalah pertautan antara pertimbangan sosial dengan tindangan sosial.
Tindakan sosial itu merupakan hasil koordinasi dari berbagai ranah pertimbangan sosial.
Artinya bahwa suatu keputusan perilaku tertentu dihasilkan oleh lebih dari satu jenis
pertimbangan.
Dalam bab pengetahuan sosial dan tindakan sosial : koordinasi berbagai ranah ini, dikatakan
bahwa pemikiran moral itu tidak selaras dengan perilaku yang aktual dan orang sering tidak
berhasil untuk bertindak sejalan dengan cara mereka berpikir tentang mana yang benar dan
mana yang salah. Sedangkan empati merupakan kemampuan untuk memahami apa yang di
rasakan orang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemikiran moral, tindakan moral, dan kategori-kategori budaya?
2. Bagaimana Heterogenitas Dalam Petimbangan Sosial Dan Perilaku?
3. Bagaiamana Kombinasi Dan Koordinasi Antara Berbagai Ranah?
4. Bagaimana Pemikiran Sosial Dan Tindakan Sosial?
5. Apa yang dimaksud dengan empati?

C. Tujuan
1. Mengetahui pemikiran moral, tindakan moral, dan kategori-kategori budaya meliputi
pengertian tindakan social dan jenis jenis tindakan social.

2. Mengetahui Heterogenitas Dalam Petimbangan Sosial Dan Perilaku.

3. Mengetahui Kombinasi Dan Koordinasi Antara Berbagai Ranah

4. Mengetahui Pemikiran Sosial Dan Tindakan Sosial.

5. Mengetahui pengertian empati.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Moral, Tindakan Moral, Dan Kategori-Kategori Budaya


Kita sebagai makhluk hidup senantiasa melakukan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Tindakan merupakan suatu perbuatan, perilaku, atau aksi yang dilakukan oleh manusia sepanjang
hidupnya guna mencapai tujuan tertentu. Tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai
tindakan sosial. Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan berorientasi pada
atau dipengaruhi oleh orang lain. Memperbincangkan masalah pertautan antara pertimbangan sosial
dengan tindangan sosial. Tindakan sosial itu merupakan hasil koordinasi dari berbagai ranah
pertimbangan sosial. Artinya bahwa suatu keputusan perilaku tertentu dihasilkan oleh lebih dari
satu jenis pertimbangan.
Dalam bab pengetahuan sosial dan tindakan sosial : koordinasi berbagai ranah ini, dikatakan
bahwa pemikiran moral itu tidak selaras dengan perilaku yang aktual dan orang sering tidak
berhasil untuk bertindak sejalan dengan cara mereka berpikir tentang mana yang benar dan mana
yang salah. Akal budi itu berbeda dengan budaya dan kekuatan kebudayaan atau keinginan yang
kolektif itu lebih sering berkuasa dari tuntutan-tuntutan akal budi.

Jenis-Jenis Tindakan Sosial

Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu
tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan
tindakan afeksi.

• Tindakan Rasional Instrumental

Tindakan ini dilakukan seseorang dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang
digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Misalnya guna menunjang kegiatan belajarnya dan
agar bisa memperoleh nilai yang baik, Fauzi memutuskan untuk membeli buku-buku pelajaran
sekolah daripada komik.

5
• Tindakan Rasional Berorientasi Nilai

Tindakan ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan yang hendak
dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku. Pelaku hanya beranggapan bahwa yang paling
penting tindakan itu termasuk dalam kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian
masyarakat di sekitarnya. Misalnya menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-
masing.

• Tindakan Tradisional

Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya
karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat
perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan. Misalnya berbagai
upacara adat yang terdapat di masyarakat.

• Tindakan Afektif

Tindakan ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa pertimbangan-
pertimbangan akal budi. Seringkali tindakan ini dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa
kesadaran penuh. Jadi dapat dikatakan sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa. Contohnya
tindakan meloncat-loncat karena kegirangan, menangis karena orang tuanya meninggal dunia,
dan sebagainya.

