(KEPERAWATAN GIGI)
Kementerian Kesehatan RI
Politeknik Kesehatan Makassar
2020
i
Buku Ajar
Etika Profesi
Perawat Gigi & Hukum Kesehatan
OLEH
2020
i
KATA PENGANTAR
Dengan Memanjatkan Puji Syukur kehadirat Allah SWA, Kami akhirnya dapat
merampungkan Buku Ajar Etika Profesi dan Hukum Kesehatan ini tepat waktu.
Pembuatan buku ajar ini diperuntukan bagi mahasiswa dalam lingkup
Poltekkes Kemenkes Makassar. Diharapkan buku ajar ini dapt membantu mahasiswa
untuk memahami materi kuliah dan mengaplikasikan ilmu ini dilapangan.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terbitnya buku ajar ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Kami tahu buku ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami tetap
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan pada edisi
selanjutnya. Dan kami ucapkan terima kasih atas segala bantuan semua pihak.
Semoga buku ini dapat bermanfaat
Amin
Tim Penulis,
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................... i
BAB VII Memahami Tentang Malpraktik Terkait Hukum dan Sanksi Bagi Perawat Gigi
.............................................................................................................. 42
BAB IX Konsep Dasar dan Prinsip Hukum Kesehatan Yang Berkaitan dengan Profesi
Keperawatan ......................................................................................... 54
iii
BAB I
RUANG LINGKUP ETIKA
1
Pengertian etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya
berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin,
yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat
kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan),
dan hindari hal-hal tindakan yang buruk. (Rosady Ruslan, 2001)Dari
segietimologi (asal kata), istilah.
b. Etika Khusus
Etika Khusus merupakan Etika dalam penerapan prinsip-prinsip moral
dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
o Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri.
o Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
2
Terdapat tiga pembagian mengenai etika, yaitu sebagai berikut:
1. Etika deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif tidak memberi penilaian
tetapi menggambarkan moralitas pada individu-individu tertentu, kebudayaan atau
subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.
2. Etika normatif
Pada etika normatif terjadi penilaian tentang perilaku manusia.
Penilaian ini terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat preskriptif
(memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar atau
tidaknya tingkah laku. Etika normatif menampilkan argumentasi atau alasan
atas dasar norma dan prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional dan dapat diterapkan dalam praktik.
3. Metaetika
“Meta” berasal dan bahasa Yunani yang berarti melebihi atau
melampaui. Metaetika mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis.
Pada metaetika mempersoalkan bahasa normatif apakah dapat diturunkan
menjadi ucapan kenyataan. Metaetika mengarahkan pada arti khusus dan
bahasa etika.
3
3. Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling
penting.
4. Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi
perilaku para anggotanya.
e. Kebijakan atau policy maker, siapa stake holders nya dan / bagaimana
kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun
kode etik.
Contoh;
Nilai dipelajari melalui pengamatan dan pengalaman yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosiokultural seseorang.
Nilaiterdiridari :
o Nilai personal
o Nilaisosial
o Nilaiprofessional
ContohNilai Personal danSosial
v kemandirian v kehidupanmanusia
v kejujuran v kemerdekaan
v agama v persahabatan
v cinta v pendidikan
v rasa humor v teknologi
v kecantikan v kasihsayang
v harta v demokrasi
v waktusenggang v kesempatan yang
sama
Nilai Profesional
Perawat memiliki nilai professional selama sosialisasi dengan keperawatan,
dari kode etik keperawatan, pengalaman keperawatan, pengajar dan teman
sebaya.
4
BAB II
2.1 PENGERTIAN
Pada dasarnya hak dan kewajiban Perawat Gigi dan Perawat lainnya
sama, yang secara khusus berkaitan dengan kewenangan sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikanya.
Jika ditilik secara seksama pada prinsipnya profesi perawat gigi sudah
memenuhi persyaratan untuk dianggap sebagai profesi yang professional,
seperti :
5
Ada satu hal pokok yang belum dimiliki oleh perawat gigi dan belum
dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Izin Praktik Mandiri sebagaimana profesi
kesehatan lainnya.
6
Seoarang Perawat Gigi dalam menjalankan Profesinya perlu membawa diri
dalam sikap dan tindakan yang terpuji, baik dalam hubungannyaterhadap
penderita, masyarakat, rekan sejawat maupun Profesinya. Kode Etik Perawat Gigi
Indonesia merupakan acuan yang menjadi landasan dalam melaksanakan
tugasnya baik jiwa dan perbuatan untuk segala zaman serta untuk setiap insan
yang selalu mengumandangkan kebenaran.
7
cara pemilihan, mekanisme pemilihan, tim penilai, kriteria penilaian serta hal-hal
yang dipandang perlu.
2. Belum pernah terpilih sebagai tenaga Perawat Gigi Teladan yang mewakili
Puskesmasnya.
3. Calon tenaga Perawat Gigi Teladan diberlakukan bagi yang memiliki prestasi
yang dapat diteladani di lingkungan kerjanya.
a. Tingkat Kecamatan
c. Tingkat Propinsi
8
Membangun Citra Perawat Gigi
9
mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam satu kali kunjungan. Untuk itu dapat
dilaksanakan secara bertahap dan sesuai dengan waktu.
Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP secara operasional. Evaluasi
selalu berkaitan dengan tujuan. Apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak
tercapai, maka perlu dicari penyebabnya.
B. Penghargaan bagi Perawat Gigi
1. Pemberian Piagam dan Lencana bagi yang memenangkan Perawat Gigi
Teladan.
2. Desain Piagam dan Lencana Propinsi / Kabupaten / Kota disesuaikan
dengan standar pusat.
3. Diikutsertakan sebagai pendamping Jema’ah Haji Indonesia, sekaligus
menunaikan Ibadah Haji.
4. Mendapat beasiswa untuk tugas belajar.
10
BAB III
ETIKA PROFESI KEPERAWATAN GIGI
11
keinginanluhur untuk mewujudkan martabat, wibawa dan kehormatan profesi
perawat gigi, maka PerawatGigi yang bergabung dalam wadah Persatuan
Perawat Gigi Indonesia ( PPGI ) dengan penuhkesadaran dan tanggung jawab
merumuskan Kode Etik Perawat Gigi Indonesia yang wajibdihayati, ditaati
dandiamalkan oleh setiap Perawat Gigi yang menjalankan profesinya di
wilayahhukum Indonesia.
2. Perbuatan Perawat yang Bertentangan dengan Etika
Perawat gigi harus optimal dalam menjalankan profesinya, yang
dimaksud secara optimal dalam menjalankan profesi perawat gigi adal ah
sesuai dengan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut mutakhir, etika
umum, etika kesehatan gigi, hukum, dan agama. Kesehatan gigi dan mulut
yang menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang telah diajarkan dan
dimiliki harus dipelihara dan dipupuk sesuai dengan kemampuan perawat gigi
yang telah ditetapkan.
Etika umum dan etika kesehatan gigi harus diamalkan dalam
menjalankan profesi secara ikhlas, jujur, dan rasa cinta terhadap sesama
manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata, dan berbagai sifat lain
yang terpuji, seimbang dengan martabat jabatan profesi perawat gigi.
12
hasil keluarannya memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pengguna yaitu kurikulum berbasis kompetensi.
13
Kewajiban Umum
14
pemangkunya untuk merahasiakan segala hal yang bersangkutan dengan
pekerjaan mereka. Kewajiban tersebut berdasarkan kepentingan umum
maupun kepentingan perorangan. Pasal 11 Dalam keadaan darurat seorang
Perawat Gigi wajib memberikan pertolongan kepada siapapun yang
membutuhkan dan apapun yang dideritanya. Pertolongan yang diberikan
tentu dalam batasbatas tindakan keterampilan, keahlian dan pengetahuan
yang dimilikinya. Walaupun sangat terbatas, namun tetap harus mengerjakan
segala sesuatu dalam upaya menyelamatkan seseorang. Pertolongan harus
diberikan apabila tidak ada orang lain yang mampu memberikan.
15
dengan jalan membaca buku, majalah, ilmiah, diskusi, dan sebagainya. Pasal
15 Mengingat bahwa Perawat Gigi adalah tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat,
maka sewajarnya seorang Perawat Gigi memberikan teladan untuk hidup
sehat. Memeriksakan kesehatannya secara berkala sekali setahun, terutama
yang telah berusia 40 tahun atau lebih. Dalam menjalankan profesinya,
haruslah berhati-hati dan sebaiknya syarat-syarat pencegahan antara lain
dengan imunisasi, memakai masker dan sarung tangan.
