Anda di halaman 1dari 80

ETIKA PROFESI & HUKUM KESEHATAN

(KEPERAWATAN GIGI)

HJ. Nurhaeni, S.SiT, M.Mkes

Kementerian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Makassar

2020

i
Buku Ajar

Etika Profesi
Perawat Gigi & Hukum Kesehatan

OLEH

Hj. NURHAENI, S.SiT.,M.MKes

2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan Memanjatkan Puji Syukur kehadirat Allah SWA, Kami akhirnya dapat
merampungkan Buku Ajar Etika Profesi dan Hukum Kesehatan ini tepat waktu.
Pembuatan buku ajar ini diperuntukan bagi mahasiswa dalam lingkup
Poltekkes Kemenkes Makassar. Diharapkan buku ajar ini dapt membantu mahasiswa
untuk memahami materi kuliah dan mengaplikasikan ilmu ini dilapangan.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terbitnya buku ajar ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Kami tahu buku ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami tetap
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan pada edisi
selanjutnya. Dan kami ucapkan terima kasih atas segala bantuan semua pihak.
Semoga buku ini dapat bermanfaat
Amin

Makassar, Nopember 2020


Hormat kami,

Tim Penulis,

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I Ruang Lingkup Etika ....................................................................... 1

BAB II Kode Etik Keperawatan Gigi ........................................................... 5

BAB III Etika Profesi Keperawatan Gigi ......................................................11

BAB IV Organisasi Profesi Perawat Gigi .................................................... 18

BAB V Perwujudan Nilai Etika Keperawatan Gigi ....................................... 27

BAB VI Prinsip etika ............................................................................... 34

BAB VII Memahami Tentang Malpraktik Terkait Hukum dan Sanksi Bagi Perawat Gigi
.............................................................................................................. 42

BAB VIII Masalah-Masalah Etika Profesi ................................................... 47

BAB IX Konsep Dasar dan Prinsip Hukum Kesehatan Yang Berkaitan dengan Profesi
Keperawatan ......................................................................................... 54

BAB X Mengetahui dan Memahami Perundang-undangan yang Menaungi Asuhan


Keperawatan Gigi Bersama PPGI .............................................................. 62

BAB XI Kode Etik Perawat Gigi Indonesia ................................................ 67

BAB XII Konsep Moral Praktik Keperawatan Gigi ....................................... 69

BAB XIII Pelanggaran Etik Pada Praktik Keperawatan Gigi ....................... 72

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 77

iii
BAB I
RUANG LINGKUP ETIKA

I.1. PENGERTIAN ETIKA SECARA UMUM

Di zaman modern ini, masalah etika di Indonesia mulai mengalami


penurunan. Sebagian besar masyarakat mulai mengabaikan persoalan etikanya.
Terutama etika dalam pergaulan. Hal initerjadi diakibatkan masuknya ajaran-
ajaran barat yang akhirnya mengikis adat budaya masyarakat Indonesia secara
perlahan-perlahan.
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan dan terwujud. Nilai yang terkandung dalam ajaran, bud
aya, teradisi nenek moyang kita berbentuk; petuah-petuah, nasihat-nasehat,
wejangan, peraturan, perintah/larangan dan semacamnya. Pada dasarnya
memberi kita orientasi bagaimana dan kemanakita harus melangkah dalam
hidup ini.
Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas ya
ng menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis
dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, karenatanpaetikakitatidaka
kanmenjadi orang yang baik dilingkungansekitar. Etika dan sopan santun juga
berperan erat dalam kehidupan kita, oleh karena itu kita membuat makalah yang
berjudul ”DASAR ETIKA UMUM” agar para pembaca mengetahui apa saja dasar
etika yang terjadi dalam lingkungan masyarakat kita serta masyarakat akan tahu
tantangan yang dialaminya.
Menurut bahasa YunaniKuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti
“timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari
nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggungjawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika
(studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika
terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).

1
Pengertian etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya
berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin,
yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat
kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan),
dan hindari hal-hal tindakan yang buruk. (Rosady Ruslan, 2001)Dari
segietimologi (asal kata), istilah.

I.2 JENIS JENIS ETIKA


Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Etika Umum
Etika Umum adalah Etika yang berbicara mengenai kondisi-kondisi
dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia
mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar
yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.

b. Etika Khusus
Etika Khusus merupakan Etika dalam penerapan prinsip-prinsip moral
dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
o Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri.
o Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana


sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan-
aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah-laku yang benar,yaitu
:
a. Baikdanburuk.
b. Kewajibandantanggungjawab.

2
Terdapat tiga pembagian mengenai etika, yaitu sebagai berikut:
1. Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif tidak memberi penilaian
tetapi menggambarkan moralitas pada individu-individu tertentu, kebudayaan atau
subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.

2. Etika normatif
Pada etika normatif terjadi penilaian tentang perilaku manusia.
Penilaian ini terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat preskriptif
(memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar atau
tidaknya tingkah laku. Etika normatif menampilkan argumentasi atau alasan
atas dasar norma dan prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional dan dapat diterapkan dalam praktik.
3. Metaetika
“Meta” berasal dan bahasa Yunani yang berarti melebihi atau
melampaui. Metaetika mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis.
Pada metaetika mempersoalkan bahasa normatif apakah dapat diturunkan
menjadi ucapan kenyataan. Metaetika mengarahkan pada arti khusus dan
bahasa etika.

I.3. LANDASAN ETIKA


Faktor-faktor yang melandasi etika adalah meliputi hal tersebut dibawah ini:
a. Nilai-nilai atau value.
b. Norma.
c. Sosial budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
d. Religius
1. Agama mempunyai hubungan erat dengan moral.
2. Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.

3
3. Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling
penting.
4. Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi
perilaku para anggotanya.
e. Kebijakan atau policy maker, siapa stake holders nya dan / bagaimana
kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun
kode etik.
Contoh;
Nilai dipelajari melalui pengamatan dan pengalaman yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosiokultural seseorang.

Nilaiterdiridari :
o Nilai personal
o Nilaisosial
o Nilaiprofessional
 ContohNilai Personal danSosial

Nilai personal Nilaisosial

v kemandirian v kehidupanmanusia
v kejujuran v kemerdekaan
v agama v persahabatan
v cinta v pendidikan
v rasa humor v teknologi
v kecantikan v kasihsayang
v harta v demokrasi
v waktusenggang v kesempatan yang
sama

 Nilai Profesional
Perawat memiliki nilai professional selama sosialisasi dengan keperawatan,
dari kode etik keperawatan, pengalaman keperawatan, pengajar dan teman
sebaya.

4
BAB II

KODE ETIK KEPERAWATAN GIGI

2.1 PENGERTIAN

Tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya harus menghormati hak


pasien walaupun tidak dapat dihindari hilangnya hak tersebut dalam keadaan
wabah, gangguan terhadap ketertibanumum demi kepentingan umum.

Pada dasarnya hak dan kewajiban Perawat Gigi dan Perawat lainnya
sama, yang secara khusus berkaitan dengan kewenangan sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikanya.

2.2 KODE ETIKA PERAWAT GIGI

Jika ditilik secara seksama pada prinsipnya profesi perawat gigi sudah
memenuhi persyaratan untuk dianggap sebagai profesi yang professional,
seperti :

 memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau


spesialis;.
 melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan tenaga professional.
 keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
 mempunyai kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah.
 mempunyai peran dan fungsi yang jelas.
 mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur.
 memiliki organisasi profesi sebagai wadah.
 memiliki etika profesi.
 memiliki standar pelayanan.
 memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
 memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan
kompetensi.

5
Ada satu hal pokok yang belum dimiliki oleh perawat gigi dan belum
dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Izin Praktik Mandiri sebagaimana profesi
kesehatan lainnya.

Untuk diketahui, saat ini perawat gigi dalam menjalankan profesinya


diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi,
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
284/Menkes/SK/IV/2006 tentang Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi
yang menetapkan pedoman yang harus diikuti oleh perawat gigi dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Perawat Gigi yang wajib digunakan oleh perawat gigi
dalam menjalankan profesinya.

Tidak seperti profesi lainnya yang diberi hak untuk melaksanakan


praktik secara mandiri, misalkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, dan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat, maka perawat gigi hanya diatur bagaimana
bisa bekerja secara legal. Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan SK
Menteri Kesehatan RI tersebut, profesi perawat gigi jelas tertinggal beberapa
langkah dari profesi keperawatan lainnya.

2.3 STANDAR ETIKA PROFESI PERAWAT GIGI

Pelanggaran terhadap Standar Profesi terjadi berdasarkan:

1. Pengaduan klien / pasien atau keluarganya


2. Timbulmya akibat samping yang merugikan klien / pasien akibat tindakan
yang tidak sesuai dengan Standar Profesi yang ditentukan berdasakan
pembuktian.

6
Seoarang Perawat Gigi dalam menjalankan Profesinya perlu membawa diri
dalam sikap dan tindakan yang terpuji, baik dalam hubungannyaterhadap
penderita, masyarakat, rekan sejawat maupun Profesinya. Kode Etik Perawat Gigi
Indonesia merupakan acuan yang menjadi landasan dalam melaksanakan
tugasnya baik jiwa dan perbuatan untuk segala zaman serta untuk setiap insan
yang selalu mengumandangkan kebenaran.

Untuk meningkatkan kinerja Perawat Gigi Indonesia yang baik dan


terampil dan penuh semangat didalam melayani masyarakat yang mengalami
gangguan kesehatan giginya didalam pekerjaanya sehari-hari. Maka perlu
dilakukan kegiatan lomba pemilihan Perawat Gigi Teladan Sekabupaten, ada pun
tujuan diadakannya pemilihan Perawat Gigi Teladan ini adalah untuk memacu
semangat kerja Perawat Gigi didalam menjalanjan tugasnya. Seoarang Perawat
Gigi yang baik dan Teladan harus mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

1. Selalu berfikir dan bersikap positif


2. Ramah terhadap sesama, terutama terhadap pasien
3. Mempunyai semangat kerja yang tinggi
4. Berakhlak dan berbudi luhur
5. Dapat bekerjasama dengan baik dengan teman sejawat maupun dengan
teman profesi lainnya
6. Lulus seleksi yang dilakukan oleh tim

Pemilihan tenaga perawat gigi teladan di puskesmas diharapkan dapat


menjadi satu motivasi untuk meningkatkan minat tenaga kesehatan bekerja di
puskesmas sehingga dapat menjadi pendorong terciptanya tenaga kesehatan
yang mempunyai sikap Nasionalis, etis, dan professional, memiliki semangat
pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, berilmu, terampil, berbudi luhur serta
dapat memegang teguh etika profesi.

Agar pemilihan tenaga kesehatan gigi teladan dapat berjalan


dengandengan sebaik-baiknya maka dipandang perlu menetapkan pedoman tata

7
cara pemilihan, mekanisme pemilihan, tim penilai, kriteria penilaian serta hal-hal
yang dipandang perlu.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi perawat Gigi Indonesia agar


menjadi Perawat Gigi Teladan adalah:

1. Bekerjasama di Puskesmas atau puskesmas pembantu sekurang-kurangnya


selama3 tahun secara terus menerus.

2. Belum pernah terpilih sebagai tenaga Perawat Gigi Teladan yang mewakili
Puskesmasnya.

3. Calon tenaga Perawat Gigi Teladan diberlakukan bagi yang memiliki prestasi
yang dapat diteladani di lingkungan kerjanya.

Adapun mekanisme pengusulan membentuk Perawat Gigi Teladan harus


melewati berbagai prosedur, Yaitu:

a. Tingkat Kecamatan

Kepala puskesmas mengusulkan salah satu perawat gigi nya sebagai


calon Perawat Gigi Teladan kepada kepala dinas kesehatan di kabupaten /
kota, diadakan perlombaan.

b. Tingkat Kabupaten / Kota

Berdasarkan calon yang diusulkan Kecamatan, tim penilai Kabupaten /


kota memilih Perawat Gigi yg Teladan yang ditetapkan dengan SK. Bupati.
Selanjutnya yang terpilih diusulkan ke tingkat Propinsi.

c. Tingkat Propinsi

Berdasarkan calon yang diusulkan Kabupaten / Kota, diadakan seleksi


yang selanjutnya diusulkan kepada menteri kesehatan sebagai Perawat Gigi
Teladan di tingkat Nasional.

8
Membangun Citra Perawat Gigi

Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kompetensi berbagai jenis


SDM kesehatan gigi, perlu memandang dari aspek kebutuhan masyarakatnya
dan daya kemampuan masyarakat, aspek kemajuan Iptek yang diterapkan
secara benar dan layak dimasyarakat. Pendekatan kuratif saja dianggap
kurang efektif dan mahal, sebaliknya pendekatan edukatif dan preventif lebih
efektif dan hemat.

Dengan demikian Perawat Gigi menjadi ujung tombak pembangunan


kesehatan gigi di Indonesia dan sebagai sumber daya manusia kesehatan gigi
yang mempunyai peran sentral dalam asuhan kesehatan gigi yang merupakan
barisan terdepan dalam aspek promotif dan preventif pelayanan kesehatan
gigi dan mulut. Didalam bekerja perawat gigi harus berpedoman kepada
standar profesi perawat gigi dan kompetensinya. Seorang perawat gigi
teladan dalam menjalankan profesinya perlu membawa diri dalam sikap dan
tindakan yang terpuji, baik dalam hubungannya terhadap penderita,
masyarakat, rekan sejawat maupun rekan seprofesinya.

Untuk membangun citra positif perawat gigi, harus dapat:


1. Memberi pelayanan yang prima, berkualitas, serta professional kepada
masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
2. Menciptakan perawat Gigi yang Ideal
3. meningkatkan ilmu pengetahuan sehinga lebih matang dari sisi konsep dan
teori untuk melakukan pertolongan.
4. Perawat gigi juga harus mempunyai keterampilan yang tingi, kecerdasan,
komunikatif, dan bekerja sesuai protap kompetensi.
2.4. Evaluasi Dan Penghargaan Perawat Gigi
A. Evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian
untuk melihat keberhasilan kerja seorang perawat gigi agar dapat menjadi
perawat gigi taladan. Bila belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang sesuai
demi tercapainya perawat gigi yang teladan. Semua tindakan keperawatan

9
mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan. Untuk itu dapat
dilaksanakan secara bertahap dan sesuai dengan waktu.
Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP secara operasional. Evaluasi
selalu berkaitan dengan tujuan. Apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak
tercapai, maka perlu dicari penyebabnya.
B. Penghargaan bagi Perawat Gigi
1. Pemberian Piagam dan Lencana bagi yang memenangkan Perawat Gigi
Teladan.
2. Desain Piagam dan Lencana Propinsi / Kabupaten / Kota disesuaikan
dengan standar pusat.
3. Diikutsertakan sebagai pendamping Jema’ah Haji Indonesia, sekaligus
menunaikan Ibadah Haji.
4. Mendapat beasiswa untuk tugas belajar.

