Anda di halaman 1dari 13

Makalah Filsafat Ilmu

Etika dan Filsafat Komunikasi

Dosen Pengampu : Dr.Fahrial,SP,SE,ME

Disusun Oleh :

Kelompok 1

 Albani Anugra (12140313557)


 Novi Astuti (12140322311)
 Novita Khairani (12140321627)
 Okta Dedi Kurniawan (12140314653)
 Putra Yufli (12140314718)
 Putri Andani (12140322225)
 Satriya Mauliddian Syah (12140312244)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat
serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat
kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu
pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat. Dalam pembuatan
makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
kami ucapkan terima kasih kepada bapak Dr.Fahrial,SP,SE,ME selaku
dosen pengampu. Serta pihak-pihak lain yang turut membantu.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan
semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta
kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama
dosen mata Filsafat Ilmu yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk
kami.

Wassalamualaikum Wr. Wb
Pekanbaru, 03 Desember 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3.Tujuan ............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2


2.1.Pengertian Etika ................................................................................................ 2
2.2.Etika Komunikasi .............................................................................................. 4
2.3.Etika dan Etiket ................................................................................................. 5
2.4.Hubungan Filsafat dan Komunikasi .................................................................. 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 9


3.1.Kesimpulan ....................................................................................................... 9
3.2.Saran .................................................................................................................. 9

Daftar Pustaka ................................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang tidak akan bisa hidup tanpa


berkomunikasi dengan yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak
akan pernah lepas dari komunikasi, karena setiap kegiatan atau pekerjaan yang
dilakukan itu dimulai dengan sebuah komunikasi contohnya dari bangun tidur
sampai kemudian tertidur kembali. Komunikasi selalu menjadi kegiatan utama
kita entah itu komunikasi verbal atau non-verbal, entah itu komunikasi antar
pribadi atau komunikasi organisasi. Sehingga kita dianjurkan untuk bisa
berkomunikasi dengan baik dan benar. Oleh sebab itu, hal-hal yang mengenai
berkomunikasi harus kita ketahui dan kita pelajari.
Filsafat merupakan landasan setiap perilaku manusia. karena dengan
berfilsafat, manusia akan dapat melakukan segala hal dengan baik. Dalam
melakukan kegiatan komunikasi, manusia juga harus menggunakan filsafat
sebagai landasan.
Filsafat melandasi pandangan dalam pelaksanaan komunikasi. Selain
filsafat, manusia harus mengetahui etika dalam melakukan kegiatan komunikasi.
Namun bagaimanakah hubungan antara filsafat, etika serta komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah untuk pembahasan ini ialah :
1. Pengertian Etika
2. Etika Komunikasi
3. Etika dan Etiket
4. Hubungan Filsafat dan Komunikasi
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah :
1. Untuk Mengetahui Pengertian Etika
2. Untuk Mengetahui Etika Komunikasi
3. Untuk Mengetahui Etika dan Etiket
4. Untuk Mengetahui Hubungan Filsafat dan Komunikasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika

Secara etimologi (bahasa) “etika” berasal dari kata bahasa


yunani ethos. Dalam bentuk tunggal “ethos” berarti tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak, ta etha berarti adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika berarti
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral).1 Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang
apa yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat. Dalam pembahasan ini, maka etika dapat diartikan sebagai nilai-
nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.

1. Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah


cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. (K. Bertens. 2000. Etika.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 25.)
2. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan
atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang
harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh
sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”
3. Etika, menurut KBBI, adalah ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)2