16
Mempunyai standar pengetahuan dan keterampilan khusus yang selalu
dipelihara dan dikembangkan dan yang membedakan dari profesi yang
lain.
17
BAB IV
18
muka, secara intim dan terkait dalam suatu tugas yang bersifat kompleks,
berhubungan satu dengan yang lainnya secara sadar, menetapkan dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula secara sistematis.
Menurut Bakke Organisasi merupakan sebuah sistem yang kontinue dari
penggunaan, pemindahan aktivitas-aktivitas manusia yang dibebankan dan
dikoordinasikan, sehingga membentuk suatu kumpulan tertentu yang
terdiri dari manusia, material, kapital, gagasan, dan sumber daya alam ke
dalam suatu keseluruhan pemecahan persoalan.
Menurut Allen Organisasi adalah suatu proses identifikasi dan pembentukan
serta pengelompokan kerja, mendefinisikan dan mendelegasikan
wewenang maupun tanggung jawab dan menetapkan hubungan -
hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang-orang bekerjasama
secara efektif dalam menuju tujuan yang ditetapkan. Sebuah organisasi
tidak akan bisa lepas dengan yang namanya struktur organisasi. Karena
struktur organisasi adalah cara suatu aktivitas organisasi dibagi, di
organisir, dan dikoordinasikan.
Menurut Ernest Dale , sebuah struktur organisasi harus memuat tentang 5
hal sebagai berikut: Daftar pekerjaan yang perlu dilakukan untuk
mencapai tujuan organisasi Membagi jumlah beban kerja dalam tugas-
tugas atau biasa disebut pembagian kerja (devision of work)
Menggabungkan tugas-tugas dalam keadaan yang logis dan efisien atau
departementalisasi (departmentalization) Menetapkan mekanisme untuk
koordinasi Memonitor efektivitas struktur organisasi dan melakukan
penyesuaian apabila diperlukan
Menurut John M.Gous : Organisasi adalah tata hubungan antar orang-
orang untuk untuk dapat memungkinkan tercapainya tujuan bersama
dengan adanya pembagian tugas & dan bertanggung jawab atas tugasnya.
Menurut Cyrill Soffer : Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang
masing diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian
kerja dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi tugas-tugas dibagikan
diantara pemegang peranan dan kemudian digabung dalam beberapa
bentuk hasil.
19
Menurut Prof Dr. Sondang P. Siagian, mendefinisikanorganisasi ialah setiap
bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama
serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang
telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang atau
beberapa orang yang disebut atasan seorang atau sekelompok orang yang
disebut dengan bawahan.
Menurut Drs. Malayu S.P Hasibuan mengatakan organisasi ialah suatu
sistem perserikatan formal, berstruktur terkoordinasi sekelompok yang
bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya
merupakan alat dan wadah saja.
3.2 Fungsi Organisasi
1. Fungsi Pemasaran
Setiap organisasi prinsipnya adalah mengumpulkan kekuatan. Oleh karena
itu, sebelum orang memasuki suatu organisasi, bergabung atau bekerja
sama tentunya akan mencari tahu tentang jati diri organisasi tersebut.
Tanpa organisasi itu memasarkan jati dirinya akan sulit dikenal oleh orang
luar. Dengan 4p-nya marketing mix (bauran pemasaran), yakni product,
price, place, dan promotion, setiap organisasi perlu untuk memasarkan
apa yang menjadi aktivuitas atau “core business”-nya.
Dalam konteks organisasi ekskul KIR, yang menjadi produk adalah
anggota KIR yang mampu berkarya dan berprestasi dan alumni KIR yang
dapat berkiprah di masyarakat sesuai profesinya. Iuran keanggotaan
sebagai harga yang harus dibayarkan oleh anggota yang ingin terbina,
terlatih, terdidik dan terbimbing dalam kegiatan ilmiah. Sekretariat,
perpustakaan, laboratorium, organisasi antar KIR, meseum, universitas,
lembaga peneltian, dan industri, adalah tempat aktivitasnya atau jalur
distribusi kegiatannya. Promosi yang dilakukan sebelum perekrutan
anggota baru ketika penerimaan siswa baru setiap tahun ajaran baru.
Promosi juga bisa dlakukan dengan semaraknya aktvitas ilmiah dan
bertaburnya prestasi anggota yang disosialisasikan terus menerus.
Mengadakan kegiatan terbuka yang dihadiri semua siswa, seperti seminar
studi lanjut dan pilihan profesi setelah lulus.
20
2. Fungsi Operasi/Produksi
Organisasi laksana sebuah mesin, yang memproses input menjadi output.
Dalam operasinya, organisasi mendapatkan masukan berupa raw material,
sumber daya, dana, SDM, metode, mesin, infrastruktur, yang masuk
dalam proses organisasi sehingga menjadi produk jadi, yang berupa
barang (komoditas) atau jasa (layanan). Dalam memproses, tentu saja
ada perencaan produk, mutu, rancangan proses, lokasi, tata letak, SDM,
pasokan, persediaan, penjadwalan, dan pemeliharaan.
Dalam konteks KIR, sebagai inputnya adalah seluruh anggota. Proses
operasi atau produksinya, adalah diklat, kegiatan percobaan/penelitian
(riset), presentasi, penulisan karya ilmiah, dan semua aktvitas ilmiah
(seperti yang pernah penulis paparkantempohari).Infrastruktur operasi:
Visi Misi KIR, AD/ART, GBPK, Susunan Pengurus, Struktur Organisasi,
Program Kerja, Surat Keputusan (SK), dan Kurikulum Pembinaan Anggota.
Termasuk urusan administrasi yang dikerjakan konsepnya oleh Sekretaris.
Aktivitas operasi KIR terbagi 2 bagian internal dan eksternal. Internal
berupa ruang kelas, aula, perpustakaan laboratorium, dan halaman
sekolah. Eksternal, digunakan bila bekerja sama dengan
organisasi/institusi/lembaga lain.
3. Fungsi Keuangan/Akuntansi
Sebagai organisasi yang masih kecil dan sederhana, KIR cukup membuat
RAPB, yakni rancangan anggaran pendapatan dan belanja. Bendahara
membuat konsep prediksi anggaran yang masuk sebagai pendapatan
selama 1 tahun. Mengkonsep sumber-sumber dana organisasi, baik yang
tetap (dana taktis) atau temporer. Dengan prediksi tersebut, kemudian
dapat dibuat estimasi alokasi (jatah) tiap bidang atau perwaktu tertentu
yang harus dikeluarkan. Intinya tetap harus ada “cadangan devisa” sekitar
60-70%, sehingga yang keluar antara 30-40% saja tiap kegiatan. Yang
selebihnya dicari melalui usaha panitia. Sesungguhnya mengurus
keuangan tidak sulit, asal catatan dengan uang yang ada selalu sama (tak
berbeda nilainya). Dan jumlah uang selalu “pas” saja.
A. Bentuk-bentuk Organisasi
21
Berdasarkan strukturnya, bentuk organisasi dapat dibedakan atas :
1. Organisasi garis
Organisasi garis merupakan bentuk organisasi tertua, dan paling
sederhana. Organisasi dengan jumlah karyawan sedikit dan pemiliknya
merupakan pimpinan tertinggi didalam perusahaan/organisasi yang
mempunyai hubungan langsungdengan bawahannya. Di sini setiap bagian-
bagian utama langsung berada dibawah seorang pemimipin serta
pemberian wewenang dan tanggung jawab bergerak vertical ke bawah
dengan pendelegasian yang tegas, melalui jenjang hirarkiyangada.
Kebaikan-kebaikan organisasi
a. Bentuk organisasi sederhana sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan,
b. Pembagian tugas serta tanggung jawab dan kekuasaan cukup jelas
c. Adanya kesatuan dalam perintah dan pelaksanaan sehingga
mempermudah pemeliharaan disiplin dan bertanggung jawab,
d. Pengambilan keputusan dapat dilaksanakan secara cepat karena
komunikasi cukup mudah.
Sedangkan kekurangan-kekurangannya adalah:
a. Bentuk organisasi tidak fleksibel,
b. Kemungkinan pemimpin untuk bertindak otokratis besar
c. Ketergantungan pada seseorang cukup besar sehingga mudah terjadi
kekacauan bila seseorang didalam garis organisasi “hilang”.
