FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang luar biasa kami panjatkan atas kehadirat Tuhan karena
atas kuasa-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Pancasila Sebagai Etika bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis,
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN..............................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA.........................................................................................5
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................13
DAFTAR PUSAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Kata etika yang secara etimologis berasal dari kata Yunani "ethos" secara
harfiah berarti adat kebiasaan, watak, atau kelakuan manusia. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) Pengertian etika
menurut para ahli dapat diklasifikasi ke dalam tiga makna (Sudarminta, 1997).
Makna etika yang pertama adalah sebagai sistem nilai. Kata etika di sini
berarti nilai-nilai dan norma- norma moral yang menjadi pegangan hidup atau
sebagai pedoman penilaian baik atau buruknya perilaku manusia, baik secara
individual maupun sosial dalam suatu masyarakat. Makna ini misalnya digunakan
dalam "Etika Jawa". "Etika Protestan", dan sebagainya. Makna yang kedua adalah
"kode etik", yang mana merupakan kumpulan norma dan nilai moral yang wajib
diperhatikan oleh pemegang profesi tertentu Sebagai contoh, pemakaian dalam
istilah "Etika Rumah Sakit," dan "Etika Jurnalistik". Makna yang ketiga adalah
ilmu yang melakukan refleksi kritis dan sistematis tentang moralitas. Etika dalam
makna ketiga ini sama dengan filsafat moral.
Menurut Bertens (2000), kata etika juga memiliki tiga arti. Pertama, etika
berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok yang mengatur tingkah lakunya. Hal ini bisa diartikan
sebagai sistem nilai yang berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun
pada taraf sosial. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau moral yaitu kode etik.
Ketiga, etika berarti ilmu tentang yang baik atau buruk. Dalam hal ini, etika sama
artinya dengan filsafat moral. Tiga pengertian etika menurut Bertens dan
Sudaminta tersebut dapat dikatakan sama.
Selain etika, dikenal pula istilah etiket, yang berasal dari bahasa Prancis,
etiquette, ketika raja-raja Prancis mengadakan pertemuan resmi, pesta, dan resepsi
untuk para elite kerajaan atau bangsawan untuk meng- atur beberapa tata krama
yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian, cara duduk, cara berbicara,
bersalaman, dan cara berperilaku selama acara. Aturan atau tata krama tersebut
ditentukan dan disepakati ber- sama: Secara normatif, antara etiket dan etika
keduanya menyangkut dan mengatur perilaku manusia. Etika berarti moral,
4
sedangkan etiket berarti sopan santun (Bertens, 2000). Selanjutnya, dinyatakan
bahwa: (1) etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia,
sedangkan etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuat- an, etika
memberi norma tentang perbuatan itu sendiri, (2) etiket hanya berlaku dalam
pergaulan, sedangkan etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain, (3)
etiket bersifat relatif, sedangkan etika bersifat absolut, (4) etiket berarti
memandang manusia hanya dari segi lahiri- ahnya, sedangkan etika menyangkut
manusia dari segi dalam.
Etika sebagai filsafat moral adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang
secara khusus mengkaji perilaku manusia dari segi baik-buruknya atau benar-
salahnya. Secara umum, etika dapat dibedakan dua cabang besar, yakni etika
umum dan etika khusus. Etika umum adalah etika yang menyajikan beberapa
pengertian dasar dan mengkaji beberapa permasalahan pokok dalam filsafat
moral. Sementara etika khusus adalah etika yang membahas beberapa
permasalahan moral dalam bidang-bidang khusus. Contoh etika khusus, yaitu
etika sosial (politik, kemasyarakatan, hukum), etika biomedis, etika seksual, etika
bisnis, etika ilmu, etika profesi, etika kependudukan, etika keluarga, etika ling-
kungan hidup.
Etika atau filsafat moral dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) etika deskriptif
(descriptive ethics), (2) etika normatif (normative ethics) dan (3) metaetika (meta-
ethics). Etika deskriptif (descriptive ethics) hanya melukiskan tingkah laku moral
dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan
penilaian. Etika deskriptif mempel ajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan
tertentu dan dalam peri- ode tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial
(antropologi. sosiologi, psikologi, dan lain-lain).
5
Meta berarti melampaui atau melebihi Maksudnya di sini adalah bukanlah
moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas.