10
BAB III
ETIKA PROFESI KEPERAWATAN GIGI

Standar Profesi Perawat Gigi” disusun berdasarkan Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1035/Menkes/SK/1998 tentang Perawat Gigi.
Profesi bukan sekedar pekerjaan atau vocation melainkan suatu voksi
khusus yang mempunyai ciri-ciri expertise: keahlian, responsibility, tanggung
jawab dan corporateness, rasa kesejawatan (Nugroho 1982).

Standar profesi berlaku bagi tenaga kesehatan tertentu yang memberikan


pelayanan kesehatan kepada klien/pasien secara langsung di unit-unit
kesehatan baik secara individual maupun secara berkelompok dan pelayanan
kesehatan di lapangan dalam rangka program public health harus memenuhi
Standar Profesinya.
Ruang lingkup Standar Profesi mencakup antara lain pendidikan dan
atau pelatihan profesional, teknis dan metoda kerja, prosedur kerja,
kewenangan dan sertifikasi. Pedoman mengenai hal-hal tersebut disusun oleh
organisasi profesi dan disahkan oleh Pemerintah Departemen Kesehatan.
Organisasi profesi merupakan suatu wadah tempat para anggota profesi
tersebut menggabungkan diri dan mendapat perlindungan. Di Indonesia,
organisasi profesi bidang keperawatan gigi yang sudah ada yakni Persatuan
Perawat Gigi Indonesia.

1. Etika Profesi Perawat Gigi


Mengingat profesi perawat gigi merupakan tugas mulia yang tidak
terlepas dari fungsikemanusiaan dalam bidang kesehatan, maka perlu
memiliki suatu kode etik yang dijiwai olehnilainilai Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945.Seorang perawat gigi dalam menjalankan profesinya perlu
membawa diri dalam sikapdan tindakan yang terpuji. Baik dalam
hubungannya terhadap penderita, masyarakat, temansejawat, maupun
profesinya. Dengan Rachmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong

11
keinginanluhur untuk mewujudkan martabat, wibawa dan kehormatan profesi
perawat gigi, maka PerawatGigi yang bergabung dalam wadah Persatuan
Perawat Gigi Indonesia ( PPGI ) dengan penuhkesadaran dan tanggung jawab
merumuskan Kode Etik Perawat Gigi Indonesia yang wajibdihayati, ditaati
dandiamalkan oleh setiap Perawat Gigi yang menjalankan profesinya di
wilayahhukum Indonesia.
2. Perbuatan Perawat yang Bertentangan dengan Etika
Perawat gigi harus optimal dalam menjalankan profesinya, yang
dimaksud secara optimal dalam menjalankan profesi perawat gigi adal ah
sesuai dengan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut mutakhir, etika
umum, etika kesehatan gigi, hukum, dan agama. Kesehatan gigi dan mulut
yang menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang telah diajarkan dan
dimiliki harus dipelihara dan dipupuk sesuai dengan kemampuan perawat gigi
yang telah ditetapkan.
Etika umum dan etika kesehatan gigi harus diamalkan dalam
menjalankan profesi secara ikhlas, jujur, dan rasa cinta terhadap sesama
manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata, dan berbagai sifat lain
yang terpuji, seimbang dengan martabat jabatan profesi perawat gigi.

 Standar Kompetensi Perawat Gigi

Penyelenggaraan pendidikan berbagai jenis dan jenjang tenaga


kesehatan mempunyai tujuan yang mulia yaitu selain mencerdasakan bangsa
juga memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan gigi. Pendidikan tenaga
kesehatan gigi jenjang Diploma seperti halnya Perawat Gigi termasuk dalam
kelompok Pendidikan Profesional yang artinya pendidikan diarahkan terutama
pada kesiapan penerapan kemampuan tertentu berdasarkan tuntutan pasar
kerja. Untuk memberikan yang terbaik maka perlu dihindari tumpang tindih
peran dan kesenjangan mutu, melalui pendekatan kemitraan keprofesian.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna perlu diadakan


kurikulum yang hasil keluarannya memiliki kemampuan yang sesuai dengan
kebutuhan industri dan masyarakat pengguna perlu diadakan kurikulum yang

12
hasil keluarannya memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pengguna yaitu kurikulum berbasis kompetensi.

Dalam menelaah kebutuhan-kebutuhan kompetensi berbagai jenis SDM


kesehatan gigi, perlu memandang dari aspek kebutuhan masyarakat dan daya
kemampuan masyarakat, aspek kemajuan Iptek yang diterapkan secara benar
dan layak (etis) di masyarakat.Pendekatan kuratif saja dianggap kurang
efektif dan mahal sebaliknya pendekatan edukatif dan preventif lebih efektif
dan hemat.

Dengan demikian Perawat Gigi menjadi ujung tombak Pembangunan


Kesehatan Gigi Indonesia,dan sebagai sumber daya manusia kesehatan gigi
yang mempunyai peran sentral dalam asuhan kesehatan gigi yang merupakan
barisan terdepan dalam aspek promotif dan preventif pelayanan gigi mulut.
Standar Profesi Perawat Gigi digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan
profesi secara baik dengan tujuan :

a. Memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi sesuai dengan tujuan, fungsi,


dan wewenang yang dimilikinya
b. .Memberikan perlindungan kepada Perawat Gigi dari tuntutan hukum.
c. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari mal praktek perawat gigi.

 Kegiatan Penyembuhan Penyakit Gigi

Mampu melakukan tindakan pengobatan darurat sesuai Standar


Pelayanan,
Mampu melakukan penambalan gigi susu dua bidang dengan bahan tumpatan
amalgam/ sewarna gigi. Mampu melakukan penambalan gigi tetap dua,
bidang dengan bahan, tumpatan amalgam/sewarna, gigi., Mampu melakukan
pencabutan gigi susu dengan topical anaesthesi atau infiltrasi anaesthesi,
Mampu melakukan pencabutan gigi tetap akar tunggal dengan infiltrasi.

13
 Kewajiban Umum

Pasal 1 Setiap Perawat Gigi Indonesia harus senantiasa menjalankan


profesinya secara optimal. Pasal 2 Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib
menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur. Pasal 3 Dalam
menjalankan profesi, setiap Perawat Gigi Indonesia tidak dibenarkan
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Kode Etik. Pasal 4 Setiap
Perawat Gigi Indonesia harus memberikan kesan dan keterangan atau
pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan. Pasal 5 Setiap Perawat Gigi
Indonesia agar menjalin kerja sama yang baik dengan tenaga kesehatan
lainnya. Pasal 6 Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib bertindak sebagai
motivator dan pendidik masyarakat. Pasal 7 Setiap Perawat Gigi Indonesia
wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat dalam
bidang promotif, preventive dan kuratif sederhana.

 Kewajiban Perawat Gigi Terhadap Masyarakat


Pasal 8 Memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang
sebaik mungkin hendaknya tidak diartikan sebagai keharusan bagi Perawat
Gigi untuk mempunyai peralatan alat-alat peraga atau bahan-bahan yang
mahal. Dengan bahan-bahan yang tersedia sederhana diharapkan Perawat
Gigi dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat. Perawat Gigi wajib memperhatikan dan mendapat persetujuan
apa yang akan dilakukan terhadap kliennya. Dengan demikian tidak mendapat
kesan klien yang tidak tahu atau tanpa persetujuan apa yang telah dilakukan
terhadap dirinya. Selain itu Perawat Gigi juga harus memperhatikan hak klien
antara lain hak untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan,
menolak rencana tindakan yang akan dilakukan meskipun Perawat Gigi telah
menjelaskan indikasi perawatan yang sesuai dengan keadaan penderitanya.
Pasal 9 Seorang Perawat Gigi Indonesia harus sadar bahwa
pengetahuan, kemampuan, kewenangannya dalam menangani suatu kasus
terbatas. Oleh karenanya Perawat Gigi wajib merujuk penderita tersebut
kepada tenaga yang lebih ahli dan dengan harapan penderita akan mendapat
perawatan yang lebih baik. Pasal 10 Beberapa jabatan tertentu mewajibkan

14
pemangkunya untuk merahasiakan segala hal yang bersangkutan dengan
pekerjaan mereka. Kewajiban tersebut berdasarkan kepentingan umum
maupun kepentingan perorangan. Pasal 11 Dalam keadaan darurat seorang
Perawat Gigi wajib memberikan pertolongan kepada siapapun yang
membutuhkan dan apapun yang dideritanya. Pertolongan yang diberikan
tentu dalam batasbatas tindakan keterampilan, keahlian dan pengetahuan
yang dimilikinya. Walaupun sangat terbatas, namun tetap harus mengerjakan
segala sesuatu dalam upaya menyelamatkan seseorang. Pertolongan harus
diberikan apabila tidak ada orang lain yang mampu memberikan.

 Kewajiban Perawat Gigi TerhadapTemana Sejawadnya


Pasal 12 Etika mengkehendaki agar setiap Perawat Gigi memelihara
hubungan baik dengan teman sejawatnya dalam kelompok profesinya. Kerja
sama yang baik hendaknya dipelihara baik dalam kehidupan pribadi maupun
dalam menjalankan profesi. Pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh
hendaknya dijadikan milik bersama.
Untuk menjalin dan mempererat hubungan baik antar teman sejawat
maka :
a. Seyogyanya menjadi anggota Persatuan Perawat Gigi Indonesia (PPGI)
dengan demikian tidak menutup diri dari komunikasi.
b. Seyogyanya aktif mengikuti pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan
oleh PPGI.
c. Apabila terjadi kesalahpahaman antara teman sejawat maka dicarikan jalan
penyesuaian yang bijaksana. Dan hendaknya antara teman sejawat ada
keterbukaan sehingga tidak terjadi salah pengertian..

 Kewajiban Perawat Gigi Terhadap Didi Sendiri


Pasal 13 Meningkatkan martabat dirinya, berarti bahwa Perawat Gigi
wajib bekerja secara teliti dan hendaknya selalu berusaha mawas diri untuk
meningkatkan citra Perawat Gigi di mata masyarakat. Pasal 14 Setiap Perawat
Gigi Indonesia wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi, terutama di bidang pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut

15
dengan jalan membaca buku, majalah, ilmiah, diskusi, dan sebagainya. Pasal
15 Mengingat bahwa Perawat Gigi adalah tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat,
maka sewajarnya seorang Perawat Gigi memberikan teladan untuk hidup
sehat. Memeriksakan kesehatannya secara berkala sekali setahun, terutama
yang telah berusia 40 tahun atau lebih. Dalam menjalankan profesinya,
haruslah berhati-hati dan sebaiknya syarat-syarat pencegahan antara lain
dengan imunisasi, memakai masker dan sarung tangan.

 Penjelasan Kode Etik Perawat Gigi


Profesi Perawat Gigi adalah sesuaidengan pelayanan asuhan kesehatan
gigi dan mulut mutakhir, etika umum, etika kesehatan gigi,hukum dan
agama. Kesehatan gigi dan mulut yang menyangkut pengetahuan dan
keterampilanyang telah diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk
sesuai dengan kemampuanPerawat gigi yang telah ditetapkan. Etika umum
dan Etika kesehatan gigi harus diamalkan dalammenjalankan profesi secara
ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia serta penampilan
tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji seimbang
denganmartabat jabatan profesi perawat gigi.

Profesi ialah pekerjaan yang :

 Memerlukan pendidikan yang lama untuk memperoleh pengetahuan


dan keterampilan.
 Memerlukan sistem ujian teori dan praktik untuk mendapatkan
kewenangan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas
seseorang/seperti hubungan dengan pasien, dengan mahasiswa atau
kliennya dan diikuti dengan pemberian sertifikat lisensi / Diploma.
 Mempunyai organisasi profesi untuk memelihara kepentingan
kewenangan dan mutu profesi.
 Mempunyai kode etik untuk menjadi pegangan anggota profesi dalam
bertugas.

16
 Mempunyai standar pengetahuan dan keterampilan khusus yang selalu
dipelihara dan dikembangkan dan yang membedakan dari profesi yang
lain.

