Anda di halaman 1dari 14

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

Dosen Pengampu: Heryani Firman S.Pd.,M.Pd

DISUSUN OLEH:

FEBRIANA

202101096

KEPERAWATAN 1B

MAKALAH BAHASA INDONESIA

PROGRAM STUDI DII KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmatnya sehingga makalah ini bisa diselesaikan dengan
baik. Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan dengan baik tanpa bantuan
dari banyak pihak.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Heryani
Firman,S.Pd.,M.Pd. selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah
memberikan tugas ini kepada saya. Ada banyak hal yang bisa saya pelajari
melalui penelitian dalam makalah ini. Makalah berjudul “PANCASILA
SEBAGAI SISTEM ETIKA” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia. Selain itu, makalah ini juga diharapkan bisa memberikan wawasan
serta pembelajaran bagi yang membuat dan membacanya.

Setelah berhasil menyelesaikan makalah ini, kami berharap apa yang sudah
saya teliti bisa bermanfaat bagi orang lain. Jika ada kritik dan saran terkait ide
tulisan maupun penyusunannya, saya akan menerimanya dengan senang hati.

Makassar, 28 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
2.1 Pengertian Pancasila sebagai Sistem Etika....................................... 2
2.2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral................................................. 2
2.3 Hubungan Nilai, Norma dan Moral................................................... 4
2.4 Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis........................................... 5
2.5 Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika..................... 6
2.6 Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika.............................................. 7
2.7 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika............................................ 8
2.8 Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika........................................ 10
BAB III PENUTUP......................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 11
3.2 Saran.................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila telah menjadi kesepakatan nasional bangsa Indonesia sebagai
dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, meskipun dalam upaya
implementasinya mengalami berbagai hambatan. Gerakan reformasi pada
hakikatnya merupakan tuntutan untuk melaksanakan demokrasi di segala bidang.
Dalam perkembangannya, gerakan reformasi yang sebenarnya sangat amat
diperlukan, namun sebagian masyarakat seperti lepas kendali dan tergelincir ke
dalam perilaku yang anarkis, timbul berbagai konflik sosial yang tidak kunjung
teratasi, dan bahkan di berbagai daerah timbul gerakan yang mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah tentang “Pancasila sebagai Sistem
Etika” di atas maka bisa dirumuskan beberapa masalah berikut ini:
1. Apakah yang dimaksud pancasila sebagai sistem etika, nilai, norma dan
moral?
2. Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral?
3. Bagaimana sumber historis, sosiologis, dan politis dari pancasila sebagai
sistem etika?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah dari makalah tentang “Pancasila sebagai
Sistem Etika” di atas maka bisa disebutkan beberapa tujuan berikut ini:
1. Mengetahui yang dimaksud dengan pancasila sebagai sistem etika, nilai,
norma dan moral
2. Mengetahui hubungan antara nilai, norma dan moral
3. Mengetahui sumber historis, sosiologis, dan politis dari pancasila sebagai
sistem etika

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila sebagai Sistem Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani. “Ethos” yang artinya tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,
sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala
sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini,
etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik
pada diri seseorang maupun masyarakat. Etika sama maknanya dengan moral.
Dalam arti luas Etika adalah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk
(Bertens, 1997: 4-6). Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis
mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.
Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang
mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002:
81).

2.2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral


2.2.1 Pengertian Nilai
Nilai atau “Value” (bhs. Inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-
persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu
Filsafat Nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai
ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk
menunjukkan kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (Worth) atau
“kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan
tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229).
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan
kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu
adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya
.

2
a. Hierarkhi Nilai
Max Scheler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama
luhurnya dan tingginya. Nilai-nilai itu secara nyatanya ada yang lebih tinggi dan
ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai lainnya. Menurut tinggi
rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai
berikut:(Irwan Gesmi dan Yun Hendri. 2018: 73-74)
1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau
menderita tidak enak.
2) Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting
bagi kehidupan, misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.
3) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan jasmani
maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan
pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang
suci dan tidak suci. Nilai-nilai ini semacam nilai-nilai pribadi.