Tindakan individu dipengaruhi oleh dua macam orientasi yaitu orientasi motivasional yang
bersifat pribadi dan orientasi nilai yang bersifat sosial. ini berarti tindakan individu dipengaruhi
kehendak pribadinya dan dikontrol nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tak ada sistem
yang tidak memerlukan pendidikan. Seperti Durkheim yang melihat fungsi pendidikan sebagai
pemegang fungsi sosialisasi dan seleksi, tetapi Parsons hanya menekan kan pada aspek yang
pertama yaitu sosialisasi. Sosialisasi yang meliputi aspek nilai, kognisi, maupun motorik.
Masyarakat terbagi atas 3 sub sistem: sub sistem budaya (cultural system), sub sistem sosial atau
struktur sosial, sistem sosial, sub sistem kepribadian (personality sistem) berupa individu.

6
a) Pertama, sistem budaya memuat nilai, norma, pengetahuan dan kepercayaan bersama.
b) Kedua, sistem sosial terdapat struktur peran sesuai dengan status sosial atau role
expextation.
c) Ketiga, sistem kepribadian, individu memiliki keperluan yang lahir atau dibentuk pada
saat berlangsungnya proses sosialisasi.

Hirarki pengawasan: kebudayaan mengontrol masyarakat, masyarakat mengontrol individu,


dan arus berlainan melihat arah individu melakukan sesuatu dalam rangka mewujudkan dan
mempertahankan norma sosial dan nilai kultural masyarkatnya. Pendidikan menurut Parson dapat
disimpulkan merupakan proses sosialisasi yang dalam diri individu-individu memungkinkan
berkembangnya rasa tanggung jawab dan kecakapan- kecakapan (comitment dan capacities) yang
semuanya diperlukan dalam melaksanakan peran sosial. Kecakapan yang harus dimiliki yakni
teknis, sosial dan tanggung jawab menenai terselenggaranya masyarakat yang bernilai budaya yang
sesuai dengan pegangan masyarakatnya.

Mengenai pemikiran moral, tindakan moral dan kategori-kategori budaya ini ada
beberapa tokoh yang melakukan penelitian. Diantaranya Hartshorne dan May, dan Piaget yaitu
meneliti mengenai hubungan antara pemikiran moral dengan perilaku moral. Dalam hal ini
Hartshorne dan May memusatkan penelitianya pada pengukuran perilaku daripada pengukuran
pertimbangan moral. Mereka juga berupaya untuk memperkirakan sejauh mana pengetahuan
tentang moral dapat meramalkan perilaku moral. Yaitu masalah berkenaan dengan hubungan
antara apa yang dikatakan seseorang dengan apa yang dilakukanya dan yang ingin ia lakukan.
Dalam penelitianya, Hartshorne dan May menyimpulkan pertautan antara perilaku-perilaku
seseorang tidak begitu sejalan dengan pertimbanganya. Temuan ini didasarkan pada kolerasi
antara pengukuran perbuatan yang tidak jujur misalnya penipuan, dengan skor yang didapat dari
hasil tes tulis tentang pengetahuan moral subjek yang bersangkutan.

Berbeda sekali dengan penelitian yang dilakukan oleh Piaget. Piaget lebih banyak
menekankan perhatianya pada pertimbangan moral daripada perilakunya. Beliau berupaya untuk
meneliti keselarasan antara organisasi sistem pertimbangan dengan organisasi sistem tindakanya.
Piaget mengajukan proposisi bahwa koordinasi tindakan dan pertimbangan memberikan
pengaruh yang besar terhadap perkembangan moral. Dengan adanya kesamaan antara tahapan
berbagai perkembangan kesadaran dengan praktiknya, Sehingga Piaget dapat menyimpulkan

7
bahwa pertimbangan dan perbuatan itu saling berkaitan.

Pertimbangan moral dan dengan perilaku moral dikaitkan dengan premis tentang
perkembangan moral sebagai salah satu aspek dari pembelajaran sosial. Penalaran moral dan
perilaku sosial dibentuk oleh orientasi budaya. Dengan berpegang pada hipotesis bahwa
perkembangan sosial seseorang individu itu tidak terlepas dari sumber kemasyarakatan dan
sumber bersangkutan, bahwa ada berbagai kombinasi penalaran. Pertimbangan moral itu
merupakan satu-satunya penyebab langsung dari perilaku moral itu.