1
K. Bartens, Etika (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 15
2
en.wikipedia.org/wiki/philosophy

2
Sifat dasar etika adalah sifat kritis, karenanya etika bertugas3:
1. Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku. Di selidikinya
apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan
yang dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku.
2. Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma
yang tidak dapat mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan
sendirinya akan kehilangan haknya.
3. Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orang tua,
sekolah, negara, dan agama untuk memberikan perintah atau larangan
yang harus ditaati.
4. Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap
yang rasional terhadap semua norma.
5. Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab
bagi setiap ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan
oleh norma-norma yang ada.
Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang
berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama
hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan
tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika
mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong
manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam,
supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom.
Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya
dibedakan antara “etika deskriptif” dan “etika normatif”. Etika deskriptif
memberikan gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma dan konsep etis.
Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa yang
sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. dalam etika normatif, norma
dinilai dan setiap manusia ditentukan.4

3
Darji Darmodiharjo & Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 263
4
Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, Edisi Pertama (Jakarta: Prenadamedia Group,
2009), h. 174-175

3
2.2 Etika Komunikasi
Dalam berbagai kesempatan, komunikasi diperlihatkan sebagai ilmu yang
berhubungan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan yang lain. Ini
menandakan bahwa komunikasi menyentuh berbagai macam bidang kehidupan
manusia. komunikasi juga menyentuh aspek ilmu dalam bidang komunikasi. Apa
yang terjadi apabila nilai, gagasan, dan ide komunikasi justru tidak
dikomunikasikan.
Etika komunikasi mencoba untuk mengolaborasi standar etis yang
digunakan oleh komunikator dan komunikan. Setidaknya ada 7 perspektif etika
komunikasi5 yang bisa dilihat dalam perspektif yang bersangkutan, yaitu:
1. Perspektif politik. Dalam perspektif ini, etika untuk mengembangkan
kebiasaan ilmiah dalam praktek berkomunikasi, menumbuhkan bersikap adil
dengan memilih atas dasar kebebasan, pengutamaan motivasi, dan
menanamkan penghargaan atas perbedaan.
2. Perspektif sifat manusia. Sifat manusia yang paling mendasar adalah
kemampuan berpikir dan kemampuan menggunakan simbol. Ini berarti bahwa
tindakan manusia yang benar-benar manusiawi adalah berasal dari nasionalitas
yang sadar akan apa yang dilakukan dan dengan bebas untuk memilih
melakukannya.
3. Perspektif biologis. Komunikasi adalah proses transaksi dialogal dua arah.
Sikap dialogal adalah sikap setiap partisipan komunikasi yang ditandai oleh
kualitas keutamaan, seperti keterbukaan, kejujuran, kerukunan, intensitas, dan
lain-lainnya.
4. Perspektif situasional. Faktor situasional adalah relevansi bagi setiap
penilaian moral. Ini berarti bahwa etika memperhatikan peran dan fungsi
komunikator, standar khalayak, derajat kesadaran, tingkat urgensi pelaksanaan
komunikator, tujuan dan nilai khalayak, standar khalayak untuk komunikasi
etis.
5. Perspektif religious. Kitab suci atau habit religious dapat dipakai sebagai
standar mengevaluasi etika komunikasi. Pendekatan Al Kitabiyah dalam agama
membantu manusia untuk menemukan pedoman yang kurang lebih pasti dalam
setiap tindakan manusia.
6. Perspektif Utilitarian. Standar utilitarian untuk mengevaluasi cara dan tujuan
komunikasi dapat dilihat dari adanya kegunaan, kesenangan, dan kegembiraan.
7. Perspektif legal. Perilaku komunikasi yang legal, sangat disesuaikan dengan
peraturan yang berlaku dan dianggap sebagai perilaku yang etis.
Dalam proses komunikasi terdapat dua sisi yang tidak pernah terlepaskan,
yakni kebebasan dan tanggung jawab. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
kedua sisi tersebut maka proses komunikasi pun tidak akan berjalan sesuai dengan
harapan dan aturan yang seharusnya. Oleh sebab itu perlu adanya suatu kontrol
yang mampu menjadi barometer sekaligus sebagai penyeimbang kedua sisi
tersebut. Maka dalam hal ini diperlukan adanya etika dalam berkomunikasi.
Ketika kebebasan dan tanggung jawab menjadi suatu hal yang prinsipil,
maka etika dalam berkomunikasi pun menjadi suatu kepentingan yang sifatnya

