Anda di halaman 1dari 17

A.

LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. DEFENISI

Tumor merupakan pertumbuhan baru suatu jaringan dengan perkembangan


sel-sel yang tidak abnormal, dimana perkembangan sel-sel ini tidak terkontrol dan
progresif. Jaringan sel-sel yang baru (neoplasma) ini kehilangan kendali normal atas
pertumbuhannya sehingga tumbuh tidak terkontrol dan progresif di berbagai bagian
tubuh, diantaranya yaitu tumor otak, tumor mata, tumor mediastinum, tumor parotis,
dan sebagainya.

Kelenjar parotis adalah bagian dari kelenjar air liur dan merupakan kelenjar
air liur terbesar yang letaknya berada di bagian dalam dan depan telinga. Kelenjar liur
atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang menyekresikan cairan saliva, terbagi
menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdapat tiga
pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati ruangan
didepan prosesus mastoid dan liang telinga luar.

Tumor parotis adalah tumor jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer
saliva minor atau mayor biasanya timbul pada kelenjer parotis submaksila dan
sublingual. Sel-sel pada tumor inti masih memiliki fungsi yang sama dengan asalnya.
(Arif mansoer, 2009).
Tumor parotis adalah tumor yang menyerang kelenjar liur parotis. Dari tiap 5
tumor kelenjar liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur kecil
atau submandibularis dan 30 % adalah maligna. Disebutkan bahwa adanya perbedaan
geografik dan suku bangsa: pada orang Eskimo tumor ini lebih sering ditemukan,
penyebabnya tidak diketahui. Sinar yang mengionisasi diduga sebagai faktor etiologi.

2. ETIOLOGI
1) Genetik

Resiko kanker / tumor yang paling besar diketahui ketika ada kerabat utama
dari pasien dengan kanker / tumor diturunkan dominan autososom. Onkogen
merupakan segmen dna yang menyebabkan sel meningkatkan atau menurunkan
produk produk penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan difesiensi sel
.akibatnya sel memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkendali
semua sifat sieat kanker fragmen fragmen genetic ini dapat merupakan bagian dari
virus virus tumor.

2) Idiopatik

Idiopatik adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus ulserasi yang sangat
nyeri dan penyembuhan spontan dapat terjadi beberapa kali disdalam setahun. Infeksi
virus, defisiensi nutrisi, dan stress emosional, adalah factor etiologik yang umum.

3) Faktor Imunologis

Kegagalan mekanisme imun dapat mampredisposisikan seseorang untuk


mendapat kan kanker tertentu.Sel sel yang mempengaruhi perubahan (bermutasi)
berbeda secara antigenis dari sel-sel yang normal dan harus dikenal oleh system imun
tubuh yang kemudian memusnahannya. Dua puncak insiden yang tinggi untuk
tumbuh nya tumor pada masa kanak kanak dan lanjut usia, yaitu dua periode ketika
system imun sedang lemah
4) Bahan atau Zat Kimia

Obat-obatan hormonal Kaitan hormon hormon dengan perkembangan kanker


tertentu telah terbukti. Hormon bukanlah karsinogen, tetapi dapat mempengaruhi
karsigogesis Hormon dapat mengendalikan atau menambah pertumbuhan tumor. (Sr.
Mari Baradero.2008).

3. MANIFESTASI KLINIS

Tumor parotis mempunyai gambaran klinis: massa tumor tunggal, keras,


bulat, bergerak (mobile), pertumbuhan lambat, tanpa rasa sakit, nodul tunggal. Suatu
nodul yang terisolasi umumnya tumbuh di luar dari pada normal, dari suatu nodul
utama dibandingkan dengan suatu multinodular.

1) Adanya benjolan yang mudah digerakkan


2) Pertumbuhan amat lambat
3) Tidak memberikan keluhan
4) Paralisis fasial unilateral (Shirley E. Otto, 2003)

a. Gejala

Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan kesulitan menggerakkan


salah satu sisi wajah. Pada tumor parotis benigna biasanya asimtomatis (81%),
nyeri didapatkan pada sebagian pasien (12%), dan paralisis nervus fasialis (7%).
Paralisis nervus facialis lebih sering didapatkan pada pasien dengan tumor parotis
maligna, tetapi paralisis nervus facialis lebih sering berhubungan dengan Bell
palsy. Adanya bengkak biasanya mengurangi kepekaan wilayah tersebut terhadap
rangsang (painless) dan menyebabkan pasien kesulitan dalam menelan.5