Mengingat profesi perawat gigi merupakan tugas mulia yang tidak


terlepas dari fungsi kemanusiaan dalam bidang kesehatan, maka perlu
memiliki suatu kode etik yang dijiwai oleh nilainilai Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945. Seorang perawat gigi dalam menjalankan profesinya
perlu membawa diri dalam sikap dan tindakan yang terpuji. Baik dalam
hubungannya terhadap penderita, masyarakat, teman sejawat, maupun
profesinya. Dengan Rachmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong keinginan
luhur untuk mewujudkan martabat, wibawa dan kehormatan profesi perawat
gigi, maka Perawat Gigi yang bergabung dalam wadah Persatuan Perawat
Gigi Indonesia ( PPGI ) dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab
merumuskan Kode Etik Perawat Gigi Indonesia yang wajib dihayati, ditaati
dandiamalkan oleh setiap Perawat Gigi yang menjalankan profesinya di
wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

17
BAB IV

ORGANISASI PROFESI PERAWAT GIGI


3.1 Pengertian Organisasi
Organisasi adalah suatu wadah atau pun tempat dimana orang-orang
dapat bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Back To Menu
 Menurut Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola
hubungan-hubungan yang mana orang-orang di bawah melalui pengarahan
atasan mengejar tujuan bersama.
 Menurut James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah
bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama atau
(Organization is the form of every human, association for the assignment
common purpose).
 Menurut chester I.Bernard Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas
kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, ( Define organization
as a system of cooperative of two or more persons). Organisasi adalah
suatu wadah atau pun tempat dimana orang-orang dapat bersama-sama
untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
 Menurut Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah
kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah
batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang
relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau
sekelompok tujuan.
 Menurut Rosenzweig Organisasi dapat dipandang sebagai : Sistem sosial,
yaitu orang-orang dalam kelompok Integrasi atau kesatuan dari aktivitas-
aktivitas orang-orang yang bekerja sama Orang-orang yang berorientasi
atau berpedoman pada tujuan bersama organisasi.
 Menurut Matthias Aroef Suatu organisasi terjadi apabila sekelompok orang
bekerja bersama sama untuk mencapai tujuannya.
 Menurut Pfiffner dan Sherwood Organisasi sebagai suatu pola dari cara-
cara dalam mana sejumlah orang yang saling berhubungan, bertemu

18
muka, secara intim dan terkait dalam suatu tugas yang bersifat kompleks,
berhubungan satu dengan yang lainnya secara sadar, menetapkan dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula secara sistematis.
 Menurut Bakke Organisasi merupakan sebuah sistem yang kontinue dari
penggunaan, pemindahan aktivitas-aktivitas manusia yang dibebankan dan
dikoordinasikan, sehingga membentuk suatu kumpulan tertentu yang
terdiri dari manusia, material, kapital, gagasan, dan sumber daya alam ke
dalam suatu keseluruhan pemecahan persoalan.
 Menurut Allen Organisasi adalah suatu proses identifikasi dan pembentukan
serta pengelompokan kerja, mendefinisikan dan mendelegasikan
wewenang maupun tanggung jawab dan menetapkan hubungan -
hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang-orang bekerjasama
secara efektif dalam menuju tujuan yang ditetapkan. Sebuah organisasi
tidak akan bisa lepas dengan yang namanya struktur organisasi. Karena
struktur organisasi adalah cara suatu aktivitas organisasi dibagi, di
organisir, dan dikoordinasikan.
 Menurut Ernest Dale , sebuah struktur organisasi harus memuat tentang 5
hal sebagai berikut: Daftar pekerjaan yang perlu dilakukan untuk
mencapai tujuan organisasi Membagi jumlah beban kerja dalam tugas-
tugas atau biasa disebut pembagian kerja (devision of work)
Menggabungkan tugas-tugas dalam keadaan yang logis dan efisien atau
departementalisasi (departmentalization) Menetapkan mekanisme untuk
koordinasi Memonitor efektivitas struktur organisasi dan melakukan
penyesuaian apabila diperlukan
 Menurut John M.Gous : Organisasi adalah tata hubungan antar orang-
orang untuk untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan bersama
dengan adanya pembagian tugas & dan bertanggung jawab atas tugasnya.
 Menurut Cyrill Soffer : Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang
masing diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian
kerja dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi tugas-tugas dibagikan
diantara pemegang peranan dan kemudian digabung dalam beberapa
bentuk hasil.

19
 Menurut Prof Dr. Sondang P. Siagian, mendefinisikanorganisasi ialah setiap
bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama
serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang
telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang atau
beberapa orang yang disebut atasan seorang atau sekelompok orang yang
disebut dengan bawahan.
 Menurut Drs. Malayu S.P Hasibuan mengatakan organisasi ialah suatu
sistem perserikatan formal, berstruktur terkoordinasi sekelompok yang
bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya
merupakan alat dan wadah saja.
3.2 Fungsi Organisasi
1. Fungsi Pemasaran
Setiap organisasi prinsipnya adalah mengumpulkan kekuatan. Oleh karena
itu, sebelum orang memasuki suatu organisasi, bergabung atau bekerja
sama tentunya akan mencari tahu tentang jati diri organisasi tersebut.
Tanpa organisasi itu memasarkan jati dirinya akan sulit dikenal oleh orang
luar. Dengan 4p-nya marketing mix (bauran pemasaran), yakni product,
price, place, dan promotion, setiap organisasi perlu untuk memasarkan
apa yang menjadi aktivuitas atau “core business”-nya.
Dalam konteks organisasi ekskul KIR, yang menjadi produk adalah
anggota KIR yang mampu berkarya dan berprestasi dan alumni KIR yang
dapat berkiprah di masyarakat sesuai profesinya. Iuran keanggotaan
sebagai harga yang harus dibayarkan oleh anggota yang ingin terbina,
terlatih, terdidik dan terbimbing dalam kegiatan ilmiah. Sekretariat,
perpustakaan, laboratorium, organisasi antar KIR, meseum, universitas,
lembaga peneltian, dan industri, adalah tempat aktivitasnya atau jalur
distribusi kegiatannya. Promosi yang dilakukan sebelum perekrutan
anggota baru ketika penerimaan siswa baru setiap tahun ajaran baru.
Promosi juga bisa dlakukan dengan semaraknya aktvitas ilmiah dan
bertaburnya prestasi anggota yang disosialisasikan terus menerus.
Mengadakan kegiatan terbuka yang dihadiri semua siswa, seperti seminar
studi lanjut dan pilihan profesi setelah lulus.

20
2. Fungsi Operasi/Produksi
Organisasi laksana sebuah mesin, yang memproses input menjadi output.
Dalam operasinya, organisasi mendapatkan masukan berupa raw material,
sumber daya, dana, SDM, metode, mesin, infrastruktur, yang masuk
dalam proses organisasi sehingga menjadi produk jadi, yang berupa
barang (komoditas) atau jasa (layanan). Dalam memproses, tentu saja
ada perencaan produk, mutu, rancangan proses, lokasi, tata letak, SDM,
pasokan, persediaan, penjadwalan, dan pemeliharaan.
Dalam konteks KIR, sebagai inputnya adalah seluruh anggota. Proses
operasi atau produksinya, adalah diklat, kegiatan percobaan/penelitian
(riset), presentasi, penulisan karya ilmiah, dan semua aktvitas ilmiah
(seperti yang pernah penulis paparkantempohari).Infrastruktur operasi:
Visi Misi KIR, AD/ART, GBPK, Susunan Pengurus, Struktur Organisasi,
Program Kerja, Surat Keputusan (SK), dan Kurikulum Pembinaan Anggota.
Termasuk urusan administrasi yang dikerjakan konsepnya oleh Sekretaris.
Aktivitas operasi KIR terbagi 2 bagian internal dan eksternal. Internal
berupa ruang kelas, aula, perpustakaan laboratorium, dan halaman
sekolah. Eksternal, digunakan bila bekerja sama dengan
organisasi/institusi/lembaga lain.
3. Fungsi Keuangan/Akuntansi
Sebagai organisasi yang masih kecil dan sederhana, KIR cukup membuat
RAPB, yakni rancangan anggaran pendapatan dan belanja. Bendahara
membuat konsep prediksi anggaran yang masuk sebagai pendapatan
selama 1 tahun. Mengkonsep sumber-sumber dana organisasi, baik yang
tetap (dana taktis) atau temporer. Dengan prediksi tersebut, kemudian
dapat dibuat estimasi alokasi (jatah) tiap bidang atau perwaktu tertentu
yang harus dikeluarkan. Intinya tetap harus ada “cadangan devisa” sekitar
60-70%, sehingga yang keluar antara 30-40% saja tiap kegiatan. Yang
selebihnya dicari melalui usaha panitia. Sesungguhnya mengurus
keuangan tidak sulit, asal catatan dengan uang yang ada selalu sama (tak
berbeda nilainya). Dan jumlah uang selalu “pas” saja.
A. Bentuk-bentuk Organisasi

21
Berdasarkan strukturnya, bentuk organisasi dapat dibedakan atas :
1. Organisasi garis
Organisasi garis merupakan bentuk organisasi tertua, dan paling
sederhana. Organisasi dengan jumlah karyawan sedikit dan pemiliknya
merupakan pimpinan tertinggi didalam perusahaan/organisasi yang
mempunyai hubungan langsungdengan bawahannya. Di sini setiap bagian-
bagian utama langsung berada dibawah seorang pemimipin serta
pemberian wewenang dan tanggung jawab bergerak vertical ke bawah
dengan pendelegasian yang tegas, melalui jenjang hirarkiyangada.
Kebaikan-kebaikan organisasi
a. Bentuk organisasi sederhana sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan,
b. Pembagian tugas serta tanggung jawab dan kekuasaan cukup jelas
c. Adanya kesatuan dalam perintah dan pelaksanaan sehingga
mempermudah pemeliharaan disiplin dan bertanggung jawab,
d. Pengambilan keputusan dapat dilaksanakan secara cepat karena
komunikasi cukup mudah.
Sedangkan kekurangan-kekurangannya adalah:
a. Bentuk organisasi tidak fleksibel,
b. Kemungkinan pemimpin untuk bertindak otokratis besar
c. Ketergantungan pada seseorang cukup besar sehingga mudah terjadi
kekacauan bila seseorang didalam garis organisasi “hilang”.
2. Organisasi garis dan staf
Dalam organisasi ini ada dua kelompok orang-orang yang
berpengaruh dalam menjalankan organisasi itu, yaitu :
a. Orang yang melaksanakan tugas pokok organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan, yang digambarkan dengan garis atau lini.
b. Orang yang melakukan tugasnya berdasarkan keahlian yang
dimilikinya, orang ini berfungsi hanya untuk memberikan saran-saran
kepada unit operasional.Orang-orang tersebut disebut staf
Di dalam organisasi garis dan staf :

22
 Terdapat spesialisasi yang beraneka ragam yang dipergunakan
secara maksimal.
 Dalam melaksakan pekerjaannya, anggota atau lini dapat
menerima pengarahan serta informasi dari staf.
 Pengarahan yang diberikan staf dapat dijadikan pedoman bagi
pelaksana.
 Staf mempunyai pengaruh yang besar dalam pelaksanaan
pekerjaan.
 Organisasi ini mempunyai kebaikan, seperti :
- Adanya pembagian tugas yang jelas antara orang-orang yang
melaksanakan tugas pokok dan penunjang.
- Keputusan yang diambil biasanya telah dipertimbangkan secara
matang oleh segenap orang yang terdapat dalam organisasi,
termasuk staf.
- Adanya kemampuan dan bakat yang berbeda-beda dari anggota
organisasi memungkinkan dikembangkannya spesialisasi keahlian.
- Adanya ahli-ahli dalam staf akan menghasilkan mutu pekerjaan
yang lebih baik.
- Disiplin para anggota tinggi karena tugas yang dilaksanakan oleh
seseorang sesuai dengan bakat kealian, pendidikan dan
pengalamannya..
 Sedangkan kekurangan dari organisasi ini adalah :
- Bagi para pelaksana operasional perbedaan antara perintah dan
saran tidak selalu jelas. Maksudnya dalam pelaksana tugas – tugas
operasional, orang-orang lini atua garis dihadapkan pada dua
macam atasan.yaitu atasan yang terdapat dalam komando yang
mempunyai hak memerintah dan pinpinan staf yang meskipun
hanya berhak memberikan saran, namun perlu pula ditaati karna
sarannya berdasarkan pada keahlian dan wewenang fungsional.
- Saran serta nasehat dari staf mungkin kurang tepat atau sulit
dilaksanakan, karna kurang adanya tanggung jawab terhadap
perkerjaan.

23
- Pejabat garis cendrung untuk mengabaikan gagasan dari staf
sehingga gagasan tersebut dapat tidak berguna.
- Timbulnya kekacauan bila tugas-tugas tidak dirumuskan dengan
jelas.
3. Organisasi fungsional
Organisasi dengan bentuk ini merupakan suatu organisasi yang
berdasarkan pembagian tugasnya serta kegiatannya pada spesialisasi
yang dimiliki oleh pejabat-pejabatnya. Organisasi ini tidak terlalu
menekan hilarki sturtural, tetepai lebih pada sifat dan pungsi yang
perlu dijalankan.
Dalam organisasi ini seorang bawahan dapat menerima beberapa
instruksi dari beberapa pejabat serta harus mempertanggung
jawabkannya pada masing-masing pejabat yang bersangkutan.
 Kebaikan-kebaikan dari pungsional organisasi fungsional :
a. Adanya spesialisasi menyebabkan perencanaan tugas dapat dengan
baik.
b. Spesialisasi karyawan dapat dilakukan secara maksimal.
c. Koordinasi antara orang-orang dalam satu funsi mudah
dilaksanakan atau dijalankan.
d. Pekerjaan mental dapat dipisahkan dari pekerjaan pisik.
 Kekurangan – kekurangan orgganisasi fungsional antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Tanggung jawab terbagi-bagi, sehingga jika terjadi satu masalah
tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab penuh.
b. Ditinjau dari segi karyawan, banyaknya atasan yang
membingungkan,
c. Terjadi saling mementinngkan fungsi masing-masing menyebabkan
koordinasi yang bersifat menyeluruh sukar dijalankan.
d. Pertukaran (mutasi) pekerjaan sukar dilakukan, karna anggota
organisasi terlalu menspesialisasikan diri dalam satu bidang
keahliannya saja, sehingga untuk mengadakan pertukaran jabatan
harus dilakukan suatu pendidikan yang intensif terlebih dahulu.