2. Organisasi garis dan staf
Dalam organisasi ini ada dua kelompok orang-orang yang
berpengaruh dalam menjalankan organisasi itu, yaitu :
a. Orang yang melaksanakan tugas pokok organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan, yang digambarkan dengan garis atau lini.
b. Orang yang melakukan tugasnya berdasarkan keahlian yang
dimilikinya, orang ini berfungsi hanya untuk memberikan saran-saran
kepada unit operasional.Orang-orang tersebut disebut staf
Di dalam organisasi garis dan staf :
22
Terdapat spesialisasi yang beraneka ragam yang dipergunakan
secara maksimal.
Dalam melaksakan pekerjaannya, anggota atau lini dapat
menerima pengarahan serta informasi dari staf.
Pengarahan yang diberikan staf dapat dijadikan pedoman bagi
pelaksana.
Staf mempunyai pengaruh yang besar dalam pelaksanaan
pekerjaan.
Organisasi ini mempunyai kebaikan, seperti :
- Adanya pembagian tugas yang jelas antara orang-orang yang
melaksanakan tugas pokok dan penunjang.
- Keputusan yang diambil biasanya telah dipertimbangkan secara
matang oleh segenap orang yang terdapat dalam organisasi,
termasuk staf.
- Adanya kemampuan dan bakat yang berbeda-beda dari anggota
organisasi memungkinkan dikembangkannya spesialisasi keahlian.
- Adanya ahli-ahli dalam staf akan menghasilkan mutu pekerjaan
yang lebih baik.
- Disiplin para anggota tinggi karena tugas yang dilaksanakan oleh
seseorang sesuai dengan bakat kealian, pendidikan dan
pengalamannya..
Sedangkan kekurangan dari organisasi ini adalah :
- Bagi para pelaksana operasional perbedaan antara perintah dan
saran tidak selalu jelas. Maksudnya dalam pelaksana tugas – tugas
operasional, orang-orang lini atua garis dihadapkan pada dua
macam atasan.yaitu atasan yang terdapat dalam komando yang
mempunyai hak memerintah dan pinpinan staf yang meskipun
hanya berhak memberikan saran, namun perlu pula ditaati karna
sarannya berdasarkan pada keahlian dan wewenang fungsional.
- Saran serta nasehat dari staf mungkin kurang tepat atau sulit
dilaksanakan, karna kurang adanya tanggung jawab terhadap
perkerjaan.
23
- Pejabat garis cendrung untuk mengabaikan gagasan dari staf
sehingga gagasan tersebut dapat tidak berguna.
- Timbulnya kekacauan bila tugas-tugas tidak dirumuskan dengan
jelas.
3. Organisasi fungsional
Organisasi dengan bentuk ini merupakan suatu organisasi yang
berdasarkan pembagian tugasnya serta kegiatannya pada spesialisasi
yang dimiliki oleh pejabat-pejabatnya. Organisasi ini tidak terlalu
menekan hilarki sturtural, tetepai lebih pada sifat dan pungsi yang
perlu dijalankan.
Dalam organisasi ini seorang bawahan dapat menerima beberapa
instruksi dari beberapa pejabat serta harus mempertanggung
jawabkannya pada masing-masing pejabat yang bersangkutan.
Kebaikan-kebaikan dari pungsional organisasi fungsional :
a. Adanya spesialisasi menyebabkan perencanaan tugas dapat dengan
baik.
b. Spesialisasi karyawan dapat dilakukan secara maksimal.
c. Koordinasi antara orang-orang dalam satu funsi mudah
dilaksanakan atau dijalankan.
d. Pekerjaan mental dapat dipisahkan dari pekerjaan pisik.
Kekurangan – kekurangan orgganisasi fungsional antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Tanggung jawab terbagi-bagi, sehingga jika terjadi satu masalah
tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab penuh.
b. Ditinjau dari segi karyawan, banyaknya atasan yang
membingungkan,
c. Terjadi saling mementinngkan fungsi masing-masing menyebabkan
koordinasi yang bersifat menyeluruh sukar dijalankan.
d. Pertukaran (mutasi) pekerjaan sukar dilakukan, karna anggota
organisasi terlalu menspesialisasikan diri dalam satu bidang
keahliannya saja, sehingga untuk mengadakan pertukaran jabatan
harus dilakukan suatu pendidikan yang intensif terlebih dahulu.
24
4. Organisasi komite/panitia
Pendapat dari sekumpulan orang biasanya akan lebih baik dari pada
hasil pemikiran satu orang. Cara yang terbaik untuk menimbulkan kerja
sama dari kelompok orang adalah dengan membentuk satu kelompok
tetap yang disebut komite.Komite adalah suatu badan yang terdiri dari
sekumpulan orang yang diberi kekuasaan tertentu dan dengan berunding
mereka dapat membuat keputusan bersama-sama.
Dengan adanya komite, diharapkan dapat menghilangkan iri hati atau
pertentangan diantara anggota kelompok dan dapat dihindari hambatan-
hambatan yang timbul akibat adanya perintah perintah yang simpang siur
antara pimpinan yang sesingkat
Komite dapat dibagi atas 4 macam yaitu :
Komite yang mempunyai kekuasaan penuh untuk bertindak (biasanya
terdapat pada tingkatan instrusional).
Komite yang tidak mempunyai kekuasaan, tetapi mempunya hak untuk
menolak (hak veto).
Komite penasehat.
Komite pendidikan yang merupakan kelompok diskusi.
B. Macam-macam Organisasi
UN = United Nation = PBB (1945)
UNICEF = United Nations International Childrens Emergency Fund ( 1946),
namun namanya diganti setelah thn 1953 menjadi: United Nations
Children’s Fund.
UNESCO = the United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (16 November 1945)
UNCHR = United Nations Commission on Human Rights (2006)
UNHCR = Uited Nations High Commissioner for Refugees (14 Desember
1950)
UNDPR = The United Nations Division for Palestinian Rights (2 Desember
1977)
UNSCOP = The United Nations Special Committee on Palestine (May 1947,
oleh 11 negara)
25
WHO = World Health Organization (7 April 1948)
IMF = International Monetary Fund (Juli 1944, 180 negara)
NATO = North Atlantic Treaty Organisation (4 April 1949)
NGO = Non-Governmental Organizations (Dalam bahasa Indonesia
Lembaga Swadaya Masyarakat – LSM, yg didirikan oleh perorangan atau
per-group dan tdk terikat oleh pemerintah.
GREENPEACE (40 negara, dari Europe, State of America, Asia, Africa dan
Pacific, semenjak 1971).
AMNESTY International (1961, memiliki sekitar 2,2 juta anggota, dari 150
negara, organisasi yg membantu menghentikan penyelewengan/pelecehan
hak azasi manusia)
WWF = the World Wildlife Fund (1985, Memiliki hampir 5 juta pendukung,
distribusi dari lima benua, memiliki perkantoran/perwakilan di 90 negara).
G8 = Group of Eight, kelompok negara termaju di dunia. Sebelumnya G6
pd thn 1975, kemudian dimasuki oleh Kanada 1976 (Perancis, Jerman,
Italia, Jepang, Britania Raya, Amerika Serikat, Kanada dan Rusia (tidak ikut
dalam seluruh acara), serta Uni Eropa.
EU = The European Union (27 negara anggota, 1 november 1993)
DANIDA = Danish International Development Assistance (Organisasi yg
memberikan bantuan kepada negara2 miskin, pengungsi, bencana alam)
ICRC = International Committee of the Red Cross (1863) = Palang Merah,
gerakan bantuan kemanusiaan saat bencana alam atau peperangan.
OPEC = Organization of the Petroleum Exporting Countries (1960, anggota
13 negara, termasuk Indonesia)
ASEAN = Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-
bangsa Asia Tenggara (PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10
negara anggota, Timor Leste dan Papua new Guinea hanya sebagai
pemantau, dan masih mempertimbangkan akan menjadi anggota).
26
BAB V
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “ ethos” yang berarti adat,
kebiasaan, perilaku atau karakter. Menurut buku “Fundamental Keperawatan”
(Potter dan Perry, tahun 2005), etika adalah terminatologi dengan berbagai
makna. Singkatnya, etik berhubungan dengan bagaimana mereka melakukan
hubungan dengan orang lain. Menurut buku “Ilmu Keperawatan” (Spruyt, Van
Mantgem dan De Does BV/Leiden, tahun 2000), etika berasal dari bahasa
yunani “ethoi” yang berarti kesusilaan/moral. Etika adalah sebagai ilmu
tentang moral yang ditentukan oleh opini umum. Menurut buku “Etika
Keperawatan” (Hj.Nila Islami,SKM,tahun 2001), etika adalah peraturan atau
norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang
berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawab moral.
