Anda di halaman 1dari 16

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN


PANCASILA
DOSEN PENGAMPUH :
Dr. Bakhtiar, S.Pd., M.Pd

OLEH:
KELOMPOK 3
ANNISA DWI MAULIDIAH 210701502126
ANDI SALWA SALSABILA IRWAN 210701502038
AQILAH ZHAFIRAH 210701501052
HANA SALIMAH RUSLAN 210701502094
ATHA RAHADI LATIEF 210701502182
FITRIANA PRATIWI NURAZIZAH 210701502072
ABDI RAHMAT HUDZAIFAH 210701502181

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan
yang Maha Esa karna telah melindungi dan menyertai kami kelompok 4 sehingga
berhasil menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Pembentukan konsep Diri Pada
Remaja” tepat pada waktunya. Pada makalah ini, kami selaku penulis akan membahas
apa saja pengaruh pembentukan konsep diri pada remaja. Oleh karna itu, kami akan
meninjau dengan didasari teori psikologi perkembangan dan kajian ilmiah melalui
jurnal.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan tidak
sempurna. Oleh sebab itu kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat konstruktif demi kepentingan ilmu pengetahuan. Kami selakau
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang sudah
meluangkan waktu untuk menjadikan makalah ini sebagai pilihan ringkasan materi
terkait materi yang saya angkat, semoga bermanfaat. Akhir kata, semoga Tuhan yang
Maha Esa senantiasa memberikan kita kesehatan dan kelancaran didalam segala
tantangan dan aktivitas yang kita hadapi dan laksanakan ditengah situasi pandemi ini.

Makassar, 25 Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………......i

DAFTAR ISI……………………………………………………………....................ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………........1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..3

2.1 Konsep Pancasila Sebagai Sistem Etika…………………………………3


2.2 Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika………………………………...6
2.3 Alasan Diperlukannya Pancasila Sebagai Sistem Etika…………………7

BAB III PENUTUP…………………………………………………………............11

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..11
3.2 Saran………………………………………………………………...…11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila adalah ideologi dasar negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata Sansekerta, pañca, yang berarti lima, dan la, yang berarti prinsip atau prinsip.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara, Pancasila tentu saja


mengandung aturan dan larangan. Pancasila sarat dengan nilai-nilai seperti
ketuhanan, kemanusiaan, peradaban, demokrasi dan keadilan. Oleh karena itu,
pancasila dapat digunakan secara normatif sebagai acuan perbuatan baik, dan
secara filosofis dapat digunakan sebagai perspektif kajian tentang nilai dan norma
yang berkembang dalam masyarakat. Nilai dan norma tersebut bersifat universal,
dapat ditemukan di mana saja dan kapan saja sehingga memberikan ciri khas
Indonesia karena merupakan bagian dari Pancasila.

Nilai, norma, dan moral adalah konsep yang saling terkait. Ketiganya akan
memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika yang
berkaitan dengan pancasila. Pancasila merupakan sumber penjabaran dari semua
norma, baik norma hukum, moral maupun norma pemerintahan lainnya.

Nilai-nilai Pancasila kemudian dikembangkan dalam masyarakat praktis


atau nyata menjadi norma yang pada akhirnya menjadi pedoman dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun seiring berjalannya waktu dan
perkembangan zaman, nilai, standar hidup, norma, dan sistem etika Pancasila
semakin dilupakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga identitas
atau ciri khas Indonesia yang telah disebutkan tadi semakin terkikis atau bahkan
hilang. Namun demikian, upaya sedang dilakukan untuk menyelaraskan kembali
sistem etika. Perkembangan zaman yang semakin maju dan terbukanya akses

1
dunia luar menuntut Pancasila sebagai sistem etika agar kita bangsa Indonesia
tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa yang bermoral, beretika dan bermartabat.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan


masalah dalam jurnal ini adalah :

1. Apakah pengertian Pancasila itu?


2. Apakah pengertian sistem itu?
3. Bagaimaknakah peran Pancasila sebagai sistem etika?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Pancasila.


2. Untuk mengetahui pengertian dari sistem
3. Untuk mengetahui peran Pancasila sebagai sistem etika.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika


2.1.1 Pengertian Etika

Istilah "etika" berasal dari bahasa Yunani "ethos" dan berarti


tempat tinggal kebiasaan, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat
istiadat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Secara etimologis,
etika berarti ilmu tentang apa saja yang biasa dilakukan, atau ilmu
adat. Dalam pengertian ini, etika mengacu pada kebiasaan hidup yang
baik, cara hidup yang baik, baik dalam diri seseorang maupun dalam
masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini diwariskan dan diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam pengertian ini, etika
memiliki arti yang sama dengan moral.