24
4. Organisasi komite/panitia
Pendapat dari sekumpulan orang biasanya akan lebih baik dari pada
hasil pemikiran satu orang. Cara yang terbaik untuk menimbulkan kerja
sama dari kelompok orang adalah dengan membentuk satu kelompok
tetap yang disebut komite.Komite adalah suatu badan yang terdiri dari
sekumpulan orang yang diberi kekuasaan tertentu dan dengan berunding
mereka dapat membuat keputusan bersama-sama.
Dengan adanya komite, diharapkan dapat menghilangkan iri hati atau
pertentangan diantara anggota kelompok dan dapat dihindari hambatan-
hambatan yang timbul akibat adanya perintah perintah yang simpang siur
antara pimpinan yang sesingkat
Komite dapat dibagi atas 4 macam yaitu :
 Komite yang mempunyai kekuasaan penuh untuk bertindak (biasanya
terdapat pada tingkatan instrusional).
 Komite yang tidak mempunyai kekuasaan, tetapi mempunya hak untuk
menolak (hak veto).
 Komite penasehat.
 Komite pendidikan yang merupakan kelompok diskusi.
B. Macam-macam Organisasi
 UN = United Nation = PBB (1945)
 UNICEF = United Nations International Childrens Emergency Fund ( 1946),
namun namanya diganti setelah thn 1953 menjadi: United Nations
Children’s Fund.
 UNESCO = the United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (16 November 1945)
 UNCHR = United Nations Commission on Human Rights (2006)
 UNHCR = Uited Nations High Commissioner for Refugees (14 Desember
1950)
 UNDPR = The United Nations Division for Palestinian Rights (2 Desember
1977)
 UNSCOP = The United Nations Special Committee on Palestine (May 1947,
oleh 11 negara)

25
 WHO = World Health Organization (7 April 1948)
 IMF = International Monetary Fund (Juli 1944, 180 negara)
 NATO = North Atlantic Treaty Organisation (4 April 1949)
 NGO = Non-Governmental Organizations (Dalam bahasa Indonesia
Lembaga Swadaya Masyarakat – LSM, yg didirikan oleh perorangan atau
per-group dan tdk terikat oleh pemerintah.
 GREENPEACE (40 negara, dari Europe, State of America, Asia, Africa dan
Pacific, semenjak 1971).
 AMNESTY International (1961, memiliki sekitar 2,2 juta anggota, dari 150
negara, organisasi yg membantu menghentikan penyelewengan/pelecehan
hak azasi manusia)
 WWF = the World Wildlife Fund (1985, Memiliki hampir 5 juta pendukung,
distribusi dari lima benua, memiliki perkantoran/perwakilan di 90 negara).
 G8 = Group of Eight, kelompok negara termaju di dunia. Sebelumnya G6
pd thn 1975, kemudian dimasuki oleh Kanada 1976 (Perancis, Jerman,
Italia, Jepang, Britania Raya, Amerika Serikat, Kanada dan Rusia (tidak ikut
dalam seluruh acara), serta Uni Eropa.
 EU = The European Union (27 negara anggota, 1 november 1993)
 DANIDA = Danish International Development Assistance (Organisasi yg
memberikan bantuan kepada negara2 miskin, pengungsi, bencana alam)
 ICRC = International Committee of the Red Cross (1863) = Palang Merah,
gerakan bantuan kemanusiaan saat bencana alam atau peperangan.
 OPEC = Organization of the Petroleum Exporting Countries (1960, anggota
13 negara, termasuk Indonesia)
 ASEAN = Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-
bangsa Asia Tenggara (PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10
negara anggota, Timor Leste dan Papua new Guinea hanya sebagai
pemantau, dan masih mempertimbangkan akan menjadi anggota).

26
BAB V

PERWUJUDAN NILAI ETIKA KEPERAWATAN GIGI

Prinsip-prinsip Etika Pada Kesehatan

Etika (Yunani kuno: “ethikos “, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah


cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep sepertibenar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.(Wikipedia)

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “ ethos” yang berarti adat,
kebiasaan, perilaku atau karakter. Menurut buku “Fundamental Keperawatan”
(Potter dan Perry, tahun 2005), etika adalah terminatologi dengan berbagai
makna. Singkatnya, etik berhubungan dengan bagaimana mereka melakukan
hubungan dengan orang lain. Menurut buku “Ilmu Keperawatan” (Spruyt, Van
Mantgem dan De Does BV/Leiden, tahun 2000), etika berasal dari bahasa
yunani “ethoi” yang berarti kesusilaan/moral. Etika adalah sebagai ilmu
tentang moral yang ditentukan oleh opini umum. Menurut buku “Etika
Keperawatan” (Hj.Nila Islami,SKM,tahun 2001), etika adalah peraturan atau
norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang
berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawab moral.

Dari semua pengertian etika di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa


etika merupakan pertimbangan keputusan antara yang baik dan buruk yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain yang berdasar atas nilai moral dan
kesusilaan.Etika keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral
dalam keperawatan. Etika keperawatan dihubungkan dengan hubungan antar
masyarakat dan dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang lain.

Mengingat profesi perawat gigi merupakan tugas mulia yang tidak


terlepas dari fungsi kemanusiaan dalam bidang kesehatan, maka perlu
memiliki suatu kode etik yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dan Undang-

27
undang Dasar1945. Seorang perawat gigi dalam menjalankan profesinya
perlumembawa diri dalam sikap dan tindakan yang terpuji. Baik dalam
hubungannya terhadap penderita, masyarakat, teman sejawat, maupun
profesinya. Dengan Rachmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong keinginan
luhur untuk mewujudkan martabat, wibawa dan kehormatan profesi perawat
gigi, maka Perawat Gigi yang bergabung dalam wadah Persatuan Perawat
Gigi Indonesia ( PPGI ) dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab
merumuskan Kode Etik Perawat Gigi Indonesia yang wajib dihayati, ditaati
dan diamalkan oleh setiap Perawat Gigi yang menjalankan profesinya di
wilayah hukum Indonesia.

Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang
menurut Araskar dan David (1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau
standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat
diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan
keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai
sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi
AARN (1996), etika berfokus pada yang seharusnya baik salah atau benar,
atau hal baik atau buruk. Sedangkan menurut Rowson, (1992).etik adalah
Segala sesuatu yang berhubungan/alasan tentang isu moral.

Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang mengarahkan manusia


untuk memilih tindakan baik dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan
kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung
jawabkan (Degraf, 1988). Etika merupakan bagian dari filosofi yang
berhubungan dengan keputusan moral menyangkut manusia (Spike lee,
1994). Menurut Webster’s “The discipline dealing with what is good and bad
and with moral duty and obligation, ethics offers conceptual tools to evaluate
and guide moral decision making. Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa etika merupakan pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup,
kekuatan moral, sistem nilai, kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang
diwajibkan, larangan untuk suatu kelompok/masyarakat dan bukan

28
merupakan hukum atau undang-undang. Dan hal ini menegaskan bahwa
moral merupakan bagian dari etik, dan etika merupakan ilmu tentang moral
sedangkan moral satu kesatuan nilai yang dipakai manusia sebagai dasar
prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing ethics) merupakan bentuk
ekspresi bagaimana perawat.

Prinsip – prinsip Etika Kesehatan Masyarakat

1. Autonomy (otonomi )
Prinsip “Autonomy” (self-determination) Yaitu prinsip yang
menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self
determination) dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk
memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin Informed consent.
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri.
Contoh:
 Pasien berhak menentukan tindakan-tindakan baru dapat dilakukan
atas persetujuan dirinya.
 Seorang warga menetukan sikap untuk ikut penyuluahan ataupun
kegiatan kesehatanyang diselenggrakan oleh Sarjana Kesehatan
Masyarakat ( SKM )
2. Beneficience ( Berbuat baik )
Yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan
keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam Beneficence tidak hanya
dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi
baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).

29
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonomi.
Contoh:
 Dokter memberi obat gatal –gatal tetapi mempunyai efek yang lain,
maka dokter harus mempertimbangkan secara cermat atas
tindakannya tersebut.
 Seorang sarjana Kesehatan Masysrakat ( SKM ) memberikan
pelayanan kepada seoarang pasien yang menderita penyakit TBC,
maka SKM tersebut harus mempertimbangkan dan berkonsultasi
dengan ahlinya dalam memberikan pelayanan kesehatan.
3. Non Maleficience ( Tidak merugikan )
Prinsip tidak merugikan “Non-maleficence” adalah prinsip menghindari terjadinya
kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ above all do no harm
“. Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik dan psikologis pada
klien atau pasien.

Contoh:
 Pendapat dokter dalam memberikan pelayanan tidak dapat diterima
oleh pasien dan keluarganya sehingga jika dipaksakan dapat
merugikan pasien.
 Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) memberikan
pelayanan yang terbaik dalam usaha penyembuhan pencegahan
tanpa merugikan masyarakat.
4. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Institusi kesehatan akan menjaga kerahasiaan informasi yang bisa
merugikan seseorang atau masyarakat. Aturan dalam prinsip kerahasiaan
adalah informasi tentang pasien harus dijaga privasi klien. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tidak ada seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh pasien

30
dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang pasien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang pasien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindar
Contoh:
 Seorang dokter maupun tenaga medis yang menangani pasien
menjaga danmeng-back up setiap data informasi yang dimiliki dari
pasien tersebut, baik itu nama, alamat, panyakit yang diderita, dan
sebagainya.
 Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) merahasiakan segala
bentuk data terkait dengan data survei yang bersifat pribadi ( tidak
dipublikasikan )
5. Fidelity ( Menepati janji )
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Tenaga Kesehatan setia pada
komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen
yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan tenaga kesehatan
terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari
tenaga kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Contoh:
 Seorang dokter berjanji dengan sungguh untuk menjaga setiap rahasia
pasiennya, dan sampai kapanpun akan tetpa menjaga komitmennya
untuk menjaga kerahasiaan setiap pasiennya
 Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SK M ) menepati janjinya
dalam usaha peningkatan dan perbaikan kesehatan di masyarakat
sesuai dengan program yang telah dibuat.
6. Fiduciarity( Kepercayaan )
Adalah hukum hubungan atau etika kepercayaan antara dua atau lebih
pihak. Kepercayaan dibutuhkan untuk komunikasi antara professional
kesehatan dan pasien. Seseorang secara hukum ditunjuk dan diberi
wewenang untuk memegang aset dalam kepercayaan untuk orang lain. Para

31
fidusia mengelola aset untuk kepentingan orang lain daripada untuk
keuntungan sendiri.
Contoh:
 Seorang dokter dipercaya oleh pasiennya untuk melakukan operasi
pengankatan sel kanker dalam tubuhnya.
 Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) diberi kepercayaan
oleh masyarakat dalam memberantas wabah DBD dan malaria
7. Justice ( Keadilan )
Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice)
atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil.
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama rata dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Contoh:
 Tenaga kesehatan medis tidak boleh diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kesehatan antara pasien JAMKESMAS dan pasien VVIP
 Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) memberikan
pelayanan kesehatan seperti imunisasi, penyuluhan, pemberantasan
jentik – jentik pada semua lapisan masyarakat
8. Veracity ( Kejujuran )
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip
veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan
objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada,
dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya
batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis
klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors
knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk

32
mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan
dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Contoh:
 Tenaga kesehatan harus menyampaikan sejujurnya penyakit pasien
namun tidak dapat diutarakan semua kecuali kepada keluarga pasien.
 Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) meberikan informasi
tekait dengan kondisi kesehatan masyarakat dengan transparan dan
dapatdipertanggung jawabkan

33
BAB VI
PRINSIP ETIKA

A. KONSEP DASAR ETIKA KEPERAWATAN GIGI

Keperawatan gigi merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi

bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan caramemberikan pelayanan asuhan
keperawatan gigi kepada individu, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian,
semua aspek keperawatan mempunyai komponen etika. Karena pelayanan
keperawatan gigi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, maka permasalahan
etika kesehatan menjadi permasalahan etika keperawatan gigi pula.

Etika berasal dari bahasa yunani kuno ethos yang berarti “adat istiadat” atau
“kebiasaan”. Dalam hal ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata
cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan
hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Etika juga mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup sehingga etika merefleksikan
sifat, prinsip, dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku professional. Cara
hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etika keperawatan (Putri H.
Trikolaka, 2010)

Etika merupakan hal penting dalam profesionalisme keperawatan gigi, proses


pembelajaran etika bukan hanya memahami definisi tetapi juga memahami masalah-
masalah yang ada dipelayanan kesehatan saat ini, sehingga diharapkan mampu
memahami teori dan mampu memahami masalah yang menjadi kenyataan. Seorang
perawat gigi diharapkan mempunyai bekal cara berpikir kritis sehingga dapat
memberikan alternatif penyelesaian etik dan antisipasinya.

Seorang perawat gigi harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien
maupun dirinya di dalam menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang
harus berpikir secara rasional, rasional, bukan emosional dalam membuat keputusan
etis. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut "self control
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan

34
kelompok sosial (profesi) itu sendiri (Martin dalam Buku Ajar Etika Profesi Perawat
Gigi,2011).

Para ahli falsafah moral telah mengemukakan beberapa teori etik, yang
secara garis besar dapat dikelompokkan atas teori teleologi dan teori deontologi
(Haryono Rudy, 2013). Teori Teleologi berasal dari bahasa Yunani "telos" yang
berarti akhir. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan "the end fustifies the
means" atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi.
Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan
ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia. Contoh penerapan teori ini misalnya
bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya
menjadi beban di masyarakat. Sedangkan Teori Deontologi berasal dari bahasa
Yunani "deon' yang berarti tugas. Teori ini berprinsip pada aksi atau tindakan.
Contoh penerapan deontoloi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien
harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut
sangat menyakitkan. Contoh lain, seorang perawat menolak tindakan abortus karena
tindakan ini dilarang oleh keyakinan agamanya. (Haryono Rudy, 2013).

B. PRINSIP-PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN GIGI

Dalam pelayanan keperawatan gigi ada beberapa prinsip etika yang harus
diterapkan, antara lain : (Rudy H, 2013: Putri H.T.2010)

1. Otonomi (Autonomy)

Prinisip ini didasarkan pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki kemampuan
berpikirlogis dan membuat keputusan sendiri, serta menentukan tindakan
berdasarkan rencana yangmereka pilih. Prinsip otonomi direfleksikan dalam
sebuah praktek professional ketika perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.Permasalahan muncul dari
penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi lingkungan
rumah sakit, ekonomidantersedianyainformasidanlain-lain.pasien yang
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit,

35
2. Manfaat (Beneficial)

Prinsip ini menyatakan bahwa tindakan keperawatan gigi harus mendatangkan


kebaikan ataumanfaat bagi klien (pasien). Kebaikan memerlukan pencegahan
dari kesalahan ataukejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan diri dan oranglain. Terkadang dalam situasi pelayanan
kesehatan terjadi konflik antara prinsip ini danotonomi.

3. Keadilan (Justice)

Prinisip ini dibutuhkan untuk tercapainya keadilan terhadap orang lain dengan
tetapmenjunjung prinsip-prinsip moral, legal, dan kemanusiaan. Nilai ini
terefleksikan dalam praktikprofessional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar, sesuai dengan hokum, standarpraktik dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

4. Tidak merugikan (Non-Maleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis
pada pasien

5. Kejujuran (Veracity)

Kejujuran harus dimiliki seorang perawat gigi saat berhubungan dengan klien
(pasien).Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara
perawat gigi dan pasien. Kejujuran juga berarti seorang perawat gigi tidak boleh
membocorkan informasi yangdiperoleh dari pasien dalam kapasitasnya sebagai
seorang professional tanpa persetujuanpasien. Kecuali jika pasien merupakan
korban atau subjek dari tindakan kejahatan, makaperbuatan tersebut dapat
diajukan ke depan pengadilan dimana perawat tersebut menjadi saksi.