27
undang Dasar1945. Seorang perawat gigi dalam menjalankan profesinya
perlumembawa diri dalam sikap dan tindakan yang terpuji. Baik dalam
hubungannya terhadap penderita, masyarakat, teman sejawat, maupun
profesinya. Dengan Rachmat Tuhan Yang Maha Esa serta didorong keinginan
luhur untuk mewujudkan martabat, wibawa dan kehormatan profesi perawat
gigi, maka Perawat Gigi yang bergabung dalam wadah Persatuan Perawat
Gigi Indonesia ( PPGI ) dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab
merumuskan Kode Etik Perawat Gigi Indonesia yang wajib dihayati, ditaati
dan diamalkan oleh setiap Perawat Gigi yang menjalankan profesinya di
wilayah hukum Indonesia.
Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang
menurut Araskar dan David (1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau
standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat
diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan
keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai
sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi
AARN (1996), etika berfokus pada yang seharusnya baik salah atau benar,
atau hal baik atau buruk. Sedangkan menurut Rowson, (1992).etik adalah
Segala sesuatu yang berhubungan/alasan tentang isu moral.
28
merupakan hukum atau undang-undang. Dan hal ini menegaskan bahwa
moral merupakan bagian dari etik, dan etika merupakan ilmu tentang moral
sedangkan moral satu kesatuan nilai yang dipakai manusia sebagai dasar
prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing ethics) merupakan bentuk
ekspresi bagaimana perawat.
1. Autonomy (otonomi )
Prinsip “Autonomy” (self-determination) Yaitu prinsip yang
menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self
determination) dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk
memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin Informed consent.
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri.
Contoh:
Pasien berhak menentukan tindakan-tindakan baru dapat dilakukan
atas persetujuan dirinya.
Seorang warga menetukan sikap untuk ikut penyuluahan ataupun
kegiatan kesehatanyang diselenggrakan oleh Sarjana Kesehatan
Masyarakat ( SKM )
2. Beneficience ( Berbuat baik )
Yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan
keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam Beneficence tidak hanya
dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi
baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).
29
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonomi.
Contoh:
Dokter memberi obat gatal –gatal tetapi mempunyai efek yang lain,
maka dokter harus mempertimbangkan secara cermat atas
tindakannya tersebut.
Seorang sarjana Kesehatan Masysrakat ( SKM ) memberikan
pelayanan kepada seoarang pasien yang menderita penyakit TBC,
maka SKM tersebut harus mempertimbangkan dan berkonsultasi
dengan ahlinya dalam memberikan pelayanan kesehatan.
3. Non Maleficience ( Tidak merugikan )
Prinsip tidak merugikan “Non-maleficence” adalah prinsip menghindari terjadinya
kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ above all do no harm
“. Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik dan psikologis pada
klien atau pasien.
Contoh:
Pendapat dokter dalam memberikan pelayanan tidak dapat diterima
oleh pasien dan keluarganya sehingga jika dipaksakan dapat
merugikan pasien.
Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) memberikan
pelayanan yang terbaik dalam usaha penyembuhan pencegahan
tanpa merugikan masyarakat.
4. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Institusi kesehatan akan menjaga kerahasiaan informasi yang bisa
merugikan seseorang atau masyarakat. Aturan dalam prinsip kerahasiaan
adalah informasi tentang pasien harus dijaga privasi klien. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tidak ada seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh pasien
30
dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang pasien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang pasien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindar
Contoh:
Seorang dokter maupun tenaga medis yang menangani pasien
menjaga danmeng-back up setiap data informasi yang dimiliki dari
pasien tersebut, baik itu nama, alamat, panyakit yang diderita, dan
sebagainya.
Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) merahasiakan segala
bentuk data terkait dengan data survei yang bersifat pribadi ( tidak
dipublikasikan )
5. Fidelity ( Menepati janji )
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Tenaga Kesehatan setia pada
komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen
yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan tenaga kesehatan
terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari
tenaga kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Contoh:
Seorang dokter berjanji dengan sungguh untuk menjaga setiap rahasia
pasiennya, dan sampai kapanpun akan tetpa menjaga komitmennya
untuk menjaga kerahasiaan setiap pasiennya
Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SK M ) menepati janjinya
dalam usaha peningkatan dan perbaikan kesehatan di masyarakat
sesuai dengan program yang telah dibuat.
6. Fiduciarity( Kepercayaan )
Adalah hukum hubungan atau etika kepercayaan antara dua atau lebih
pihak. Kepercayaan dibutuhkan untuk komunikasi antara professional
kesehatan dan pasien. Seseorang secara hukum ditunjuk dan diberi
wewenang untuk memegang aset dalam kepercayaan untuk orang lain. Para
31
fidusia mengelola aset untuk kepentingan orang lain daripada untuk
keuntungan sendiri.
Contoh:
Seorang dokter dipercaya oleh pasiennya untuk melakukan operasi
pengankatan sel kanker dalam tubuhnya.
Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) diberi kepercayaan
oleh masyarakat dalam memberantas wabah DBD dan malaria
7. Justice ( Keadilan )
Yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice)
atau pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil.
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama rata dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Contoh:
Tenaga kesehatan medis tidak boleh diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kesehatan antara pasien JAMKESMAS dan pasien VVIP
Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) memberikan
pelayanan kesehatan seperti imunisasi, penyuluhan, pemberantasan
jentik – jentik pada semua lapisan masyarakat
8. Veracity ( Kejujuran )
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip
veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan
objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada,
dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya
batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis
klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors
knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk
32
mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan
dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Contoh:
Tenaga kesehatan harus menyampaikan sejujurnya penyakit pasien
namun tidak dapat diutarakan semua kecuali kepada keluarga pasien.
Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) meberikan informasi
tekait dengan kondisi kesehatan masyarakat dengan transparan dan
dapatdipertanggung jawabkan
33
BAB VI
PRINSIP ETIKA
Etika berasal dari bahasa yunani kuno ethos yang berarti “adat istiadat” atau
“kebiasaan”. Dalam hal ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata
cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan
hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Etika juga mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup sehingga etika merefleksikan
sifat, prinsip, dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku professional. Cara
hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etika keperawatan (Putri H.
Trikolaka, 2010)
Seorang perawat gigi harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien
maupun dirinya di dalam menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang
harus berpikir secara rasional, rasional, bukan emosional dalam membuat keputusan
etis. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut "self control
karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
34
kelompok sosial (profesi) itu sendiri (Martin dalam Buku Ajar Etika Profesi Perawat
Gigi,2011).
Para ahli falsafah moral telah mengemukakan beberapa teori etik, yang
secara garis besar dapat dikelompokkan atas teori teleologi dan teori deontologi
(Haryono Rudy, 2013). Teori Teleologi berasal dari bahasa Yunani "telos" yang
berarti akhir. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan "the end fustifies the
means" atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi.
Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan
ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia. Contoh penerapan teori ini misalnya
bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya
menjadi beban di masyarakat. Sedangkan Teori Deontologi berasal dari bahasa
Yunani "deon' yang berarti tugas. Teori ini berprinsip pada aksi atau tindakan.
Contoh penerapan deontoloi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien
harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut
sangat menyakitkan. Contoh lain, seorang perawat menolak tindakan abortus karena
tindakan ini dilarang oleh keyakinan agamanya. (Haryono Rudy, 2013).
