DISUSUN OLEH :
PUTU SUARSINI
1914320049
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2023
A. Konsep Teori Penyakit
1. Definisi
Dalam pengertian umum tumor adalah benjolan atau pembengkakan dalam
tubuh. Dalam pengertian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh
neoplasma. Tumor atau Neoplasma adalah massa abnormal dari sel-sel yang
mengalami proliferasi. Selsel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya
adalah sel-sel normal, namun selama mengalami perubahan neoplastik mereka
memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik tumbuh dengan
kecepatan yang tidak terkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang
sangat tergantung pada pengawasan homeostasis sebagian besar sel tubuh lainnya
(Guimaraes, 2016)
Tumor colli adalah setiap massa baik kongenital maupun didapat timbul di
segitiga anterior atau posterior leher di antara klavikula pada bagian inferior dan
mandibula serta dasar tengkorak pada bagian superior. Pada 50% kasus benjolan
pada leher berasal dari tiroid 40% benjolan pada leher disebabkan oleh
keganasan, 10% berasal dari peradangan atau kelainan kongenital. Secara umum
tumor colli dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu (Guimaraes, 2016):
a. Kelainan kongenital : kista dan fistel leher lateral dan median, seperti
hygroma colli cysticum, kista dermoid
b. Inflamasi atau peradangan : limfadenitis sekunder karena inflamasi banal
(acne faciei, kelainan gigi dan tonsilitis) atau proses inflamasi yang lebih
spesifik (tuberkulosis, tuberkulosis atipik, penyakit garukan kuku,
actinomikosis, toksoplasmosis). Di samping itu di leher dijumpai pembesaran
kelenjar limfa 16 pada penyakit infeksi umum seperti rubella dan
mononukleosis infeksiosa.
c. Neoplasma : Lipoma, limfangioma, hemangioma dan paraganglioma
caroticum yang jarang terdapat (terutama carotid body; tumor glomus
caroticum) yang berasal dari paraganglion caroticum yang terletak di
bifurcatio carotis, merupakan tumor benigna. Selanjutnya tumor benigna dari
kutub bawah glandula parotidea, glandula submandibularis dan kelenjar
tiroid. Tumor maligna dapat terjadi primer di dalam kelenjar limfe (limfoma
maligna), glandula parotidea, glandula submandibularis, glandula tiroidea
atau lebih jarang timbul dari pembuluh darah, saraf, otot, jaringan ikat, lemak
dan tulang. Tumor maligna sekunder di leher pada umumnya adalah
metastasis kelenjar limfe suatu tumor epitelial primer di suatu tempat
didaerah kepala dan leher. Jika metastasis kelenjar leher hanya terdapat
didaerah suprac1avikula kemungkinan lebih besar bahwa tumor primernya
terdapat ditempat lain di dalam tubuh.
2. Etiologi
Etiologi yang terkait dengan tumor colli diantaranya yaitu (Guimaraes, 2016):
a. Karsinogen kimiawi
Karsinogen yang memerlukan perubahan metabolisme agar menjadi
karsinogen aktif , sehingga, misalnya Aflatoksin B1 pada kacang, vinylklorida
pada industri plastik, benzoapiran pada asap kendaraan bermotor, kemoterapi
dalam kesehatan.
b. Karsinogen fisik
Berkaitan dengan ultraviolet kangker kulit, karena terkena sinar. Radiasi UV
yang dapat menimbulkan dimmer yang merusak rangka fasfodiester DNA,
misalnya sinar ionisasi pada nuklir, sinar radioaktif, sinar ultraviolet.
c. Hormon
Hormon merupakan zat yang dihasilkan kelenjer tubuh yang berfungsi
mengatur organ-organ tubuh, pemberian hormon tertentu secara berlebihan
dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa kangker.
d. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat merupakan salah satu faktor pendukung kanker,
misalnya diet, merokok, alkohol
e. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya
dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-
kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini
benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan di
sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa
kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis
f. Usia dan jenis kelamin
Terdapat risiko malignasi apabila didapat nodul tiroid pada usia >45 tahun,
dan untuk wanita mempunyai risiko tiga kali lebih besar dari pada pria.9
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung di mana letak tumor atau
benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya benjolan dibawah
kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang merasakan sakit yang
biasanya terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam tumor dan bisa juga
karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi. Tumor jinak jaringan lunak
biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila di raba terasa lunak dan bila
di gerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan sekitarnya dan tidak
pernah menyebar ke tempat yang jauh. Pada tahap awal, STT biasanya tidak
menimbulkan gejala karena jaringan lunak relatif elastis, tumor atau benjolan
tersebut dapat bertambah besar, mendorong jaringan normal. Kadang gejala
pertama penderita merasa nyeri atau bengkak (M. Clevo, 2012).
4. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang Terkait
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah (Robert Priharjo, 2012). :
a. Pemeriksaan X-ay
X-ray untuk membantu pemhaman lebih lanjut tentang tumor jaringan lunak,
transparasi serta hubungannya dengan tulang yang berdekatan. Jika batasnya
jelas, sering didiagnosa sebagai tumor jinak, namun batas yang jelas tetapi
melihat klasifikasi, dapat didiagnosa sebagai tumor 15 ganas jaringan lunak,
situasi terjadi di sarkoma sinovial, rhambdomyosarcom, dan lainnya.
b. Pemeriksaan USG
Metode ini dapat memeriksa ukuran tumor, gema perbatasan amplop dan
tumor jaringan internal, dan oleh karena itu bisa untuk membedakan antara
jinak atau ganas. Tumor ganas jaringan lunak tubuh yang agak tidak jelas,
gema samar-samar, seperti sarkoma otot lurik, myosarcoma sinovial, sel
tumor mendalami sitologi aspirasi akupunktur
c. CT scan
CT scan memiliki kerapatan resolusi dan resolusi spesial karakter tumor
jaringan lunak yang merupakan metode umum untuk diagnosa tumor jaringan
lunak dalam berapa tahun terakhir.
d. Pemeriksaan MRI
Mendiagnosa tumor jaringan lunak dapat melengkapi kekurangan dari x-ray
dan CT scan, MRI dapat melihat tampilan luar penampang berbagai tingkatan
tumor dari semua jangkauan, tumor jaringan lunak retroperitoneal, tumor
panggul, memperluas ke pinggul atau paha, tumor fossa poplitea serta gambar
yang lebih jelas dari tumor tulang atau invasi sumsum tulang adalah untuk
mendasarkan pengembangan rencana pengobatan yang lebih baik.
5. Penatalaksanaan Medis (Robert Priharjo, 2012).
a. Bedah
Mungkin cara ini sangat berisiko. Akan tetpi, para ahli bedah mencapai angka
keberhasilan yang sangat memuaskan. Tindakan bedah ini bertujuan untuk
mengangkat tumor atau benjolan tersebut.
b. Kemoterapi
Metode ini melakukan keperawatan penyakit dengan menggunakan zat kimia
untuk menghambat pertumbuhan kerja sel tumor. Pada saat sekaranga,
sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan tumor dan kanker dirawat
dengan cara kemoterapi ini.
c. Terapi radiasi
Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan radiasi yang bersumber dari
radioaktif. Kadang radiasi yang diterima merupakan terapi tunggal. Tetapi
terkadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan juga operasi bedah
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal
bagi pelaksanaan pembedahan (Flores, 2011).
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum merupakan suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara
yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat
anestesi (Mangku & Senapathi, 2018). Anestesi umum atau general
anestesi adalah keadaan fisiologis yang berubah ditandai dengan hilangnya
kesadaran reversible, analgesia dari seluruh tubuh, amnesia, dan beberapa
derajat relaksasi otot (Morgan &Mikhail, 2013).
b. Regional Anestesi
Anestesi regional atau "blok saraf" adalah bentuk anestesi yang hanya
sebagian dari tubuh dibius (dibuat mati rasa). Hilangnya sensasi di daerah
tubuh yang dihasilkan oleh pengaruh obat anestesi untuk semua saraf yang
dilewati persarafannya (seperti ketika obat bius epidural diberikan ke daerah
panggul selama persalinan) (Kemenkes, 2015).
3. Teknik Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum dibagi menjadi 3 teknik yaitu:
a. Anestesi Inhalasi
Menurut Mangku & Senapathi (2018) Anestesi inhalasi merupakan
salah satu Teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasiobat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah
menguap melaluialat/mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
b. Anestesi Intravena Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikan obat anestesia parentral langsung ke
dalam pembuluh darah vena (Mangku & Senapathi, 2018).
c. Anestesi Imbang
Menurut Mangku & Senapathi (2018) Anestesi imbang merupakan
teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesia
secara optimal dan berimbang, yaitu:
1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau
obat anestesi umum yang lain.