6. Kesetiaan, Menepati janji (Fidelity)

Ketaatanterutama pada pasien dlam kondisi terminal. Prinsip ketaatan juga


mempunyai arti tidak melanggar untuk melakukan hal yang membahayakan
pasien.

36
7. Kerahasiaan (Confidentially)

Prinsip ini menggariskan bahwa informasi tentang pasien harus dijaga


kerahasiaannya.Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
pasien hanya boleh dibacadalam rangka pengobatan pasien dan tidak seorang
pun dapat memperoleh informasitersebut kecuali diizinkan oleh pasien dengan
bukti persetujuan. Diskusi tentang pasiendengan tenaga kesehatan lain di luar
area pelayanan menyampaikan pada teman ataukeluarga pasien harus dihindari.

C. Kode Etik Keperawatan Gigi

Orientasi utama sebuah profesi adalah mendayagunakan keahlian yang dimiliki


untukkepentingan masyarakat. Akan tetapi, bila tanpa disertai suatu kesadaran diri
yang tinggi,profesi dapat dengan mudahnya disalah gunakan oleh seseorang.
Karena itu perlu pemahaman atas etika profesi dengan memahami kode etik profesi.
Kode etik adalah pernyataan standar professional yang digunakan sebagai
pedomanperilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan :
Kode etik menurut Kelly (1987), dikutip oleh Priharjo R, menyataka bahwa kode
etik merupakan salah satu ciri atau persyaratan profesi yang memberikan arti
penting dalam penentuan, pertahanan dan peningkatan standar profesi. Kode etik
menunjukkan bahwa tanggung jawab kepercayaan dari masyarakat telah diterima
oleh profesi.
Pada dasarnya,tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara umum,
tujuan kode etik dapat dirumuskan sebagai berikut : (Putri H.T.2010).

a. untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi sehingga tidak dipandang
remeholeh orang diluar profesi.
b. untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, baik material
maupunspiritual atau mental. Kode etik menerapkan larangan dan peraturan
yang ditujukankepada anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama
anggota profesi.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, serta mengetahui
tugas dantanggung jawab pengabdian profesinya.

37
d. Untuk meningkatkan mutu profesi. Kode etik memuat tentang norma serta
anjurandan mengatur bagaimana memelihara dan meningkatkan mutu
profesi.

Kode etik perawat gigi yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan bagi status

professional dengan cara sebagai berikut : (Putri H.T, 2010)

a. kode etik perawat gigi menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat


diharuskanmemahami dan menerima kepercayaan dan tanggung jawab yang
diberikan kepadaperawat oleh masyarakat.
b. kode etik gigi menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin
hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktik etika
c. kode etik perawat gigi menetapkan hubungan professional yang harus
dipatuhi yaituhubungan perawat dengan pasien sebagai advokator, perawat
dengan tenagaprofessional kesehatan lain sebagai teman sejawat, dengan
profesi keperawatansebagai seorang kontributor, dan dengan masyarakat
sebagai perwakilan dan asuhankesehatan.
d. kode etik perawat gigi memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.378/Menkes/SK/111/2007, Perawat


GigiIndonesia yang tergabung dalam wadah Persatuan Perawat Gigi Indonesia
(PPGI) mempunyai kode etik dengan etik atau aturan sebagai berikut:

1. Kewajiban umum :

a. setiap perawat gigi Indonesia harus senantiasas menjalankan profesinya secara

optimal

b. setiap perawat gigi Indonesia wajib menjunjung tinggi norma-norma hidup yang
luhur

c. dalam menjalankan profesi, setiap perawat gigi Indonesia tidak dibenarkan

melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kode etik

d. setiap perawat gigi Indonesia harus memberikan keterangan atau pendapat yang

38
dapat dipertanggung jawabkan.

e. setiap perawat gigi Indonesia agar menjalin kerja sama yang baik dengan tenaga

kesehatan lainnya

f. setiap perawat gigi Indonesia wajib bertindak sebagai motivator dan pendidik

masyarakat

g. setiap perawat gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan

mulut masyarakat dalam bidang promotif, preventif, dan kuratif sederhana.

2. Kewajiban terhadap masyarakat :

a. Dalam menjalankan profesinya, setiap perawat gigi Indonesia wajib memberikan

pelayanan yang sebaik mungkin kepada individu dan masyarakat tanpa

membedakan budaya, etnik, kepercayaan dan status ekonominya

b. Dalam hal ketidakmampuan dan diluar kewenangan, perawat gigi Indonesia wajib

merujuk kasus yang ditemukan kepada tenaga kesehatan yang lebih ahli

c. Setiap perawat gigi Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui

tentang kliennya.

d. Setiap perawat gigi Indonesia wajib memberikan pertolongan darurat dalam


batas-batas kemampuan sebagai suatu tugas, perikemanusiaan kecuali pada
waktu ituada orang lain yang lebih mampu memberikan pertolongan.
e. Setiap perawat gigi Indonesia wajib memberikan pelayanan kepada pasien
dengansikap ramah, ikhlas sehingga pasien merasa tenang dan amansejawatnya.

3. Kewajiban terhadap teman sejawat

a. setiap perawat gigi Indonesia harus memperlakukan temansebagaimana ia sendiri


ingin diperlakukan

39
b. setiap perawat gigi Indonesia harus berpartisipasi dalam mengembangkan
profesibaik secara menyeluruh, kelompok dan individu
c. setiap perawat gigi Indonesia harus menjaga kerahasiaan teman sejawat
secaraprofesional

4. Kewajiban terhadap diri sendiri

a. setiap perawat gigi Indonesia wajib mempertahankan dan meningkatkan


martabatdirinya, berpikir kritis dan analitis, bersikap kreatif, inisiatif dan cermat
b. setiap perawat gigi Indonesia wajib mengikuti secara aktif perkembangan
ilmupengetahuan dan teknologi
c. setiap perawat gigi Indonesia harus menjadi panutan di dalam penampilan
dankebersihan personal
d. setiap perawat gigi Indonesia harus berperilaku sopan, penuh dedikasi
danbertanggung jawab
e. setiap perawat gigi Indonesia harus memelihara kesehatannya supaya dapat
bekerjadengan baik.

Kode etik perawat gigi Indonesia menjadi landasan kehidupan dan landasan dalam

melaksanakan tugasnya baik jiwa dan perbuatan untuk segala zaman, serta untuk
setiap insanyang selalu mengumandangkan kebenaran.

Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap masalah yang

menyangkut etika, seorang perawat gigi harus banyak berlatih mencoba


menganalisispermasalahan-permasalahan etis.

Sebagai seorang perawat gigi diharapkan mempunyai kompetensi untuk


mendefenisikanmasalah yang terjadi di pelayanan kesehatan gigi serta mampu
menerapkan pelayanankeperawatan gigi dengan memperhatikan sikap etik dengan
menggunakan kode etikkeperawatan gigi sebagai pedoman.

40
BAB VII

MEMAHAMI TENTANG MALPRAKTIK TERKAIT HUKUM DAN SANKSI BAGI


PERAWAT GIGI

Perkembangan keperawatan menuju perkembangan keperawatan sebagai


profesi dipengaruhi oleh berbagai perubahan yang cepat sebagai akibat tekanan
globalisasi yang juga menyentuh perkembangan keperawatan profesional termasuk
tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan yang pada
hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan keperawatan profesional
di Indonesia (Ma’rifin Husin, 2002). Disamping itu dipicu oleh adanya Undang-
Undang No.23 tahun1992tentang Kesehatan dan Undang-Undang No.8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan
pelayanan keperawatan yang semakin meningkat sebagai akibat kondisi sosial
ekonomi yang semakin baik termasuk latas belakang pendidikan yang semakin tinggi
yang berdampak pada tututan pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh
dari tenaga keperawatan yang profesional, karena dalam konsep profesi terkait erat
tiga nilai sosial, yaitu : a) Pengetahuan yang mendalam dan sistematik, b)
Keterampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan lama dan teliti, c)
Pelayanan/asuhan kepada yang memerlukan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini,
yaitu etika profesi.
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994) mendefinisikan
Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan
tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang
sama(Malpractice is the neglect of a physician or nuse to apply that degree of skil
and learning on treating and nursing a patient which is customarily applied in
treating and caring for the sick or wounded similiarly in the same community).
5.1 Malpraktik dalam keperawatan.

41
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau
malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan
antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya
sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan
status profesional seseorang misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik ,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
1. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu
kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan
bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien (misalnya kegagalan
dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan
rumah sakit.
3. Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat
dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait dengan cedera
fisik).
4. Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait
dengan injury yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap
pasien).
Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari
keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan
malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik , pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :
1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh
organisasi profesi ( Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum

42
pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter,
maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang preofesional yang
menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik
profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga
keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral blindness, amoralism,
dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada
tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui
Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian
perlindungan yang seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan dilaporkan
kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil tindakan disiplin
terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak
mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun
1992 tentang Kesehatan, yaitu :(1). Terhadap tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian
Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan.Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana
Hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan,
ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada baik di
tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum
terbentuk MDTK.
Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana.
Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992
pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:

43
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau
diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana
sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana)
berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada
pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
pengurusnya.
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2),
Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2),
dan Pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000.00
(dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d
dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus
juta rupiah).
(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan
pidana yang berlaku.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat
berisiko melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan
(assessment errors), Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan
sebagai berikut :

44
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi
tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi
yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda
vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan
dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan menetapkan
diagnosa keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan dalam
kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan
data dasar secara komprehensif dan mendasar.
2. Planning errors, termasuk :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan
rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan
yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan
pasti).
c. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan
yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
d. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
3. Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan
melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah
dari dokter atau dari supervisor. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang
sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca perintah/order,
mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan
obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini
yang paling berbahaya nampaknya pada tindakan pemberian obat.

45
BAB VIII
MASALAH-MASALAH ETIKA KEPERAWATAN GIGI

Keperawatan seperti halnya profesi lain, diharapkan untuk mempertahankan


suatustandar etika yang tinggi. Dalam suatu kontak hubungan perawat-pasien, bila
munculperbedaan sistem etika. Kemajuan ilmu dan teknologi, terutama kemajuan di
bidang biologidan kesehatan telah menimbulkan berbagai permasalahan atau
dilemma etika kesehatan yangsebagian besar belum teratasi. Kemajuan teknologi
kesehatan saat ini telah meningkatkankemampuan bidang kesehatan dalam
mengatasi masalah kesehatan dan memperpanjang usia.Jumlah golongan lanjut usia
semakin banyak, keterbatasan tenaga perawat, biaya perawatanyang semakin
mahal, dan keterbatasan sarana kesehatan, telah menimbulkan permasalahanetika
keperawatan bagi individu perawat ataupun persatuan perawat.

Pembahasan tentang permasalahan etika seringkali tidak tuntas karena begitu


luasnyapermasalahan etika dalam praktik keperawatan. Dawis (1989) dalam
Priharjo(2012)menyatakan bahwa diskusi mengenai masalah etika keperawatan
secara internasionalsemakin meningkat, yang meliputi:

1. semakin banyak permasalahan etika pelayanan kesehatan telah diidentifikasi

2.masyarakat umum, para pembuat kebijakan dan tenaga kesehatan semakin

perhatian pada permasalahan tersebut

3.teknologi komunikasi telah meningkatkan pengetahuan kita tentang bagaimana

orang lain, termasuk orang-orang di Negara lain, menghadapi masalah etika.

A. Metode Pendekatan Pembahasan Masalah Etika

Sebelum membahas tentang permasalahan etika, seorang perawat gigi penting

memahami metode pendekatan yang digunakan dalam diskusi permasalahan etika.


Ladd J.(1978) dalam Priharjo (2012) menyatakan ada empat metode pendekatan
utama dalampembahasan masalah etika, yaitu:

46
a. Metode otoritas

Menyatkaan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan berdasarkan pada otoritas,

Otoritas dapat berasal dari manusia atau kepercayaan supernatural, kelompok


manusia,atau suatu institusi seperti majelis ulama, dewan gereja atau pemerintah.
Penggunaanmetode ini terbatas hanya pada penganut yang percaya saja.

b. Metode consensum hominum

Metode ini menggunakan pendekatan berdasarkan pada persetujuan masyarakat


luasatau pada sekelompok manusia yang terlibat dalam pengkajian suatu masalah.
Segalasesuatu yang diyakini bijak, dan secara etika dapat diterima, dimasukkan
dalamkeyakinan

c. Metode pendekatan intuisi atau self-evidence

Dinyatakan oleh para ahli filsafat-berdasarkan pada apa yang mereka kenal sebagai

konsep teknik intuisi. Metode ini terbatas hanya orang-orang yang mempunyai intuisi

tajam.

d. Metode argumentasi atau Metode sokratik

Metode ini menggunakan pendekatan dengan mengajukan pertanyaan atau


mencarijawaban yang mempunyai alasan tepat. Metode analitik ini digunakan untuk
memahamifenomena etika.