Etika secara umum dipahami sebagai pemikiran filosofis


tentang segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku
manusia. Semua perilaku manusia, dengan norma dan prinsip yang
mengaturnya, sering disebut sebagai moralitas atau etika (Sastrapradja,
2002: 81). Etika dalam arti yang lebih luas adalah ilmu yang
membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4-6).

Etika selalu berkaitan dengan masalah nilai, sehingga


pembicaraan tentang etika umumnya berbicara tentang masalah nilai
(baik atau buruk). Frondizi menjelaskan bahwa nilai merupakan
kualitas yang tidak nyata karena tidak ada dengan sendirinya, nilai
membutuhkan dukungan untuk ada (2001:7). Misalnya, nilai kejujuran
tergantung pada sikap dan kepribadian seseorang.

3
2.1.2 Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika, diantaranya adalah :
1. Etika Keutamaan
Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori yang
mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang
perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini
mengarahkan perhatiannya kepada keberadaan manusia, lebih
menekankan pada What should I be?, atau “saya harus menjadi orang
yang bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai
keutamaan adalah baik hati, ksatriya, belas kasih, terus terang,
bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar,
suka bekerja bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia,
ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri, bijaksana, peduli, dan toleran
(Mudhofir, 2009: 216—219)

2. Etika Teleologis
Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari
tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan
dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang mungkin berniat
sangat baik atau mengikuti asasasas moral yang tertinggi, akan tetapi
hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut
dinilai secara moral sebagai tindakan yang tidak etis. Etika teleologis
ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan dinilai berdasarkan
pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika
teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan
kesalahan suatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang
diinginkan (Mudhofir, 2009: 214). Aliran-aliran etika teleologis,
meliputi eudaemonisme, hedonisme, utilitarianisme.

4
3. Etika Deontologis
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan
kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan
tujuan atau akibat. Kewajiban moral bertalian dengan kewajiban yang
seharusnya, kebenaran moral atau kelayakan, kepatutan. Kewajiban
moral mengandung kemestian untuk melakukan tindakan.
Pertimbangan tentang kewajiban moral lebih diutamakan daripada
pertimbangan tentang nilai moral. Konsep-konsep nilai moral (yang
baik) dapat didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau
kelayakan rasional yang tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat
dianalisis (Mudhofir, 2009: 141).

2.1.3 Etika Pancasila

Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang diterjemahkan dari


prinsip-prinsip Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu,
etika Pancasila mengandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku
masyarakat Indonesia dalam segala aspek kehidupannya. Perintah-perintah
ilahi mengandung dimensi moral berupa nilai-nilai spiritual yang
mendekatkan manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan terhadap nilai-nilai
agama yang dianutnya. Imperatif kemanusiaan mengandung dimensi
kemanusiaan, yaitu humanizing, yaitu upaya peningkatan kualitas
kemanusiaan dalam hubungan antar manusia. Amanat persatuan
mengandung dimensi nilai-nilai kebersamaan, kebersamaan, cinta tanah
air. Imperatif kerakyatan mencakup dimensi nilai berupa penghargaan
terhadap orang lain, kesediaan untuk mendengar pendapat orang lain, tidak

5
memaksakan kehendak kepada orang lain. Imperatif keadilan meliputi
dimensi nilai kepedulian terhadap nasib orang lain, kesediaan membantu
kesulitan orang lain.

Etika Pancasila lebih dekat dengan istilah etika keutamaan atau


etika keutamaan, meskipun dua aliran utama lainnya, deontologis dan
teleologis, juga termasuk. Akan tetapi, etika keutamaan lebih dominan,
karena etika Pancasila tercermin dalam empat sifat kesalehan, yaitu
kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Kebijaksanaan
berarti melakukan suatu tindakan yang dilakukan dengan kemauan yang
diarahkan pada kebaikan dan berdasarkan kesatuan akal – rasa – kehendak
berupa keyakinan yang diarahkan kepada realitas mutlak (Tuhan) dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan manusia dan nilai-nilainya. dari
kehidupan beragama. Kesederhanaan berarti membatasi diri dalam arti
tidak melebihi batas kenikmatan. Keteguhan berarti membatasi diri dalam
arti tidak melampaui batas untuk menghindari penderitaan. Keadilan
berarti memberi sebagai kewajiban kepada diri sendiri dan orang lain dan
kepada Tuhan dalam kaitannya dengan segala sesuatu yang menjadi hak
mereka (Mudhofir, 2009: 386).