Metaetika bergerak pada tataran bahasa atau mempelajari logika khusus dari
ucapan ucapan etis. Metaetika dapat ditempat- kan dalam wilayah filsafat analitis
yang menganggap analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya
tugas filsafat.
a. Etika Keutamaan
b. Etika Deontologi
Kata "deon" berasal dari Yunani yang artinya "kewajiban" yang merupakan inti
dari teori ini dan mengasumsikan bahwa orang-orang bertindak secara moral bila
mengikuti aturan-aturan yang benar atau baik (Kalidjernih, 2010). Aturan itu
sebenarnya adalah kewajiban moral yang sifatnya imperatif kategoris. Teori
deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban moral. Suatu perbuatan akan
baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban moral. Deontologi tidak terpusat
6
pada konsekuensi perbuatan. Dengan kata lain, deontologi melaksanakan ter lebih
dahulu tanpa memikirkan akibatnya.
c. Etika Teleologi
Etika teleologi adalah teori etika yang menyatakan bahwa hasil dari
tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan. Seseorang
yang mungkin berniat baik atau mengikuti asas-asas moral yang tinggi, tetapi
hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan itu dinilai secara
moral sebagai tindakan yang tidak etis. Etika teleologi menganggap nilai moral
dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada sejauh mana tindakan tersebut
mencapai tujuannya. Etika ini juga menganggap bahwa kebenaran dan kesalahan
suatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan (Ali Mudhofir,
2009). Aliran-aliran etika teleologi meliputi eudaemonisme, hedonisme, dan
utilitarianisme. Pada intinya, etika ini mengukur etis tidaknya perbuatan berdasar
hasil akhir yang didapatkan, bukan pada kewajibannya yang dijalaninya.
Bagaimana halnya dengan etika Pancasila atau etika yang bersumber- kan
nilai Pancasila? Bagaimana kaitannya dengan macam-macam aliran etika di atas?
7
1. Nilai Pancasila sebagai Sumber Norma Etik
Hakikat dari Pancasila adalah nilai (Kaelan, 2002) atau berupa jalinan
nilai-nilai sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea
keempat (HAS Natabaya, 2006). Sebagai sistem nilai yang mendasar, abstrak, dan
universal, implikasi etis Pancasila menjadi basis moralitas dan haluan
kebangsaan-kenegaraan (Yudi Latif, 2011). Etika Pancasila mendasarkan dirinya
pada keberadaan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila
menjadi inspirasi sekaligus pegangan hidup dalam mewujudkan harapan dan cita-
cita bangsa.
Sila Persatuan mengikat seluruh perbedaan yang niscaya dalam bangsa ini.
Persatuan juga merupakan modalitas utama dalam mengintegrasikan seluruh
kepentingan di bawah payung kebangsaan. Berbagai kemungkinan yang mengarah
pada disintegrasi seoptimal mungkin diantisipasi.
Sila kelima Pancasila memuat nilai keadilan sosial yang ditujukan bagi
seluruh bangsa Indonesia. Keadilan sosial menjamin pemerataan pembangunan.
Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat merupakan prioritas utama kerja
8
pemerintah. Pembangunan yang diupayakan pemerintah harus dirasakan dan
dinikmati seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Melalui sila ini, pemerintah
memastikan bahwa siapapun akan memperoleh haknya berdasarkan pada
kewajiban-kewajiban yang melekat di dalamnya (Mulia Ardi, 2012).
9
e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
3. Persatuan Indonesia
10
e. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar bhinneka tunggal ika.
g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
11
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan
dan gaya hidup mewah.
h. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
i. Suka bekerja keras.
j. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
k. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial
12
menggunakan contoh-contoh butir-butir P4 ketika membelajarkan bagaimana
siswa bersikap dan berperilaku berdasar Pancasila (Winarno, 2011).
Kebutuhan akan norma etik di sisi norma hukum di awal era reformasi
akhirnya disadari oleh penyelenggara negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkan dua ketetapan berkenaan dengan ini. Pertama, khusus berkenaan
dengan penyelenggaraan negara, yaitu Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang
13
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Kedua, yang bersifat lebih umum, yaitu Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
14
Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli,
kebijakan ekonomi yang bernuansa KKN maupun rasial yang berdampak negatif
terhadap efisiensi, persaingan sehat, keadilan, serta menghindarkan perilaku
menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.
e. Etika Keilmuan
15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial manusia yang secara
harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik.
16
DAFTAR PUSAKA
17