2) Efek anelgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat
atau obat anestesia umum, atau dengan cara analgesia regional
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot
atau obat anestesi umum, atau dengan cara anestesi regional
4. Rumatan Anestesi
Obat rumatan anestesi (Kepmenkes No. HK. 02. 02/Menkes/251/251)
a. General Anestesi
1) Inhalasi
Obat anestesi inhalasi dengan atau tanpa N2O dapat diberikan. Penggunaan
propofol, fentanyl, alfentanil atau remifentanil dapat juga diberikan
bersamaan penggunaan anestesi local dapat diberikan untuk suplemen
tambahan sebagai analgesic post operatif (Kepmenkes No. HK.
02.02/Menkes/251/251)
2) NitrousOxide (N2O)
Disebut juga gas gelak, N2O merupakan satusatunya gas anorganik yang
dipergunakan sebagai anastetikum. Gas ini memiliki bau dan rasa manis,
densitasnya lebih besar dari pada udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi
dan tidak mudah terbakar. Bila dikombinasikan dengan anestetikum yang
mudah terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran
eter dan nitrogen oksida.
3) Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. baunya yang
enak dan tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai
induksi anestesikombinasi dengan N2O. Halotan harus disimpan dalam
botol gelap (coklat tua) supayatidak dirusak oleh cahaya dan diawetkan
oleh timol 0,01%.
4) Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat popular
setelahada kecuriagan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada
pengguanan berulang. Pada EEG menunjukkan tanda-tanda epileptik,
apalagi disertai hipokapnia, karena itu hindari penggunaannya pada pasien
dengan riwayat epilepsi, walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi
kontra untuk dipakai pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinasi
dengan adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan. Enfluran yang
dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk non- volatil yang
dikeluarkan lewat urin. Sisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.
Induksi dan pulih dari anestesia lebih cepat disbanding halotan. vasodlatasi
serebral antara halotan dan isofluran.
5) Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis
anestetik atau sub anestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap
oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi
dengan teknik anestesi hiperventilasi,sehingga isofluran banyak digunakan
untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak
digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Isofluran dengan
konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan
kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat
dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isoflurane.
6) Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk
induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskuler
cukup stabil, jarang mnyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat
seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadaphepar. Setelah
pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Walaupun
dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralyme), tetapi belum ada laporan
membahayakan terhadap tubuh manusia.
b. Anestesi Intravena
1) Barbiturat
a) Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis
b) Hambat pernapasan di medula oblongata
c) Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap ketekolamin Dosis anestesi : rangsang SSP ; dosis >=
depresi SSP
d) Dosis induksi : 2 mg/kgBB (iv) dalam 60 detik; maintenance= ½ dosis
induksi
2) Thiopental
a) Dewasa : 2-4ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 detik.
3) Ketamin
a) Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat
b) Analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem visceral
c) Relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
d) Tingkatkan TD, nadi, curah jantung
e) Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur, dan mimpi buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya
diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium)
dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi
diberikan sulfas atropine 0.001mg/kg.
f) Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuscular 3-10 mg.
4) Fentanil
a) Analgesik dan anestesi neuroleptic
b) Kombinasi tetap
c) Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan anestesi umum
lain
d) Fentanil : masa kerja pendek, mula kerja cepat
e) Droperidol : masa kerja lama dan mula kerja lambat.
5) Propofol
a) Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10mg)
b) Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena
c) Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intensif 0.2mg/kg.
d) Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5% Pada manula
dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada Wanita hamil
tidak dianjurkan.
6) Diazepam
a) Analgesik (-)
b) Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure,
induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler
c) Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama
d) Untuk premedikasi (neurolepanalgesia) dan atasi konvulsi ok anestesi
lokal.
e) ESO : henti napas,flebitis dan trombosis (+) rute IV
f) Dosis : induksi 0,1-0,5 mg/kgBB
c. Anestesi Lokal dan Regional
1) Lidokaine (xylocaine,lignokain) 2% Dosis 20-100 mg (2-5ml)
2) Lidokaine (xylocaine,lignokain) Dosis 20-50 mg (1-2ml)
3) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam air Dosis 5-20 mg (1-4 ml)
4) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam dextrose Dosis 5-15 mg(1-3 ml)
Rumatan anestesi (Kepmenkes No. HK. 02. 02/Menkes/251/251)
a. Menggunakan oksigen dan obat anestesi inhalasi dengan maupun tanpa
pelumpuh otot atau rumatan dengan obat intravena kontinyu, menggunakan
dosis sesuai umur dan berat badan.