B. Permasalahan Etika Dalam Praktik Keperawatan Gigi

Berbagai permasalahan etis yang dihadapi perawat maupun perawat gigi dalam
praktikkeperawatan yang telah menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien
dengan harapanperawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika keperawatan pada
dasarnya merupakanmasalah etika kesehatan, dalam kaitan ini dikenal istilah
masalah etika biomedis atau bioetis.Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang
mempelajari masalah-masalah yang timbul akibatkemajuan ilmu pengetahuan
terutama dibidang biologi dan kedokteran

47
Permasalahan etis yang sering terjadi dalam praktik keperawatan secara
umum dapatdibagi atas : (Buku Ajar Etika 2011: Priharjo, 2012)

1. Permasalahan untuk berkata jujur dalam praktik keperawatan. Dalam konteks


berkata jujurada suatu istilah yang disebut desepsi, yakni berkata bohong,
mengingkari atau menolak,tidak memberikan informasi dan memberikan
jawaban tidak sesuai dengan pernyataanatau tidak memberikan penjelasan
sewaktu informasi dibutuhkan. Tindakan desepsi tidakdibenarkan secara
etika. Namun ada alasan-alasan tertentu yang mendukungtindakandesepsi,
termasuk berkata bohong, meliputi bila pasien tidak mungkin dapatmenerima
kenyataan, pasien menghendaki untuk tidak diberitahu bila hal
tersebutmenyakitkan, secara professional perawat mempunyai kewajiban
tidak melakukan yangmerugikan pasien, dan desepsi mungkin mempunyai
manfaat untuk meningkatkan kerjasama pasien. (Priharjo, 2012)
2. Permasalahan yang berkaitan dengan penyakit atau kelainan yang perlu
dirahasiakan.seperti AIDS, fertilitas in vitro, inseminasi dan pengontrolan
reproduksi, dan abortus.
3. Permasalahan yang berkaitan dengan euthanasia, penghentian pemberian
makanan ataucairan, penghentian pengobatan, ataupun transplantasi organ
4. Permasalahan di dalam tanggung jawab akan peralatan atau barang.
Penggunaan alat-alatuntuk praktik keperawatan gigi yang tidak tertib dan
sembrono sehingga menyebabkanrusaknya atau hilangnya barang.
5. Permasalahan dalam merekomendasikan pasien ke dokter:
a. perawat dapat membantu menunjukkan dokter yang dikehendaki pasien
sesuaikeahliannya dengan menunjuk lebih dari satu dokter (dengan catatan
tidka mengarahke pribadi dokter)
b. perawata secara hokum maupun etika tidak boleh mengkritik dokter di
hadapan pasien
c. jika tidak mengetahui dengan pasti, pasien harus dirujuk ke dokter yang
manasebaiknya perawat tidak membuat keputusan tentang penetuan dokter
tertentu

48
6. Permasalahan terhadap asuhan keperawatan gigi yang menyangkut kualitas
atau mutu Untuk mencapai kesejahteraan pasien, perawal harus berupaya
mengubah keperawatanyang buruk dan tidak bijak menjadi keperawatan
yang berkualitas, dengan cara :
a. Formal
 Dengan mengumpulkan informasi yang absah dan lengkap tentang
keperawatanyang dilakukan
 Mengetahui sistem tanggung jawab, artinya tahu siapa pembuat keputusan
atauyang berpengaruh terhadap perubahan mutu keperawatan
 Permasalahan dibawa secara hierarki dari level bawah sampai atas
untukmendapatkan penyelesaiannya
b. Informal
Dengan melaukan diskusi bersama orang yang dapt diperaya dan
mempunyalpengaruh terhadap sistem keperawatan (punya kewenangan
mengubah)
7. Permasalahan pada peran perawat di luar wewenangnya Berbagai teori telah
menjelaskanbahwa peran perawat secara formal adalah memberikan asuhan
keperawatan, namunkarena berbagai faktor, peran ini seringkali menjadi
kabur dengan peran mengobati.
Menurut Scirotino (1992) hal ini banyak terjadi di perifer (daerah terpencil),
dikarenakan :
a. kurangnya pengetahuan biomedis sehingga mengakibatkan terjadi
kesalahan
b. penegakan diagnosa yang salah
c. penggunaan antibiotik yang tidak benar
d. penggunaan injeksi tidak sesuai prosedur

C. Pembuatan Keputusan Terhadap Masalah Etis

Pada saat menghadapi masalah yang menyangkut etika, seorang perawat gigi
harusmempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya. Beberapa
ahli menyatakanbahwa dalam kegiatan sehari-hari, perawat sebenarnya telah
menghadapi permasalahan etis,bahkan Thompson dan Thompson menyatakan

49
semua keputusan yang dibuat dengan, untukatau tentang pasien, mempunyai
dimensi etis (Priharjo, 2012)

Setiap perawat harus dapat mendeterminasi dasar-dasar yang dia miliki


dalam membuatkeputusan misalnya agama, kepercayaan atau falsafah moral
tertentu yang menyatakanhubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan.
Beberapa orang membuat keputusandengan mempertimbangkan segi baik dan
buruk dari keputusannya, ada pula yang membuatkeputusan berdasarkan
pengalamannya. Dalam membuat keputusan etis, seseorang harusberpikir secara
rasional bukan emosional. Keputusan tersebut membutuhkan keterampilanberpikir
secara sadar yang diperlukan untuk menyelamatkan keputusan pasien
danmemberikan asuhan keperawatan

Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat


keputusanetik. Faktor-faktor ini antara lain : (Haryono R. 2013)

1. Faktor agama dan adat istiadat


Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam
membuatkeputusan etis. Setiap perawat gigi disarankan untuk memahami
nilai-nilai yangdiyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk
memahami ini memangdiperlukan proses. Semakin tua dan semakin banyak
pengalaman belajar, seseorangakan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai-
nilai yang dimilikinya.
2. Faktor sosial
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis.
Faktor iniantara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan
dan teknologi, hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkembangan sosialbudaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan
nasional. Pelayanan kesehatanyang tadinya berorientasi pada program medis
lambat laun menjadi pelayanankomprehensif dengan pendekatan tim
kesehatan.
3. Faktor ilmu pengetahuan / teknologi Kemajuan di bidang kesehatan telah
mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia manusia
dengan ditemukannya berbagai mesin mekanikkesehatan, cara prosedur baru

50
dan bahan atau obat-obatan baru. Misalnya pasiendengan gangguan ginjal
dapat diperpanjang hidupnya berkat adanya mesin cuci darah(hemodialisa),
wanita yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan
teknikInseminasi dll. Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
yangberhubungan dengan etika.
4. Faktor legalisasi / keputusan juridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan Setiap
perubahansosial atau legislasi menyebabkan timbulnya tindakan yang
merupakan reaksiperubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan
menurut hukum sehinggaorang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat
menimbulkan konflik. Saat ini aspeklegislasi dan bentuk keputusan juridis bagi
permasalahan etika kesehatan sedangmenjadi topik yang banyak dibicarakan
Hukum kesehatan tealh menjadi suatu bidangilmu, dan perundang-undangan
baru banyak disusun untuk menyempurnakanperundang-undangan lama atau
untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukumkesehatan.
5. Faktor dana / keuangan
Dana atau keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan
dapatmenimbulkan konflik Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat,
pemerintahtelah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program
yang dibiayaipemerintah, seperti program BPJS
6. Faktor pekerjaan / posisi pasien maupun perawat
Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam pembuatan
suatukeputusan. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan,
namun harus diselesaikan dengan keputusan i aturan tempat ia bekerja.
Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat sorotan
sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia mendapatkan
sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.Berbagai
permasalahan etis yang timbul sering menuntut perawat gigi dan dokter
gigiuntuk mengatasinya. Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan
etis, antaraperawat dan dokter giginya tidak menutup kemungkinan terjadi
perbedaan pendapatBila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah
komunikasi dan kerjasama, sehinggamenghambat perawatan pada pasien

51
dan kenyamanan bekerjaSalah satu cara menyelesaikan permasalahan etis
adalah dengan melakukan rounde(bioethics rounds) yang melibatkan perawat
dengan dokter Rounde ini tidakdifokuskan untuk menyelesaikan masalah etis
tetapi lebih untuk melakukan diskusisecara terbuka tentang kemungkinan
terdapat permasalahan etisBeberapa rumah sakit yang maju, misalnya
Amerika Serikat dan Kanada telahmengembangkan suatu dewan etik (ethics
committee) yang terdiri dan perawat,dokter, tenaga kesehatan lain para
ulama petugas administrasi, pakar etik dan tokohmasyarakat Tugas dewan ini
adalah membuat keputusan etis, memberikanpenyuluhan konsultasi dan
mendorong anggota profesi untuk sadar etikPembentukan dewan etik atau
lazimnya disebut Panitia Etik Rumah Sakit diIndonesia baru dalam tahap
pengembangan. Beberapa rumah sakit besar diIndonesia telah membentuk
panitia semacam ini, misalnya di Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta.
7. Faktor kode etik keperawatan dan hak-hak pasien
Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap
masalah yangmenyangkut etika, seorang perawat gigi harus banyak berlatih
mencoba menganalisispermasalahan-permasalahan etis Dalam mengambil
keputusan etis, hak pasien sebagai konsep hak manusia merupakan suatu
tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi konsekuensi dan kepraktisan
suatu situasi. Untuk melindungi hak-hak pasien, maka dibuatlah undang-
undang perlindungan hak pasien.

52
BAB IX

Konsep Dasar dan Prinsip Hukum Kesehatan yang Berkaitan dengan


Profesi Keperawatan

Pendahuluan
Hukum kesehatan adalah ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
tenaga kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya, aspek
organisasi dan aspek sarana. Tugas hukum kesehatan adalah mengusahakan
keseimbangan tatanan dalam pelaksanaan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat dan menjamin kepastian hokum berdasarkan sistem
hukum yang berlaku. Etik adalah menilai manusia sesuai dengan kodratnya sebagai
makhluk etis didasarkan norma baik dan buruk atas moralnya. Manusia adalah
makhluk etis karena bermoral, apabila: Berperilaku didasarkan norma baik.Bertindak
sesuai dengan nurani Bertanggung jawab kepada siapapun yang berhak menuntut
pertanggung jawabannya sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya.

Peranan etik dan hukum dalam menjalankan profesi


Pelaksanaan pengobatan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau
keperawatanhanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk hal tersebut. Pengakuan hukum terhadap keahlian
dan kewenangan tenaga kesehatan profesional merupakan dasar otonomi profesi
yang sepenuhnya harus dapat dipertanggung jawabkan baik menurut norma etik
profesi maupun norma hukum.Adapun salah satu karakter etik profesional kesehatan
yaitu harus selalu mengutamakan kepentingan dan keselamatan klien yang
memerlukan bantuan pelayanan kesehatan. Selain itu, kesadaran moral perlu dimiliki
dan ditumbuh kembangkan oleh para tenaga kesehatan profesional karena hal ini
diperlukan dalam mempertimbangkan dan memutuskan suatu tindakan yang akan
dilakukan dalam menjalankan tugas sesuai dengan keahlian dan kewenangan tenaga
kesehatan. Penerapan kesadaran moral atas tindakan etis tertentu dalam segala
situasi disebut kata hati. Oleh karena itu, setiap kali ada tindakan yang dilakukan
oleh subjek hukum maka setiap kali pula kata hati berfungsi sebagai penilai dan
hakim.Sehubungan dengan hal tersebut, pada Pasal 26 PP No. 32 Tahun 1996 jo UU
No. 23 Tahun 1992 telah ditegaskan:Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan

53
profesi sebagai wadah untuk meningkatkan atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, martabat dan kesejahteraan para anggotanya selaku
profesional.Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan prinsip hukum
kesehatanyang berkaitan dengan profesi Keperawatan, Bagaimana hakatas
pemeliharaan kesehatan diakui sebagai hak dasar?Konstitusi WHO : The enjoyment
oh highest attainable standard of health is one of the Fundamental Right of the
Human being (memperoleh derajat kesehatan yang optimal adalah hak asasi setiap
orang).Pasal 25 (1) Universal Declaration of Human Right (1948) : setiap orang
berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesjahteraan untuk dirinya
dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan danpemeliharaan
kesehatannya serta usaha-usaha sosial yang diperlukan.

Bagaimana pengakuan hak atas kesehatan sebagai bagian dari HAM di


Indonesia?
TAP MPR No. XVI/MPRRI/1998 tentang HAM – UU No. 39 Tahun 1999 – kesehatan
dimasukkan sebagai bagian dari “hak untuk hidup” dan “hak anak”.Pasal 28 H (1)
UUD 1945 : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal
dan mendapat lingkungan hidupyang baik dan sehat seta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.Dengan kedua sumber diatas, kesehatan tidak lagi sekedar
dipandang sebagai urusan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan tanggung
jawab negara, tetapi juga diakui dan dijamin pemeliharaannya sebagai suatu hak
hukum (Legal Right).

Sejauhmana tanggung jawab pemerintah (negara) terhadap pemenuhan


hak atas kesehatan?
Berdasarkan Pasal 28 H (1) UUD 1945, hak atas kesehatan harus dipahami dalam
arti yang luas terkait dengan hak lainnya, yaitu:Hak untuk hidup sejahtera, Hak
untuk memperoleh tempat tinggal yang layak, Hak untuk mendapat lingkungan yang
baik dan sehat.Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.Oleh karena itu, hak
atas kesehatan harus diwujudkanbersama antara pemerintah danmasyarakat.

54
Bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak
masyarakat atas pemeliharaan kesehatan?
Berdasarkan Pasal 66 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan: pemerintah
bertanggung jawab dalam mengembangkan, membina, dan mendorong JPKM
sebagai cara yang dijadikan sebagai landasan setiap penyelenggara yang
pembiayaannya dilaksanakan secara pra upaya yang berasaskan usaha bersama dan
kekeluargaan. Berdasarkan Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN : badan
penyelenggara jaminan sosial adalah perusahaan perseroanJAMSOSTEK, Taspen,
ASABRI dan ASKES.

D. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


1. Pasal 53 : Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
2. Pasal 54 :
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
Penentuan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
3.Pasal55 :
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PENDAHULUAN• Era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam
berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari
kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai
kegiatan di bidang kesehatan.Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan
pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan
kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan,
bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan
penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma

55
sehat.Konsekuensi logis diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun
harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan
peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara
terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya
jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan
dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum
kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan
agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi
penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan
kesehatan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud
dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi
muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di
masa mendatang.Batasan dan Lingkup Hukum Kesehatan• “…health law as the body
of rules that relates directly to the care of health as well as the applications of
general civil, criminal, and administrative law”.
(1) Van der Mijn: pengertian Leenen : hukum kesehatan adalah “…. het geheel van
rechtsregels, dat rechtstreeks bettrekking heft op de zorg voor de gezondheid en de
toepassing van overig burgelijk, administratief en strafrecht in dat verband. Dit
geheel van rechtsregels omvat niet alleen wettelijk recht en internationale
regelingen, maar ook internationale richtlijnen gewoonterecht en jurisprudenterecht,
terwijl ook wetenschap en literatuur bronnen van recht kunnen zijn”.
(2) Cabang baru dlm ilmu hukum, yaitu hal-hal yg berkaitan dgn pemeliharaan
kesehatan (zorg voor de gezondheid). Rumusan dapat berlaku secara universal di
semua negara, karena tidak hanya bertumpu pada peraturan perundang-undangan
saja tetapi mencakup kesepakatan/peraturan internasional, asas-asas yang berlaku
secara internasional, kebiasaan, yurisprudensi, dan doktrin.sumber hukum dalam
hukum kesehatan meliputi hukum tertulis, yurisprudensi, dan doktrin. Dilihat dari

56
objeknya, maka hukum kesehatan mencakup segala aspek yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan (zorg voor de gezondheid). Dd dpt dibayangkan bahwa
hukum kesehatan cukup luas dan kompleks. Jayasuriya mengidentifikasikan ada 30
(tiga puluh) jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan.
(3)materi muatan yg dikandung didalamnya pada asasnya : memberikan
perlindungan kepada individu, masyarakat, & memfasilitasi penyelenggaraan upaya
kes agar tujuan kes dpt tercapai.• Jayasuriya menyatakan ada 5 fungsi, yaitu: –
pemberian hak, – penyediaan perlindungan, – peningkatan kesehatan, –
pembiayaan kesehatan, dan – penilaian terhadap kuantitas dan kualitas dalam
pemeliharaan kesehatan.
(4) Pinet : untuk mewujudkan kes semua, diidentifikasikan faktor determinan yg
mempengaruhi sekurang-kurangnya mencakup, “... biological, behavioral,
environmental, health system, socio economic, socio cultural, aging the population,
science and technology, information and communication, gender, equity and social
justice and human rights”.
(5)Landasan Hukum Kesehatan• Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada
asasnya hukum kesehatan bertumpu pada hak atas pemeliharaan
kesehatan sebagai hak dasar social (the right to health care) yang ditopang oleh 2
(dua) hak dasar individual yang terdiri dari hak atas informasi (the right to
information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self
determination).
(6) Roscam Abing mentautkan hukum kesehatan dengan hak untuk sehat dengan
menyatakan bahwa hak atas pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek
yang merefleksikan pemberian perlindungan dan pemberian fasilitas dalam
pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga
mengandung pelaksanaan hak untuk hidup, hak atas privasi, dan hak untuk
memperoleh informasi.
(7) Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar
manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.
(8)Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan Bidang Kesehatan• Peraturan
dimaksud dpt berupa peraturan perundang- undangan yg berlaku umum & berbagai
ketentuan internal bagi profesi & asosiasi kesehatan. Agar diperoleh gambaran yg

57
lebih menyeluruh maka digunakan susunan 3 (tiga) komponen dlm suatu sistem
hukum seperti yg dikemukakan Schuyt,
(9) Keseluruhan peraturan, norma & ketetapan yg dilukiskan sebagai sistem
pengertian, betekenissysteem, keseluruhan organisasi & lembaga yg mengemban
fungsi dalam melakukan tugasnya, organisaties instellingen & keseluruhan ketetapan
& penanganan secara konkret telah diambil & dilakukan oleh subjek dlm komponen
kedua, beslisingen en handelingen.Dari sudut pandang materi muatan yg ada dpt
dikatakan mengandung 4 (empat) obyek, yaitu:
1. Pengaturan yg berkaitan dgn upaya kes;
2. Pengaturan yg berkaitan dgn nakes;
3. Pengaturan yg berkaitan dgn sarkes;
4. Pengaturan yg berkaitan dgn komoditi kes.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebutterkandung prinsip perikemanusiaan
berdasarkan Ketuhanan YME, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan
kekuatan sendiri.
(10) Keputusan dan peraturan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi
bidang kesehatan serta sarana kesehatan adalah mencakup kode etik profesi, kode
etik usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.dalam ketentuan ini mencakup 4 (empat) prinsip dasar, yaitu
autonomy, beneficence, non maleficence dan justice.
(11) Komponen intervensi penanganan merupakan aktualisasi terhadap komponen
ideal yg ada dlm komponen I. Bila diperhatikan isi ketentuan yg ada dimana
diperlukan penanganan terdapat 4 (empat) sifat, :
1. Perintah (gebod) yg merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu;
2. Larangan (verbod) yg merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan
sesuatu;
3. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak
melakukan sesuatu yg secara umum diharuskan.
4. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu
yg secara umum dilarang.

58
(12)Dari susunan dlm 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt
bahwa tujuan yg ingin dicapai adalah :
1. Penyelenggaraan ketertiban sosial;
2. Pencegahan dari konflik yg tidak menyenangkan;
3. Jaminan pertumbuhan & kemandirian penduduk secara individual;
4. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yg baik dlm
masyarakat;
5. Kanalisasi perubahan sosial.
Hukum Kesehatan di Masa Mendatang•
1. Membudayakan perilaku hidup sehat & penggunaan yankes secara wajar untuk
seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan & pencegahan penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dlm memilih & membiayai pelayanan
kesehatan yg diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan pemeliharaan
kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yg baik antara masyarakat dgn penyedia yankes;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yg dilakukan pemerintah &
masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yg
secara efisien, efektif & bermutu serta terjangkau oleh masyarakat.
Beberapa hal yang perlu dicatat:
1.Eksistensi Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional yang telah ada harus diperkuat
dan harus merupakan organisasi yang independen sehingga dapat memberikan
pertimbangan lebih akurat;
2. Perlu dibangun keberadaan Konsil untuk tenaga kesehatan dimana lembaga
tersebut merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan pengaturan
berbagai standar yang harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi
telah dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;

59
3. Perlu dibangun lembaga registrasi tenaga kesehatan dalam upaya untuk menilai
kemampuan profesional yang dimiliki tenaga kesehatan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Bagi tenaga dokter dan dokter gigi peranan Konsil Kedokteran
Indonesia dan organisasi profesi serta Departemen Kesehatan menjadi penting;
4. Perlu dikaji adanya lembaga Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan. Dimana
untuk tenaga medis telah dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia sesuai dengan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004;
5. Perlu dibangun lembaga untuk akreditasi berbagai sarana kesehatan.

Kesimpulan:
Hukum kesehatan merupakan cabang ilmu hukum yang baru. Untuk itu masih
terbuka kesempatan yang luas bagi para ahli hukum melakukan berbagai
pengembangan dengan tujuan tersedianya perlindungan yang menyeluruh baik
untuk masyarakat penerima pelayanan kesehatan maupun tenaga dan sarana
kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. Kajian dapat dilakukan baik secara
sektoral maupun dimensional melalui inter dan multidisiplin.

60
BAB - X
Mengetahui dan Memahami Perundang-Undangan yang Menaungi Asuhan
Keperawatan GigiBersama PPGI. Perawat Gigi Dapat Praktek Sesuai
Dengan Kompetensi Menurut Undamg-Undang Reepublik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasal 93
Menyatakan bahwa :
(1) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan
kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan
pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan.
(2) Kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan
kesehatan gigi masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah

Pasal 94

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga,


fasilitas pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut yang aman,
bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR161/MENKES/PER/I/2010 TENTANG REGISTRASI TENAGA
KESEHATAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 284/MENKES/SK/IV/2006
TENTANG
STANDAR PELAYANAN ASUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

61
Menimbang :
a. bahwa pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah merupakan
pelayanan profesional yang diberikan oleh perawat gigi kepada perorangan
dan masyarakat;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi dan
mulut diperlukan adanya suatu Standar Pelayanan Asuahan Kesehatan Gigi
dan Mulut yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 443);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3637);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998 tentang
Perawat Gigi;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Asuhan
Kesehatan Gigi dan Mulut.
Kedua : Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut dimaksud
dalam Diktum Kesatu sebagaimana terlampir dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar sebagaimana dimaksud dalam diktum Kedua digunakan
sebagai acuan oleh perawat gigi dalam melakukan pekerjaan pelayanan
Asuha kesehatan gigi dan mulut

62
Keempat : Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksan
aan standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut ini dengan
mengikutsertakan Organisasi Profesi sesuai dengan fungsi dan tugasnya
masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 21 april 2006 Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah
Supari, Sp.JP (K)
Standar asuhan kesehatan gigi dan mulut oleh perawat gigi meliputi :
1. Standar Administrasi dan Tata Laksana :
a. Standar Administrasi.
b. Standar Tata Laksana Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut.
2. Standar Pengumpulan Data Kesehatan Gigi :
a. Standar Penjaringan Data Kesehatan Gigi dan Mulut.
b. Standar Pemeriksaan OHIS.
c. Standar Pemeriksaan DMF-T/def-t.
d. Standar Pemeriksaan CPITN.
3. Standar Promotif :
a. Standar Penyusunan Rencana Kerja Penyuluhan Kesehatan Gigi dan
Mulut.
b. Standar Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut.
c. Standar Pelatihan Kader.
4. Standar Preventif :
a. Standar Sikat Gigi Massal.
b. Standar Kumur-Kumur dengan Larutan Flour.
c. Standar Pembersihan Karang Gigi.
d. Standar Pengolesan Flour.
e. Standar Pit dan Fissure Sealant.
5. Standar Kuratif :
a. Standar Penacabutan Gigi Sulung Goyang Derajat 2 atau Lebih.
b. Standar Atraumatic Restorative Treatment (ART)
c. Standar Penumpatan Gigi 1-2 Bidang dengan Bahan Amalgam.

63
d. Standar Penumpatan Gigi 1-2 Bidang dengan Bahan Sewarna Gigi
e. Standar Pencabutan Gigi Permanen Akar Tunggal dengan Infiltrasi
Anestesi.
f. Standar Rujukan.
g. Standar Pencatatan dan Pelaporan.
6. Standar Hygiene Kesehatan Gigi :
a. Standar Hygiene Petugas Kesehatan Gigi dan Mulut.
b. Standar Sterilisasi dan Pemeliharaan alat-alat Kesehatan Gigi.
c. Standar Lingkungan Kerja.
7. Stadar Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pasien Umum Rawat Inap.
8. Standar Peralatan dan Bahan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut.
Setiap standar diuraikan ke dalam pernyataan dan rasional, kriteria
input, kriteria proses dan kriteria output kecuali untuk peralatan dan bahan.

1. Pernyataan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi,
perawat gigi yang menjalankan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
harus memiliki Surat Izin Perawat Gigi (SIPG) seabagai bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan gigi di
seluruh wilayah Indonesia dan Surat Izin Kerja (SIK) sebagai bukti tertulis
yang diberikan kepada perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut di sarana kesehatan.

2. Rasional
SIPG dan SIK wajib dimiliki oleh perawat gigi dalam menjalankan
pekerjaannya dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut serta perlindungan tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan.

3.Kriteria Input
a. Adanya perawat gigi.

64
b. adanya laporan pimpinan penyelenggara pendidikan perawat gigi yang
meliputi:Daftar nama lulusan perawat gigi
1) Jenis kelamin
2) Tempat dan tanggal lahir
3) Lulus tahun
4) Alamat
5) Keterangan.

c. Adanya Kelengkapan registrasi perawat gigi.

65
BAB - XI
KODE ETIK PERAWAT GIGI INDONESIA
MUKADIMAH

Mengingat profesi perawat gigi merupakan tugas mulia yang tidak terlepas
dari fungsi kemanusiaan dalam bidang kesehatan, maka perlu memiliki suatu
kode etik yang dijiwai oleh Nilai-Nilai Pancasila dan UUD 1945. Seorang
perawat gigi dalam menjalankan profesinya perlu membawa diri dalam sikap
dan tindakan yang terpuji. Baik dalam hubungannya terhadap penderita,
masyarakat, teman sejawat, maupun profesinya. Dengan rahmat Tuhan yang
Maha Esa serta didorong keinginan luhur untuk mewujudkan martaba,
wibawa dan kehormatan profesi perawat gigi, maka perawat gigi yang
bergabung dalam wadah Persatuan Perawat Gigi Indonesia (PPGI) dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab merumuskan Kode Etik Perawat Gigi
Indonesia yang wajib dihayati, ditaati dan diamalkan oleh setiap perawat gigi
yang menjalankan profesinya di wilayah hukum Indonesia.
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap Perawat Gigi Indonesia harus senantiasa menjalankan profesinya
secara optimal.
Pasal 2
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib menjunjung tinggi norma-norma hidup
yang luhur.
Pasal 3
Dalam menjalankan profesi, setiap Perawat Gigi Indonesia tidak dibenarkan
melakukan perbuatan yang bertentangan Kode Etik.
Pasal 4
Setiap Perawat Gigi Indonesia harus memberikan kesan dan keterangan atau
pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pasal 5

66
Setiap Perawat Gigi Indonesia agar menjalin kerja sama yang baik dengan
tenaga kesehatan lainnya.
Pasal 6
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib bertindak sebagai motivator dan pendidik
masyarakat.
Pasal 7
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi
dan mulut masyarakat dalam bidang promotif, preventive dan kuratif
sederhana.
BAB II
KEWAJIBAN PERAWAT GIGI TERHADAP MASYARAKAT
Pasal 8
Dalam menjalankan profesinya, setiap Perawat Gigi Indonesia wajib
memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada indivdu masyarakat.
Pasal 9
Dalam hal ini ketidakmampuan dan diluar kewenangan Perawat Gigi
Indonesia berkewajiban merujuk kasus yang ditemukan kepada tenaga yang
lebih ahli.
Pasal 10
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang ia
ketahui tentang kliennya.
Pasal 11
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-
batas kemampuan, sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali pada waktu itu
ada orang lainyang lebih mampu memberikan pertolongan.

67
BAB XII
KONSEP MORAL PRAKTIK
KEPERAWATAN GIGI

Moralitas keperawatan adalah tuntutan perilaku keperawatan yang merupakan suatu


keharusandalam melakukan praktik keperawatan yang berprinsip pada perbuatan
dari npara pelakunyaatau Perawat (baik atau buruk).

Etika dan moralitas merupakan sumber merumuskan standar, prinsip dan


penuntunberperilaku dalam keperawatan. Dan sebagai sumber atau pedoman dalam
membuatkeputusan perawatan dengan tetap mengemukakan atau melindungi hak
asasi dari manusia(pasien).

