Anda di halaman 1dari 19

ETIKA SEBAGAI FILSAFAT

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Surtini,S . Sos, MM

DI SUSUN OLEH:

Ameilia Isma Riani (A2R23002)

Bagus Anugrah Ilham.A (A2R23008)

Hafiz Danindra (A2R23020)

Joko Dwi Putro (A2R23022)

Munira Nurlaila Hussain (A2R23024)

Niken Nurkhul Avivah (A2R23029)

Nur Maya Putri Salsabila (A2R23031)

Shella Charunia Putri.S (A2R23045)

PROGAM SARJANA KEPERAWATAN TINGKAT 1_A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUTAMA ABDI HUSADA
TULUNGAGUNG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Etika dalam filsafat’’ tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Dr. Hj. Surtini,S.Sos,MM


selaku dosen pembimbing yang memberikan tugas ini.

Makalah ini membahas tentang Etika dalam filsafat, Harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa menyertai segala usaha kita.
Aamiin.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Begitu banyak orang-orang menggunakan istilah etika dalam berbagai kesempatan.


Misalnya, dalam hal rumah tangga, bisnis dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Sejak
dulu hingga sekarang manusia sering mempertanyakan mana yang baik dan mana yang
buruk, karena kerap kali manusia di hadapkan pada pilihan-pilihan etis yang tidak bisa
dijawab oleh agama dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut merupakan alasan dalam
pembahasan makalah kali ini.

Dalam sejarah perkembangan ilmu, filsafat etika merupakan aliran pertama dalam
filsafat, dengan socrates sang maha guru pada filsuf sebagai pelepornya. Etika merupakan
cabang aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai betul
dan salah dalam arti susila secara tidak susila. Etika atau moralitas merupakan fenomena
manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada
binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang
yang harus dan tidak pantas dilakukan . Keharusan mempunyai dua macam arti : keharusan
alamiyah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang
mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu). Jadi pada intinya alasan
pemilihan judul makalah ini yakni menjadi acuan manusia untuk lebih baik dalam
bertindak. Yang pastinya, manusia berperilaku berlandaskan dengan etika, yang seolah
menjadi batas pembeda manusia dengan makhluk lainnya dalam berperilaku.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa Pengertian Etika?
2. Apa Saja Macam-macam Etika Dalam Filsafat?
3. Apa Saja Hubungan Etika Dengan Ilmu Filsafat?
4. Bagaimana Pandangan Socrates Tentang Etika?
5. Bagaimana Kaidah Atau Norma Etika?
6. Apa Pentingnya Etika Dalam Kehidupan Sehari-hari Dan Kehidupan Ilmiah?
7. Apa Pengertian Etika Normatif Dan Etika Terapan ?
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN
1. Memahami Arti Etika Dalam Ilmu Filsafat Dan Peranannya Dalam Kehidupan
Manusia.
2. Memberikan Informasi Kepada Pembaca Mengenai Macam-macam Etika Yang
Ada.
3. Untuk Mengetahui Hubungan Etika Dalam Ilmu Filsafat.
4. Mengetahui Tentang Pandangan Socrates Tentang Etika.
5. Mengetahui Kaidah Atau Norma Etika.
6. Untuk Memberikan Informasi Mengenai Etika Dalam Kehidupan Sehari-hari Dan
Kehidupan Ilmiah.
7. Mengetahui Pengertian Etika Normatif Dan Etika Terapan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ETIKA