b. Titrasi dan pemantauan efek obat dan dijaga kadar anestesi aman selama
prosedur tindakan.
c. Pernafasan kontrol atau asissted selama perjalanan operasi.
d. Suplemen analgetik opioid sesuai kebutuhan.
e. Dapat dikombinasi dengan anestesi regional sesuai kebutuhan, setelah
dilakukan anestesi umum. Monitoring fungsi vital dan suara nafas dengan
precordial, memperhatikan posisi endotrakheal tube selama operasi
berlangsung secara berkala. Evaluasi pemberian cairan dan kebutuhan untuk
mengganti kehilangan cairan pada saat prosedur tindakan.
f. Pastikan tidak ada sumber perdarahan yang belum teratasi.
g. Menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat selama prosedur Tindakan Rumatan
anestesi (Mangku dan Senapathi, 2010)
h. Reposisi tertutup dan rawat jalan, sesuai dengan tata laksana anesthesia rawat
jalan
i. terbuka pada lengan atas klavikula, berikan anestesi umum inhalasi (imbang)
PET dan nafas kendali. Operasi terbuka pada lengan bawah :
1) Anak – anak : Anesthesia umum inhalasi PET nafas kendali
2) Dewasa : Blok fleksus atau regional intravena atau inhalasi sungkupmuka
atau intravena diazepam-ketamin.
5. Resiko
Menurut (Potter dan Perry, 2010):
a. Pernapasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia sehingga
harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab yang sering
dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa anastesi (penderita tidak
sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan
sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring.
Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat
menyebabkan apnea.
b. Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup
diganti. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi,
terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan. Regurgitasi dan
Muntah Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
c. Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga
karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi
ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen, pengaturan
sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen, selain itu dapat juga
menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi pada
fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons proses
vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
d. Gangguan Fatal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh kerja
anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita syok,
hipotermi, usia lanjut dan malnutrisisehingga sediaan anestesi lambat
dikeluarkan dari dalam darah. Anestesi Spinal memiliki keungulan dimana
onsetnya yang 12 kali lebih cepat, pelaksanaan yang mudah, akan tetapi
mengganggu hemodinamik intraoperatif.
e. Adapun efek yang diakibatkan penggunaan obat anestesi spinal kepada organ
tubuh antara lain (IPAI, 2018) :
1) Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang
menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena,
2) Bradikardia karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis
T-2
3) Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
4) Mual Muntah. Bila terjadi mual muntah karena hipotensi, disamping itu
juga adanya aktifitas parasimpatik yang menyebabkan peningkatan
peristaltik usus, juga karena tarikan nervus dan pleksus khususnya N.
Vagus, adanya empedu dalam lambung oleh karena relaksasi pilorus dan
sphincter duktus biliverus, faktor psikologis dan hipoksia.
5) Penurunan Panas Tubuh (Shivering)
6) Sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas oleh metabolisme
berkurang
7) Vasodilatasi pada anggota tubuh bawah dapat menyebabkan hipotermi
8) Nyeri punggung akibat dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada
periosteal atau ruptur dari struktur ligament dengan atau tanpa hematoma
intraligamentous.
9) Komplikasi neurologic
10) Retentio urine / Disfungsi kandung kemih dapat terjadi karena blokade
simpatik eferen (T5-L1) menyebabkan kenaikan tonus sfinkter yang
mengakibatkan retensi urine.
C. Web Of Caution (WOC)
STT COLI
ETIOLOGI
EXTERPASI+EKCISI BIOPSI
GENERAL ANESTESI
(FACE MASK)
c. Pasca anestesi
1) RK Disfungsi Thermoregulasi (Hipotermi)
2) Resiko Jatuh
3. Intervensi
Pre Anestesi
a. Nyeri akut
1) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi selama 1 x 30 menit diharapkan
nyeri akut berkurang.