B. Heterogenitas Dalam Petimbangan Sosial Dan Perilaku

Heterogenitas sosial yang terlalu tajam sulit memungkinkan untuk menjaga ciri khas
budaya. Padahal, salah satu strategi pembangunan dunia adalah melindungi ciri khas budaya, di
samping HAM, tegaknya hukum dan lingkungan alam. Hal ini telah menjadi kebijakan UNDP
yaitu Badan Pembangunan Dunia di bawah PBB. Heterogenitas sosial, apalagi dalam era
globalisasi ini, memang tidak mungkin dihindari. Yang mungkin dapat dilakukan adalah
mengendalikannya agar jangan terlalu berlebihan. Heterogenitas yang terlalu tajam akan
menimbulkan individualisme yang tajam juga. Individualisme yang berlebihan akan menipiskan
rasa kebersamaan sosial. Tipisnya rasa kebersamaan sosial akan menurunkan juga tanggung
jawab sosial, seperti menjaga ciri khas budaya dan juga kelestarian lingkungan alam.
Mengenai heterogenitas dalam pertimbangan sosial dan perilaku sosial ini Miligram
melakukan eksperimen. Yaitu temuan Miligaram yang menyangkut persoalan tentang pertautan
antara pertimbangan moral dengan perilaku moral. Dalam eksperimenya membuktikan tentang
adanya konsistensi, karena sebagian besar subjek menolak untuk terus berpartisipasi.
Perbandingan antara kondisi yang berbeda dalam eksperimen Miligram itu memperlihatkan
bahwa perilaku seseorang sampai batas yang wajar dan dipengaruhi oleh konteks sitiasional.
Perbandingan ini mengatakan juga bahwa para subjek menafsirkan konteks situsional itu bahwa
perilaku tidak sekedar dikendalikan oleh kesatuan lingkungan.
Adanya variasi yang teramati dalam kondisi itu tidak berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang sistematis antara perilaku dengan pertimbangan itu. Pengamatan pada
pertimbangan pada kelompok yang sama (Davision, Turiel, dan Black) menunjukan bahwa para
individu memiliki pemahaman yang berbeda-beda berkenaan dengan interaksi soaial, dan system

8
budaya, dan bahwa pertimbangan sosialnya tidak begitu saja menyelaraskan diri dengan kategori
budaya yang tunggal. Suatu seri dimensi-dimensi pertimbangan yang mengacu pada sesuatu
sebagai pertimbangan kriteria dapat digunakan dalam rangka membedakan dan merumuskan
kedua ranah.