Dalam pelayanan keperawatan gigi ada beberapa prinsip etika yang harus
diterapkan, antara lain : (Rudy H, 2013: Putri H.T.2010)
1. Otonomi (Autonomy)
Prinisip ini didasarkan pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki kemampuan
berpikirlogis dan membuat keputusan sendiri, serta menentukan tindakan
berdasarkan rencana yangmereka pilih. Prinsip otonomi direfleksikan dalam
sebuah praktek professional ketika perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.Permasalahan muncul dari
penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi lingkungan
rumah sakit, ekonomidantersedianyainformasidanlain-lain.pasien yang
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit,
35
2. Manfaat (Beneficial)
3. Keadilan (Justice)
Prinisip ini dibutuhkan untuk tercapainya keadilan terhadap orang lain dengan
tetapmenjunjung prinsip-prinsip moral, legal, dan kemanusiaan. Nilai ini
terefleksikan dalam praktikprofessional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar, sesuai dengan hokum, standarpraktik dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis
pada pasien
5. Kejujuran (Veracity)
Kejujuran harus dimiliki seorang perawat gigi saat berhubungan dengan klien
(pasien).Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara
perawat gigi dan pasien. Kejujuran juga berarti seorang perawat gigi tidak boleh
membocorkan informasi yangdiperoleh dari pasien dalam kapasitasnya sebagai
seorang professional tanpa persetujuanpasien. Kecuali jika pasien merupakan
korban atau subjek dari tindakan kejahatan, makaperbuatan tersebut dapat
diajukan ke depan pengadilan dimana perawat tersebut menjadi saksi.
36
7. Kerahasiaan (Confidentially)
a. untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi sehingga tidak dipandang
remeholeh orang diluar profesi.
b. untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, baik material
maupunspiritual atau mental. Kode etik menerapkan larangan dan peraturan
yang ditujukankepada anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama
anggota profesi.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, serta mengetahui
tugas dantanggung jawab pengabdian profesinya.
37
d. Untuk meningkatkan mutu profesi. Kode etik memuat tentang norma serta
anjurandan mengatur bagaimana memelihara dan meningkatkan mutu
profesi.
Kode etik perawat gigi yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan bagi status
1. Kewajiban umum :
optimal
b. setiap perawat gigi Indonesia wajib menjunjung tinggi norma-norma hidup yang
luhur
d. setiap perawat gigi Indonesia harus memberikan keterangan atau pendapat yang
38
dapat dipertanggung jawabkan.
e. setiap perawat gigi Indonesia agar menjalin kerja sama yang baik dengan tenaga
kesehatan lainnya
f. setiap perawat gigi Indonesia wajib bertindak sebagai motivator dan pendidik
masyarakat
g. setiap perawat gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan
b. Dalam hal ketidakmampuan dan diluar kewenangan, perawat gigi Indonesia wajib
merujuk kasus yang ditemukan kepada tenaga kesehatan yang lebih ahli
c. Setiap perawat gigi Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
tentang kliennya.
39
b. setiap perawat gigi Indonesia harus berpartisipasi dalam mengembangkan
profesibaik secara menyeluruh, kelompok dan individu
c. setiap perawat gigi Indonesia harus menjaga kerahasiaan teman sejawat
secaraprofesional
Kode etik perawat gigi Indonesia menjadi landasan kehidupan dan landasan dalam
melaksanakan tugasnya baik jiwa dan perbuatan untuk segala zaman, serta untuk
setiap insanyang selalu mengumandangkan kebenaran.
Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap masalah yang
40
BAB VII
41
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau
malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan
antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya
sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan
status profesional seseorang misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik ,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
1. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu
kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan
bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien (misalnya kegagalan
dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan
rumah sakit.
3. Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat
dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait dengan cedera
fisik).
4. Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait
dengan injury yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap
pasien).
Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari
keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan
malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik , pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :
1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh
organisasi profesi ( Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum
42
pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter,
maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang preofesional yang
menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik
profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga
keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral blindness, amoralism,
dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada
tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui
Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian
perlindungan yang seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan dilaporkan
kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil tindakan disiplin
terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak
mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun
1992 tentang Kesehatan, yaitu :(1). Terhadap tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian
Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan.Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana
Hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan,
ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada baik di
tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum
terbentuk MDTK.
Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana.
Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992
pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:
43
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau
diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana
sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana)
berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada
pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
pengurusnya.
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2),
Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2),
dan Pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000.00
(dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d
dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus
juta rupiah).
(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan
pidana yang berlaku.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat
berisiko melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan
(assessment errors), Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan
sebagai berikut :
44
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi
tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi
yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda
vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan
dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan menetapkan
diagnosa keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan dalam
kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan
data dasar secara komprehensif dan mendasar.
2. Planning errors, termasuk :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan
rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan
yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan
pasti).
c. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan
yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
d. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
3. Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan
melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah
dari dokter atau dari supervisor. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang
sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca perintah/order,
mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan
obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini
yang paling berbahaya nampaknya pada tindakan pemberian obat.
45
BAB VIII
MASALAH-MASALAH ETIKA KEPERAWATAN GIGI
46
a. Metode otoritas
Menyatkaan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan berdasarkan pada otoritas,
Dinyatakan oleh para ahli filsafat-berdasarkan pada apa yang mereka kenal sebagai
konsep teknik intuisi. Metode ini terbatas hanya orang-orang yang mempunyai intuisi
tajam.
Berbagai permasalahan etis yang dihadapi perawat maupun perawat gigi dalam
praktikkeperawatan yang telah menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien
dengan harapanperawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika keperawatan pada
dasarnya merupakanmasalah etika kesehatan, dalam kaitan ini dikenal istilah
masalah etika biomedis atau bioetis.Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang
mempelajari masalah-masalah yang timbul akibatkemajuan ilmu pengetahuan
terutama dibidang biologi dan kedokteran
47
Permasalahan etis yang sering terjadi dalam praktik keperawatan secara
umum dapatdibagi atas : (Buku Ajar Etika 2011: Priharjo, 2012)
48
6. Permasalahan terhadap asuhan keperawatan gigi yang menyangkut kualitas
atau mutu Untuk mencapai kesejahteraan pasien, perawal harus berupaya
mengubah keperawatanyang buruk dan tidak bijak menjadi keperawatan
yang berkualitas, dengan cara :
a. Formal
Dengan mengumpulkan informasi yang absah dan lengkap tentang
keperawatanyang dilakukan
Mengetahui sistem tanggung jawab, artinya tahu siapa pembuat keputusan
atauyang berpengaruh terhadap perubahan mutu keperawatan
Permasalahan dibawa secara hierarki dari level bawah sampai atas
untukmendapatkan penyelesaiannya
b. Informal
Dengan melaukan diskusi bersama orang yang dapt diperaya dan
mempunyalpengaruh terhadap sistem keperawatan (punya kewenangan
mengubah)
7. Permasalahan pada peran perawat di luar wewenangnya Berbagai teori telah
menjelaskanbahwa peran perawat secara formal adalah memberikan asuhan
keperawatan, namunkarena berbagai faktor, peran ini seringkali menjadi
kabur dengan peran mengobati.
Menurut Scirotino (1992) hal ini banyak terjadi di perifer (daerah terpencil),
dikarenakan :
a. kurangnya pengetahuan biomedis sehingga mengakibatkan terjadi
kesalahan
b. penegakan diagnosa yang salah
c. penggunaan antibiotik yang tidak benar
d. penggunaan injeksi tidak sesuai prosedur
Pada saat menghadapi masalah yang menyangkut etika, seorang perawat gigi
harusmempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya. Beberapa
ahli menyatakanbahwa dalam kegiatan sehari-hari, perawat sebenarnya telah
menghadapi permasalahan etis,bahkan Thompson dan Thompson menyatakan
49
semua keputusan yang dibuat dengan, untukatau tentang pasien, mempunyai
dimensi etis (Priharjo, 2012)
50
dan bahan atau obat-obatan baru. Misalnya pasiendengan gangguan ginjal
dapat diperpanjang hidupnya berkat adanya mesin cuci darah(hemodialisa),
wanita yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan
teknikInseminasi dll. Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
yangberhubungan dengan etika.
4. Faktor legalisasi / keputusan juridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan Setiap
perubahansosial atau legislasi menyebabkan timbulnya tindakan yang
merupakan reaksiperubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan
menurut hukum sehinggaorang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat
menimbulkan konflik. Saat ini aspeklegislasi dan bentuk keputusan juridis bagi
permasalahan etika kesehatan sedangmenjadi topik yang banyak dibicarakan
Hukum kesehatan tealh menjadi suatu bidangilmu, dan perundang-undangan
baru banyak disusun untuk menyempurnakanperundang-undangan lama atau
untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukumkesehatan.
5. Faktor dana / keuangan
Dana atau keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan
dapatmenimbulkan konflik Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat,
pemerintahtelah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program
yang dibiayaipemerintah, seperti program BPJS
6. Faktor pekerjaan / posisi pasien maupun perawat
Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam pembuatan
suatukeputusan. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan,
namun harus diselesaikan dengan keputusan i aturan tempat ia bekerja.
Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat sorotan
sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia mendapatkan
sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.Berbagai
permasalahan etis yang timbul sering menuntut perawat gigi dan dokter
gigiuntuk mengatasinya. Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan
etis, antaraperawat dan dokter giginya tidak menutup kemungkinan terjadi
perbedaan pendapatBila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah
komunikasi dan kerjasama, sehinggamenghambat perawatan pada pasien
51
dan kenyamanan bekerjaSalah satu cara menyelesaikan permasalahan etis
adalah dengan melakukan rounde(bioethics rounds) yang melibatkan perawat
dengan dokter Rounde ini tidakdifokuskan untuk menyelesaikan masalah etis
tetapi lebih untuk melakukan diskusisecara terbuka tentang kemungkinan
terdapat permasalahan etisBeberapa rumah sakit yang maju, misalnya
Amerika Serikat dan Kanada telahmengembangkan suatu dewan etik (ethics
committee) yang terdiri dan perawat,dokter, tenaga kesehatan lain para
ulama petugas administrasi, pakar etik dan tokohmasyarakat Tugas dewan ini
adalah membuat keputusan etis, memberikanpenyuluhan konsultasi dan
mendorong anggota profesi untuk sadar etikPembentukan dewan etik atau
lazimnya disebut Panitia Etik Rumah Sakit diIndonesia baru dalam tahap
pengembangan. Beberapa rumah sakit besar diIndonesia telah membentuk
panitia semacam ini, misalnya di Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta.
7. Faktor kode etik keperawatan dan hak-hak pasien
Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap
masalah yangmenyangkut etika, seorang perawat gigi harus banyak berlatih
mencoba menganalisispermasalahan-permasalahan etis Dalam mengambil
keputusan etis, hak pasien sebagai konsep hak manusia merupakan suatu
tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi konsekuensi dan kepraktisan
suatu situasi. Untuk melindungi hak-hak pasien, maka dibuatlah undang-
undang perlindungan hak pasien.
52
BAB IX
Pendahuluan
Hukum kesehatan adalah ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
tenaga kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya, aspek
organisasi dan aspek sarana. Tugas hukum kesehatan adalah mengusahakan
keseimbangan tatanan dalam pelaksanaan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat dan menjamin kepastian hokum berdasarkan sistem
hukum yang berlaku. Etik adalah menilai manusia sesuai dengan kodratnya sebagai
makhluk etis didasarkan norma baik dan buruk atas moralnya. Manusia adalah
makhluk etis karena bermoral, apabila: Berperilaku didasarkan norma baik.Bertindak
sesuai dengan nurani Bertanggung jawab kepada siapapun yang berhak menuntut
pertanggung jawabannya sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya.
53
profesi sebagai wadah untuk meningkatkan atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, martabat dan kesejahteraan para anggotanya selaku
profesional.Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan prinsip hukum
kesehatanyang berkaitan dengan profesi Keperawatan, Bagaimana hakatas
pemeliharaan kesehatan diakui sebagai hak dasar?Konstitusi WHO : The enjoyment
oh highest attainable standard of health is one of the Fundamental Right of the
Human being (memperoleh derajat kesehatan yang optimal adalah hak asasi setiap
orang).Pasal 25 (1) Universal Declaration of Human Right (1948) : setiap orang
berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesjahteraan untuk dirinya
dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan danpemeliharaan
kesehatannya serta usaha-usaha sosial yang diperlukan.
54
Bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak
masyarakat atas pemeliharaan kesehatan?
Berdasarkan Pasal 66 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan: pemerintah
bertanggung jawab dalam mengembangkan, membina, dan mendorong JPKM
sebagai cara yang dijadikan sebagai landasan setiap penyelenggara yang
pembiayaannya dilaksanakan secara pra upaya yang berasaskan usaha bersama dan
kekeluargaan. Berdasarkan Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN : badan
penyelenggara jaminan sosial adalah perusahaan perseroanJAMSOSTEK, Taspen,
ASABRI dan ASKES.
55
sehat.Konsekuensi logis diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun
harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan
peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara
terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya
jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan
dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum
kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan
agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi
penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan
kesehatan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud
dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi
muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di
masa mendatang.Batasan dan Lingkup Hukum Kesehatan• “…health law as the body
of rules that relates directly to the care of health as well as the applications of
general civil, criminal, and administrative law”.
(1) Van der Mijn: pengertian Leenen : hukum kesehatan adalah “…. het geheel van
rechtsregels, dat rechtstreeks bettrekking heft op de zorg voor de gezondheid en de
toepassing van overig burgelijk, administratief en strafrecht in dat verband. Dit
geheel van rechtsregels omvat niet alleen wettelijk recht en internationale
regelingen, maar ook internationale richtlijnen gewoonterecht en jurisprudenterecht,
terwijl ook wetenschap en literatuur bronnen van recht kunnen zijn”.
(2) Cabang baru dlm ilmu hukum, yaitu hal-hal yg berkaitan dgn pemeliharaan
kesehatan (zorg voor de gezondheid). Rumusan dapat berlaku secara universal di
semua negara, karena tidak hanya bertumpu pada peraturan perundang-undangan
saja tetapi mencakup kesepakatan/peraturan internasional, asas-asas yang berlaku
secara internasional, kebiasaan, yurisprudensi, dan doktrin.sumber hukum dalam
hukum kesehatan meliputi hukum tertulis, yurisprudensi, dan doktrin. Dilihat dari
56
objeknya, maka hukum kesehatan mencakup segala aspek yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan (zorg voor de gezondheid). Dd dpt dibayangkan bahwa
hukum kesehatan cukup luas dan kompleks. Jayasuriya mengidentifikasikan ada 30
(tiga puluh) jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan.
(3)materi muatan yg dikandung didalamnya pada asasnya : memberikan
perlindungan kepada individu, masyarakat, & memfasilitasi penyelenggaraan upaya
kes agar tujuan kes dpt tercapai.• Jayasuriya menyatakan ada 5 fungsi, yaitu: –
pemberian hak, – penyediaan perlindungan, – peningkatan kesehatan, –
pembiayaan kesehatan, dan – penilaian terhadap kuantitas dan kualitas dalam
pemeliharaan kesehatan.
(4) Pinet : untuk mewujudkan kes semua, diidentifikasikan faktor determinan yg
mempengaruhi sekurang-kurangnya mencakup, “... biological, behavioral,
environmental, health system, socio economic, socio cultural, aging the population,
science and technology, information and communication, gender, equity and social
justice and human rights”.
(5)Landasan Hukum Kesehatan• Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada
asasnya hukum kesehatan bertumpu pada hak atas pemeliharaan
kesehatan sebagai hak dasar social (the right to health care) yang ditopang oleh 2
(dua) hak dasar individual yang terdiri dari hak atas informasi (the right to
information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self
determination).
(6) Roscam Abing mentautkan hukum kesehatan dengan hak untuk sehat dengan
menyatakan bahwa hak atas pemeliharaan kesehatan mencakup berbagai aspek
yang merefleksikan pemberian perlindungan dan pemberian fasilitas dalam
pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas pemeliharaan bisa juga
mengandung pelaksanaan hak untuk hidup, hak atas privasi, dan hak untuk
memperoleh informasi.
(7) Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci tentang segala hak dasar
manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.
(8)Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan Bidang Kesehatan• Peraturan
dimaksud dpt berupa peraturan perundang- undangan yg berlaku umum & berbagai
ketentuan internal bagi profesi & asosiasi kesehatan. Agar diperoleh gambaran yg
57
lebih menyeluruh maka digunakan susunan 3 (tiga) komponen dlm suatu sistem
hukum seperti yg dikemukakan Schuyt,
(9) Keseluruhan peraturan, norma & ketetapan yg dilukiskan sebagai sistem
pengertian, betekenissysteem, keseluruhan organisasi & lembaga yg mengemban
fungsi dalam melakukan tugasnya, organisaties instellingen & keseluruhan ketetapan
& penanganan secara konkret telah diambil & dilakukan oleh subjek dlm komponen
kedua, beslisingen en handelingen.Dari sudut pandang materi muatan yg ada dpt
dikatakan mengandung 4 (empat) obyek, yaitu:
1. Pengaturan yg berkaitan dgn upaya kes;
2. Pengaturan yg berkaitan dgn nakes;
3. Pengaturan yg berkaitan dgn sarkes;
4. Pengaturan yg berkaitan dgn komoditi kes.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebutterkandung prinsip perikemanusiaan
berdasarkan Ketuhanan YME, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan
kekuatan sendiri.