2) Kriteria hasil
a) Skala nyeri menjadi 1-3 (nyeri ringan)
b) Pasien nampak rileks
c) Pasien merasa nyaman setelah nyeri berkurang
d) Tanda-tanda vital dalam rentang normal :
- TD : 110-120/70-80 mmHg
- N : 60-100 x/menit
- MAP : 70-100 mmHg
- RR : 16-20 x/menit
- S : 36-37,5oC
- SpO2 : 95-100%
3) Intervensi
a) Observasi TTV pasien
b) Observasi tingkat nyeri pasien
c) Beri teknik relaksasi napas dalam dan teknik distraksi
d) Lakukan KIE tentang penyebab nyeri dan tatalaksana nyeri
e) Kolaborasi dengan dr. Sp.An terkait pemberian analgetik
b. Risiko cidera agen anestesi
1) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan RK cedera agen
anestesi tidak terjadi
2) Kriteria hasil
a) Pasien siap dilakukan tindakan anestesi
b) Penetapan jenis dan teknik anestesi
c) Tanda-tanda vital dalam rentang normal :
- TD : 110-120/70-80 mmHg
- N : 60-100 x/menit
- MAP : 70-100 mmHg
- RR : 16-20 x/menit
- S : 36-37,5oC
- SpO2 : 95-100%
3) Intervensi
a) Observasi TTV pasien
b) Lakukan pengkajian fisik 6B
c) Lakukan pemeriksaan AMPLE
d) Tentukan status fisik ASA pasien
e) Kolaborasi dengar dr. Sp.An tentang jenis dan teknik anestesi yang akan
digunakan
f) Anjurkan pasien untuk melepas aksesoris yang digunakan
g) Cek informed consent
h) Anjurkan pasien untuk berkemih sebelum masuk ke kamar operasi
i) Persiapkan apparatus mesin anestesi, STATICS, set spinal, dan obat
anestesi
Intra Anestesi
a. RK Trauma Fisik Pembedahan
1) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan masalah RK trauma
fisik pembedahan dapat teratasiPasien tidak merasakan nyeri dan aktivitas
fungsional motorik tidak terjadi
2) Kriteria hasil
a) Pasien tidak merasakan nyeri dan aktivitas fungsional motorik tidak terjadi
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal :
- TD : 110-120/70-80 mmHg
- N : 60-100 x/menit
- RR : 16-20 x/menit
- S : 36-37,5 ℃
- SpO2 : 95-100 %
3) Intervensi
a) Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik
anestesi
b) Observasi TTV apsien
c) Atur posisi pembedahan dan anestesi pasien
d) Lakukan pemasangan alat monitoring non invasive
e) Monitoring intra anestesi
b. RK Disfungsi Kardiovaskular (hipertensi )
1) Tujuan
Setelah dilakuakn asuhan kepenataan anestesi diharapkan RK disfungsi
kardiovaskuler (hipertensi) dapat diatasi.
2) Kriteria hasil
a) Pasien mengatakan tidak nyeri dada
b) Tidak mengeluh lemas
c) Tidak mengeluh sesak nafas
d) Tidak mengeluh jantung berdebar
e) Tanda-tanda vital dalam batas normal :
- TD : 110-120/70-80 mmHg
- N : 60-100 x/menit
- RR : 16-20 x/menit
- S : 36-37,5 ℃
- SpO2 : 95-100 %
f) EKG sinus ryhtm
g) CRT ≤3 detik
h) Cardiac output tercukupi
i) Iktus cordis 2 cm
j) Tidak ada keringat dingin
k) Wajah tidak pucat
l) Enzim jantung dalam batas normal (troponin T : 0,2 mcg/L, tropin l : ≤5
mcg/L, CKMB: 0-3 mcg/L
m) Tidak ada sianosis
n) spO2 95-100%
o) jugular venous pressure JVP dalam batas normal (+/- 5 mmHg)
3) Intervensi
a) Observasi TTV pasien
b) Monitoring lead EKG pasien
c) Monitoring balance cairan
d) Monitoring urine
e) Monitoring perdarahan
f) Lakukan rehidrasi cairan sesuia dengan program kolaboratif dengan dr.
