FILSAFAT UMUM
2 PBS A
Nurbaeti (211420013)
Imamah Hastiati Hajidah (211420021)
2021/2022
i
KATA PENGANTAR
untuk mata kuliah Filsafat Umum, dengan judul “Moral dan Sistem Filsafat
Moral”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita curahkan untuk junjungan Nabi
agung kita yakni Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk
Selain itu Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do‟a, saran dan
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
miliki.Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap
pendidikan.
Penulis
ii
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan............................................................................................. 1
BAB 2 Pembahasan.............................................................................................. 3
BAB 3 Penutup..................................................................................................... 21
A. Kesimpulan ................................................................................................ 21
B. Saran .......................................................................................................... 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan pada suatu
masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta
pelindung bagi lingkungan tersebut. Moral dihasilkan dari perilaku intelektual,
emosi, atau hasil berfikir setiap manusia yang pada hakekatnya merupakan
aturan dalam kehidupan untuk menghargai dan dapat membedakan tentang
benar dan yang salah berlaku dalam suatu masyarakat. Bila orang membicarakan
moral seseorang maka yang dibicarakan ialah kebiasaan, tingkah laku atau
perbuatan orang atau kelompok masyarakat. Moralisasi dimaksudkan usaha
menyampaikan ajaranajaran moral tersebut, sehingga aturan-aturan, tingkah laku
dan perbuatan yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat untuk dihayati dan
dilestarikan oleh anggota masyarakat maupun penerusnya, maka hal-hal yang
dianut dan dijadikan aturan tingkah laku tersebut dinamakan nilai-nilai moral. 1
Filsafat moral merupakan kajian ilmu yang secara garis besar membahas
tentang macam macam teori etika.Dalam teori etika terdapat dua pembagian
diantaranya teleologis dan deontologis.Teori teleologis menentukan baik
buruknya suatu tindakan dari baik buruknya akibat yang menjadi
tujuannya.Berbeda dengan etika teleologis,etika deontologis berpandangan
bahwa moralitas suatu tindakan melekat pada tindakan itu sendiri bukan
finalitasnya. Filsafat etika atau moral yaitu ilmu yang dipake dalam nilai norma
moral yang menjadi pegangan seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.2
1
http://eprints.ums.ac.id/30983/2/04._BAB_I.pdf (diakses pada tanggal 9 maret 2022 ).
2
Mg. Aang ,”Filsafat Moral”,2016, hal. 2,( diakses pada
https://ang99site.wordpress.com/2016/06/16/filsafat-moral/ tanggal 9 maret 2022).
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang
biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara
berpikir. dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir
inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang
artinya sama dengan etika.4
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika
Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas
atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti,
dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu
bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian
sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.
3
Dosen Sosiologi.com,” Pengertian Moral, Macam, Tujuan, dan Contohnya di Masyarakat,”
2022,hal. 1(diakses pada https://dosensosiologi.com/pengertian-moral/ tanggal 9 maret 2022).
4
Evia Yunita,” Filsafat Moral (Etika),” 2016, ( diakses pada
https://eviayunita.wordpress.com/2016/12/26/filsafat-moral-etika tanggal 9 maret 2022).
3
Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak
bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari
kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup
tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika
menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam
pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan
lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih
absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi
batiniah.
Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri
yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran
tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan
tidak pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan
alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral
(hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu).
4
3. Maria J. Wantah, Menurut Maria J Wantah, pengertian moral adalah
sesuatu yang berkaitan erat dengan kemampuan dalam menentukkan nilai
benar atau salah serta baik atau buruknya suatu perilaku yang melekat pada
diri setiap individu yang hidup dalam suatu masyarakat.
5
masyarakat pada wilayah tertentu, serta secara meluas mengacu pada fondasi
bangsa dan negara dari perspektif kebudayaan.
Moral Disiplin dan Hukum bermakna segala sesuatu yang berkaitan dengan
ketentuan pada tata aturan secara profesional dan hukum yang berlaku di
masyarakat dan juga secara meluas mencakup negara.
- Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif
memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode
tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi,
psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat. 7
- Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian
(preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-
alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi
menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan etika
khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang
khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga
etika terapan.
- Metaetika ,Meta berati melampaui atau melebihi.
7
Evia Yunita,” Filsafat Moral (Etika),” 2016, ( diakses pada
https://eviayunita.wordpress.com/2016/12/26/filsafat-moral-etika tanggal 9 maret 2022).
6
Yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan
kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau
memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan
dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris
George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa
sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.
Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the
is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan
faktual. Kalau sesuatu merupakan kenyataan (is), apakah dari situ dapat
disimpulkan bahwa sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought).
Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol.
