DI SUSUN OLEH:
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Etika dalam filsafat’’ tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang Etika dalam filsafat, Harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa menyertai segala usaha kita.
Aamiin.
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah perkembangan ilmu, filsafat etika merupakan aliran pertama dalam
filsafat, dengan socrates sang maha guru pada filsuf sebagai pelepornya. Etika merupakan
cabang aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai betul
dan salah dalam arti susila secara tidak susila. Etika atau moralitas merupakan fenomena
manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada
binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang
yang harus dan tidak pantas dilakukan . Keharusan mempunyai dua macam arti : keharusan
alamiyah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang
mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu). Jadi pada intinya alasan
pemilihan judul makalah ini yakni menjadi acuan manusia untuk lebih baik dalam
bertindak. Yang pastinya, manusia berperilaku berlandaskan dengan etika, yang seolah
menjadi batas pembeda manusia dengan makhluk lainnya dalam berperilaku.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah "Ethos", yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan
perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk
jamaknya "Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang
buruk.
Etika keperawatan adalah pedoman bagi perawat di dalam memberikan asuhan
keperawatan agar segala tindakan yang diambilnya tetap memperhatikan kebaikan klien.
Etika keperawatan mengandung unsur- unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian, dan
hubungan antara perawat dengan klien, dokter, sejawat perawat, diri sendiri. Berikutnya
dalam Encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang
sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah,
dan sebagainya. Selanjutnya Frankena, sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Charris
Zubair mengatakan bahwa etika adalah sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau
pemikiran filsafat tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Menurut
Soegarda poerbakawatja etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu
yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya,
terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan
perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan.
Dari beberapa definisi etika tersebut di atas dapat segera diketahui bahwa etika
berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi obyek
pembahasannya, etika berusaha membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua,
dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas,
dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan, dan sebagainya. Selain itu etika juga
memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi,
psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan,
karena berbagai ilmu yang disebutkan itu sama-sama memiliki obyek pembahasan yang
sama dengan etika, yaitu perbuatan manusia. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika
berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan
oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,
hina dan sebagainya.
Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku
yang dilaksanakan oleh manusia. Peranan etika dalam hal ini tampak sebagai wasit atau
hakim, dan bukan sebagai pemain. Ia merupakan konsep atau pemikiran mengenai nilai-
nilai untuk digunakan dalam menentukan posisi atau status perbuatan yang dilakukan
manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat,
dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan zaman. Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan
manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para
filosof barat mengenai perbuatan yang baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada
pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya
humanistis dan anthropocentris, yakni berdasar pada pemikiran manusia dan diarahkan
pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia.
A. Etika deskripif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan
suatu kelompok, tanpa membelikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas
yang terdapat pada kebudayaan tertentu, periode tertentu. Etika ini di jalankan oleh
ilmu-ilmu sosial : antropologi, sosiologi, psikologi, dll. jadi termasuk ilmu
empiris,bukan filsafat.
B. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (prespektif
pemerintah). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu
dianggap baik atau buruk. Etika normatif di bagi menjadi dua, etika umum yang
mempermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-
prinsip etis kedalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran,
penelitian, Etika khusus disebut juga etika terapan.
C. Metatika
Meta berarti melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak
pada tataran bahasa, atau mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.
Metaetika dapat di tempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya
antara lain filsuf inggris George moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap
analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat. Salah
satu masalah yang ramai dibicarakan dalam mataetika adalahthe is ought question,
yaitu apakah ucapan normatif dapat di turunkan dari ucapan faktual. kalau sesuatu
merupakan kenyataan, apakah dari situ dapat di simpulkan bahwa sesuatu harus
atau boleh di lakukan.
Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol,
pertama, Pluralisme moral, yang timbul berkat globalisasi dan teknologi
komunikasi. Bagaimana seorang dari suatu kebudayaan lain. ini menyangkut
lingkup pribadi. kedua, masalah etis terbaru yang dulu, tidak terduka, terutama yang
di bangkitkan oleh adanya temuan-temuan dalam teknologi, misalnya dalam
biomedis. ketiga, adanya kepedulian etis yang universal, misalnya dengan
deklarasinya HAM oleh PBB pada 10 Desember 1948.
D. Moral dan hukum
Hukum di jiwai oleh moralitas. Dalam kebiasaan norma terdapat pepatah quis
leges sine moribus (apa arti undang-undang tanpa moralitas?). Moral juga
membutuhkan hukum agar tidak mengawang-awang saja dan berakar kuat dalam
kehidupan masyarakat. Sedikitnya ada empat perbedaan antara moral dan hukum.