b. Tanda
Pada tumor benigna benjolan bisa digerakkan, soliter, dan keras. Namun, pada
pemeriksaan tumor maligna diperoleh benjolan yang terfiksasi , konsistensi keras,
dan cepat bertambah besar.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Foto Polos
Foto polos sekarang jarang digunakan untuk mengevaluasi glandula salivatorius
mayor. Foto polos paling baik untuk mendeteksi adanya radioopaque ada
sialolithiasis, kalsifikasi, dan penyakit gigi. Foto madibula AP/Eisler, dikerjakan
bila tumor melekat tulang. Sialografi, dibuat bila ada diagnosa banding kista
parotis / submandibula. Foto toraks terkadang dilakukan untuk mencari metastase
jauh. Meskipun foto polos dapat diperoleh secara cepat dan relatif murah, namun
memiliki keterbatasan nilai klinis karena hanya dapat mengidentifikasi kalsifikasi
gigi. Sialolit atau kalsifkasi soft tissue lebih mudah diidentifikasi lebih mudah
diidentifikasi menggunakan USG dan CT Scan.8
 USG
USG pada pemeriksaan penunjang berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan
pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah, termasuk kelenjar saliva dan
kelenjar limfe. Cara ini ideal untuk membedakan massa yang padat dan kistik.
Kerugian USG pada daerah kepala dan leher adalah penggunaannya terbatas
hanya pada struktur superficial karena tulang akan mengabsopsi gelombang suara.
 CT Scan
Gambaran CT tumor parotis adalah suatu penampang yang tajam dan pada
dasarnya mengelilingi lesi homogen yang mempunyai suatu kepadatan yang lebih
tinggi dibanding glandular tisssue. Tumor mempunyai intensitas yang lebih besar
ke area terang (intermediate brightness. Foci dengan intensitas signal rendah (area
gelap/radiolusen) biasanya menunjukkan area fibrosis atau kalsifikasi distropik.
Kalsifikasi ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void) pada neoplasma
parotid sebagai tanda diagnosa.7
Pemeriksaan radiografi CT dan MRI berguna untuk membantu
menegakkan diagnosa pada penderita tumor parotid. Dengan CTI, deteksi tumor
77% pada bidang aksial dan 90% pada bidang aksial dengan CE CT.
Pemeriksaan Tumor parotis dengan CTI oleh radiolog untuk mengetahui
lokasi dan besar tumor, deteksi lesi, batas tumor, batas lesi, aspek lesi, kontras
antara lesi dengan jaringan sekitarnya, gambaran intensitas dari lesi, keberhasilan
pemakaian medium kontras, aspek lesi setelah injeksi medium kontras, deteksi
kapsul nya dan resorpsi tulang yang terjadi di sekitar lesi tersebut.8
Deteksi lesi dapat diklasifikasikan menjadi positif atau negatif. Pinggir lesi
dapat diklasifikasikan menjadi kurang jelas atau semuanya jelas. Batas lesi dapat
diklasifikasikan menjadi halus atau berlobus. Aspek lesi dapat diklasifikasikan
menjadi homogen atau tidak homogen. Kontras antara lesi dengan jaringan
sekitarnya dapat diklasifikasikan menjadi tinggi atau rendah. Gambaran intensitas
dari lesi dengan otot disebelah lesi diklasifikasikan kedalam empat kelompok:
tinggi, intrermediet, rendah, atau gabungan tinggi dengan rendah. Aspek lesi
terhadap injeksi medium kontras diklasifikasikan menjadi homogen, tidak
homogen dan perifer. Deteksi kapsulnya dan resorpsi tulang diklasifikasikan
menjadi positif atau negatif.8
 MRI
Pemeriksaan MRI bisa membantu untuk membedakan massa parotis yang bersifat
benigna atau maligna. Pada massa parotis benigna, lesi biasanya memiliki tepi
yang halus dengan garis kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi malignansi
dengan grade rendah terkadang mempunyai pseudokapsul dan memiliki gambaran
radiografi seperti lesi benigna.Lesi malignansi dengan grade tinggi memiliki tepi
dengan gambaran infiltrasi.

 PET (Positron Emission Tomography)


Alat ini menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai fluorine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan
dalam stadium dini.Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ii akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respon terhadap sel-sel yang
terkena kanker.
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis,
untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.
b) Pemeriksaan Patologi
 FNA
Belum merupakan pemeriksaan baku.Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh
ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni pemeriksaan kelenjar liur.
 Biopsi insisional
Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.
 Biopsi eksisional
 Pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi superfisial
 Pada tumor submandibula yang operabel dilakukan eksisi submandibula
 Pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang operabel dilakukan eksisi
luas ( minimal 1 cm dari batas tumor).
 Pemeriksaan potong beku
Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional.
 Pemeriksaan spesimen operasi.