2.2.2 Pengertian Norma


Norma adalah kaidah atau peraturan yang pasti, dan bila dilanggar
mengakibatkan sanksi. Norma disebut pula dalil yang mengandung nilai tertentu,
yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku,
untuk menciptakan masyarakat yang aman, tertib, dan teratur. Jadi wujud yang
lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.
Ada empat jenis norma, yang kesemuanya itu dapat dijelaskan sebagai
berikut: (Alwi Kaderi. 2015: 139-140).
1) Norma kesopanan, atau disebut pula norma sopan santun. Norma ini
dimaksudkan untuk menjaga atau menciptakan keharmonisan hidup bersama,
dan sanksinya berasal dari masyarakat berupa celaan atau pengecualian.
2) Norma kesusilaan, atau disebut pula moral/akhlak. Norma ini dimaksudkan
untuk menjaga kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati nurani serta akhlak.

3
Sanksinya berupa sanksi moral, yang berasal dari hati nurani manusia itu
sendiri.
3) Norma agama, atau disebut juga norma religius. Norma ini dimaksudkan untuk
mencapai kesucian hidup beriman, dan sanksinya berasal dari Tuhan.
4) Norma hukum, adalah norma yang dimaksudkan untuk menciptakan
kedamaian hidup bersama, dan sanksinya berupa sanksi hukum, yang berasal
dari negara atau aparatur negara.
2.2.3 Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat
atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia (Achmad Muchji, dkk. 2006:
25-26).
Dengan demikian moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia
sebagai manusia (Suseno, 1989). Bidang moral adalah bidang kehidupan dilihat
dari segi kebaikannya sebagai manusia. Jadi moral itu berkaitan dengan penilaian
baik dan buruk menurut ukuran manusia, yang berlandaskan nilai-nilai yang
berlaku dalam suatu masyarakat manusia, dan yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat manusia pula.
2.3 Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang
seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyaraka, bangsa
dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang(Achmad
Muchji, dkk. 2006: 27).
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai adalah kualitas dari suatu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan
manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan
bertingkah laku baik disadar maupun tidak. Agar nilai tersebut menjadi lebih
berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih
dikonkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga
memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit.

4
Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu
norma. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai macam norma tersebut
norma hukumlah yang paling kuat keberadaannya, karena dapat dipaksakan oleh
suatu kekuasaan eksternal misalnya penguasaan atau penegak hukum. Istilah
moral mengandung integral dan martabat pribadi manusia. Dengan demikian
kepribadian seseorang ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral
yang terkandung dalam kepribadian tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.
Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun
sikap dan tingkah laku manusia(Irwan Gesmi dan Yun Hendri. 2018: 76).

2.4 Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis


2.4.1 Sumber Historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofiche Grondslag atau Weltanschauung. Artinya nilai-nilai
Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah
terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah
mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut
dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Pada era reformasi, pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hiruk-
piruk perbuatan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaran etika politik. Salah
satu bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh
penyelenggara negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan
kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai
kalangan penyelenggara negara (Misnan Munir, Rizal Mustansyir, Encep
Syarief Nurdin. 2016: 186-188).
2.4.2 Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau
dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata
oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi

5
Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam (Misnan Munir,
Rizal Mustansyir, Encep Syarief Nurdin. 2016: 188).
2.4.3 Sumber Politis
Sumber politis pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma
dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Hans Keslen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu
norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh
kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma,
akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya,
akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487). Pancasila sebagai
sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak,
sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat
konkrit. (Misnan Munir, Rizal Mustansyir, Encep Syarief Nurdin. 2016: 189)
2.5 Alasan Diperlukannya Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk
mengatur sistem penyelenggaraan negara. Beberapa alasan mengapa Pancasila
sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara
di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Berubahnya tatanan kehidupan sosial dan budaya masyarakat.


2. Lunturnya wibawa pemerintahan.
3. Munculnya konsep ekonomi liberal dan kapitalisme.
4. Penegakan hukum yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan
5. Pemanfaatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk hal-hal
negatif.
6. Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi
muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Dekadensi
moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai
pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar negeri berlaku dominan. Contohnya
penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, dll.

6
7. Korupsi akan bersimaharajalela karena penyelenggara negara tidak memiliki
rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara
negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan
tidak, baik dan buruk (good and bad).
8. Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran
pajak. Dapat dilihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan
pajak dari tahun ke tahun semakin meningkatdalam membiayai APBN.
9. Pelangaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di
Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak
pihak lain. Contohnya penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT),
penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dll.
10. Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan
manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang
akan datang, global warning, perubahan cuaca, dll.
(Misnan Munir, Rizal Mustansyir, Encep Syarief Nurdin. 2016: 183-185)

2.6 Esensi Pancasila Sebagai Sistem Etika


Hakikatnya pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai
berikut:
1) Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara
harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama.
Setiap prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip
tersebut memiliki kekuatan (force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-
pengikutnya.
2) Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia
yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan
actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang
mengandung implikasi moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan
beradab sehingga menjamin tata pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk

7
yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan
kearifan.
3) Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai
warga yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau
kelompok. Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan,
solidaritas sosial akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai
yang bersifat memecahkan belah bangsa.
4) Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
5) Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etiak yang tidak menekankan pada kewajiban semata
(deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih
menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan
itu sendiri. (Misnan Munir, Rizal Mustansyir, Encep Syarief Nurdin. 2016:
183-193)
2.7 Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai
sistem etika meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Meletakkan sila-sila pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan
Pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber
moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil
setiap warga negara.
2) Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal,
nasional, regional, maupun internasional.
3) Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai
kebijakan yang dibuat oleh penyelenggar negara sehingga tidak keluar dari
semangat negara kebangsaan yang berjiwa pancasilas.
4) Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas
nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak

8
globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara. (Misnan Munir,
Rizal Mustansyir, Encep Syarief Nurdin. 2016: 183-193)

Pancasila sebagai sistem etika ini adapun masalah yang terjadi bangsa
Indonesia, yakni:
1) Banyaknya masalah penggelapan yang mewabahi negeri Indonesia sehingga
akibatnya bisa melunturkan sendi-sendi kehidupan warga negara.
2) Masih terjadinya aksi pelaku teror atau terorisme yang menggunakan simbol
kepercayaan sehingga dapat menghambat semangat toleransi dalam kehidupan
antar umat beragama, budaya, golongan, mengancam disintegrasi bangsa dan
persatuan.
3) Masih banyak pelanggaran HAM dalam kehidupan berbangsa.
4) Kesenjangan antara kelompok sosial masyarakat antara yang kaya dan miskin
masih menandai kehidupan warga Indonesia sehingga tidak sama rata.
5) Ketidakadilan aturan yang masih terjadi pada proses peradilan di Indonesia,
masih terjadi pada proses peradilan di Indonesia, masih ada hukum yang tidak
seimbang dan kadang melihat jabatan dan adanya kesenjangan antara miskin
dan kaya. (Fannia Sulistiani, Dinie Anggtaeni Dewi. 2021. vol 3, 181-182)
2.8 Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Etika
Berikut ini gambaran beberapa bentuk tantangan terhadap sistem etika
pancasila:
1) Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman orde lama berupa
sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam
penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin.
2) Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait
dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan
penyelenggaraan negara.
3) Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia
kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. (Misnan
Munir, Rizal Mustansyir, Encep Syarief Nurdin. 2016: 183-193)

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pancasila dan etika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena
merupakan suatu sistem yang membentuk satu kesatuan yang utuh, saling
berkaitan satu dengan yang lain untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, Implementasi Pancasila
sebagai sistem etika dapat terwujud apabila pemerintah dan masyarakat dapat
menerapkan nilai-nilai yang ada dalam pancasila dengan mengedepankan prinsip
keseimbangan antara hak dan kewajiban.

3.2 Saran

 Nilai-nilai pancasila harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan perilaku etika
yang menjunjung tinggi nilai moralitas sebagai perwujudan dari ciri dan
kepribadian dari Bangsa Indonesia.
 Dasar dan pendoman Bangsa Indonesia harus mengacu kepada Pancasila
dalam bertingkah laku dan bersikap sehingga tercipta masyarakat yang adil
dan makmur sesuai dengan tujuan negara Indonesia.
 Dalam penyusunan makalah penulis menyadari masih banyak kesalahan dan
masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik
yang membangun dari pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sri Rahayu. (2018). PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA. JURNAL VOICE OF
MIDWIFERY, 08, 760 - 768.

Gesmi, Irwan dan Yun Hendri. (2018). PENDIDIKAN PANCASILA. Ponorogo: Uwais
Inspirasi Indonesia.

Kaderi, Alwi;. (2015). PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI.


Banjarmasin: ANTASARI PRESS.

Muchji, Achmad dkk. (2006). PENDIDIKAN PANCASILA. Jakarta: PENERBIT GUNADARMA.

Munir, Misnan, Rizal Mustansyir dan Encep Syarief Nurdin. (2016). PENDIDIKAN
PANCASILA Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: RISTENDIKTI.

Putri, Fannia Sulistiani dan Dinie Anggtaeni Dewi. (2021). IMPLEMENTASI PANCASILA
SEBAGAI SISTEM ETIKA. Journal of Education, Psychology and Counseling, 03,
176-184.

11

Anda mungkin juga menyukai