2.2 MACAM-MACAM ETIKA DALAM ILMU FILSAFAT

2.3 HUBUNGAN ETIKA DENGAN ILMU FILSAFAT

2.4 PANDANGAN ETIKA SOCRATES

2.5 KAIDAH ATAU NORMA ETIKA

2.6 PENTINGNYA ETIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN


KEHIDUPAN ILMIAH

2.7 ETIKA NORMATIF DAN ETIKA TERAPAN

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ETIKA

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah "Ethos", yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan
perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk
jamaknya "Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang
buruk.
Etika keperawatan adalah pedoman bagi perawat di dalam memberikan asuhan
keperawatan agar segala tindakan yang diambilnya tetap memperhatikan kebaikan klien.
Etika keperawatan mengandung unsur- unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian, dan
hubungan antara perawat dengan klien, dokter, sejawat perawat, diri sendiri. Berikutnya
dalam Encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang
sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah,
dan sebagainya. Selanjutnya Frankena, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Charris
Zubair mengatakan bahwa etika adalah sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau
pemikiran filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Menurut
Soegarda poerbakawatja etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu
yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya,
terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan
perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan.
Dari beberapa definisi etika tersebut di atas dapat segera diketahui bahwa etika
berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi obyek
pembahasannya, etika berusaha membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua,
dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas,
dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan, dan sebagainya. Selain itu etika juga
memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi,
psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan,
karena berbagai ilmu yang disebutkan itu sama-sama memiliki obyek pembahasan yang
sama dengan etika, yaitu perbuatan manusia. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika
berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan
oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,
hina dan sebagainya.
Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku
yang dilaksanakan oleh manusia. Peranan etika dalam hal ini tampak sebagai wasit atau
hakim, dan bukan sebagai pemain. Ia merupakan konsep atau pemikiran mengenai nilai-
nilai untuk digunakan dalam menentukan posisi atau status perbuatan yang dilakukan
manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat,
dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan zaman. Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan
manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para
filosof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada
pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya
humanistis dan anthropocentris, yakni berdasar pada pemikiran manusia dan diarahkan
pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia.

2.2 MACAM-MACAM ETIKA DALAM ILMU FILSAFAT

A. Etika deskripif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan
suatu kelompok, tanpa membelikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas
yang terdapat pada kebudayaan tertentu, periode tertentu. Etika ini di jalankan oleh
ilmu-ilmu sosial : antropologi, sosiologi, psikologi, dll. jadi termasuk ilmu
empiris,bukan filsafat.
B. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (prespektif
pemerintah). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu
dianggap baik atau buruk. Etika normatif di bagi menjadi dua, etika umum yang
mempermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-
prinsip etis kedalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran,
penelitian, Etika khusus disebut juga etika terapan.
C. Metatika
Meta berarti melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak
pada tataran bahasa, atau mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.
Metaetika dapat di tempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya
antara lain filsuf inggris George moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap
analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat. Salah
satu masalah yang ramai dibicarakan dalam mataetika adalahthe is ought question,
yaitu apakah ucapan normatif dapat di turunkan dari ucapan faktual. kalau sesuatu
merupakan kenyataan, apakah dari situ dapat di simpulkan bahwa sesuatu harus
atau boleh di lakukan.
Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol,
pertama, Pluralisme moral, yang timbul berkat globalisasi dan teknologi
komunikasi. Bagaimana seorang dari suatu kebudayaan lain. ini menyangkut
lingkup pribadi. kedua, masalah etis terbaru yang dulu, tidak terduka, terutama yang
di bangkitkan oleh adanya temuan-temuan dalam teknologi, misalnya dalam
biomedis. ketiga, adanya kepedulian etis yang universal, misalnya dengan
deklarasinya HAM oleh PBB pada 10 Desember 1948.
D. Moral dan hukum
Hukum di jiwai oleh moralitas. Dalam kebiasaan norma terdapat pepatah quis
leges sine moribus (apa arti undang-undang tanpa moralitas?). Moral juga
membutuhkan hukum agar tidak mengawang-awang saja dan berakar kuat dalam
kehidupan masyarakat. Sedikitnya ada empat perbedaan antara moral dan hukum.
Pertama, hukum lebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya ditulis dan secara
sistematis disusun dalam undang-undang. Karena itu hukum mempunyai kepastian
lebih besar dan lebih objektif. Sebaliknya moral lebih subjektif dan perlu lebih
banyak diskusi untuk menentukan etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah. Sedangkan moral sanksinya lebih
kedalam, misalnya hati nurani yang tidak tenang, biarpun perbuatan itu tidak
diketahui oleh orang lain.Kalau perbuatan tidak baik itu di ketahui umum,
sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu, keempat, hukum dapat di putuskan
atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Tetapi moralitas
tidak bisa diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat. Moral nilai hukum dan
sebaliknya.
E. Etika Filosofis
Etika Filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berfikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu etika
sebenarnya adalah bagian dari filsafat. Etika lahir dari filsafat. Etika termasuk
dalam filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus
bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika.
1. Non-empiris. Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris
adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah
demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah
menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika
tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang yang secara faktual dilakukan,
tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Peraktis. Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”
misalnya, filsafat hukum mempelajari apa itu hukum . Akan tetapi etika tidak
terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan
demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung
berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi
ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika
tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis
tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kwajiban, dsb. Sambil
melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
Diharapkan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
F. Etika teologis
Ada dua hal yang perlu di ingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama memiliki
etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari
etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam
etika secara umum, dan dapat mengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak
dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis
2.3 HUBUNGAN ETIKA DENGAN ILMU FILSAFAT
Bagian-bagiannya meliputi:
1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3. Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
4. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
5. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
6. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.

Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam
filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi
karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin
ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses
perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan
filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri. (Alfan: 2011)
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama,
estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-
konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai
kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada
dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna,
ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk
untuk selama-lamanya di akhirat.Pemikiran filsafat tentang jiwa yang
dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap
bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep
ilmu etika.
Ibn Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi
kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran
Islam. Ia melihat sebagai mekhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu
melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki
oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak
hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian pada berbagai cara
guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.
Dalam pemikiran ilmu, Ibn Khaldun tampak bahwa manusia adalah makhluk
budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan manusia,
termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam
pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam
merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia,
memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian akan
tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang
aman dan damai (M. Yatimin Abdullah: 2006).Etika sebagai cabang filsafat dapat
dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika memiliki objek
yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia.
Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia
filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir: 2005)

2.4 PANDANGAN ETIKA SOCRATES


Menurut Socrates, bahwasanya pengertian dari etika atau intisari dari etika yaitu budi
yang berarti tahu. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebagai
contoh, apabila seseorang telah mengetahui tentang kebenaran adanya kenikmatan surga
dan siksa neraka, maka sudah pastilah ia akan mengikuti jalan ajaran Tuhannya untuk
memperoleh kenikmatan tersebut. Dan hanya orang-orang yang tidak mempercayai adanya
kenikmatan surga dan siksa nerakalah yang enggan untuk melaksanakan aturan dari
Tuhannya yang dapat membawanya kepada kenikmatan surga tersebut. Akan tetapi ia
malahan melakukan tindakan yang dilarang oleh Tuhannya dan meniggalkan perintah dari
Tuhannya.
Sedangkan paham etika Socrates selanjutnya yaitu kelanjutan daripada metode-
metodenya. Selanjutnya, siapa yang mengetahui hukum mestilah bertindak sesuai dengan
pengetahuannya itu. Tak mungkin ada pertentangan antara keyakinan dan perbuatan. Oleh
karena budi berdasar atas pengetahuan, maka budi itu dapat dipelajari.
Dari ucapan itu nyatalah bahwa ajaran etika Socrates intelektuil sifatnya. Selain dari itu
juga rasionil. Apabila budi adalah tahu, maka tak ada orang yang sengaja, atas maunya
sendiri, berbuat jahat. Kedua-duanya, budi dan tahu bersangkut-paut. Apabila budi adalah
tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka “jahat” hanya datang dari orang yang tidak
mengetahui, orang yang tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar.
Orang yang kesasar adalah korban daripada kekhilafannya sendiri. Kesasar bukanlah
perbuatan yang disengaja. Tidak ada orang yang khilaf atas maunya sendiri.
Menurut Socrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti dengan segala barang yang
ada itu ada tujuannya, begitu juga hidup manusia. Apa misalnya tujuan meja? Kekuatannya,
kebaikannya. Begitu juga dengan manusia. Keadaan dan tujuan manusia ialah kebaikan
sifatnya dan kebaikan budinya.
Dari pandangan etika yang rasionil itu Socrates sampai kepada sikap hidup, yang
penuh dengan rasa keagamaan. Menurut keyakinannya, menderita kezaliman lebih baik
dari berbuat zalim. Sikap itu diperlihatkannya dengan kata dan perbuatannya, dalam
pembelaannya di muka hakim. Socrates adalah orang yang percaya kepada Tuhan. Alam
ini teratur susunannya menurut wujud yang tertentu. Hal itu katanya adalah tanda perbuatan
Tuhan. Kepada Tuhan dipercayakannya segala-galanya yang tak dapat diduga oleh otak
manusia. Jiwa manusia itu dipandangannya bagian daripada Tuhan yang menyusun alam.
Sering pula dikemukakannya, bahwa Tuhan itu dirasai sebagai suara dari dalam, yang
menjadi bimbingan baginya dalam segala perbuatannya. Itulah yang disebutnya daimonion.

