Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

ANGGOTA KELOMPOK 4 :
Hazim Din Luthfi(2205160709p)
Tuah Miko Ramadhan(2205160021)
Tiara Saqila Pranata(2205160023)
Putri Meysauri (2205160032)
Aida Anggraini (2205160034)
Icha Ramadhani (2205160035)
Hamizah(2205160044)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2022/2023
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada penulis atas kehadirat Allah SWT. karena

limpahan Rahmat dan Karunia-Nya maka makalah yang berjudul "Pancasila Sebagai Sistem

Etika" ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis berharap makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman kepada pembaca tentang kesalahan umum atau kesalahan bahasa

umum yang dapat kita pelajari dari peluang bisnis. Demikian juga atas kesehatan dan

kesempatan yang melimpah yang diberikan Allah SWT kepada penulis, penulis dapat menyusun

makalah ini melalui berbagai sumber antara lain melalui studi pustaka dan melalui media

komunikasi internet.

Demikian artikel ini penulis buat, jika ada kesalahan penulisan atau ada ketidaksesuaian

materi yang penulis ulas dalam makalah ini, penulis mohon maaf. Penulis mempertimbangkan

kritik dan saran pembaca semaksimal mungkin agar dapat menghasilkan makalah yang lebih

baik pada kesempatan berikutnya.

Medan, 25 November 2022

Penulis

1
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Kata Pengantar..........................................................................................................................................1
BAB I..........................................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
1.3 Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Etika..............................................................................................................................5
2.2 Ruang Lingkup Etika......................................................................................................................7
2.3 Etika Sebagai Cabang Elastis.........................................................................................................9
2.4 Kedudukan Pancasila Sebagai Sistem Etika................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................14
3.2 Saran...............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari

Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan

rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia

Tentu saja, sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara, Pancasila memuat aturan

dan larangan. Pancasila sepenuhnya menyatukan nilai-nilai seperti ketuhanan, kemanusiaan,

persatuan, kerakyatan dan keadilan. Dengan demikian, dari segi normatif, pancasila dapat

dijadikan sebagai acuan perbuatan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan sebagai sudut

pandang untuk mempelajari nilai-nilai dan standar pembangunan dalam masyarakat. Nilai

dan norma tersebut bersifat universal, dapat ditemukan dimana saja dan kapan saja, sehingga

memberikan kekhususan keindonesiaan

Nilai, norma, dan etika adalah konsep yang saling terkait. Ketiganya akan memberikan

tambahan pengertian sebagai sistem etik pancasila. Pancasila adalah sumber dari mana semua

standar dikembangkan, baik standar hukum, etika dan standar negara lainnya.

Nilai-nilai pancasila inilah yang kemudian dikembangkan dalam kehidupan nyata

masyarakat atau dalam kehidupan nyata sehingga menjadi norma yang pada akhirnya

menjadi pedoman dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, nilai-nilai, asas, standar, dan sistem etika

Pancasila semakin dilupakan dalam kehidupan berbangsa. Akibatnya, identitas atau ciri khas

3
Indonesia tersebut di atas semakin terkikis atau bahkan hilang. Namun masih ada upaya

untuk menata ulang sistem moral.

Perkembangan zaman yang semakin maju dan akses bebas ke dunia luar memaksa kita

untuk memperjuangkan Pancasila sebagai sistem etika, agar kita bangsa Indonesia tidak

kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudi luhur, berbudi luhur dan berharga.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah terkait dari peluang usaha ini, sebagai berikut :

1. Apa itu etika?

2. Apa saja yang termasuk dalam etika?

3. Kenapa etika dikatakan sebagai cabang elastis?

4. Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai sistem etika?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, sebagai berikut :

1. Mendefinisikan maksud dari etika

2. Mengklasifikasikan ruang lingkup etika

3. Menafsirkan etika sebagai cabang elastis

4. Mendeskripsikan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika

Etika merupakan cabang utama filsafat, adalah pembelajaran mengenai di mana dan

bagaimana nilai atau kualitas menjadi standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis

dan penerapan konsep seperti, benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika

merupakan kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap

terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Kedua kelompok etika itu adalah

sebagai berikut:

a. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setaip tindakan

manusia.

b. Etika Khusus, membahas prinsip prinsip tersebut di atas dalam hubungannya

dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika

individual) maupun makhluk sosial (etika sosial)

Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya watak

kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin, mos

yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moral

memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari hari kata ini digunakan secara berbeda.

Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika

digunakan untuk mengkaji sistem yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab, padanan

kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak khuluk yang berarti perangai, tingkah

laku, atau tabiat (Zakky, 2008: 20).

