Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR COLLI

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Oleh :

DINDA SESYLIA OCTAVIANI

I4B020009

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2020
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang

National Cancer Institute di Amerika Serikat, melaporan bahwa pada tahun


1991 terdapat 6 juta penderita tumor. Tercatat 78.000 orang menderita tumor leher
dan kepala. Dari seluruh penderita tumor yang tercatat pada tahun 1991 tersebut, 10%
penderita meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 3-4% adalah penderita
dengan keganasan pada leher dan kepala. Pada awal Januari 1997 dilaporkan bahwa
kira-kira 33% penderita tumor leher dan kepala telah meninggal dunia. Secara
keseluruhan, angka rata-rata bertahan hidup 5 tahun untuk tumor leher dan kepala
berkisar sebanyak 50-60% untuk tumor primer saja dan bertahan hidup 5 tahun
sebanyak 30% pada penderita tumor primer yang bermetastasis (Sudoyo & Widoyo
2014).
Tanpa disadari salah satu bagian dari hal kesehatan yang sering diabaikan
adalah sistem imunologi, dimana dapat terjadi gangguan yaitu salah satunya tumor
colli. Banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang penyakit ini karena
penyakit ini tidak begitu populer di masyarakat dan biasanya terjadi pada usia anak-
anak dan usia muda. Masyarakat biasanya mengabaikan tanda gejala penyakit ini
karena mereka menganggap penyakit ini tidak begitu parah dan tidak mengganggu
aktivitas mereka sehingga mereka terkadang cenderung mengabaikan. Padahal
penyakit ini lebih berbahaya karena terletak di leher dan jika dibiarkan akan
mengganggu sistem pernafasan dan sistem pencernaan. Kasus ini sering terjadi pada
usia dewasa muda dengan perbandingan perempuan : lakilaki adalah 3:2 (Soelarto
2010).
B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari tumor colli


2. Mengetahui etiologi dari tumor colli
3. Mengetahui klasifikasi dari tumor colli
4. Mengetahui manifestasi dari tumor colli
5. Mengetahui patofisiologis dari tumor colli
6. Mengetahui komplikasi dari tumor colli
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari tumor colli
8. Mengetahui fokus pengkajian dari tumor colli
9. Mengetahui diagnose dan intervensi dari tumor colli
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Tumor adalah salah satu jenis sel yang tumbuh dengan kecepatan tidak beraturan
dan tidak memiliki fungsi yang berguna bagi tubuh manusia. Tumor adalah sel-sel
yang tumbuh dengan kecepatan berlebihan dan tidak memiliki fungsi apapun bagi
tubuh, tumor bisa bersifat ganas (kanker) mapun jinak (Alrizzaqi 2018).
Sedangkan Menurut Reksoprodjo, Ramli & Kartono (2010), tumor adalah
pembangkakan atau benjolan pada bagian tubuh yang pertumbuhannya secara
abnormal dan disebabkan karena neoplasma dan kongenital. Tumor colli merupakan
kelainan kongenital yang disebabkan karena tidak sempurnanya obliterasi dari apartus
brankial sehingga sisa-sisa sel akan mencetus terbentuknya kista (Sjamsuhidajat &
Wim 2004).

Menurut Sjamsuhidajat & Wim (2004), tumor colli yang terdapat di bagian depan
otot strenokleidomastoid ini biasanya disebut dengan kista brankinogen. Kista
brankinogen merupakan sisa apartus brakial janin yang tertinggal dimana seluruh
struktur leher berasal. Pada 50% kasus benjolan pada leher berasal dari tiroid 40%
benjolan pada leher disebabkan keganasan dan 10% berasal dari peradangan atau
kelainan kongenital. Setiap massa baik kongenital maupun neoplasma yang timbul di
segitiga anterior maupun posterior leher diantara klavikula pada bagian inferior
maupun mandibula serta dasar tenggorokan pada bagian superior.