5
Ibid, h. 185-186

4
mendesak untuk diterapkan. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari hal
terebut, yaitu:6
1. Media memiliki kekuasaan penuh dalam mempengaruhi dan
memberikan efek yang dahsyat terhadap publik. Media mampu
membentuk sebuah opini dan perbincangan publik, bahkan media
mampu merubah paradigma dan pola pikir publik. Padahal, apa yang
disampaikan media belum tentu berisikan suatu fakta pasti, sebab media
sangat mungkin dan mudah memanipulasi suatu berita yang
disampaikannya. Oleh sebab itu diperlukan suatu etika yang diharapkan
dapat memberikan hak perlindungan terhadap publik yang lemah,
sehingga media masih berada dalam kontrol yang stabil dan berjalan
sesuai arah yang eharusnya dijalaninya.
2. Dalam praktik komunikasi, media memiliki hak dan kebebasan dalam
mengekspresikan apapun yang disorotnya. Namun demikian, bukan
berarti media bisa berjalan seenaknya tanpa ada batasan sedikitpun. Ada
tanggung jawab yang harus dijadikan sebagai landasan. Maka dalam hal
ini media tidak hanya melakukan monopoli kritik sedangkan ia tidak
mau dikritik. Media tidak berhak untuk menggolongkan setiap kritik
sebagai suatu bentuk pembatasan dan pengebirian kebebasan pers.
3. Sering terjadi kesalahan dalam logika instrumental, yakni logika yang
hanya mempertahankan kredibilitas pers di depan publik dengan
mengabaikan nilai dan makna. Kepentingan hanya berdasarkan nilai
saing sehingga selalu berusaha tampil lebih awal meskipun dengan
informasi yang belum tentu benar dan dipahami oleh kalangan pers itu
sendiri. Terkadang memang sulit mendamaikan hak publik akan
informasi yang benar dan kepentingan perusahaan pers, sebab alangan
pers sering mendapat tekanan dari pimpinan atau pemegang saham
perusahaan.

2.3 Etika dan Etiket


Menurut Ki Hajar Dewantara, etika ialah ilmu yang mempelajari segala
soal kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang
mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan
perasaan, sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan.7
Sedangkan definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian,
yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar
manusia yang berada. Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan
sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta
panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan
menyenangkan.

6
Haryatmoko, etika komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi, Yogyakarta:
Kanisius, 2007, h. 38.
7
Rosady Ruslan, Etika Kehumasan Konsepsi & Aplikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001),
h. 32

5
Istilah etiket berasal dari etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu
kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis
mengadakan pertemuan resmi, pesta, dan resepsi untuk kalangan para elit kerajaan
atau bangsawan. Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati
berbagai peraturan atau tata karma yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian,
cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan sikap serta
perilaku yang penuh dengan sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.
Etiket merupakan sejumlah peraturan kesopanan yang tidak tertulis namun
harus diketahui, diperhatikan dan ditaati dalam kehidupan bermasyarakat. Etiket
juga berisi sejumlah aturan yang lama mengenai tingkah laku perorangan dalam
masyarakat beradab berupa tata cara formal atau tata krama lahiriah untuk
mengatur hubungan antar pribadi sesuai dengan status sosialnya.
Pengertian etiket dan etika sering kali dicampuradukkan, padahal kedua
istilah tersebut memberikan arti yang berbeda walaupun ada persamaannya. Istilah
etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan moral (mores),
sedangkan kata etiket berkaitan dengan nilai sopan santun, tata karma dalam
pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara
normatif yang etis. Artinya, memberikan pedoman atau norma-norma tertentu
yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak
melakukan sesuatu perbuatan.8
A. Perbedaan Etika dan Etiket
Kadang dalam kehidupan sehari-hari, batas antara etika dan etiket bisa
sangat tipis. Padahal dua terminologi tersebut sangat berbeda satu sama lain,
meskipun disana-sini tetap masih ada persamaan antara etika dengan etiket.
Persamaannya adalah bahwa etika dan etiket menyangkut tindakan dan
perilaku manusia, etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif.
Sementara ini ada beberapa perbedaan pokok antara etika dan etiket9,
yaitu:
1. Etika menyangkut cara perbuatan yang harus dilakukan oleh seorang atau
kelompok tertentu. Etiket memberikan dan menunjukkan cara yang tepat
dalam bertindak. Sementara itu, etika memberikan norma tentang
perbuatan itu sendiri. Ketika menyangkut apakah suatu perbuatan bisa
dilakukan antara ya dan tidak.
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sosial. Jadi, etiket selalu berlaku
jika ada orang lain. Sementara itu, etika tidak memperhatikan orang lain.
3. Etiket bersifat relatif. Dalam arti bahwa terjadi keragaman dalam
menafsirkan perilaku yang sesuai dengan etiket tertentu. Etika jauh lebih
bersifat mutlak, prinsip etika bisa sangat universal dan tidak bisa ada
proses tawar-menawar.
4. Etiket hanya menyangkut segi lahiriah saja. Sementara, etika lebih
menyangkut aspek internal manusia. Dalam hal etiket, orang bisa munafik.
Tetapi dalam hal dan perilaku etis, manusia tidak bisa bersifat kontradiktif.