C. Kombinasi Dan Koordinasi Antara Berbagai Ranah

Bukti-bukti yang mendukung proposisi bahwa moralitas dan konvensi itu merupakan
konsep dan sistem perkembangan yang berbeda dan untuk mengadakan studi tentang
pertimbangan para subyek maka banyak situasi yang dihadapi orang itu bersifat multidimensional
dan mencangkup komponen-komponen moral dan konvesional. Berlin menunjukkan bahwa
banyak dalam situasi ditemukan hal-hal yang tidak sama yang pada umumnya diterima oleh
mereka yang mendukung prinsip persamaan itu. Contohnya kekuasaan yang dimiliki pemimpin
suatu orkestra. Yang merupakan alasan alasan adanya kepemimpinan yang berkuasa itu ialah
tujuan permainan orkestra tersebut, yaitu menghasilkan paduan suara yang jelas tidak mungkin
dicapai tanpa disertai disiplin yang ketat.
Individu maupun kelompok memiliki lebih dari satu tujuan sosial, dan beberapa tujuan
yang berbeda kadang-kadang bahkan saling bertentangan muncul dalam satu konteks situasi yang
sama. Dan secara menyeluruh bahwa prinsip persamaan harus tunduk kepada prinsip hierarki.
Fakta bahwa anak-anak maupun orang dewasa dalam berbagai situasi menerapkan kriteria
substansi moral yang khas atau spesifik itu dengan cara yang tidak bervariasi. Berkenaan dengan
peristiwa-peristiwa yang bersifat prototipe ditemukan bukti-bukti secara substansial yang
mendukung proposisi yang menyatakan bahwa anak-anak maupun orang dewasa menerapkan
pertimbangan moral yang berbeda secara substansif.
Bukti ini berasal dari berbagai studi mengenai pertimbangan dalam konteks perilaku
maupun bukan. Moralitas hanyalah salah satu komponen dalam situasi yang mencangkup lebih
dari satu tujuan. Dalam mempertimbangkan mana yang lebih penting diantara moral dan tujuan,
terkadang orang mendahulukan yang satu dari yang lainnya. Sebagian besar orang menganggap
aspek moral dari kesamaan itu harus siap untuk ditempatkan dalam tempat yang lebih rendah
dibawah kepentingan organisasi orkestra misalnya untuk tercapainya sebuah tujuan, namun ada
pula yang memunculkan pertentangan kepentingan dalam memberikan prioritas itu.
Konsep organisasi sosial maupun pertimbangan moral harus mendapat perhatian penuh.
Pemisahan antara kedua ranah ini diperlukan sebagai landasan metodologis. Awalnya memulai
9
dengan mengadakan penelitian tentang pertimbangan ini dengan menggunakan informasi.
Masalah yang memiliki banyak segi yang membingungkan seperti masalah abortus (pengguguran
kandungan. Mengenai cara mengkoordinasi berbagai pertimbangan (masalah yang menyangkut
kedudukan peranan pria dan wanita) dalam suatu situasi pertentangan pendapat antara pandangan
dan harapan konvensional.
Rincian lebih lanjut mengenai tipe penelitian akan ditayangkan kemnudian dalam
mendiskusikan studi yang mencangkup pengukuran perilaku dan penalaran tentang pengguguran
kandungan. Unutuk tahapan sekarang dengan mengatakan bahwa dalam kedua penelitian itu
ditemukan berbagai situasi, yang mana sebagian besar dari para subyek menyadari dan sampai
kepada pertimbangan yang berbeda sehingga muncullah tiga modus yang berhubungan dengan
ranah itu.
1. Ada tekanan perhatian terhadap salah satu ranah dengan menomorduakan ranah lain.
2. Ada pertentangan antara kedua ranah itu disertai sikap yang tidak konsisten.
3. Ada koordinasi antara kedua komponen.

D. Pemikiran Sosial Dan Tindakan Sosial

Teori Perkembangan Moral Menurut Kohlberg


Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan
terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg
mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut
Kohlberg sampai pada pandangannya setelah dua puluh tahun melakukan wawancara yang unik
dengan anak-anak. Dalam wawancara , anak-anak diberi serangkaian cerita dimana tokoh-
tokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling
populer: ” Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu
obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya.

Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker
di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan
harganya sepuluh kali lebih mahal dari biaya pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu
dosis obat ia membayar dua ratus dolar dan menjualnya dua ribu dolar. Suami pasien perempuan,
Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya dapat
mengumpulkan seribu dolar atau hanya setengah dari harga obat. Ia memberitahu apoteker bahwa

10
istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau
membolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata ”tidak, aku
menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan
membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.”

Cerita ini adalah salah satu dari sebelas cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral,
khususnya teori Kohlberg , ialah internalisasi yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang
dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.Teori
Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat tiga tingkat dan enam
tahap pada masing-masing tingkat terdapat dua tahap diantaranya sebagai berikut:

Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional

Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral-
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan
dikontrol oleh orang lain dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah dan tingkah laku yang
buruk akan mendapatkan hukuman.

a) Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan. Yaitu tahap pertama yang mana pada tahap ini
penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena orang dewasa menuntut
mereka untuk taat.

b) Tahap II. Individualisme dan tujuan. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas
imbalan dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang
paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang
dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

Tingkat Dua : Penalaran Konvensional

Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah


dimana seseorang tersebut menaati stándar-stándar Internal tertentu, tetapi mereka tidak menaati
stándar- stándar orang lain seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.

a) Tahap III. Norma-norma Interpersonal. Yaitu: dimana seseorang menghargai kebenaran,


keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan
11
moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.

b) Tingkat IV. Moralitas Sistem Sosial. Yaitu: dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas
pemahaman atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban

Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional


Yaitu suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan
tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.

1. Tahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual. Yaitu nilai-nilai dan aturan-
aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang
lain.

2. Tahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal. Yaitu seseorang telah mengembangkan suatu
standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dalam artian bila
sseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti
suara hati

Validitas pendekatan ini didukung oleh studi yang dilakukan smetana yang disinggung
dimuka mengenai pengambilan keputusan tentang pengguguran kandungan.penelitian tersebut
didasarkan pada asumsi,bahwa pengguguran kandungan itu merupakan suatu masalah yang
multidimensional dan ambigu yang hendaknya tidak hanya diteliti melalui mengukuran korelasi
antara perilaku dengan pertimbangan moral belaka.salah satu sumber hipotesisnya ialah suatu
perdebatan umum yang mendalam mengenai dasar hakiki dari pengguguran kandungan itu. Maka
jelaskan kalau masalah tersebut kebijakan yang salah dari pertimbangan moral.

Sumber kedua dari hipotesis yang diajukan sehubungan dengan permasalahan ini ialah suatu
pekerjaan yang ekstensif yang merintis pertimbangan dari pengguguran suatu masalah yang
menyangkut insani,suatu kandungan yang digugurkan yaitu menyangkut hidup insani.oleh karena
itu salah satu tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi orientasi sesorang menegnal ranah serta
kriteria konseptural dalam masalah pengguguran kandungan .tujuan lain dari penelitian ini ialah
untuk menguji pertautan antara pertimbangn dengan perilaku. Disamping mereka yang dijadikan
sampel lain dalam studi ini ialah sekelompok wanita yang berpasangan.akan tetapi tidak pernah
mengandung.

12
Analisis jawaban terhadap wawancara mengenai masalah penguguran kandungan itu,
misalnya dalam pengguran kandungan itu apa termasuk dalam ranah moral. Beberapa responden
pengguran itu bukan termasuk dalam moral.karena dalam pengguran itu termasuk merenggut
nyawa hidup seseorang.oleh karena itu perbedaan pertimbangan itu tidak sekedar menyangkut
persoalan bahwa membunuh itu salah. Ada empat corak pandangan yang berbeda berkaitan
dengan aspek-aspek moral dan non moral dalam situasi ini.

Pandangan pertama,menganggap masalah pengguguran kandungan sebagai menjadi


masalah pilihan pribadi lebih bersifat non moral.

pandangan kedua, menyatakan bahwa masalah pengguguran kandungan lebih merupakan


masalah hidup dan mati,sehingga memandangnya sebagai suatu masalah moral.

pandangan ketiga, melihat adanya pertentangan antara pandangan yang menggangapnya


sebagai masalah kebijakan moral dan yang tidak menganggap sebagai masalah kebijkan moral.

Pandangan keempat, menunjukkan adanya koordinasi antara aspek moral dengan aspek
pribadi berdasarkan masa kandungan,para subyek yang melihat permasalahan demikian
merumuskan kehidupan dan membandingkan dengan bentuk kehidupan insani karena masalah
ini dilihat dari suatu saat tertentu maka masalah pengguguran tersebut mula-mula masalah
bersifat pribadi.

Maka kesimpulan dari studi ini mendukung proposisi umum yang diajuakan dimuka bahwa
perilaku itu berkaitan dengan pengambilan keputusan,dan bahwa pertautan itu diasosiasikan
dengan pengkoordinasian pertimbangan sosial.studi ini juga memperlihatkan juga bahwa
kejelasan perilaku tidak dapat dilihat semata-mata melalui pengukuran tingkat konsisten dengan
pertimbangan moralnya.