Pertama, pluralisme moral, yang timbul berkat globalisasi dan teknologi
komunikasi. Bagaimana seseorang dari suatu kebudayaan harus berperilaku
dalam kebudayaan lain. ini menyangkut lingkup pribadi. Kedua, masalah etis
baru yang dulu tidak terduga, terutama yang dibangkitkan oleh adanya temuan-
temuan dalam teknologi, misalnya dalam biomedis. Ketiga, adanya kepedulian
etis yang universal, misalnya dengan dideklarasikannya HAM oleh PBB pada 10
Desember 1948.
C . Tujuan Moral
8
Ibid.
7
Keberadaan moral dan etika dapat bermanfaat sebagai landasan atau acuan
agar tidak bersikap semena- mena, serta memperhatikan nilai- nilai kebaikan
kepada sesama dengan beragam perbedaan, seperti perbedaan kepentingan
ataupun kebudayaan.
1. HEDONISME
9
Ibid.
10
Budi Sanjaya Saragih,”Sistem Filsafat Moral”,2011,hal. 1.( diakses pada
https://zaysaragih.blogspot.com/2011/11/sistem-filsafat-moral.html tanggal 9 Maret 2022).
8
kepuasan rasa “Tingkah laku atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan dan
kenikmatan/kelezatan”. Ada tiga sudut pandang dari faham ini yaitu
Tengok saja, betapa banyaknya remaja yang lalu lalang di mall atau
pusat-pusat keramaian dengan telepon genggam model mutakhir di tangan,
dengan pakaian dan aksesoris serba mahal, dengan gestur yang membahasakan
eksklusifitas diri, berbelanja barang-barang mewah yang mahal dan bermerk.
11
Ibid, hal. 2.
9
Sudah nyaris menjadi suatu hal yang dimahfumi memang, tapi bukan berarti
tidak perlu dicermati dan disikapi dengan benar – agar remaja kita tidak menjadi
hedonis-hedonis yang mendewakan segala jenis kenikmatan duniawi. Perlu
diingat bahwa hedonisme sangat dekat dengan narkoba dan perilaku seks bebas.
Wajar saja memang jika remaja ingin mencoba sesuatu yang baru,
bergaul, dan sebagainya. Namun semua itu harus memiliki batasan-batasan, dan
batasannya tidak dapat disamakan dengan yang dimiliki orang dewasa. Jika
remaja sudah melampaui batas, maka orang tua wajib menghentikannya. Dengan
menetapkan aturan-aturan baru yang mempersempit geraknya, sebaiknya
12
Ibid, hal. 2.
10
dilakukan secara bertahap namun tetap tegas. Misalnya mengurangi uang jajan,
menerapkan jam malam, dan sebagainya.
Remaja berada dalam periode yang sangat labil secara emosional dan
dunia mereka tengah bergeser dari keluarga menjadi lingkungan pergaulan.
Maka jika mereka „berbeda‟ dengan kelompoknya, mereka akan merasa tidak
nyaman, takut tidak diterima atau disebut „aneh‟ dan sebagainya. Orang tua
harus dapat mengarahkan pola pikir seperti itu agar mereka tidak terjerumus dan
menjadikan hedonisme sebagai gaya hidup.13
Namun bila remaja kita terlanjur konsumtif, ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan oleh para orang tua:
13
Ibid, hal. 3
11
Pembatasan uang saku. Hedonisme identik dengan materi, oleh karena itu orang
tua harus dapat menetapkan batasan dengan cermat dan cerdas. Pembatasan ini
dimaksudkan agar anak tidak menjadi pribadi yang instan.Melakukan kegiatan
positif. Orang tua perlu mendorong anak melakukan kegiatan-kegiatan positif
yang dapat mengembangkan bakat dan potensi anak. Dengan demikian anak
lebih fokus untuk berprestasi.
12
2. EUDEMONISME (eudaimonia = kebahagiaan)
Menurut Aristoteles :
Kritik : selai egois juga tidak mencukupi sebagai pertanggung jawaban moral
suatu tindakan.
14
Ibid, hal. 5
13
manusia bahagia adalah ia yang secara “das sein” mampu
menyelaraskan dengan apa yang menjadi “das sollen”-nya.
Keutamaan-keutamaan
a. Keutamaan Intelektual
Ada dua fungsi dari rasio menusia menurut Aristoteles, yakni untuk
mengenal kebenaran (bersifat universal) dan untuk mengetahui tindakan mana
yang tepat untuk dilakukan pada saat-saat tertentu (parsial). Dalam fungsinya
yang pertama itu, manusia akan mendapatkan kebijaksanaan teoretis yang
disebut Aristoteles sebagais o p h i a. Dengan sophia ini manusia akan mampu
mendapatkan pengetahuan mengenai kebenaran-kebenaran yang bersifat
universal dan tetap, seperti halnya hukum-hukum alam dan Allah. Pada titik
15
Ibid, hal. 5
14
16
inilah keutamaan intelektual itu memiliki porsi besarnya. Sementara dalam
fungsinya yang disebutkan terakhir, manusia akan mendapatkan suatup h r o n ẻ
s i s (kebijaksanaan praktis) yang berfungsi menuntun tindakannya ke arah yang
tepat.