2.5 KAIDAH ATAU NORMA ETIKA


Berikut adalah kaidah atau norma etika/moral yang lazim dimunculkan pada etika
normatif, yakni:
1. Hati Nurani
Hati nurani adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang berkaitan
dengan tindakan nyata atau perilaku konkret manusia. Hati nurani dikendalikan
oleh kesadaran manusia (akal budi). Kesadaran membuat manusia mampu
mempertimbangkan tentang mana yang baik dan buruk baginya. Kesadaran itu
merupakan kemampuan manusia untuk merefleksikan perbuatannya. Hati nurani
terbagi atas dua bagian:
A. Hati nurani retrospektif, yakni hati nurani yang menilai perilaku kita di masa
lalu.
B. Hati nurani prospektif, yakni hati nurani yang merencanakan perbuatan yang
akan kita lakukan di masa datang.
2. Kebebasan dan Tanggung Jawab
Kebebasan adalah salah satu unsur yang sangat hakiki dan manusiawi yang dimiliki
oleh manusia. Manusia adalah mahluk sosial yang berarti manusia hidup bersama
dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Maka kebebasan yang dimiliki manusia
bukanlah kesewenangan, melainkan kebebasan yang secara hakiki terbatas oleh
kenyataan sebagai anggota masyarakat. Dengan pembatasan yang ada, maka
kebebasan yang dimiliki harus diisi dengan sikap dan tindakan yang tepat.
Penentuan sikap dan tindakan yang tepat ini adalah bentuk tanggung jawab
individu. Terdapat hubungan yang erat antara kebebasan dengan tanggung jawab.
Keputusan dan tindakan yang diambil seseorang harus dapat
dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri.
3. Nilai dan Norma
Nilai adalah suatu perangkat untuk melakukan penilaian tentang sesuatu. Dalam
penilaian itu memunculkan hasil penilaian dari penilaian tersebut. Hasil penilaian
dapat berupa positif maupun negatif. Positif dalam artian memuaskan,
menguntungkan, menyenangkan, dll. Sedangkan negatif dapat berarti tidak
memuaskan, namun dapat juga berarti kesalahan. Setiap penilaian terhadap sesuatu
selalu berkaitan dengan kaidah atau norma atau aturan yang mendasarinya. Norma
selalu mempunyai kriteria untuk dipenuhi seseorang dalam menilai sesuatu. Norma
sering dianggap sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Misalnya, norma benda,
norma hukum, norma etiket, norma moral. Dari norma-norma yang ada, norma
moral dianggap paling tinggi, karena memberikan kita berbagai pertimbangan
secara rasional tentang apa yang menjadi tolok ukur ketika seseorang melakukan
perbuatan tertentu. Oleh karena itu pertimbangan yang bersifat rasional sangat
menentukan kualitas atau mutu dari tindakan seseorang.
4. Hak dan Kewajiban
Hak adalah elemen yang sangat manusiawi dimiliki oleh manusia. Hak merupakan
klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau
terhadap masyarakat. Dengan mempunyai hak, orang dapat menuntut bahwa orang
lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Bermacam jenis hak dapat
memperjelas tentang hak yang berkaitan dengan moral.
A. Hak legal, adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk yang
dimunculkan melalui UU, peraturan, dokumen resmi. Hak legal berfungsi
dalam sistem hukum dan didasari oleh prinsip hukum.
B. Hak khusus dan hak umum. Hak khusus adalah hak yang dimiliki oleh
seseorang atau beberapa orang. Hak tersebut timbul karena ada relasi khusus
antata beberapa orang atau karena fungsi khusus yang dimiliki seseorang
kepada orang lain. Misalnya orang tua mempunyai hak bahwa anaknya akan
patuh kepadanya. Sedangkan hak umum adalah hak yang diberikan kepada
seseorang karena ia adalah manusia, atau disebut juga Hak Asasi Manusia,
misalnya hak untuk hidup.
C. Hak individual dan hak sosial. Hak individual adalah hak yang dimiliki oleh
individu terhadap negara atau suatu masyarakat. Hak individual dapat berupa
kebebasan berpendapat, hak berserikat, hak beragama, dll. Hak individual
sebenarnya memperjuangkan hak hati nurani masing-masing individu. Apabila
hak individual diarahkan pada anggota masyarakat atau suatu kelompok kan
memunculkan hak yang sifatnya sosial. Jadi hak sosial adalah hak yang
diperoleh seseorang ketika ia sebagai anggota masyarakat berinteraksi dengan
anggota masyarakat lainnya. Contoh hak sosial adalah hak atas pelayanan
kesehatan, hak atas pendidikan, dll.
D. Hak positif dan hak negatif. Hak positif akan terjadi bila seseorang berhak atas
tindakan orang lain kepada orang itu. Misalnya orang yang tertabrak sepeda
motor sehingga terjatuh dijalan berhak atas pertolongan orang lain. Hak negatif
terjadi apabila seseorang bebas mendapatkan atau melakukan sesuatu. Misalnya
ketika seseorang mendapatkan hak untuk berbicara di depan kelas atau
mendapatkan pendidikan tinggi di luar negeri, dll. Dalam hak negatif
terkandung maksud bahwa pihak lain atau orang lain tidak boleh menghalangi
keinginan orang tersebut.
E. Hak moral, adalah hak seseorang yang didasari atas prinsip atau peraturan etis
dan oleh karenanya hak moral berada dalam sistem moral. Sistem moral adalah
sistem yang memiliki beberapa elemen atau kaidah moral (hati nurani,
kebebasan, tanggung jawab, hak dan kewajiban) dan kaidah itu saling terjalin
sedemikian rupa dan hasil sistem itu terwujud dalam tindakan dan perilaku baik
atau berilaku buruk manusia. Contohnya, seorang dosen yang berhak menuntut
mahasiswanya berlaku jujur dalam ujian.Sedangkan kewajiban seseorang
bergantung pada hak-hak yang diperolehnya. Setiap kewajiban yang harus
dilakukan seseorang tidak selalu sama dengan orang lain. Semuanya bergantung
pada bagaimana hak itu diperoleh. Misalnya, hak individual seseorang akan
pendidikan tinggi, maka ia juga diwajibkan untuk melakukan kewajibannya
yaitu membayar SPP secara tepat waktu. Kewajiban terbagi dalam dua hal,
yakni:
• Kewajiban sempurna, adalah kewajiban yang berkaitan dengan hak
orang lain, karena terdapat unsur keadilan.
• Kewajiban tidak sempurna, adalah kewajiban yang tidak ada unsur
keadilannya, karena ia tidak terkait dengan hak orang lain.