E. Empati ,keterbatasan dan perannya dalam teori moral yang komprehensif


1. Pengertian Empati Menurut para ahli
A. Menurut Asri Budiningsih (2004: 46), empati berasal dari kata pathos(dalam bahasa
Yunani) yang berarti perasaan mendalam. Sedangkan Menurut Carkhuff dalam Asri
Budiningsih (2004:47) mengartikan empati Sebagai kemampuan untuk mengenal,
mengerti dan merasakan perasaan Orang lain dengan ungkapan verbal dan perilaku, dan
mengkomunikasikan Pemahaman tersebut kepada orang lain.
13
B. Brammer dalam Pangaribuan (1993: 50) mengartikan empati sebagai Cara seseorang
untuk memahami persepsi orang lain dari kerangka Internalnya.

C. Sedangkan menurut Rogers dalam Pangaribuan (1993: 50) Empati merupakan cara
mempersepsi kerangka internal dari referensi orang Lain dengan keakuratan dan
komponen emosional, seolah- olah seseorang Menjadi orang lain.

D. Menurut Hansen (1982: 57) mengemukakan empati mengandung Makna bahwa


seseorang mencoba untuk mengerti keadaan orang lain Sebagai mana orang tersebut
mengertinya dan menyampaikan pengertian itu Kepadanya.

E. Pangaribuan (1993: 78) menyebutkan Empati berarti masuk ke dalam diri seseorang dan
melihat keadaan dari sisi Orang tersebut, seolah-olah ia adalah orang itu. Seseorang dapat
di katakan memiliki empati jika ia dapat menghayati keadaan perasaan orang lain serta
dapat melihat keadaan luar menurut pola acuan orang tersebut, dan mengomunikasikan
penghayatan bahwa dirinya memahami perasaan,tingkah laku dan pengalaman orang
tersebut
Empati berbeda dengan simpati. Perasaan simpati sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari yang menggambarkan perasaan seseorang kepada orang lain. Bedanya empati dengan simpati
adalah, bahwa empati lebih memusatkan perasaannya pada kondisi orang lain atau lawan
bicaranya dan sudah ada tindakan dari orang tersebut kepada lawan bicaranya. Sedangkan simpati
lebih memusatkan perhatian pada perasaan diri sendiri bagi orang lain, sementara itu perasaan
orang lain atau lawan bicaranya kurang diperhatikan dan tidak ada tindakan yang
dilakukan.Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa empati adalah
suatu kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi,serta merasakan perasaan orang lain
yang disertai dengan ungkapan dan tindakan.

2. Indikator Empati
Berempati tidak hanya dilakukan dalam bentuk memahami perasaan orang lain semata,
tetapi harus dinyatakan secara verbal dan dalam bentuk tingkah laku. Tiga ciri dalam berempati
menurut Gazda dalam Asri Budiningsih (2004: 48) adalah: Mendengarkan dengan seksama apa
yang di ceritakan orang lain,Bagaimana perasaannya, apa yang terjadi pada dirinya,Menyusun
kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan perasaan dan Situasi orang tersebut,Menggunakan
susunan kata-kata tersebut untuk mengenali orang lain dan Berusaha memahami perasaan serta
situasinya.
14
Daniel Goleman (1997: 158) mengemukakan tiga ciri kemampuan Empati yang harus dimiliki
antara lain :

1. Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik, artinya individu Mampu memberi
perhatian dan menjadi pendengar yang baik dari segala Permasalahan yang di ungkapkan
orang lain kepadanya.
2. Menerima sudut pandang orang lain, artinya individu mampu Memandang permasalahan
dari titik pandang orang lain sehingga akan Menimbulkan toleransi dan kemampuan
menerima perbedaan.
3. Peka terhadap perasaan orang lain, artinya individu mampu membaca Perasaan orang lain
dari isyarat verbal dan non verbal seperti nada bicara, Ekspresi wajah, gerak-gerik dan
bahasa tubuh lainnya.