b. Keutamaan Moral
16
Ibid, hal. 7
15
Dari sini lambat laun ia akan mencapai keutamaan-keutamaan itu sebagai
suatu sikap watak yang melekat dalam dirinya sendiri, dengan tidak perlu lagi
mengacu terhadap aturan-aturan yang ada. keyakinan akan Ide-ide abadi yang
diusung oleh Plato. Menurut Plato, ketika manusia harus berbuat baik dan benar,
maka kebaikan dan kebenaran itu sebenarnya didapatkan sesuai dengan ide-ide
abadi yang kembali diingatnya melalui tahapan-tahapan pengalaman yang
dilaluinya (baca toeri pengenalan Plato). Dengan demikian, kebenaran (termasuk
dalam perkara tindakan manusia dalam pembahasan etika) telah memiliki suatu
gambaran objektifnya di alam Ide sana yang bernilai sebagai dirinya sendiri
tanpa dipengaruhi oleh otoritas rasio manusia yang–meminjam Heidegger-
“being there”, sangat bergantung terhadap konteks.
Satu hal lagi yang sangat perlu ditekankan adalah pemaparan Aristoteles
mengenai Allah. Dalam hal ini jangan sekali-kali menjumbuhkan pemaknaan
Allah ala Aristoteles dengan apa yang dipahami oleh agama-agama “langit”,
meski pada kenyataannya Aristoteles juga seorang “monoteis” dalam arti yang
agak aneh, sebab dalam beberapa kesempatan ia masih menyebut “dewa-dewa”
(jamak). Monoteisme Aristoteles ini dapat dilihat dari gagasan-gagasannya yang
masyhur, seperti tentang Penggerak Pertama yang tak digerakkan (Causa Prima).
16
(ilahi) itu bersifat deistis. Dalam hal ini, jika kita mencoba memandangnya dari
kacamata Islam (tentu sajaini tidak dilakukan atas dasar keinginan untuk
menghakimi Aristoteles) jelas tidak akan menemukan kesesuaiannya, mengingat
doktrin Islam menyatakan bahwa Allah adalah Pencipta, dan dengan demikian
maka apa yang diciptakan-Nya tentulah memiliki permulaan dan penghabisan.
Aristoteles tidak demikian. Dalam metafisikanya ia menjelaskan bahwa alam
raya ini abadi, seperti abadinya Penggerak Pertama yang tak digerakkan itu.
18
Ibid, hal. 10
17
- Ajarannya : yang baik adalah yang membawa manfaat bagi orang banyak
- Keunggulannya : tidak bersifat egois, melainkan universal 19
- Kelemahannya : tidak menjamin keadilan dan hak-hak manusia
merupakan suatu teori atau studi tentang kewajiban moral Moralitas dari
suatu keputusan etis yg sepenuhnya terpisah dari konsekuensinya Ex. Seorang
perawat yg berkeyakinan bahwa menyampaikan suatu kebanaran merupakan hal
yg sangat penting & tetap harus disampaikan, tanpa peduli apakah hal tersebut
mengakibatkan orang lain tersinggung atau bahkan syok . Ajarannya : baik
buruknya suatu tindakan tidak tergantung akibatnya, melainkan ada cara
bertindak yang begitu saja wajib atau dilarang.
Kelemahannya :
- Sifat mengharuskannya.
- Bisa fanatisme buta.
- Deontologis peraturan.
19
Ibid, hal. 10.
18
Ajarannya : norma moral berlaku begitu saja (menurut Immanuel kant, berlaku
imperatif katagoris)
Kesulitan :
- Tentang nilai suatu tindakan yang berasal dari suatu kecenderungan spontan
dan motif berbuat baik
- Tentang tanggung jawab manusia terhadap akibat dari suatu tindakan
Jalan keluar :
Willian D Ross : harus dibedakan kewajiban yang berlaku prima facie dan
kewajiban yang sebenarnya
Ajarannya :
Kesimpulan : dari semua teori penting yang dibahas tidak terdapat satu sistem
pun sama sekali memuaskan, yang bisa menjadi jawaban satu-satunya atas
pertanyaan dasar kita.
Teori Deontologi, adalah teori yang dijelaskan secara logis oleh filsuf Jerman
yaitu Immanuel Kant. Kata deon berasal dari Yunani yang berarti kewajiban,
sehingga dapat dikatakan bahwa teori ini menekankan pada pelaksanaan
kewajiban. Suatu perbuatan akan baik apabila didasari atas pelaksanaan
kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan, tanpa
19
memikirkan akibat atau konsekuensinya, atau dengan kata lain suara terbanyak
bukanlah ukuran untuk menentukan kebaikan.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok
perhatiannya; antara lain: 20
20
Ibid, hal. 11.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral
(kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika
berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-
kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan
metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.
B. Saran
mengetahui kode etik dalam bersikap dan kita bisa lebih baik dalam berprilaku
21
DAFTAR PUSTAKA
22