DISUSUN OLEH :
CI LAHAN CI INSTITUSI
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-
ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa
berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun
sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang
5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor
dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada
binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang
lanjut pada manusia.
6. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan
kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam
pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
dipengaruhi oleh hormone tersebut.
C. Patofisiologis
Mediastinum merupakan rongga yang sempit dan tidak
dapat berekspansi. Oleh karena itu, massa dalam rongga
mediastinum akan menekan organ di sekitarnya dan dapat
mengakibatkan bermacam gejala. Kompresi dapat terjadi pada
jalan napas, esofagus, jantung kanan, dan vena-vena besar.
Selain itu, tumor ganas juga dapat menginvasi organ
sekitarnya. Gangguan-gangguan lokal akibat tumor dapat berupa
pneumonia, hemoptysis, disfagia, sindroma vena kava superior,
efusi pleura, paresis pita suara, sindroma Horner, paraplegia, nyeri
persarafan, dan paralisis diafragma.
Sementara itu, gangguan sistemik akibat tumor mediastinum
dapat bervariasi, misalnya terjadinya produksi hormon tiroid yang
berlebihan pada kasus kanker tiroid, terjadinya hiperkalsemia
akibat limfoma, terjadinya penurunan berat badan, demam, keringat
pada malam hari, dan lemas.Singh G, Amin Z, Wulani V, Shatri H.
Profile and Factors Associated with Mortality in Mediastinal Mass
During Hospitalization at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. J
Intern Med. 2013
D. Manifesta klinis
1) Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada
posis tertentu (menelungkup)
2) Sekret berlebihan
3) Batuk dengan atau tanpa dahak
7) Effusi pleura
E. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai
dengan foto dada anterior-superior, lateral, oblik,
esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan
lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostic
lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan
apakah lesi berasal dari vascular-bukan vascular. Hal ini
perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan,
selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah
lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah
selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut
adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis /
sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu
dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostic adalah
pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan
posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa
di dalam mediastinum.Neoplasma mediastinum dapat
diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto
polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah
padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi.
2. Usg
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan
struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum.
Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut
dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya
dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan
pembuluh darah besar.
3. USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat
dalam mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik yodium
radiolotop bermanfaat dalam membedakan struma
intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium
dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan
mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid.
Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah
membawa ke diagnosis tepat.
4. Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan
penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun
belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis
klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan
melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu
memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum
lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras
intravena untuk membantu menggambarkan struktur
vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular
dari neoplasma mediastinum.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Magnetic Resonance
Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan
diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa
penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan
datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang
ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan
massa tumor.
6. Biopsy
Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan
diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas dalam
teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy
aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat
pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat
dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien
dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun.
Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer
mediastinum tetap akan ditegaskan.
7. Sitologi
Pemeriksaan sitologi adalah jenis pemeriksaan yang
mengamati perubahan sel akibat penyakit/jejas terhadap
tubuh, keuntungannya adalah dapat dilakukan sebelum
tindakan operasi (prabedah). Adapun prinsip pemeriksaan
sitologi adalah memeriksa sampel sel yang terlepas
(eksfoliasi) atau yang dilakukan aspirasi, dimana untuk hasil
yang akurat harus memperhatikan antara lain pengambilan
sampel, pengolahan sel di laboratorium dan pemeriksa
dalam hal ini dokter spesialis patologi anatomik. Dalam
menghadapi kanker, pemeriksaan sitologi termasuk
pelayanan deteksi dini.
8. Pemeriksaan Darah
a. Hb: menurun/normal
b. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal c.
Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
F. Penatalaksanaan medis
Tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami karsinoma
mediastinum meliputi:
a. Pengurangan gejala-gejala dasar, seperti penurunan gejala
sesak nafas, koreksi gangguan keseimbangan gas.
b. Koreksi/perbaikan kondisi umum serta pencegahan
komplikasiPemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit serta
aktivitas merupakan langkah yang perlu iambil secara terpadu
untuk meningkatkan fungsi dasar dan perbaikan kondisi umum
klien.
c. Adaptasi biologis dan psikologis
d. Pengngunaan obat-obatan : Berbagai citostatika mungki
digunakan dalam terapi kausatif seperti: tryetilenthiophosporamide,
nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperti atabrine
atau penggunaan talc poudrage
e. Citostatic intra pleura :
G. Penyimpanan KDM