Pertama, hukum lebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya ditulis dan secara
sistematis disusun dalam undang-undang. Karena itu hukum mempunyai kepastian
lebih besar dan lebih objektif. Sebaliknya moral lebih subjektif dan perlu lebih
banyak diskusi untuk menentukan etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah. Sedangkan moral sanksinya lebih
kedalam, misalnya hati nurani yang tidak tenang, biarpun perbuatan itu tidak
diketahui oleh orang lain.Kalau perbuatan tidak baik itu di ketahui umum,
sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu, keempat, hukum dapat di putuskan
atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Tetapi moralitas
tidak bisa diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat. Moral nilai hukum dan
sebaliknya.
E. Etika Filosofis
Etika Filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berfikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu etika
sebenarnya adalah bagian dari filsafat. Etika lahir dari filsafat. Etika termasuk
dalam filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus
bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika.
1. Non-empiris. Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris
adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah
demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah
menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika
tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang yang secara faktual dilakukan,
tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Peraktis. Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”
misalnya, filsafat hukum mempelajari apa itu hukum . Akan tetapi etika tidak
terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan
demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung
berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi
ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika
tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis
tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kwajiban, dsb. Sambil
melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
Diharapkan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
F. Etika teologis
Ada dua hal yang perlu di ingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika
teologis bukan bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama memiliki
etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari
etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam
etika secara umum, dan dapat mengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak
dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis
2.3 HUBUNGAN ETIKA DENGAN ILMU FILSAFAT
Bagian-bagiannya meliputi:
1. Metafisika yaitu kajian dibalik alam yang nyata,
2. Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
3. Logika yaitu pembahasa tentang cara berpikir cepat dan tepat,
4. Etika yaitu pembahasan tentang tingkah laku manusia,
5. Teologi yaitu pembahasan tentang ketuhanan,
6. Antropologi yaitu pembahasan tentang manusia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam
filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi
karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin
ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses
perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan
filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri. (Alfan: 2011)
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina seperti indera bersama,
estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-
konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai
kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada
dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna,
ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk
untuk selama-lamanya di akhirat.Pemikiran filsafat tentang jiwa yang
dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk dalam pemikiran filsafat terhadap
bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep
ilmu etika.
Ibn Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada asumsi-asumsi
kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran
Islam. Ia melihat sebagai mekhluk berpikir. Oleh karena itu, manusia mampu
melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki
oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak
hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian pada berbagai cara
guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban.
Dalam pemikiran ilmu, Ibn Khaldun tampak bahwa manusia adalah makhluk
budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya pembinaan manusia,
termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam
pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam
merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia,
memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian akan
tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang
aman dan damai (M. Yatimin Abdullah: 2006).Etika sebagai cabang filsafat dapat
dipahami bahwa istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk. Etika memiliki objek
yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia.
Filsafat sebagai pengetahuan berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
berdasarkan pikiran. (Yatimin: 2006) Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia
filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah filsafat etika. (Ahmad Tafsir: 2005)
1. Pandangan moral yang beraneka ragam yang berasal dari berbagai suku, kelompok,
daerah dan agama yang berbeda dan yang hidup berdampingan dalam suatu masyarakat dan
negara
Dalam bidang keilmuan, etika sangat penting karena pokok perhatiannya pada problem
dan proses kerja keilmuan, sehingga memunculkan studi etika keilmuan. Etika keilmuan
menyoroti aspek bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan dalam kegiatannya. Tanggung
jawab mereka dipertaruhkan dalam proses kegiatan ilmiahnya. Pokok perhatian lain dalam
etika keilmuan adalah masalah bebas nilai. Bebas nilai adalah suatu posisi atau keadaan dimana
seseorang ilmuwan memiliki hak berupa kebebasannya untuk melakukan penelitian ilmiahnya.
Mereka bebas meneliti apa saja sesuai dengan keinginan atau tujuan penelitiannya. Kebalikan
bebas nilai adalah tidak bebas nilai, yakni adanya hambatan dari luar seperti norma agama,
norma hukum, norma budaya yang muncul dalam proses penelitiannya. Norma-norma tersebut
semacam "pagar" yang menintangi kebebasan seorang peneliti atas dasar tujuan dan
kepentingan norma tersebut. Misalnya, pada kasus penelitian kloning untuk manusia.