5. PENATALAKSANAAN

1) Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis untuk tumor parotis yaitu dengan tindakan ekstervasi
(pengangkatan) glandula submandibularis dan glandula sublingualis :

a. Tumor – tumor jinak : Eksis local yang luas dari seluruh kelenjer ludah
dengan sebagian daerah sekitarnya.
b. Tumor-tumor ganas : Disseksi kelenjer leher “en- bloc” dan eksisi luas
kedua kelenjer ludah, radioterapi. Massa tersendiri pada kelenjer saliva harus
dipertimbangkan sebagai suatu kemungkinan keganasan. Riwayat dan
pemeriksaan fisik memberikan tanda-tanda penting apakah suatu lesi kelenjer
saliva adalah keganasan. Resolusi lengkap dan trial terapeutik adekuat.
Aspirasi jarum halus dapat membantu untuk merencanakan bedah eksisi.
MRI memberikan informasi anatomi paling baik tentang ukuran tumor dan
penetrasi. Sialografi, atau injeksi bahan kontras ke dalam duktus stenson atau
Wharton, berguna untuk memperlihatkan perbedaan perubahan stenotik
kronis pada lesi-lesi limfoepitelial dari penyumbatan karena batu. 80% batu
kelenjer submandibular adalah radioopak. (Schwartz, 2000)

6. KOMPLIKASI
Komplikasi pasca operasi parotis
 Sindrom Frey
 Kelumpuhan saraf fasialis.
 Fistula kelenjar liur.

B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN:


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan
dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Perlu diketahui:
 Lamanya sakit : Lamanya klien menderita sakit kronik / akut.
 Factor pencetus : Apakah yang menyebabkan timbulnya nyeri, sters,
posisi, aktifitas tertentu.
 Ada tidak nyakeluhan sebagai berikut: demam, batuk, sesak nafas, nyeri
dada, malaise.
2) Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat klien pernah menderita penyakit akut / kronis, Riwayat klien
pernah menderita tumor lainnya, Riwayat klien pernah memakai kontrasepsi
hormonal, pil, suntik dalam waktu yang lama, Riwayat klien sebelumnya sering
mengalami peradangan kelenjer parotis.
3) Riwayat kesehatan Keluarga
Riwayat ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular atau
kronis.Menderita penyakit kanker atau tumor.
c. Pemeriksaan sekunder (11 fungsional Gordon)

1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan


Menggambarkan persepsi klien, penanganan kesehatan dan
kesejahteraan, Arti sehat dan sakit bagi pasien, Pengetahuan status kesehatan
pasien saat ini, Perlindungan terhadap kesehatan : kunjungan ke pusat pelayanan
kesehatan, pengobatan yang sudah dilakukan, Perilaku untuk mengatasi masalah
kesehatan.

2. Pola aktifitas-latihan
Klien mengeluhkan adanya kelemahan dan keletihan. Pada aktifitas ini
biasanya yang perlu diketahui adalah masalah, makan, minum, bak, bab,
personal hygine, istirahat dan tidur. Biasanya pada klien dengan tumor parotis
tidak terjadi keluhan pada saat beraktifitas karena kien tidak ada mengeluhkan
nyeri sebelum dilakukan operasi.

3. Pola Eliminasi
Biasanya pasien tidak terlalu mengalami masalah pada eliminasinya baik
BAB ataupun BAK.

4. Pola Nutrisi-Metabolik
Kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, aditif bahan pengawet).
Anoreksia, mual/muntah.

5. Pola tidur dan istirahat


Kesukaran untuk istirahat karena nyeri, yang menyebabkan gangguan
kenyamanan pada klien.

6. Pola presepsi kognitif


Klien dan keluarganya biasanya tidak terlalu mengerti tentang penyakit
yang diderita pasien.

7. Pola presepsi diri


Klien dan keluarganya biasanya tidak terlalu mengerti tentang penyakit
yang diderita
8. Pola koping dan toleransi stress
Mekanisme koping biasanya mal adaptif yang diikuti perubahan
mekanisme peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan,
serta prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor pemicu kecemasan dan
ketidakefektifan koping individu dan keluarga

9. Pola peran hubungan


Hubungan klien dengan keluarganya terganggu karena klien tidak dapat
menjalankan aktifitasnya seperti biasa.