Sp.An
Pasca Anestesi
a. RK Disfungasi Thermoregulasi (hipotermi)
1) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan RK disfungsi
thermoregulasi (hipotermi) dapat diatasi
2) Kriteria hasil
a) Suhu tubuh pasien dalam rentang normal (36-237,5 ℃)
b) Pasien tidak merasa kedinginan
c) Permukaan tubuh pasien teraba hangat
d) Pasien tidak menggigil
3) Intervensi
a) Monitoring suhu tubuh pasien
b) Berikan selimut hangat
c) Naikkan suhu ruangan
d) Berikan cairan infus yang dihangatkan di sekitar pundak dan kaki pasien
e) Kolaborasi dengan dr. Sp.An dalam pemberian obat phetidina
b. Resiko jatuh
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi diharapkan risiko jatuh tidak
terjadi
2) Kriteria Hasil
a) Pasien merasa aman
b) Pasien terpasang bed side rail
c) Pasien terpasang gelang kuning tanda berisiko jatuh
d) Nilai Aldrete score ≥ 9
c. Intervensi
a) Observasi ttv pasien
b) Berikan pengangga bed pasien
c) Pasang gelang risiko jatuh
d) Lakukan scoring dengan Aldrete score
4. Implementasi
Implementasi adalah tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai
strategi tindakan keperawatan yg telah direncanakan. Perawat harus mengetahui
berbagai hal: bahaya fisik, perlindungan-perlindungan pasien, teknik komunikasi,
prosedur tindakan (Purwanto, 2013)
Tujuan dari implementasi (Purwanto, 2013):
a. Membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
b. Mencakup peningkatan kesehatan
c. Mencakup pencegahan penyakit
d. Mencakup pemulihan kesehatan
e. Memfasilitasi koping klien
5. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Perawat menemukan
penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Bagaimana
reaksi klien terhadap intervensi yang telah diberikan dan menetapkan apa yang
menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima (Purwanto, 2013)
Daftar Pustaka
I. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny.M
Tanggal lahir (umur) : 01-07-1953 (69 tahun)
No. CM : 293xxx
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Baler bale agumg
Tanggal MRS : 12 april 2023
Tanggal Pengkajian : 13 april 2023 Jam Pengkajian : 07:30
000 000
000 000
444 444
444 444
a. TD : 130/80 mmHg
b. N : 96 x/menit
c. RR : 20 x/menit
d. S : 36,5oC
e. SpO2 : 99%
Faktor Resiko : Efek Agen Anestesi
1. Diagnosa medis : STT Coli
2. Pasien akan dilakukan tindakan
pembedahan (eksterpasi+ekcisi biopsi) Depresi Kardiovaskuler
dengan general anestesi
3. Teknik : GA dengan Face mask
4. ASA : III RK Disfungsi Kardiovaskuler (Hipertensi)
5. TTV pasien :
a. TD : 130/80 mmHg
b. N : 96 x/menit
c. RR : 20 x/menit
d. S : 36,5oC
e. SpO2 : 99%
Pasca Anestesi
b. INTRA ANESTESI
1) RK Trauma Fisik Pembedahan
2) RK Disfungsi Kardiovaskuler (hhipertensi)
c. PASCA ANESTESI
1) RK Disfungsi Thermoregulasi (Hipotermi)
2) Resiko jatuh
IV. RENCANA TINDAKAN (INTERVENSI)
1. Pra Anestesi
Nama : Ny. M No. CM : 293xxx
Umur : 69 tahun Dx : STT Coli
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang : IBS RSU Negara
2 Risiko Cedera Agen Setelah dilakukan asuhan kepenataan a. Observasi TTV pasien
Anestesi anestesi diharapkan RK cedera agen b. Lakukan pengkajian fisik 6B
anestesi tidak terjadi, dengan kriteria hasil c. Lakukan pemeriksaan AMPLE
yaitu : d. Tentukan status fisik ASA pasien
a. Pasien siap dilakukan tindakan e. Kolaborasi dengar dr. Sp.An tentang jenis dan
anestesi teknik anestesi yang akan digunakan
b. Penetapan jenis dan teknik anestesi f. Anjurkan pasien untuk melepas aksesoris
c. Tanda-tanda vital dalam rentang yang digunakan