5
Secara umum, etika berkaitan dengan perilaku, karakter, dan semua tindakan manusia

yang diperlukan dan berharga dalam kehidupan sosial.

Teori-teori Etika

Dalam kajian etika dikenal tiga teori/tren utama, yaitu ontologi, teleologi, dan kebajikan.

Setiap tren memiliki sudut pandang tersendiri untuk menilai suatu perbuatan dianggap baik

atau buruk. Berikut ketiga aliran tersebut:

a. Etika Deontologi

Etika deontology berpendapat bahwa tindakan dinilai sebagai baik atau buruk

tergantung pada apakah mereka mematuhi kewajiban. Etika kewajiban tidak

mempermasalahkan akibat dari perbuatan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan

adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.

Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant

menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut

karena akibat tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak

dan menilai suatu tindakan (Keraf, 2002: 9).

b. Etika Teleologi

Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik

buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.

Etika teleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila

dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban

yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh etika

teleologi bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baik

meskipun harus melanggar kewajiban, nilai norma yang lain.

6
Contoh sederhana keharusan memakai helm bagi pengendara sepeda motor tidak

bisa dipaksakan karena lebih terfokus pada satu tujuan, yaitu mengejar

keselamatan. Kewajiban perpajakan dan utang juga sulit dipenuhi karena

hilangnya seluruh aset. Dalam hal demikian perlu diperhatikan etika teleologi,

yaitu demi hasil yang baik suatu kewajiban untuk menerima keringanan tidak

dipenuhi.

c. Etika Keutamaan

Etika ini tidak mempersoalkan akibat dari suatu tindakan, juga tidak didasarkan

pada penilaian moral tentang kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi

pada pengembangan karakter moral seseorang. Orang tidak hanya melakukan

perbuatan baik, mereka menjadi orang baik. Karakter moral ini dibangun dengan

meniru perbuatan baik orang-orang hebat. Internalisasi ini dapat dibangun melalui

cerita, sejarah, mengandung nilai-nilai unggulan untuk dihayati dan diikuti

masyarakat. Kelemahan moralitas ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat

yanmajemuk, panutannya juga berbeda-beda, sehingga konsep moralitas juga

menjadi sangat beragam, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan

konflik masyarakat.

Kelemahan etika dapat diatasi dengan mengarahkan keteladanan bukan pada

karakter, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh karakter itu sendiri,

sehingga prinsip-prinsip umum moralitas dan etika dapat diatasi, akan ditemukan

kebajikan.

7
2.2 Ruang Lingkup Etika

Manusia adalah makhluk sosial yang berkomunikasi setiap hari dan berusaha untuk

menyenangkan orang lain. Tidak baik pergaulan apapun untuk menyenangkan satu sama lain,

yang baik dan serasi, saling membantu dan membahagiakan satu sama lain. Jika kita berhasil

menyenangkan orang lain, maka kita akan dibantu oleh orang lain.

Beberapa hal penting

1. Jangan mengkritik pembicaraan orang lain dan jadilah pendengar yang baik.Biasakan

tersenyum dan bertanya ketika Anda bertanya tentang apa yang dikatakan dan cobalah untuk

tidak berbicara terlalu banyak tentang diri Anda.

2. Bicara tentang hal-hal yang disukai orang. Dengan membicarakan hal-hal yang

menarik bagi orang lain, kita akan lebih berhasil dalam memenangkan dan menjalin

persahabatan. Kita perlu mengetahui apa yang menyenangkan dan menggugah hati

seseorang.

3. Saling mengenal nama, nama adalah kata terindah dan termanis di dunia, semua orang

pasti menyukai namanya. Jika orang lain sering menyebut namanya, maka jika Anda ingin

mereka menyukai Anda, ketahuilah nama persisnya.

4. Ramah dan ceria. Dalam melayani kita harus berusaha ramah dan murah senyum,

karena saat kita bertemu dan menerima tamu pasti kita akan melihat wajah seseorang, jika

wajah orang yang kita temui itu tersenyum, senyum cerah dan ramah pasti akan

menimbulkan kesan yang baik.

5. Kita harus menjaga persahabatan kita dengan kejujuran.

8
6. Berusaha membantu orang, bersikap ramah, pandai membicarakan hal-hal yang

menarik perhatian orang, menyebut nama seseorang dengan benar dan mungkin menjadi

pendengar yang baik, tetapi jika kita tidak mau membantu orang lain maka tidak apa-apa.

ada. berlangsung sangat lama. Kita harus berusaha membantu orang lain, berusaha memberi

manfaat bagi orang lain, baik itu manfaat materi, spiritual, atau perlindungan.