A. ASUHAN SEBAGAI PRAKTIK KEPERAWATAN GIGI

Menurut Taylor, 1993, karakteristik atau prespektif dari asuhan adalah:

1. Asuhan berpusat pada hubungan interpersonal.


2. Asuhan meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat
klien atau pasien sebagai manusia.
3. Asuhan dilakukan dengan mau mendengarkan dan mengolah sran-sran dari
orang lain sebagai dasra yang mengarah pada tanggung jawab professional.
4. Asuhan meningkatklan kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi
kebajikan sepertikebaikan, kepedulian, empati, dan perasaan kasih sayang.

Dengan demikian, prkatik keperawatan akan baik bila dilakukan dengan asuhan.

B. MENERAPKAM ETIKA DAN MORAL PADA PRAKTIK KEPERAWATAN

Etika dan moral, dilakukan dalam bentuk:

1. Advokasi
Ada 3 pendapat mengenai advokasi, yaitu:
Dari persatuan profesi ANA (American Nursing Asociation) yang menyatakan
bahwaadvokasi adalah suatu kegiatan untuk melindungi klien dan masyarakat
terhadappelayanan kesehatan dan keselamat praktik tidak sah, yang tidak
kompeten dan melanggaretika, yang dilakukan oleh siapapun.

68
Menurut Fry,advokasi adalah dukungan aktif terhadap setiap hal atau
uasaha untukmemulihkan kesehatan, yang disebabkan oleh suatu penyebab
dan memberikan dampakpenting dari perawatan.
Gadow menyatakan bahwa advokasi merupakan dasr dan idealisme
keperawatandengan melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu
untuk secara bebasmenentukan nasibnya sendiri.
Peran nyata perawat di dalam advokasi adalah memberikan informasi
tentang segalasesuatu yang berhubungan dengan perawatanya secara jelas,
dan memberikan bantuanatas keputusan yang akan diambil pasien dalam
perawatan.
Perwatan juga berperan dengan aksi (aktif) dan non-aksi. Yang
dimaksud peran aksiadalah peran dengan memberi keyakinan pada pasien
akan perawatan yang kita lakukan,dan menyatakan bahwa pasien mempunyai
tanggung jawab dalam menentukan pilihan.
Sementara peran non-aksi adalah peran yang tidak memperbolehkan
kita (perawat)memengaruhi pasien dalam menentukan pilihan perawatan.
2. Akuntabilitas
Merupakan konsep yang sangat penting terutama berkaitan dengan
masalahtanggung jawab akan suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat
dan siap menerima semua konsekuensi atas tindakan yang kita (perawat)
lakukan.
Menurut fry (1990) akuntabilitas merupakan suatu tanggung jawab
dan tanggunggugat atas tindakan dari praktik keperawatan, dimana hal
tersebut harus dilakukanberdasarkan Kode Etik, dan Undang-Undang yang
abash atau dibenarkan.
Peran perawat dalam akuntabilitas adalah perawat harus konsekuen
dengankeperawatanya yang dapat ditunjukkan dengan kesiapan bertanggung
jawab atas apa yangtelah dilakukan, serta kesiapan digugat oleh pasien bila
yang bersangkutan tidak puas.
3. Loyalitas
Yang dimaksud loyalitas adalah meliputi simpati, peduli terhadap suatu
hubungan yangtimbal-balik antara profesi-profesi.

69
Loyalitas dapat mengancam asuhan keperawatan apabila hubungan
anggota profesiatau pertemanan atau sejawat lebih dipentingkan
(diutamakan) dibandingkan dengankepentingan akan kualitas dalam
melaksanakan keperawatan tersebut (antarprofesiperawat, sifat tidak berani
mengingatkan jika ada perawatan tidak baik yang dilakukan olehsejawat
adalah perbuatan tidak loyal).
C. Peran nyata Perwat dalam loyalitas

Agar dicapai kualitas yang tinggi, maka loyalitas kepada pasien teman sejawat, dan
rumahsakit harus seimbang dan dipertahankan dengan memperhatikan berbagai hal,
antara lain:

1. Bahwa maslah pasien tidak boleh didiskusikan dengan teman lain, kecuali
secara professional.
2. Harus dihindari pembicaraan tidak bermanfaat yang berkaitan dengan
pasien(terutama tentang penyakitnya).
3. Saling menghargai dan memberikan bantuan diantara sejawat.
4. Perawat harus menunjukkan loyalitas kepada profesi dan berperilaku secara
tepat saat bertugas.

RINGKASAN

Etika dan morakitas yang baik merupakan suatu pedoman yang harus di punyai oleh
seorang tenga keperawatan. Untuk menerapkan secara nyata dikenal antara lain
dengan

1. Advokasi , yaitu perawatan yang dilakukan sesuai kewenangan dan


melindungi pasienterhadap pelayannan yang tidak sah.
2. Akuntabilitas, yaitu seorang tenaga keperawatan berani atau siap
bertanggung jawab danbertanggung gugat terhadap pasienya.
3. Loyalitas, yaitu perawat dituntut untuk berani melaporkan bila terjadi
perawatan yangjelek.

70
BAB XIII
PELANGGARAN ETIKA PADA
PRAKTIK KEPERAWATAN GIGI
A. PERMASALAHAN ETIKA
Permasalahan Etika yang sering terjadi antara lain

1. Permasalahan yang terjadi dalam praktik keperawatan adalah


a. Berkata jujur
b. Berkaitan dengan masalah penyakit, contohnya, AIDS, fertilitas in vitro,
inseminasi, danpengontrolan reproduksi, abortus, merupakan penyakit atau
kelainan yang perludirahasiakan.
c. Berkaitan dengan euthanasia, penghentian pemberian makanan atau cairan,
pengentian pengobatan, transplantasi organ.
2. Permasalahan di dalam tanggung jawab akan peralatan atau barang.
Penggunaan alat-alat untuk keperawatan yang tidak tertib, sembrono sehingga
menjadirusak ataupun hilang.
3. Permasalahan dalam merekomendasikan pasien ke dokter.
a. Perawat dapat membantu menunjukkan dokter yang dikehendaki pasien
sesuai keahlianya dengan menunjuk lebih dari 1 dokter (dengan catatan
tidak mengarah kepribadi dokter).
b. Perawat secara hokum maupun etika tidak boleh mengkritik dokter
dihadapan pasien.
c. Jika tidak mengetahui dengan pasti,pasien harus dirujuk ke dokter yang
manasebaiknya Perawat tidak membuat keputusan tentang penentuan dokter
tertentu.
4. Permasalahan terhadap asuhan keperawatan menyangkut kualitas mau mutuum

mencapai kesejahtaan pasien, Perawat harus berupaya mengubah waperawatan


yangburuk dan tidak bijak menjadi keperawatan yang berkualitasCara
mengubahnya, secara :

a. Formal
 Dengan mengumpulkan informasi yang abash dan lengkap tentang
keperawatanyang dilakukan

71
 Mengetahui system tanggung jawab, artinya tahu siapa pembuat
keputusan mauyang berpengaruh terhadap perubahan mutu
keperawatan,
 Permasalahan dibawa secara hierarkis dari level bawah sampai atas
untukmendapatkan pemecahanya,
b. Informal. Dengan diskusi bersama orang yang dapat dipercaya dan
mempunyaipengaruh terhadap system keperawatan (punya kewenangan
mengubah),
5. Permasalahan pada peran Perawat di luar wewenangnya, menurut Scriatmo
(1992) hal inibanyak terjadi di perifer (daerah terpencil), di karenakan :
a. Kurangnya pengetahuan biomedis sehingga mengakibatkan terjadi kesalahan,
b. Penegakan diagnosa salah penggunaan antibiotic yang tidak benar,
c. Penggunaan injeksi tidak sesuai prosedur,

B. PENYELESAIAN MASALAH

Di Indonesia, penyelesaian masalah ini dilakukan oleh:

1. Lembaga yang bertanggung jawab menyelesaikan standar profesi yaitu:


a. Departemen Kesehatan
b. Organisasi Profesi seperti PPNI, PPGI, IDI PDGIIBI.
c. Insitusi pendidikan
d. Badan hokum.
e. Masyarakat atau konsumen.
2. Cara penyelesaian ditingkat pelayanan adalah dengan mengadakan pelatihan
(shortcourse) dan pemberian wewenang oleh Dep.Kes. atau Dinkes. Kepada
tenaga tersebutagar dapar melakukan pelayanan selama di instalasi atau di
institusi kesehatan dengantanggung jawab pada atasan langsung (tenaga
medis) dan diperbolehkan apabila memangdianggap sangat perlu (urgen).
Pemberian wewenang disebut delegasi wewenang ataupelimpahan
wewenang.

72
C. EVALUASI SEBAGAI KOREKSI KUALITAS KEPERAWATAN

Pemasalahan etika dalam melakukan keperawatan perlu dievaluasi, yang antara lain

dilakukan dengan:

1. yaitu suatu evaluasi yang merupakan tanggung jawab semua perawatsehingga


dapat mengetahui kelemahan, kekurangan, dan kelebihanya sebagai perawat
didalam praktik, serta merupakan suatu cara melindungi pasien dari perawatan
yang buruk.
2. Evaluasi kelompok. Evaluasi ini dilakukan baik secara formal maupun informal
dengantujuan mempertahankan konsistensi kualitas asuhan keperawatan yang
tinggi danmerupakan tanggung jawab etis. Evaluasi kelompok, dilakukan secara:
a. Formal, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh/dan para Perawat sensiri.
Pengawasankerja berdasarkan paada standar praktik yang telah ditentukan.
Sebagai pengawasdapat dilakukan oleh organisasi pelayanan professional,
selain individu.
b. Informal yaitu evaluasi atau pengawasan yang dilakukan dengan saling
mengamatiperilaku dari sesame rekan, biasanya tidak objektif karena
observasi atau pengamatandiikuti oleh perasaan atau selera pribadi
pengamat.

Metode Evaluasi

Metode atau cara evaluasi (diri, kelompok) dapat dilakukan dengan:

1. Membahas hal-hal yang di amati.

2. Wawancara dengan pasien atau staf.

3. Mengadakan observasi langsung.

4. Mengaudit keperawatan dari catatan pasien.

Evaluasi diadakan dengan tujuan mempertahankan kualitas keperawatan


(konsisten) karena kualitas merupakan tanggung jawab dari Etika.

73
D. PEMBINAAN TERHADAP PELANGGARAN ETIKA (PEMBINAAN
INTERNAL OLEH DEPARTEMEN KESEHATAN)

Untuk mencegah adanya pelanggaran etika oleh profesi kesehatan maka di


bentuklah suatu majelis atau panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik
Kedokteran/Kesehatan.

Bentuk organisasi:

1. P, EK (Panitia Pertimbangan dan pembinaan Etik Kedokteran), peraturan Menkes


No.02/Berhukmas/1/75 No. 554/Menkes./Per/XIV/1982.
2. MP EPK (Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Etik Petugas Kesehatan) tahun
1992.
Dasar Pertimbangan
a. Tugas professional tenaga kesehatan dalam pengabdianya makin bertambah
beratSesuai dengan perkembangan ilmu di bidang kesehatan modern
sehingga setiap tenagakesehatan perlu menghargai, menggunakan kode etik
dari tenaga kesehatan yang berlaku.
b. Peran aktif dari tenaga kesehatan dalam rangka mencapai tujuan
pembangunanNasional dan pembangunan kesehatan khususnya.

Tugas dan wewenang Panitia

Tingkat Pusat:

1. Memberi pertimbangan tentang etik kepada menteri.


2. Membina dan mengembangkan secara aktif kode etik tenaga kesehatan
dengan organisasi profesi.
3. Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang dibidang
kesehatan.
4. Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh TK Provinsi.
5. Menerima rujukan terakhir dalam permaslahan etik.
6. Mengadakan konsultasi dengan instant penegak hokum dan instansi yang
berkaitan.

Tingkat Provinsi:

74
1. Panitia di tingkat provinsi terdiri atas unsur Dinas Kesehatan Provinsi, Fakultas
yangmendidik tenaga kesehatan, dan Organisasi Profesi Kesehatan.
2. Dibentuk dan diangkat oleh Ka Dinas Kesehatan TK. I setelah berkonsultasi
denganGubernur KDH TKI.
3. Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang etik
wilayahnya.
4. Mengawasi pelaksanaan kode etik di wilayahnya.
5. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi yang
berkaitan.
6. Memberi nasihat kepada tenaga kesehatan.
7. Membina dan mengembangkan secara aktif kode etik.
8. Memberi pertimbangan dan usul-usul kepada pejabat yang berwenang dibidang
kesehatan.
9. Berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam persoalan etik.
10. Bekerja sama dengan anggota profesi dalam menangani pelanggaran kode etik.
11. Memebrikan masukan atau usulan kepada Ka. Diknes. TK.I untuk mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap pelanggaran.

Tingkat kabupaten/kodya:

1. Panitia di TK. Kabupaten/Kodya terdiri atas Dinas Kesehatan TK.II/Kodya,


fakultas yangmendidik tenaga kesehatan, dan organisasi Profesi kesehatan.
2. Dibentuk dan diangkat oleh Ka Dinkes.TK.II atau Kodya setelah berkonsultasi
dengan Bupati atau Walikota KDH TK.II.
3. Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang etik di
wilayahnya.
4. Mengawasi pelaksanaan kode etik di wilayahnya.
5. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi yang
berkaitan.
6. Memberi nasihat kepada tenaga kesehatan
7. Membina dan mengembangkan secara aktif kode etik.
8. Memberi pertimbangan dan usul-usul kepada pejabat yang berwenang di bidang
kesehatan.

75
9. Berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam persoalan etik.
10. Bekerja sama dengan anggota profesi dalam menangani pelanggaran kode
etik.
11. Memberikan masukan atau usulan kepada ka. Diknes. TKI untuk mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap pelanggaran.

RINGKASAN

Permasalahan etika sering terjadi baik mengenai teknis keperawatan maupun


komunikasidengan pasien maupun dengan sesame atau sejawat. Oleh karena itu,
para Perawat perlumengadakan evaluasi diri baik dari diri sendiri maupun melalui
organisasi, dan dibutuhkan pula pembinaan dari institusi yang lebih atas atau
berkompeten.

76

Anda mungkin juga menyukai