8
Ibid, h. 46-47
9
Darji Darmodiharjo & Shidarta h. 257

6
2.4. Hubungan Filsafat dan Etika
Filsafat ialah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita,
aspirasi-aspirasi dan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, aturan-aturan dan
prinsip etis. Menurut Sidney Hook, filsafat juga pencari kebenaran, suatu
persoalan nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan nilai untuk melaksanakan
hubungan-hubungan kemanusiaan secara benar dan juga berbagai pengetahuan
tentang apa yang buruk atau baik untuk memutuskan bagaimana seseorang harus
memilih dan bertindak dalam kehidupannya.
Hubungan etika dengan filsafat menurut Ibnu Sina adalah seperti indera
bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk
memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya.
Etika filsafat merupakan ilmu penyelidikan bidang tingkah laku manusia
yaitu mengenai kewajiban manusia, perbuatan baik-buruk dan merupakan ilmu
filsafat tentang perbuatan manusia. Immanuel kant berpendapat bahwa manusia
mempunyai perasaan etika yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang
merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk dan
menjalankan perbuatan baik. Etika filsafat merupakan suatu tindakan manusia
yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan
buruk.
Etika sebagai cabang ilmu filsafat sebenarnya ialah yang membedakan
manusia daripada makhluk tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah menjadi
tertib pada derajat diatas mereka.
Florence Kluckholn, mengindentifikasikan sejumlah orientasi nilai yang
tampaknya berkaitan dengan masalah kehidupan dasar:10

1.Manusia berhubungan dengan alam atau lingkungan fisik, dalam arti


mendominasi, hidup dengan atau ditaklukkan alam.
2.Manusia menilai sifat/ hakikat manusia sebagai baik, atau campuran
antara baik dan buruk.
3.Manusia hendaknya bercermin pada masa lalu, masa kini, dan masa yang
akan datang.
4.Manusia lebih menyukai aktivitas yang sedang dilakukan, akan
dilakukan, atau telah dilakukan.
5.Manusia menilai hubungan dengan orang lain, dalam kedudukan yang
langsung, individualistis, atau posisi yang sejajar.

Orientasi nilai tersebut sangat berbeda diantara berbagai kebudayaan dan


sub-budaya dalam masyarakat. Orientasi nilai budaya itu dinyatakan dalam
konsep-konsep, sikap-sikap, dan harapan-harapan, yang bersangkut-paut dengan
diri mereka sendiri atau orang lain, khususnya sebagai bagian dari peranan-
peranan sosial yang mereka sandang dalam masyarakat.