Etika terbagi menjadi 3

1. Etika sebagai ilmu, adalah seperangkat kebajikan, yang didasarkan pada evaluasi

tindakan seseorang.

2. Etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan yang berbudi luhur. Misalnya, seseorang

dikatakan berbudi luhur jika ia telah berbuat baik.

3. Etika sebagai filsafat yang mempelajari pandangan dan persoalan yang berkaitan

dengan masalah kesopanan

2.3 Etika Sebagai Cabang Elastis

Seperti yang kita tahu etika merupakan salah satu cabang filsafat. Yang dimana filsafat

berhubungan dengan nilai dan nilai itu sendiri memiliki makna yang sangat elastis. Nilai

merupakan istilah yang sangat elastis, sering digunakan oleh banyak pihak, diantaranya

psikoterapis, psikolog, sosiolog, filsuf, dan masyarakat umum dalam berbagai macam cara.

Selain itu, digunakan juga untuk memahami dimensi etika sebagai bahan pembicaraan dalam

menganalisis atau menyimpulkan masalah. Untuk mengetahui nilai dan penggunaanya, tidak

perlu perenungan yang filosofis tentang ‘”teori etika” dan sejenisnya. Hal yang terpenting

adalah penerapan nilai-nilai dalam kehidupan manusia, meskipun tidak terlepas dari

9
lingkaran etika dan moral. Kita tidak mungkin memisahkan nilai sepenuhnya dari teori etika

karena pada beberapa pembahasan tentang nilai, teori etika akan selalu terkait.

Nilai berarti mempertimbangkan, suatu kegiatan manusia yang bertujuan untuk

menghubungkan satu hal dengan yang lain dan kemudian mengambil keputusan. Suatu

keputusan adalah suatu nilai yang dapat diklaim bermanfaat atau tidak bermanfaat, adil atau

tidak adil, baik atau buruk, dan seterusnya. Evaluasi harus melibatkan faktor indera manusia

sebagai objek penilaian, yaitu faktor fisik, mental, intelektual, selera, karsa dan keyakinan.

Jadi nilai adalah apa yang berharga, berguna, memperkaya akal dan menyadarkan

manusia akan martabatnya. Nilai-nilai yang bersumber dari akal budi berfungsi mendorong,

mengarahkan (memotivasi) sikap dan perilaku masyarakat. Nilai sebagai suatu sistem adalah

bentuk budaya bersama sistem sosial dan tenaga kerja.

Di mata filsafat, nilai selalu dikaitkan dengan persoalan kebaikan. Sesuatu yang berguna,

benar, indah, berharga, baik, religius, dll. Para ahli mengidentifikasikan nilai dalam beberapa

macam atau tingkatan. Para ahli mengidentifikasikannya secara berbeda, karena nilai ini bersifat

abstrak dan idealis.

 Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam,

yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.

 Max Scheler mengelompokkan nilai-nilai menjadi enam tingkatan, yaitu: nilai kenikmatan, nilai

kehidupan, nilai kejiwaan, dan nilai kerohanian.

 Sementara Notonargo membedakan nilai menjadi tiga, yaitu : nilai material, nilai vital, dan nilai

kerohanian.

Hal ini berhubungan dengan etika Pancasila yang dimana membicarakan nilai-nilai yang

mendasar dalam kehidupan. Nilai pertama adalah ketuhanan. Dari segi hirarki, nilai ini dapat

10
dikatakan paling tinggi karena merupakan nilai mutlak. Semua nilai yang baik berasal dari nilai ini.

Suatu tindakan adalah baik jika tidak bertentangan dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan hukum-

hukum Tuhan. Pandangan demikian dapat dibuktikan secara eksperimental bahwa setiap perbuatan

yang melanggar nilai-nilai, aturan-aturan dan hukum-hukum Tuhan, baik yang menyangkut hubungan

antara manusia maupun alam, sudah pasti akan berakibat buruk. Misalnya, melanggar cara Tuhan

dalam membangun hubungan kasih antar manusia akan menimbulkan konflik dan permusuhan.

Pelanggaran terhadap cara Tuhan menjaga alam akan menyebabkan bencana alam, dll.

Nilai kedua adalah Kemanusiaan. Suatu tindakan dikatakan baik jika sesuai dengan nilai-nilai

kemanusiaan. Prinsip dasar dari nilai-nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban.

Keadilan menuntut keseimbangan antara tubuh dan jiwa, tubuh dan roh, makhluk individu dan sosial,

mandiri dan mandiri dari Tuhan, yang terikat oleh hukum-hukum Tuhan. Peradaban menunjukkan

keunggulan manusia atas makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda mati. Oleh karena itu,

suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang dilandasi oleh

konsep keadilan dan peradaban.