normal : g. Cek informed consent
1) TD : 110-120/70-80 mmHg h. Anjurkan pasien untuk berkemih sebelum
2) N : 60-100 x/menit masuk ke kamar operasi
3) MAP : 70-100 mmHg i. Persiapkan apparatus mesin anestesi,
4) RR : 16-20 x/menit STATICS, set spinal, dan obat anestesi
5) S : 36-37,5oC
6) SpO2 : 95-100%
ASSESMEN PRA INDUKSI/
RE- ASSESMEN
Tanggal : 13 april 2023
Kesadaran : composmetis Kesiapan obat-obatan:
Tekanan darah : 120/81 mmHg, Nadi : 91 x/mnt. Obat anestesi √ Siap/tidak
RR : 22 x/mnt Suhu :36,5 0C □ ondansentraon □ ………
□ ………
Saturasi O2 : 100 % □ midazolam
□ ………
Gambaran EKG : sinus rhythm □ ketamin □ ………
Pemasangan IV line : √ 1 buah □ 2 buah □ ……… . □ profopol □ ………
Kesiapan cairan infus dan darah √ Siap □ □ ………
□ ………
jenis : √ NS
Kesiapan mesin anestesi : √ Siap/tidak Obat emergensi □ Siap/tidak
□ ………
Kesiapan peralatan anestesi : □ Ephedrine
□ ………
General anestesi √ Siap/tidak □ Sulfat Athropine □ ………
Regional anestesi √ Siap/tidak □ Dexamethasone □ ………
Sumber gas medik : √ Siap/tidak □ ……… □ Diphenhydramine
□ Norephineprine
Penyakit yang diderita : Tidak ada √Ada, sebutkan : Hipertensi
Gigi palsu : √ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : √ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : √ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Penggunaan obat sebelumnya: Tidak ada √Ada, sebutkan : Amlodipin
CATATAN LAINNYA:
2. Intra Anestesi
No Problem (Masalah) Rencana Tindakan
Tujuan Intervensi
1 RK Trauma Fisik Setelah dilakukan asuhan kepenataan a. Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai
Pembedahan anestesi diharapkan masalah RK trauma dengan perencanaan teknik anestesi
fisik pembedahan dapat teratasi, dengan b. Observasi TTV pasien
kriteria hasil yaitu : c. Atur posisi pembedahan dan anestesi pasien
a. Pasien tidak merasakan nyeri dan d. Lakukan pemasangan alat monitoring non
aktivitas fungsional motorik tidak invasive
terjadi e. Asistensi pelaksanaan anestesi
b. Tanda-tanda vital dalam rentang f. Monitoring intra anestesi
normal :
1) TD : 110-120/70-80 mmHg
2) N : 60-100 x/menit
3) MAP : 70-100 mmHg
4) RR : 16-20 x/menit
5) S : 36-37,5oC
6) SpO2 : 95-100%
V. IMPLEMENTASI
1. Pra Anestesi
Nama : Ny. M No. CM : 293xxx
Umur : 69 tahun Dx : STT Coli
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang : IBS RSU Negara
Tanggal/Jam Masalah Implementasi Respons Nama
Kesehatan &
Anestesi Paraf
13 qpril 2023/ Nyeri Akut a. Mengobservasi TTV pasien DS : suarsini
10.00 wita b. Mengobservasi tingkat nyeri a. Tingkat nyeri pasien : 2
pasien b. Pasien masih nampak meringis
c. Mengobservasi reaksi non verbal sesekali dan tidak sesering
dari nyeri sebelumnya
d. Memberi teknik relaksasi napas c. Pasien mampu melakukan teknik
dalam dan teknik distraksi realaksasi napas dalam dan teknik
e. Melakukan KIE tentang penyebab distraksi
nyeri dan tatalaksana nyeri d. Pasien telah paham tentang
penyebab nyeri dan tatalaksana
nyeri
DO :
a. TTV pasien :
1) TD : 137/90 mmHg
2) N : 107 x/menit
3) RR : 16 x/menit
4) S : 36,5oC
5) SpO2 : 100%
2. Intra Anestesi
Tanggal/Jam Masalah Implementasi Respons Nama
Kesehatan &
Anestesi Paraf
13 april 2023/ RK Trauma Fisik a. Mempersiapkan peralatan dan DS : - Suarsini
10.10 wita Pembedahan obat-obatan sesuai dengan DO :
perencanaan teknik anestesi a. Teknik anestesi yang digunakan
b. Mengobservasi TTV pasien adalah general anestesi (face
c. Mengatur posisi pembedahan dan mask) dengan peralatan dan obat-
anestesi pasien obatan yaitu :
d. Melakukan pemasangan alat - Ondansentron