10
Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi hal. 175

7
Nilai-nilai mempunyai tingkatan-tingkatan seperti:
1.Nilai-nilai akhir atau abstrak, seperti: demokrasi, keadilan, persamaan,
kebebasan, kedamaian, dan kemajuan sosial, serta perwujudan diri dan
penentuan diri.
2.Nilai-nilai tingkat menengah, seperti: kualitas keberfungsian manusia/
pribadi, keluarga yang baik, pertumbuhan, peningkatan kelompok dan
masyarakat yang baik.
3.Nilai-nilai tingkat ketiga merupakan nilai-nilai instrumental atau
operasional yang mengacu kepada ciri-ciri perilaku dari lembaga sosial
yang baik, pemerintah yang baik, dan orang professional yang baik.
Misalnya dapat dipercaya, jujur, dan memiliki disiplin diri.
4.Nilai-nilai dan norma-norma yang telah diinternalisasikan kedalam diri
individu, akan menjadi kerangka referensi individu tersebut, sebagai
prinsip-prinsip etik. Prinsip-prinsip etik tersebut menjadi dasar orientasi
dan petunjuk bagi kita dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan
menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Prinsip etik tersebut
membantu pula mengatur dan memberikan makna dan kesatuan yang bulat
terhadap kepribadian kita: motivasi kita dalam memilih perilaku kita,
tujuan-tujuan dan gaya hidup, serta memungkinkan kita memperoleh
landasan pembenaran dan pengambilan keputusan terhadap tindakan yang
kita lakukan.11

Filsafat, berdasarkan lokasi berkembangnya, dapat dibagi menjadi filsafat


barat dan filsafat timur.Filsafat timur kemudian terbagi menjadi filsafat Islam dan
filsafat Kristen.Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di
universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini
berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno.Dalam tradisi filsafat Barat,
dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema
tertentu.Pembidangan tersebut antara lain:
1. Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat
yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam
Ontologi. Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam
Kosmologi.
2.Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan(episteme
secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal
tentang pengetahuan seperti batas,sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
3.Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan
manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek
kualitas hidup manusia: etika dan estetika.
4.Etika, atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia
bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu
dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan,
kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.12

11
Ibid, h. 176-177
12
en.wikipedia.org/wiki/ethics

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Komunikasi merupakan suatu


proses untuk menyatakan pernyataan antar manusia. Hubungan manusia dan
komunikasi yaitu manusia tidak akan lepas dari proses komunikasi, karena itu
sudah dikodratkan oleh Tuhan yang maha esa. Maksud dari etika dalam
berkomunikasi ialah bahwa manusia harus memiliki etika yang baik dalam
komunikasi, karena kalau tidak hal tersebut akan menjadi boomerang untuk
dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian-uraian di atas pun, dapat ditarik kesimpulan bahwa
etika adalah ilmu pengetahuan, karena etika yang merupakan nilai-nilai (values)
dari moralitas kemanusiaan sehingga dalam pendalaman mencari nilai-nilai
tersebut maka etika merupakan filsafat ilmu (moral).
Hubungan etika dengan filsafat adalah merupakan pembatasan agar
pemikiran manusia yang haus akan kebenaran dapat terjaga tidak keluar dari
norma-norma yang seharusnya tetap dipertahankan. Karena itulah, akal yang
dibebaskan akan mengarah pada kesesatan.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat
lebih mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat pula mengerti dan paham
akan Etika dan Filsafat Komunikasi.Kritik dari kalian juga dapat membantu
makalah dari kelompok kami sehingga menjadi lebih baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bartens, K. 2011. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


en.wikipedia.org/wiki/philosophy
Darmodiharjo, Darji & Sidharta. 2004. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Haryatmoko, etika komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi,
Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Mufid, Muhammad. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi, Edisi Pertama.
Jakarta:Prenadamedia Group.
en.wikipedia.org/wiki/ethics
Ruslan, Rosady. 2001. Etika Kehumasan Konsepsi & Aplikasi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.

10

Anda mungkin juga menyukai