10. Pola repoduksi seksual


Pola seksualnya kurang terpenuhi karena kondisinya tersebut.
11. Pola nilai dan keyakinan
Pemenuhan aspek spiritual seperti ibadah biasanya tidak dapat terpenuhi
secara lengkap karena peyakitnya, dan kelemahan fisik yang dirasakan.

d. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Kaji bagaimana tingkat kesadaran klien.
Tingkat kesadaran berdasarkan GCS dengan kriteria :
 Compos mentis
 Somnolen
 Stupor
 Apatis
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
c) Pemeriksaan head to toe
1. Kepala : bagaimana bentuk kepala pasien, adanya oedema atau tidak, ada lesi
atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau tidak.
2. Wajah : Ada kemerahan atau tidak, adanya jerawat atau minyak pada muka.
3. Mata : I: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada kotoran atau tidak,
Konjungtiva : Anemis, Sklera ikterik atau tidak, Pupil Tidak dilatasi (isokor).
4. Hidung : I: apakah simetris atau tidak, ada sekret atau tidak ada, ada
pernafasan cuping hidung atau tidak
P: ada polip atau tidak,.
5. Mulut : I: lihat bagaimana kelembaban mukosa bibir, dan apakah pucat
atau tidak.
6. Telinga : I: simetris kiri dan kanan, apakah ada serumen atau tidak.
7. Leher : Pa: raba apakah ada pembesaran kelenjar tyroid (getah bening)
atau tidak, pembesaran vena jugularis (distensi vena jugularis) atau tidak.
8. Thorax
a. Paru – paru
 Inspeksi : pergerakan dada simetris atau tidak
 Palpasi : apakah ada nyeri saat ditekan atau tidak
 Perkusi : apakah bunyi yang dihasilkan sonor atau tidak
 Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
b. Jantung
 Inspeksi : normalnya :Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : normalnya : Ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5
midclavicula
 Perkusi : Normalnya : Pekak
 Auskultasi : Irama teratur dan tidak ada bunyi suara tambahan
9. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak simetris, dan edema, striae
b. Palpasi : Nyeri tekan
c. Perkusi : Suara redup
d. Auskultasi : adanya Bising usus
10. Ekstremitas : apakah ada hambatan dalam beraktivitas atau tidak, ada
nyeri atau tidak, ada oedema atau tidak, ada kekakuan
atau tidak.
11. Integument : Normalnya : Turgor kulit baik, kulit tidak
kemerahan, terdapat bulu halus.
12.Genitalia: apakah genitalia bersih atau tidak, terpasang kateter atau tidak
PERUMUSAN DIAGNOSA NANDA, NOC, NIC

No NANDA NOC NIC

1 Nyeri akut b.d agen cidera - Kontrol nyeri a. Manajemen nyeri


biologi Indikator : Aktifitas :
 Menilai faktor o Lakukan penilaian nyeri secara
penyebab komprehensif dimulai dari
 Monitor TTV lokasi, karakteristik, dan
untuk memantau penyebab
perawatan o Kaji ketidaknyamanan non
 Menilai gejala verbal
nyeri o Tentukan dampak nyeri pada
kehidupan sehari-hari
- Tingkat kenyamanan o Kurangi atau hapuskan faktor-
Indikator : faktor yang mempercepat atau

 Melaporkan meningkatkan nyeri (seperti

perkembangan ketakutan, fatique, sifat

fisik membosankan, ketiadaan

 Melaporkan pengetahuan)

perkembangan o Ajari untuk menggunakan

kepuasan teknik non farmakologis

 Melaporkan (seperti biofeedback, TENS,

kepuasan dengan hypnosis, relaksasi, terapi

tingkatan nyeri musik, distraksi, terapi

- Tingkatan nyeri bermain, acupresure, aplikasi


hangat/dingin dan pijatan)
 Melaporkan nyeri
sebelum, sesudah dan jika
 Persen respon
memungkinkan selama puncak
tubuh
nyeri, sebelum nyeri terjadi
 Frekuensi nyeri
atau meningkat dan sepanjang
nyeri itu terjadi atau
meningkat dan sepanjang nyeri
itu masih terukur
o Anjurkan untuk istirahat atau
tidur yang adekuat untuk
mengurangi nyeri

b. Pemberian analgesik
Aktifitas :
o Tentukan lokasi,
karakteristik,mutu dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati klien
o Periksa order medis untuk obat
, dosis dan frekuensi yang
ditentukan
o Cek riwayat alergi obat
o Utamakan pemberian secara
IV