monitoring non invasive - Dexamethasone
e. Melakukan asistensi pelaksanaan - Dipenhidramin
anestesi - Midazolam
f. Memonitoring intra anestesi - Ketamin
- Fentanyl
- Propofol
b. TTV pasien :
1) TD : 116/84 mmHg
2) N : 93 x/menit
3) RR : 18 x/menit
4) S : 36,3oC
5) SpO2 : 100%
c. Posisi pembedahan adalah supine
dan posisi anestesi adalah supine
d. Pemasangan alat monitoring non
invasive telah dilakukan
e. Dilakukan asistensi general
anestesi (face mask)
f. Memonitoring intra anestesi
3. Pasca Anestesi
Tanggal/Jam Masalah Implementasi Respons Nama
Kesehatan &
Anestesi Paraf
13 april 2023/ RK Disfungsi a. Memonitoring suhu tubuh pasien DS : Suarsini
11.55 wita Thermoregulasi b. Memberikan selimut hangat a. Pasien telah diberikan selimut
(Hipotermi) hangat
DO :
a. Suhu tubuh pasien adalah 36,6oC
13 april 2023/ Resiko jatuh a. Melakukan observasi TTV pasien DS: Suarsini
12.00 wita b. Memberikan pengangga bed DO:
pasien - Kesadaran pasien masih belum
c. Memasang gelang risiko jatuh baik
d. Melakukan scoring dengan - TTV pasien TD: 110/63 mmHg,
Aldrete score (aldrete score 10) HR: 65 x/mnt, RR: 14 x/mnt,
SpO2: 100%
VI. Catatan Perkembangan
Tanggal dan Masalah Kesehatan Evaluasi Paraf
Jam Anestesi
Pre Anestesi
13 april 2023/ Nyeri Akut S: Suarsini
10.00 wita a. Pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang
b. Skala nyeri pasien adalah 2
O:
a. Pasien terkadang terlihat meringis
b. TTV pasien :
1) TD : 137/90 mmHg
2) N : 118 x/menit
3) RR : 16 x/menit
4) S : 36,5oC
5) SpO2 : 100%
A:
Masalah nyeri akut teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien
13 april 2023/ Risiko Cedera Agen Anestesi S : Suarsini
10.05 wita a. Pasien mengatakan siap untuk dilakukan operasi
b. Pasien telah paham akan tindakan pembedahan dan anestesi
yang akan dilakukan
O:
a. Teknik anestesi yang digunakan adalah GA dengan Face mask
b. TTV pasien :
1) TD : 134/87 mmHg
2) N : 102 x/menit
3) RR : 17 x/menit
4) S : 36,5oC
5) SpO2 : 100%
A:
Masalah risiko cedera agen anestesi terpantau
P:
Pertahankan kondisi pasien
Intra Anestesi
13 april 2023/ RK Trauma Fisik S: Suarsini
10.10 wita Pembedahan Pasien mengatakan tidak merasakan nyeri
O:
a. Tidak terjadi aktivitas fungsional motorik pada pasien
b. TTV pasien :
1) TD : 116/84 mmHg
2) N : 93 x/menit
3) RR : 18 x/menit
4) S : 36,3oC
5) SpO2 : 100%
A:
Masalah RK trauma fisik pembedahan terpantau
P:
Pertahankan kondisi pasien
13 april 2023/ RK Disfungsi S: Suarsini
10.15 wita Kardiovaskuler (Hipertensi) Pasien tenang terjaga
O:
a. Irama EKG sinus rhytm
b. TTV pasien :
a. TTV pasien :
1) TD : 112/80 mmHg
2) N : 89 x/menit
3) MAP : 91 mmHg
4) RR : 18 x/menit
5) S : 36oC
6) SpO2 : 100%
A:
Masalah RK disfungsi kardiovaskuler (hipotensi) teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien
Pasca Anestesi
14 Maret 2023/ RK Disfungsi S: Suarsini
11.55wita Thermoregulasi (Hipotermi) Pasien mengatakan sudah tidak kedinginan
O:
a. Suhu tubuh pasien adalah 36,5oC
b. Permukaan tubuh pasien teraba hangat
c. Pasien tidak terlihat menggigil
A:
Masalah RK disfungsi thermoregulasi (hipotermi) teratasi
P:
Pertahankan kondisi pasien
14 Maret 2023/ Resiko Jatuh S:
12.00 wita O:
- Kesadaran pasien masih belum baik
- TTV pasien TD: 110/63 mmHg, HR: 65 x/mnt, RR: 14 x/mnt,
SpO2: 100%
A : Masalah resikomjatuh tidak terjadi
P : Pertahankan kondisi pasien
VII. Serah Terima Kamar Operasi ke Ruang Pemulihan
Nama : Ny.M No. CM : 293xxx
Umur : 69 tahun Dx : STT Coli
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang : IBS RSU Negara