Dalam perkembangannya etika terbagi atas etika deskriptif, etika normatif dan
metaetika.
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif memberikan gambaran tingkah laku moral dalam arti luas, seperti
norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu yang berada dalam
kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode tertentu. Norma dan aturan
tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau kelompok
tertentu. Ajaran tersebut lazim diajarkan para pemuka masyarakat dari kebudayaan atau
kelompok tersebut.
Contoh: Masyarakat Jawa mengajarkan tatakrama terhadap orang yang lebih tua dengan
menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus sebagai ajaran yang harus diterima. Bila
tidak dilakukakan, masyarakat menganggapnya aneh atau bukan orang Jawa.
2. Etika Normatif
Etika normatif mempelajari studi atau kasus yang berkaitan dengan masalah moral.
Etika normatif mengkaji rumusan secara rasional mengenai prinsip-prinsip etis dan
bertanggung jawab yang dapat digunakan oleh manusia. Dalam etika normatif yang paling
menonjol adalah penilaian mengenal norma-norma. Penilaian ini sangat menentukan perilaku
manusia yang baik dan buruk.
Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat umum dan khusus. Etika
normatif umum mengkaji norma etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan
etika normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada perilaku manusia yang
khusus, misalnya etika keluarga, etika profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis,
dll.), etika politik, dll.
3. Metaetika
Metaetika adalah kajian etika yang membahas tentang ucapan-ucapan ataupun kaidah-
kaidah bahasa aspek moralitas, khususnya berkaitan dengan bahasa etis (bahasa yang
digunakan dalam bidang moral). Kebahasaan seseorang dapat menimbulkan penilaian etis
terhadap ucapan mengenai yang baik, buruk dan kaidah logika.
Contoh:Bahasa iklan yang berlebihan dan menyesatkan, seperti pada tayangan iklan obat yang
menganjurkan meminum obat tersebut agar sembuh dan sehat kembali. Ketika orang mulai
mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: "jika sakit berlanjut, hubungi
dokter. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan oleh sekelompok produsen untuk disampaikan
kepada masyarakat agar lebih bijak dalam meminum obat tersebut.
4. Etika Terapan
Etika terapan adalah studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif atas dasar
teori etika atau norma yang ada. Etika terapan muncul karena perkembangan pesat etika dan
kemajuan ilmu lainnya. Etika terapan bersifat praktis karena memperlihatkan sisi kegunaan
dari penerapan teori dan norma etika pada perilaku manusia.
Contoh: Etika terapan yang menyoroti permasalahan iklim dan lingkungan menghasilkan
kajian mengenai etika lingkungan hidup
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Filsafat etikamerupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang membahas masalah
seputar moralitas (norma-norma), prinsip-prinsip moral, dan teori-teori moral. Misalnya teori
hati nurani, teori rasa moral, teori keputusan moral, teori tentang kebaikan mutlak dan teori
tentang kebaikan relatif, teori tentang kejahatan, teori kriteria moral, teori tentang asal mula
manusia harus bermoral, dan lain-lain.
Adapun filsafat etika ini memiliki aliran-aliran yang diantaranya yaitu aliran etika
naturalisme, aliran etika hedonisme, aliran etika utilitarisme, aliran etika idealisme, aliran etika
vitalisme, dan aliran etika teologis. Dimana aliran-aliran tersebut memiliki pandangan yang
berbeda dalam menanggapi masalah etika tersebut.
3.2 SARAN
Sebaiknya, etika di gunakan sebagai landasan dalam berbagai aspek kehidupan. Proses
berfikir dengan manusia yang lain itu selalu berada di garis yang sama, dan ketika pincang
maka timbullah yang dinamakan pertengkaran. Dan ketika kita belajar filsafat, tidak cukup
hanya dengan makalah ini saja, dan tidak cukup hanya mempelajarinya sehari dan semalam
saja, melainkan dengan berdiskusi/dialektika berorganisasi. Insan yang baik adalah insan yang
berguna dalam kehidupan untuk makhluk ciptaan Tuhan. Maka keharusan bagi kita sebagai
makhluk yang berfikir adalah belajar berorganisasi dan berjuang.
DAFTAR PUSTAKA
https://kumpulanmakalahnet.wordpress.com/2018/12/26/filsafat-etika-dan-aliran-alirannya/
https://www.academia.edu/14453896/Makalah_Filsafat_Etika
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1991)