(10) Keputusan dan peraturan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi
bidang kesehatan serta sarana kesehatan adalah mencakup kode etik profesi, kode
etik usaha dan berbagai standar yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.dalam ketentuan ini mencakup 4 (empat) prinsip dasar, yaitu
autonomy, beneficence, non maleficence dan justice.
(11) Komponen intervensi penanganan merupakan aktualisasi terhadap komponen
ideal yg ada dlm komponen I. Bila diperhatikan isi ketentuan yg ada dimana
diperlukan penanganan terdapat 4 (empat) sifat, :
1. Perintah (gebod) yg merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu;
2. Larangan (verbod) yg merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan
sesuatu;
3. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak
melakukan sesuatu yg secara umum diharuskan.
4. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu
yg secara umum dilarang.
58
(12)Dari susunan dlm 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt
bahwa tujuan yg ingin dicapai adalah :
1. Penyelenggaraan ketertiban sosial;
2. Pencegahan dari konflik yg tidak menyenangkan;
3. Jaminan pertumbuhan & kemandirian penduduk secara individual;
4. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yg baik dlm
masyarakat;
5. Kanalisasi perubahan sosial.
Hukum Kesehatan di Masa Mendatang•
1. Membudayakan perilaku hidup sehat & penggunaan yankes secara wajar untuk
seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan & pencegahan penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dlm memilih & membiayai pelayanan
kesehatan yg diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan pemeliharaan
kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yg baik antara masyarakat dgn penyedia yankes;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yg dilakukan pemerintah &
masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yg
secara efisien, efektif & bermutu serta terjangkau oleh masyarakat.
Beberapa hal yang perlu dicatat:
1.Eksistensi Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional yang telah ada harus diperkuat
dan harus merupakan organisasi yang independen sehingga dapat memberikan
pertimbangan lebih akurat;
2. Perlu dibangun keberadaan Konsil untuk tenaga kesehatan dimana lembaga
tersebut merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan pengaturan
berbagai standar yang harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi
telah dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
59
3. Perlu dibangun lembaga registrasi tenaga kesehatan dalam upaya untuk menilai
kemampuan profesional yang dimiliki tenaga kesehatan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Bagi tenaga dokter dan dokter gigi peranan Konsil Kedokteran
Indonesia dan organisasi profesi serta Departemen Kesehatan menjadi penting;
4. Perlu dikaji adanya lembaga Peradilan Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan. Dimana
untuk tenaga medis telah dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia sesuai dengan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004;
5. Perlu dibangun lembaga untuk akreditasi berbagai sarana kesehatan.
Kesimpulan:
Hukum kesehatan merupakan cabang ilmu hukum yang baru. Untuk itu masih
terbuka kesempatan yang luas bagi para ahli hukum melakukan berbagai
pengembangan dengan tujuan tersedianya perlindungan yang menyeluruh baik
untuk masyarakat penerima pelayanan kesehatan maupun tenaga dan sarana
kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. Kajian dapat dilakukan baik secara
sektoral maupun dimensional melalui inter dan multidisiplin.
60
BAB - X
Mengetahui dan Memahami Perundang-Undangan yang Menaungi Asuhan
Keperawatan GigiBersama PPGI. Perawat Gigi Dapat Praktek Sesuai
Dengan Kompetensi Menurut Undamg-Undang Reepublik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 93
Menyatakan bahwa :
(1) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan
kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan
pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan.
(2) Kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan
kesehatan gigi masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah
Pasal 94
61
Menimbang :
a. bahwa pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah merupakan
pelayanan profesional yang diberikan oleh perawat gigi kepada perorangan
dan masyarakat;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi dan
mulut diperlukan adanya suatu Standar Pelayanan Asuahan Kesehatan Gigi
dan Mulut yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 443);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3637);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998 tentang
Perawat Gigi;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Asuhan
Kesehatan Gigi dan Mulut.
Kedua : Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut dimaksud
dalam Diktum Kesatu sebagaimana terlampir dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar sebagaimana dimaksud dalam diktum Kedua digunakan
sebagai acuan oleh perawat gigi dalam melakukan pekerjaan pelayanan
Asuha kesehatan gigi dan mulut
62
Keempat : Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksan
aan standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut ini dengan
mengikutsertakan Organisasi Profesi sesuai dengan fungsi dan tugasnya
masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 21 april 2006 Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah
Supari, Sp.JP (K)
Standar asuhan kesehatan gigi dan mulut oleh perawat gigi meliputi :
1. Standar Administrasi dan Tata Laksana :
a. Standar Administrasi.
b. Standar Tata Laksana Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut.
2. Standar Pengumpulan Data Kesehatan Gigi :
a. Standar Penjaringan Data Kesehatan Gigi dan Mulut.
b. Standar Pemeriksaan OHIS.
c. Standar Pemeriksaan DMF-T/def-t.
d. Standar Pemeriksaan CPITN.
3. Standar Promotif :
a. Standar Penyusunan Rencana Kerja Penyuluhan Kesehatan Gigi dan
Mulut.
b. Standar Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut.
c. Standar Pelatihan Kader.
4. Standar Preventif :
a. Standar Sikat Gigi Massal.
b. Standar Kumur-Kumur dengan Larutan Flour.
c. Standar Pembersihan Karang Gigi.
d. Standar Pengolesan Flour.
e. Standar Pit dan Fissure Sealant.
5. Standar Kuratif :
a. Standar Penacabutan Gigi Sulung Goyang Derajat 2 atau Lebih.
b. Standar Atraumatic Restorative Treatment (ART)
c. Standar Penumpatan Gigi 1-2 Bidang dengan Bahan Amalgam.
63
d. Standar Penumpatan Gigi 1-2 Bidang dengan Bahan Sewarna Gigi
e. Standar Pencabutan Gigi Permanen Akar Tunggal dengan Infiltrasi
Anestesi.
f. Standar Rujukan.
g. Standar Pencatatan dan Pelaporan.
6. Standar Hygiene Kesehatan Gigi :
a. Standar Hygiene Petugas Kesehatan Gigi dan Mulut.
b. Standar Sterilisasi dan Pemeliharaan alat-alat Kesehatan Gigi.
c. Standar Lingkungan Kerja.
7. Stadar Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pasien Umum Rawat Inap.
8. Standar Peralatan dan Bahan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut.
Setiap standar diuraikan ke dalam pernyataan dan rasional, kriteria
input, kriteria proses dan kriteria output kecuali untuk peralatan dan bahan.
1. Pernyataan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi,
perawat gigi yang menjalankan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
harus memiliki Surat Izin Perawat Gigi (SIPG) seabagai bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan gigi di
seluruh wilayah Indonesia dan Surat Izin Kerja (SIK) sebagai bukti tertulis
yang diberikan kepada perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut di sarana kesehatan.
2. Rasional
SIPG dan SIK wajib dimiliki oleh perawat gigi dalam menjalankan
pekerjaannya dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut serta perlindungan tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan.
3.Kriteria Input
a. Adanya perawat gigi.
64
b. adanya laporan pimpinan penyelenggara pendidikan perawat gigi yang
meliputi:Daftar nama lulusan perawat gigi
1) Jenis kelamin
2) Tempat dan tanggal lahir
3) Lulus tahun
4) Alamat
5) Keterangan.
65
BAB - XI
KODE ETIK PERAWAT GIGI INDONESIA
MUKADIMAH
Mengingat profesi perawat gigi merupakan tugas mulia yang tidak terlepas
dari fungsi kemanusiaan dalam bidang kesehatan, maka perlu memiliki suatu
kode etik yang dijiwai oleh Nilai-Nilai Pancasila dan UUD 1945. Seorang
perawat gigi dalam menjalankan profesinya perlu membawa diri dalam sikap
dan tindakan yang terpuji. Baik dalam hubungannya terhadap penderita,
masyarakat, teman sejawat, maupun profesinya. Dengan rahmat Tuhan yang
Maha Esa serta didorong keinginan luhur untuk mewujudkan martaba,
wibawa dan kehormatan profesi perawat gigi, maka perawat gigi yang
bergabung dalam wadah Persatuan Perawat Gigi Indonesia (PPGI) dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab merumuskan Kode Etik Perawat Gigi
Indonesia yang wajib dihayati, ditaati dan diamalkan oleh setiap perawat gigi
yang menjalankan profesinya di wilayah hukum Indonesia.