T. Safaria (2005: 105) mengemukakan ciri atau indikator empati Terdiri dari:
1. Ikut merasakan, merasakan apa yang dirasakan oleh orang Lain
2. Dibangun berdasarkan kesadaran diri, ada kemauan dalam diri Seseorang untuk peka
terhadap perasaan orang lain;
3. Peka terhadap bahasaNon verbal, seseorang dapat dikatakan berempati apabila orang
tersebut Mampu merasakan bahasa non verbal yang diperlihatkan oleh orang lain
4. Mengambil peran, artinya seseorang mampu mengambil tidakan atas permasalahan yang
sedang dihadapinya
5. Tidak larut atau tetap control emosi diri, artinya seseorang dapat mengendalikan diri dalam
membantu memecahkan masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan beberapa indicator empati yaitu:

1) mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik, artinya individu mampu memberi
perhatian dan menjadi pendengar yang baik dari segala permasalahan yang di ungkapkan orang
lain kepadanya;

2) menerima sudut pandang orang lain, artinya individu mampu memandang permasalahan dari
titik pandang orang lain sehingga akan menimbulkan toleransi dan kemampuan menerima
perbedaan;

3) peka terhadap perasaan orang lain, artinya individu mampu membaca perasaan orang lain

15
3. Upaya Meningkatan Empati Siswa

Dalam pembelajaran diperlukan adanya empati yang dimiliki siswa.Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan empati pada siswa.Menurut Daniel Goleman (1997: 67) ada beberapa
cara untuk meningkatkan empati yaitu:

1. Understanding others yaitu cepat menangkap perasaan orang lain(Respect),


mampu merasakan dan membaca perasaan orang lain.

2. Service orientation yaitu memberikan pelayanan yang dibutuhkan orang Lain, artinya
mampu memberikan tindakan terhadap permasalahan yang Sedang terjadi.

3. Developing others yaitu memberikan masukan positif atau membangun, Artinya


dapat memberikan solusi.

4. Leveraging diversity yaitu mengambil manfaat dari perbedaan bukan Konflik,


mampu mengambil manfaat dari permasalahan yang terjadi.

Asri Budiningsih (2004: 52) menyebutkan ada beberapa cara yang Dapat dilakukan untuk
meningkatkan empati, yaitu:

1. Peduli dan perhatian, sejauh mana komunikasi dapat terbentuk sehingga Orang lain dapat
merasa nyaman karena diperhatikan.
2. Berguru, dengan belajar kepada mereka yang telah nyata dianggap Memiliki kemampuan
empati yang tinggi, misalnya seorang rohaniawan, Psikolog, maupun dokter di rumah
sakit perawat tersebut mengabdi.
3. Berlatih, sepandai dan sepintar apapun kalau tidak pernah berlatih maka Akan kalah
dengan mereka yang masih pemula tetapi rutin untuk rajin Berlatih mengasah
kemampuan empatinya.
4. Berbagi pengalaman, ingatlah bahwa pengalaman adalah guru yangTerbaik dan melalui
pengalaman kita dapat menjadi bijaksana, dengan Berbagi pengalaman dengan sesama
rekan sekerja maka diharapkan Perawat akan lebih tangguh dan hebat.

T. Safaria (2005: 107) menyebutkan ada beberapa langkah yang dapat Dilakukan agar
kemampuan empati terbentuk, antara lain :

16
a. Merekam semua emosi pribadi, setiap orang pernah mengalami perasaan Positif maupun
negatif, misalnya sedih, senang, bahagia, marah, kecewa Dan lain sebagainya.
Pengalamanpengalaman tersebut apabila kita catat Atau rekam akan membantu kita memahami
perasaan yang sama saat Kondisi tertentu menjumpai kita kembali.

b. Memperhatikan lingkungan luar (orang lain), Memperhatikan lingkungan Luar atau orang lain
akan memberikan banyak informasi tentang kondisi Orang di sekitar kita. Informasi ini sangat
penting untuk dijadikan Panduan dalam mengambil pilihan perilaku tertentu.

c. Mendengarkan curhat orang lain, Mendengarkan adalah sebuah Kemampuan penting yang
sering dibutuhkan untuk memahami masalah Atau mendapatkan pemahaman yang lebih jelas
terhadap permasalahan Yang sedang dihadapi orang lain.

d. Membayangkan apa yang sedang dirasakan orang lain dan akibatnya Untuk diri kita,
Membayangkan sebuah kejadian yang dialami orang lain Akan menarik diri kita ke dalam
sebuah situasi yang hampir sama dengan Yang dialami orang tersebut.

e. Refleksi keadaan orang lain dapat membuat Kita merasakan apa yang sedang dialami orang
tersebut dan mampu Membangkitkan suasana emosional.

f. Melakukan bantuan secepatnya, memberikan bantuan atau pertolongan Kepada orang-orang


yang membutuhkan dapat membangkitkan Kemampuan empati. Respon yang cepat terhadap
situasi di lingkungan Sekitar yang membutuhkan bantuan akan melatih kemampuan kita untuk
Empati.