2 Ketidakseimbangan nutrisi
a. Nutritional Status: 1. Kaji status nutrisi
kurang dari kebutuhan
b. Nutritional Status : R/ pengkajian penting dilakukan
food and fluid intake untuk mengetahui status nutrisi
c. Nutritional status : pasien sehingga dapat
nutrient intake menentukan intervensi yang
d. Weight control diberikan
2. Monitor adanya penurunan
Setelah dilakukan berat badan
tindakan keperawatan R/ penurunan BB menandakan
selama….nutrisi kurang asupan makanan yang tidak
teratasi dengan terkontrol ataupun gangguan
Kriteria Hasil: pada penyerapan nutrisi
- Berat badan ideal 3.Berikan makanan yang terpilih
sesuai dengan tinggi (sudah dikonsultasikan dengan
badan ahli
- Mampu gizi) : diet pasien diabetes
mengidentifikasi mellitus
kebutuhan nutrisi R/ untuk membantu memenuhi
- Tidak ada tanda- kebutuhan nutrisi yang
tanda malnutrisi dibutuhkan pasien
- Tidak terjadi 4. Berikan informasi tentang
penurunan berat kebutuhan nutrisi
badan yang berarti R/ untuk menyesuaikan berapa
jumlah nutrisi yang dibutuhkan
pasien
5. Monitor pucat, kemerahan dan
kekeringan jaringan, konjungtiva
R/ kondisi tersebut menandakan
bahwa kekurangan kadar nutrisi
dan cairan pasien
6. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
R/ untuk mencegah konstipasi

3 Gangguan Pola Tidur


a. Anxiety reduction 1. Monitor atau catat kebutuhan
b. Comfort level tidur pasien setiap hari dan jam
c. Pain level R : mengetahui perubahan pola
d. Rest : Extent and tidur pasien
pattern 2. Ciptakan lingkungan yang
e. Sleep : Extend and nyaman
pattern R : agar pasien dapat beristirahat
Setelah dilakukan dengan nyaman
tindakan keperawatan 3. Beri posisi yang nyaman
selama …. Pasien tidak R : memudahkan dalam
mengalami gangguan beristirahat
pola tidur, dengan 4. Jelaskan pentingnya tidur
kriteria hasil: yang adekuat
1. Jumlah jam tidur R : menambah pengetahuan
dalam batas normal pasien dan keluarga tentang
2. Pola tidur, kualitas pentingnya istirahat tidur
dalam batas normal 5. Diskusikan dengan pasien dan
3. Perasaan segar keluarga tentang teknik tidur
sesudah tidur atau pasien
istirahat R : agar keluarga mengetahui
4. Mampu teknik tidur pasien
mengidentifikasi hal-hal
yang meningkatkan
tidur.

EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan
klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan dengan standar
yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian
sebagian sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
- Tujuan tidak : Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
tercapai sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah ; Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth, EGC, Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2012 Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2013. Nursing Outcame Clasification.
Mosby. Philadelphia

Mansjoer, Arief. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius; Jakarta

McCloskey & Gloria M Bulechek. 2013. Nursing Intervention Clasification. Mosby.USA


NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 .
EGC.Jakarta.

Nurarif & Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC . Jogjakarta. Mediaction Publishing

Price & Wilson. 2013. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
Penerbit EGC

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Tim Pokja SDKI PPNI.Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC.

________. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC.


WOC PAROTITIS

Pamyxovirus

Meningoenseph
Masuk mulut/ hidung alitis, orkitis,
meningitis,
MK : Potensial ooforitis,
Virus menumpuk dalam tubuh Komplikasi nefritis,
miokarditis,
Poliferasi artritis
MK :
MK : Hipertermi
Ketidak- Viremia (virus ikut aliran darah) Di kelenjar Tiroiditis
Respon inflamasi tiroid
seimbangan Demam sistemik
nutrisi
Virus berdiam di kelenjar parotid
kurang dari
Panas Kemerahan
kebutuhan Neurisitis saraf Tinitus Tuli
tubuh Parotitis Proses infeksi pendengaran
Aliran Vasodilatasi sistem
Anoreksi darah mikrosirkulasi area
Respon inflamasi Peningkatan
a meningkat yang terinfeksi lokal IgG & IgM
Sakit Kaku Kelenjar parotid
otot membesar Bengkak Permeabilitas kapiler &
menelan
venul yang terinfeksi
MK : Gangguan Nyeri terhadap protein meningkat
Rasa Nyaman telinga

MK : Nyeri Nyeri Nyeri Difusi protein & filtrasi


Akut kepala air ke interstisiel
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


TUMOR PAROTIS

OLEH

MERGANA SATWIKA ARINI

1841312086

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019

Anda mungkin juga menyukai