2.2 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Seberapa penting Pancasila sebagai sistem etika dalam kaitannya dengan
permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, semua ini menunjukkan
pentingnya dan urgensi peran dan posisi Pancasila sebagai sistem etika, karena
dapat menjadi pedoman atau prinsip pedoman bagi warga negara untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
 Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melanda Indonesia sehingga dapat
melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

6
 Kedua, masih adanya aksi terorisme atas nama agama yang dapat merusak
semangat toleransi dalam kehidupan antarumat beragama dan merusak
semangat persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa.
 Ketiga, masih ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan
bernegara, seperti: kasus penyerangan penjara Cebongan di Yogyakarta tahun
2013.
 Keempat, kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin masih
mencolok dalam kehidupan masyarakat. orang Indonesia. Kelima,
ketidakadilan hukum yang masih mewarnai peradilan di Indonesia, seperti
hukuman percobaan bagi pengedar narkoba Australia Schapell Corby.
 Keenam, banyak orang kaya yang tidak mau membayar pajak yang layak,
seperti kasus penghindaran pajak perusahaan, kasus Panama Papers,
penghindaran atau pengurangan pembayaran pajak.

Etika Pancasila sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara karena di dalamnya terkandung tuntunan nilai-nilai
moral yang hidup. Namun demikian, diperlukan kajian kritis-rasional terhadap
nilai-nilai moral yang hidup ini agar tidak terjebak dalam perspektif mitos.
Misalnya, korupsi terjadi karena seorang pejabat menerima hadiah dari seseorang
yang membutuhkan bantuan atau jasa pejabat untuk menjalankan urusannya
dengan lancar. Pejabat tersebut menerima hadiah tersebut tanpa memikirkan
alasan orang yang memberikan hadiah tersebut. Begitu juga dengan orang yang
menerima sesuatu dalam konteks politik, misalnya, dapat digolongkan sebagai
bentuk suap. Salah satu etika demokrasi adalah menolak berbagai bentuk suap
dalam pemilihan wakil rakyat.

2.3 Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika

Perlu kita ketahui bahwa pancasila sebagai sistem etika tidak muncul
begitu saja. Pancasila sebagai sistem etika sangat dibutuhkan dalam kehidupan

7
politik untuk mengatur sistem ketatanegaraan. Bisa dibayangkan jika tidak ada
sistem etika dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara yang menjadi pedoman
penyelenggaraan negara, negara pasti akan hancur. Ada beberapa alasan mengapa
pancasila diperlukan sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara di Indonesia, antara lain sebagai berikut:

Pertama, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat,


khususnya generasi muda, telah mengancam kelangsungan hidup negara.
Generasi muda yang tidak mendapatkan pendidikan karakter yang baik
dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia di tengah arus
globalisasi sehingga hilang. Dekadensi moral terjadi ketika pengaruh globalisasi
tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, melainkan nilai-nilai eksternal yang
mendominasi. Contoh dekadensi moral antara lain: penyalahgunaan narkoba,
kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, habisnya
kejujuran, tawuran antar pelajar. Semua ini menunjukkan lemahnya tatanan nilai
moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
sistem etika, menuntut kehadirannya sejak dini, khususnya dalam bentuk
pendidikan karakter di sekolah.

Kedua, korupsi akan merajalela karena penyelenggara negara tidak


memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Penyelenggara
negara tidak bisa membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak, pantas dan
tidak, baik dan buruk (baik dan buruk). Pancasila sebagai sistem etika mengacu
pada pemahaman kriteria baik (baik) dan buruk (miskin). Archie Bahm dalam
Axiology of Science menjelaskan bahwa baik dan buruk adalah dua hal yang
berbeda. Namun, dalam kehidupan manusia ada kebaikan dan kejahatan, yang
berarti selalu ada godaan untuk melakukan perbuatan buruk. Jika seseorang
menjadi pejabat dan berpeluang melakukan perbuatan buruk (korupsi), maka hal
itu bisa menimpa siapa saja. Karena itu Archie Bahm menyimpulkan:
“Maksimalkan yang baik, kurangi yang buruk” (Bahm, 1998: 58).