2.6 PENTINGNYA ETIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN KEHIDUPAN


ILMIAH

Beberapa alasan mengapa perlunya etika saat ini:

1. Pandangan moral yang beraneka ragam yang berasal dari berbagai suku, kelompok,
daerah dan agama yang berbeda dan yang hidup berdampingan dalam suatu masyarakat dan
negara

2. Modemisasi dan kemajuan teknologi membawa perubahan besar dalam struktur


masyarakat yang akibatnya dapat bertentangan dengan pandangan-pandangan moral
tradisional.

3. Munculnya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan


manusia dengan masing-masing ajarannya tentang kehidupan manusia. Etika dapat
membangkitkan kembali semangat hidup agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan
bijaksana melalui eksistensi dan profesinya.

Dalam bidang keilmuan, etika sangat penting karena pokok perhatiannya pada problem
dan proses kerja keilmuan, sehingga memunculkan studi etika keilmuan. Etika keilmuan
menyoroti aspek bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan dalam kegiatannya. Tanggung
jawab mereka dipertaruhkan dalam proses kegiatan ilmiahnya. Pokok perhatian lain dalam
etika keilmuan adalah masalah bebas nilai. Bebas nilai adalah suatu posisi atau keadaan dimana
seseorang ilmuwan memiliki hak berupa kebebasannya untuk melakukan penelitian ilmiahnya.
Mereka bebas meneliti apa saja sesuai dengan keinginan atau tujuan penelitiannya. Kebalikan
bebas nilai adalah tidak bebas nilai, yakni adanya hambatan dari luar seperti norma agama,
norma hukum, norma budaya yang muncul dalam proses penelitiannya. Norma-norma tersebut
semacam "pagar" yang menintangi kebebasan seorang peneliti atas dasar tujuan dan
kepentingan norma tersebut. Misalnya, pada kasus penelitian kloning untuk manusia.

2.7 ETIKA NORMATIF DAN ETIKA TERAPAN

Dalam perkembangannya etika terbagi atas etika deskriptif, etika normatif dan
metaetika.

1. Etika Deskriptif

Etika deskriptif memberikan gambaran tingkah laku moral dalam arti luas, seperti
norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu yang berada dalam
kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode tertentu. Norma dan aturan
tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau kelompok
tertentu. Ajaran tersebut lazim diajarkan para pemuka masyarakat dari kebudayaan atau
kelompok tersebut.