Nilai ketiga adalah Persatuan. Suatu tindakan dikatakan baik bila dapat memperkokoh solidaritas

dan persatuan. Sikap egois dan mementingkan diri sendiri adalah perbuatan buruk, demikian juga

sikap yang memecah belah persatuan. Kemungkinan seseorang bertindak atas nama agama (sila

pertama), namun jika tindakan tersebut dapat merusak persatuan dan kesatuan, maka dari sudut moral

pancasila, hal tersebut bukanlah perbuatan baik.

Nilai keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitannya dengan demokrasi ini, ada nilai lain yang

sangat penting, yaitu kearifan/kebijaksanaan dan pertimbangan. Kata hikmah/kebijaksanaan

diarahkan pada perbuatan yang mengandung nilai kebaikan yang paling tinggi.

Nilai kelima adalah Keadilan. Ketika kata yang tepat disebutkan dalam sila kedua, itu lebih

terlihat dalam konteks seseorang sebagai individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih

mengarah pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan

masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap

11
pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama

derajatnya dengan orang lain.

2.4 Kedudukan Pancasila Sebagai Sistem Etika


Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi
sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga
realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai
mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada
dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-
nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan
universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan
merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh,
nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai
Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan,
kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan
lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-
lain Nilai Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama
dan lain-lain.
Selain sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan konstruksi
ideologis yang dirancang untuk memberikan nasehat atau pedoman kepada seluruh warga
negara Indonesia mengenai sikap dan perilakunya. Pancasila sebagai sistem etika, bertujuan
untuk mengembangkan aspek moral dalam diri seseorang agar mampu menunjukkan sikap
yang benar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai sistem etika merupakan pedoman moral yang dapat diwujudkan dengan
tindakan nyata yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, sila-sila
Pancasila harus lebih dituangkan dalam keputusan segala tindakan sehingga dapat
mencerminkan pribadi yang saleh dan berbudi luhur, serta berwawasan etis dan ilmiah.

12
Pancasila adalah sistem etika karena di dalam Pancasila terdapat nilai, norma, dan etika
yang merupakan konsep yang saling terkait dan akan saling melengkapi satu sama lain.
Pancasila sebagai sistem filsafat pada dasarnya merupakan nilai, sumber dari segala
konstruksi norma, baik norma hukum, etika, maupun norma kenegaraan lainnya. Selain itu,
Pancasila juga mengandung gagasan-gagasan yang kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan
menyeluruh.
Pancasila berperan penting dalam mewujudkan sistem moral yang baik bagi bangsa
Indonesia. Setiap saat, di mana pun kita harus membawa etika bersama kita. Setiap sila
pancasila memiliki makna yang besar dalam membangun moralitas bangsa. Pancasila
mengandung berbagai aspek kehidupan bangsa. Di dunia, negara Indonesia dikenal sebagai
negara yang beretika, ramah, santun, dll. Semua itu tidak terlepas dari petuah pancasila
sebagai pedoman moral.

13
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Pancasila adalah dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar
negara, Pancasila mengandung banyak nilai moral dan kebaikan. Inilah mengapa Pancasila
digunakan sebagai sistem etika. Etika adalah refleksi kritis dan fundamental atas ajaran dan
pandangan moral. Etika Pancasila adalah etika yang didasarkan pada penilaian baik dan
buruk berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Jika suatu perilaku melanggar nilai-nilai
dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut, maka perilaku tersebut dapat dianggap baik dan
sebaliknya. Pancasila sebagai sistem etika memegang peranan penting dalam pembangunan
bangsa ini karena Pancasila membentuk pola pikir bangsa agar bangsa kita dapat dilihat
sebagai peradaban bangsa yang bermoral dan beretika di mata dunia.
3.2 Saran

Adapun saran saran penulis kepada pembaca, sebagai berikut :

 Pembaca dapat memahami makna dari etika

 Bagi mahasiswa, mengetahui kedudukan Pancasila dalam sistem etika

14
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, Januari 2017
https://www.academia.edu/32889592/6._Bagaimana_Pancasila_Menjadi_Sistem_Etika
https://www.academia.edu/29707247/
A._NILAI_DASAR_NILAI_INSTRUMENTAL_DAN_NILAI_PRAKSIS
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html?m=1
https://www.academia.edu/13000228/Pancasila_Sebagai_Sistem_Etika
http://sinarmentari4u.blogspot.com/2011/07/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://es182.blogspot.com/2013/02/pancasila-sebagai-sumber-nilai_6.html

15

Anda mungkin juga menyukai