4.Manfaat Empati dalam Pembelajaran

Ada beberapa manfaat yang dapat di temukan dalam kehidupan Pribadi dan sosial manakala
mempunyai kemampuan berempati. Menurut T. Safaria (2005: 78) empati memiliki beberapa
manfaat diantaranya yaitu:

1. Menghilangkan sikap egois, orang yang telah mampu mengembangkan Kemampuan


empati dapat menghilangkan sikap egois (mementingkan Diri sendiri).
2. Menghilangkan kesombongan, salah satu cara mengembangkan empati Adalah
membayangkan apa yang terjadi pada diri orang lain akan terjadi Pula pada diri kita.
3. Mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri, pada dasarnya Empati adalah

17
salah satu usaha kita untuk melakukan evaluasi diri Sekaligus mengembangkan kontrol
diri yang positif.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tindakan sosial itu merupakan hasil koordinasi dari berbagai ranah pertimbangan sosial.
Artinya bahwa suatu keputusan perilaku tertentu dihasilkan oleh lebih dari satu jenis
pertimbangan. Penalaran moral seseorang dibentuk melalui perolehan cara-cara orientasi
budaya. Dari hasil studi menunjukan perilaku itu berkaitan dengan pengambilan keputusan, dan
pertautan itu diasosiasikan dengan pengkoordinasikan pertimbangan sosial. Perilaku soaial
dapat membawakan pertimbangan yang konsisten maupun yang tidak konsisten, tergantung dari
tipe pertimbangan yang dinilai. Adanya ranah menunjukan pertimbangan itu berkaitan dengan
penafsiran individu mengenai situasi sosial dengan cara mempengaruhi perilaku. Pemilihan
perilaku dan konten budaya tidak bersifat dikatomis dengan penalaran sosial. Untuk memehami
suatu tindakan diperlukan suatu studi mengenai interelasi berbegai tipe pertimbangan sosial.

Sementara empati Sebagai kemampuan untuk mengenal, mengerti dan merasakan perasaan
Orang lain dengan ungkapan verbal dan perilaku, dan mengkomunikasikan Pemahaman
tersebut kepada orang lain.indikator empati meliputi : Mendengarkan pembicaraan orang lain
dengan baik,Menerima sudut pandang orang lain, Peka terhadap perasaan orang lain. Adapun
upaya untuk meningtkan empati siswa meliputi Understanding others yaitu cepat menangkap
perasaan orang lain(Respect), mampu merasakan dan membaca perasaan orang lain. Dan
empati juga memiliki manfaat menumbuhkan Kesadaran bahwa tiap orang memiliki sudut
pandang berbeda akan Mendorong siswa mampu menyesuaikan diri sesuai dengan
lingkungansosialnya. Dengan menggunakan mobilitas pikirannya siswa dapat menempatkan
diri pada posisi perannya sendiri maupun peran orang lain sehingga akan membantu melakukan
komunikasi efektif.

B. Saran
Seperti yang kita ketahui kepribadian sosial memiliki definisi dan ciri-ciri seperti yang disebutkan
di atas.maka dari itu pembaca diharapkan dapat memperoleh informasi penting dari sisi baik
(positif) maupun sisi negatifnya.dan pembaca juga diharapkan dapat menerapkan bagian positifnya
dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan bagian negatifnya sebagai peringatan agar pembaca
tidakmencontohnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://studyandlearningnow.blogspot.com/2013/06/pengetahuan-sosial-dan-tindakan-sosial.html
(Diakses pada tahun 2013)
Jurnal Cakrawala Pendidikan “Pendekatan Pendidikan Nilai Secara Komprehensif Sebagai Suatu
Alternatif Pembentukan Akhlak Bangsa” (Diakses pada juli 2001)

20

Anda mungkin juga menyukai