Contoh: Masyarakat Jawa mengajarkan tatakrama terhadap orang yang lebih tua dengan
menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus sebagai ajaran yang harus diterima. Bila
tidak dilakukakan, masyarakat menganggapnya aneh atau bukan orang Jawa.

2. Etika Normatif

Etika normatif mempelajari studi atau kasus yang berkaitan dengan masalah moral.
Etika normatif mengkaji rumusan secara rasional mengenai prinsip-prinsip etis dan
bertanggung jawab yang dapat digunakan oleh manusia. Dalam etika normatif yang paling
menonjol adalah penilaian mengenal norma-norma. Penilaian ini sangat menentukan perilaku
manusia yang baik dan buruk.

Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat umum dan khusus. Etika
normatif umum mengkaji norma etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan
etika normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada perilaku manusia yang
khusus, misalnya etika keluarga, etika profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis,
dll.), etika politik, dll.

3. Metaetika
Metaetika adalah kajian etika yang membahas tentang ucapan-ucapan ataupun kaidah-
kaidah bahasa aspek moralitas, khususnya berkaitan dengan bahasa etis (bahasa yang
digunakan dalam bidang moral). Kebahasaan seseorang dapat menimbulkan penilaian etis
terhadap ucapan mengenai yang baik, buruk dan kaidah logika.

Contoh:Bahasa iklan yang berlebihan dan menyesatkan, seperti pada tayangan iklan obat yang
menganjurkan meminum obat tersebut agar sembuh dan sehat kembali. Ketika orang mulai
mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: "jika sakit berlanjut, hubungi
dokter. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan oleh sekelompok produsen untuk disampaikan
kepada masyarakat agar lebih bijak dalam meminum obat tersebut.

4. Etika Terapan

Etika terapan adalah studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif atas dasar
teori etika atau norma yang ada. Etika terapan muncul karena perkembangan pesat etika dan
kemajuan ilmu lainnya. Etika terapan bersifat praktis karena memperlihatkan sisi kegunaan
dari penerapan teori dan norma etika pada perilaku manusia.

Contoh: Etika terapan yang menyoroti permasalahan iklim dan lingkungan menghasilkan
kajian mengenai etika lingkungan hidup

BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Filsafat etikamerupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang membahas masalah
seputar moralitas (norma-norma), prinsip-prinsip moral, dan teori-teori moral. Misalnya teori
hati nurani, teori rasa moral, teori keputusan moral, teori tentang kebaikan mutlak dan teori
tentang kebaikan relatif, teori tentang kejahatan, teori kriteria moral, teori tentang asal mula
manusia harus bermoral, dan lain-lain.

Adapun filsafat etika ini memiliki aliran-aliran yang diantaranya yaitu aliran etika
naturalisme, aliran etika hedonisme, aliran etika utilitarisme, aliran etika idealisme, aliran etika
vitalisme, dan aliran etika teologis. Dimana aliran-aliran tersebut memiliki pandangan yang
berbeda dalam menanggapi masalah etika tersebut.

3.2 SARAN

Sebaiknya, etika di gunakan sebagai landasan dalam berbagai aspek kehidupan. Proses
berfikir dengan manusia yang lain itu selalu berada di garis yang sama, dan ketika pincang
maka timbullah yang dinamakan pertengkaran. Dan ketika kita belajar filsafat, tidak cukup
hanya dengan makalah ini saja, dan tidak cukup hanya mempelajarinya sehari dan semalam
saja, melainkan dengan berdiskusi/dialektika berorganisasi. Insan yang baik adalah insan yang
berguna dalam kehidupan untuk makhluk ciptaan Tuhan. Maka keharusan bagi kita sebagai
makhluk yang berfikir adalah belajar berorganisasi dan berjuang.

DAFTAR PUSTAKA
https://kumpulanmakalahnet.wordpress.com/2018/12/26/filsafat-etika-dan-aliran-alirannya/

https://www.academia.edu/14453896/Makalah_Filsafat_Etika

Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta; Rajawali Pers, 1980)

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1991)

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta; Rajawali Pers, 2010)

Zaenal Muti’in Bahaf, Filsafat Umum, (Serang; Keiysa Press, 2009)

Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta; Tintamas, 1986)

Anda mungkin juga menyukai