8
Ketiga, kurangnya kesadaran akan perlunya berkontribusi pada
pembangunan melalui pembayaran pajak. Hal ini tercermin dari rendahnya
tingkat kepatuhan pajak, meskipun peran pajak dalam mendanai APBN semakin
meningkat setiap tahunnya. Pancasila sebagai sistem etika akan mampu
membimbing wajib pajak untuk secara sadar dan benar memenuhi kewajiban
perpajakannya. Dengan kesadaran perpajakan yang tinggi, program-program
pembangunan yang tertuang dalam APBN dapat dilaksanakan dengan sumber
penerimaan dari sektor pajak.

Keempat, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan


bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya rasa hormat seseorang
terhadap hak orang lain. Berbagai media memberitakan kasus-kasus pelanggaran
HAM seperti penganiayaan pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak
yatim oleh pihak yang dirancang untuk melindungi mereka, kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) dan lain-lain. Semua ini menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat akan nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum optimal. Oleh
karena itu, selain mensosialisasikan sistem etika Pancasila, perlu juga
menerjemahkan sistem etika tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan
tentang hak asasi manusia (lihat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia).

Kelima, kerusakan lingkungan yang mempengaruhi berbagai aspek


kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran terbang, nasib generasi
mendatang, pemanasan global, perubahan cuaca dan sebagainya. Kasus-kasus ini
menunjukkan bahwa kesadaran akan nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika
belum menemukan tempat yang layak di hati masyarakat. Orang Indonesia saat
ini cenderung mengambil keputusan berdasarkan sikap emosional, ingin
memenangkan diri sendiri, keuntungan sementara tanpa memikirkan dampak dari
tindakan mereka. Contoh paling nyata adalah pembakaran hutan di Riau yang
menimbulkan kabut asap. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika harus

9
diterapkan pada peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku
kebakaran hutan, baik individu maupun perusahaan yang terlibat. Selain itu, para
penggiat lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
juga harus mendapatkan penghargaan berupa penanaman pohon sebagai wujud
kepedulian lingkungan hidup yang asri.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu saja pancasila


memuat aturan dan larangan. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila
berisi tentang nilai-nilai seperti ketuhanan, kemanusiaan, pesatuan, kerakyatan,
dan keadilan. Oleh karena itu, secara normatif, Pancasila dapat dijadikan acuan
atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan sebagai persperktif kajian
atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Nilai, norma, dan moral adalah konsep yang saling berkaitan. Ketiganya
akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika
dalam kaitannya dengan Pancasila. Seperti yang telah dijelaskan terdapat
beberapa jenis etika, di Indonesia terdapat etika yang dinamakan etika Pancasila,
dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut diharapkan dapat membentuk
perilaku masyarakat Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Peran dan
kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat menjadi tuntunan atau
sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai sistem etika dapat menyaring pluralitas
nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi
yang memengaruhi pemikiran warga negara.

3.2 Saran

Baik bagi masyarakat Indonesia untuk memahami dan saling


mengingatkan satu sama lain dalam penegakan etika. Termasuk etika Pancasila,
sistem etika yang berlaku dan diterapkan di Indonesia. Utamanya untuk generasi

11
kita sebagai orang yang cukup berpendidikan dan calon penerus bangsa. Dengan
harapan, dimasa depan etika Pancasila ini telah diterapkan dengan baik
keseluruh pelosok bangsa, dan agar bisa memperbaiki kekurangan-kekurangan
yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

12
DAFTAR PUSTAKA

Budi. (2011). Pancasila Sebagai Sistem Etika. http://budisma1.blogspot.com/2


vvvvv011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html?m=1. Diakses Pada 25 Jui 2022

Direktorat Jenderal Pembelajaran Dan kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi


vvvvdan Pendidikan Tinggi, 2016, Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan
vvvvPancasila, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran Dan Kemahasiswaan
vvvvKementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Cet. Pertama

Fitrianingrum, I. (2017). “Bagaimana Pancasila Menjadi Sistem Etika”.


vvvvhttps://www.academia.edu/32889592/6._Bagaimana_Pancasila_Menjadi_Sistem
vvvv_Etika. Diakses Pada 25 Juli 2022

Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, Januari 2017

Mukholif, S. (2014). Pancasila Sebagai Sistem Etika. https://www.academia.Edu


vvvvv/13000228 /Pancasila_Sebagai_Sistem_Etika. Diakses Pada 25 Juli 2022

Sulistiawati, S. (2021). Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praksis.


vvvvhttps://www.academia.edu/29707247/A._NILAI_DASAR_NILAI_INSTRUME
vvvvNTAL_DAN_NILAI_PRAKSIS. Diakses Pada 25 Juli 2022

13

Anda mungkin juga menyukai