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap Perawat Gigi Indonesia harus senantiasa menjalankan profesinya
secara optimal.
Pasal 2
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib menjunjung tinggi norma-norma hidup
yang luhur.
Pasal 3
Dalam menjalankan profesi, setiap Perawat Gigi Indonesia tidak dibenarkan
melakukan perbuatan yang bertentangan Kode Etik.
Pasal 4
Setiap Perawat Gigi Indonesia harus memberikan kesan dan keterangan atau
pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pasal 5
66
Setiap Perawat Gigi Indonesia agar menjalin kerja sama yang baik dengan
tenaga kesehatan lainnya.
Pasal 6
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib bertindak sebagai motivator dan pendidik
masyarakat.
Pasal 7
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi
dan mulut masyarakat dalam bidang promotif, preventive dan kuratif
sederhana.
BAB II
KEWAJIBAN PERAWAT GIGI TERHADAP MASYARAKAT
Pasal 8
Dalam menjalankan profesinya, setiap Perawat Gigi Indonesia wajib
memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada indivdu masyarakat.
Pasal 9
Dalam hal ini ketidakmampuan dan diluar kewenangan Perawat Gigi
Indonesia berkewajiban merujuk kasus yang ditemukan kepada tenaga yang
lebih ahli.
Pasal 10
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang ia
ketahui tentang kliennya.
Pasal 11
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-
batas kemampuan, sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali pada waktu itu
ada orang lainyang lebih mampu memberikan pertolongan.
67
BAB XII
KONSEP MORAL PRAKTIK
KEPERAWATAN GIGI
Dengan demikian, prkatik keperawatan akan baik bila dilakukan dengan asuhan.
1. Advokasi
Ada 3 pendapat mengenai advokasi, yaitu:
Dari persatuan profesi ANA (American Nursing Asociation) yang menyatakan
bahwaadvokasi adalah suatu kegiatan untuk melindungi klien dan masyarakat
terhadappelayanan kesehatan dan keselamat praktik tidak sah, yang tidak
kompeten dan melanggaretika, yang dilakukan oleh siapapun.
68
Menurut Fry,advokasi adalah dukungan aktif terhadap setiap hal atau
uasaha untukmemulihkan kesehatan, yang disebabkan oleh suatu penyebab
dan memberikan dampakpenting dari perawatan.
Gadow menyatakan bahwa advokasi merupakan dasr dan idealisme
keperawatandengan melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu
untuk secara bebasmenentukan nasibnya sendiri.
Peran nyata perawat di dalam advokasi adalah memberikan informasi
tentang segalasesuatu yang berhubungan dengan perawatanya secara jelas,
dan memberikan bantuanatas keputusan yang akan diambil pasien dalam
perawatan.
Perwatan juga berperan dengan aksi (aktif) dan non-aksi. Yang
dimaksud peran aksiadalah peran dengan memberi keyakinan pada pasien
akan perawatan yang kita lakukan,dan menyatakan bahwa pasien mempunyai
tanggung jawab dalam menentukan pilihan.
Sementara peran non-aksi adalah peran yang tidak memperbolehkan
kita (perawat)memengaruhi pasien dalam menentukan pilihan perawatan.
2. Akuntabilitas
Merupakan konsep yang sangat penting terutama berkaitan dengan
masalahtanggung jawab akan suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat
dan siap menerima semua konsekuensi atas tindakan yang kita (perawat)
lakukan.
Menurut fry (1990) akuntabilitas merupakan suatu tanggung jawab
dan tanggunggugat atas tindakan dari praktik keperawatan, dimana hal
tersebut harus dilakukanberdasarkan Kode Etik, dan Undang-Undang yang
abash atau dibenarkan.
Peran perawat dalam akuntabilitas adalah perawat harus konsekuen
dengankeperawatanya yang dapat ditunjukkan dengan kesiapan bertanggung
jawab atas apa yangtelah dilakukan, serta kesiapan digugat oleh pasien bila
yang bersangkutan tidak puas.
3. Loyalitas
Yang dimaksud loyalitas adalah meliputi simpati, peduli terhadap suatu
hubungan yangtimbal-balik antara profesi-profesi.
69
Loyalitas dapat mengancam asuhan keperawatan apabila hubungan
anggota profesiatau pertemanan atau sejawat lebih dipentingkan
(diutamakan) dibandingkan dengankepentingan akan kualitas dalam
melaksanakan keperawatan tersebut (antarprofesiperawat, sifat tidak berani
mengingatkan jika ada perawatan tidak baik yang dilakukan olehsejawat
adalah perbuatan tidak loyal).
C. Peran nyata Perwat dalam loyalitas
Agar dicapai kualitas yang tinggi, maka loyalitas kepada pasien teman sejawat, dan
rumahsakit harus seimbang dan dipertahankan dengan memperhatikan berbagai hal,
antara lain:
1. Bahwa maslah pasien tidak boleh didiskusikan dengan teman lain, kecuali
secara professional.
2. Harus dihindari pembicaraan tidak bermanfaat yang berkaitan dengan
pasien(terutama tentang penyakitnya).
3. Saling menghargai dan memberikan bantuan diantara sejawat.
4. Perawat harus menunjukkan loyalitas kepada profesi dan berperilaku secara
tepat saat bertugas.
RINGKASAN
Etika dan morakitas yang baik merupakan suatu pedoman yang harus di punyai oleh
seorang tenga keperawatan. Untuk menerapkan secara nyata dikenal antara lain
dengan
70
BAB XIII
PELANGGARAN ETIKA PADA
PRAKTIK KEPERAWATAN GIGI
A. PERMASALAHAN ETIKA
Permasalahan Etika yang sering terjadi antara lain
a. Formal
Dengan mengumpulkan informasi yang abash dan lengkap tentang
keperawatanyang dilakukan
71
Mengetahui system tanggung jawab, artinya tahu siapa pembuat
keputusan mauyang berpengaruh terhadap perubahan mutu
keperawatan,
Permasalahan dibawa secara hierarkis dari level bawah sampai atas
untukmendapatkan pemecahanya,
b. Informal. Dengan diskusi bersama orang yang dapat dipercaya dan
mempunyaipengaruh terhadap system keperawatan (punya kewenangan
mengubah),
5. Permasalahan pada peran Perawat di luar wewenangnya, menurut Scriatmo
(1992) hal inibanyak terjadi di perifer (daerah terpencil), di karenakan :
a. Kurangnya pengetahuan biomedis sehingga mengakibatkan terjadi kesalahan,
b. Penegakan diagnosa salah penggunaan antibiotic yang tidak benar,
c. Penggunaan injeksi tidak sesuai prosedur,
B. PENYELESAIAN MASALAH
72
C. EVALUASI SEBAGAI KOREKSI KUALITAS KEPERAWATAN
Pemasalahan etika dalam melakukan keperawatan perlu dievaluasi, yang antara lain
dilakukan dengan:
Metode Evaluasi
73
D. PEMBINAAN TERHADAP PELANGGARAN ETIKA (PEMBINAAN
INTERNAL OLEH DEPARTEMEN KESEHATAN)
Bentuk organisasi:
Tingkat Pusat:
Tingkat Provinsi:
74
1. Panitia di tingkat provinsi terdiri atas unsur Dinas Kesehatan Provinsi, Fakultas
yangmendidik tenaga kesehatan, dan Organisasi Profesi Kesehatan.
2. Dibentuk dan diangkat oleh Ka Dinas Kesehatan TK. I setelah berkonsultasi
denganGubernur KDH TKI.
3. Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang etik
wilayahnya.
4. Mengawasi pelaksanaan kode etik di wilayahnya.
5. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi yang
berkaitan.
6. Memberi nasihat kepada tenaga kesehatan.
7. Membina dan mengembangkan secara aktif kode etik.
8. Memberi pertimbangan dan usul-usul kepada pejabat yang berwenang dibidang
kesehatan.
9. Berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam persoalan etik.
10. Bekerja sama dengan anggota profesi dalam menangani pelanggaran kode etik.
11. Memebrikan masukan atau usulan kepada Ka. Diknes. TK.I untuk mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap pelanggaran.
Tingkat kabupaten/kodya:
75
9. Berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam persoalan etik.
10. Bekerja sama dengan anggota profesi dalam menangani pelanggaran kode
etik.
11. Memberikan masukan atau usulan kepada ka. Diknes. TKI untuk mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap pelanggaran.
RINGKASAN
76