B. Etiologi
Etiologi yang berkaitan dengan tumor colli diantaranya:
1. Karsinogen fisik
Berkaitan dengan ultraviolet kanker kulit, karena terkena sinar radiasi UV yang
dapat menimbulkan dimmer yang merusak rangka fasfodiester DNA, misalnya
sinar ionisasi pada nuklir, sinar radioaktif dan sinar ultraviolet (Medawati 2013).
2. Hormon
Hormone merupakan zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang berfungsi mengatur
organ-organ tubuh, pemberian hormone tertentu ssecara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa kanker.
3. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat merupakan salah satu factor pendukung kanker,
msialnya diet, merokok dan alcohol.
4. Genetik
Walaupun tumor tidak termasuk tumor genetic tetapi kerentangan terhadap tumor
pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan agregasi familiar.
Berdasarkan penelitian dengan menggunakan analiss korelasi menunjukan gen
HLA (Human Leukocteantigen) mungkin bertanggung jawab atas aktivitas
metabolic yang terkait karsinogen.
5. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolan dapat
berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak
bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini, benjolan yang
paling sering terletak dileher samping bagian kiri atau kanan disebelah atas dan
juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukutan benjolan bisa kecil beberapa cm
tetapi bisa juga besar seperti bola tenis (Sjamsuhidajat & Wim 2004).
6. Penurunan imunitas
Pada saat sistem imun menurun menyebabkan terjadinya gangguan sistem
kekebalan tubuh yang menyebabkan trjadinya peningktana kerentanan terhadap
infeksi, dan perlambatan proses penyembuhan penyakit (Kresno 2008).
7. Usia dan jenis kelamin
Terdapat resiko malignasi apabila didapatkan nodul tiroid pada usia >45 tahun,
dan untuk wanita mempunyai resiko tiga kali lebih besar daripada pria (Adham &
Aldino 2019).

C. Klasifikasi
Dalam Adam (1997), menjelaskan tumor colli secara umum dapat dibedakan
menjadi tiga kategori yaitu:
1. Kelainan kongenital: kista dan fistel leher lateral dan median seperti hygroma
colli cysticum dan kista dermoid.
2. Inflamasi atau pperaadangan: limfadenitiis sekunder karena inflamasi banal (acne
faciei, kelainan gigi dan tonsillitis) atau proses inflamasi yang lebih spesifik
(tuberculosis, tubercolosisi atipik, penyakit garukan kuku, actinomikosis,
toksoplasmosis). Disamping itu dileher dijumpai pembesaran limfe pada penyakit
infeksi umum seperti rubella dan mononucleosis infeksiosa.
3. Neoplasma : lipoma. Limfangioma, hemangioma, dan paraganlioma caroticum
berasal dari paraganglion caroticum yang terletak di bifurcation carotis
merupakan tumor benigna. Tumor maligna dapat terjadi primer di dalam kelenjar
limfe (limfoma maligna), glandula parotidea, glandula submandibularis,glandula
tiroidea atau lebih jarang timbul dari pembuluh darah, saraf, otot, jaringanikat,
lemak dan tulang. Tumor maligna sekunder di leher pada umumnya
adalahmetastasis kelenjar limfe suatu tumor epitelial primer disuatu tempat
didaerah kepaladan leher. Jika metastasis kelenjar leher hanya terdapat didaerah
supraclavikulakemungkinan lebuh besar bahwa tumor primernya terdapat
ditempat lain di dalam tubuh.
Letak kelenjar limfa leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer
Center Classiffication dibagi dalam lima daerah (region) penyebaran kelompok
kelenjar,yaitu:

I : Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula.
II : Kelenjar yang terletak di 1/3 (sepertiga) atas dan termasuk kelenjar limfa
jugularis superior, kelenjar digastrik, dan kelenjar servikal posterior
superior.
III : Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan persilangan m.o
mohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior
m.sternokleidomastoid.
IV : Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula.

V : Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.

D. Manfes
D. Manifestasi klinis
Secara umum manifestasi klinis dari tumor colli adalah:
1. Terdapat lesi pada organ yang biasanya tidak nyeri terfiksasi dan keras dengan
batas yang tidak beratur dan pertumbuhan yang lambat.
2. Terjadi retraksi pada organ, karena tumor membesar sehingga terjadi
penerkaan pada organ-organ yang berada dekat dengan tumor tersebut.
3. Pembengkakan organ yang terkena, dikarenakan pertumbuhan tumor yang
secara progresif dan invasive sehingga dapat merusak atau mengalami
pembengkakan organ disekiar tumor.
4. Terjadi eritema atau pembengkakan local, sebab terjadinya perdangan pada
tumor sehingga daerah sekira tumor akan mengalami eritema.
5. Tidak terdapat keluhan
6. Pada penyakit yang sudah stadium lanjut dappat terjadi pecahnya benjola-
benjolan pada kulit atau ulserasi.

E. Patofisiologis
Kelainan kongenital, genetic, jenis kelamin, usia, hormone, infeksi,
karsinogenik dapat menimbulkan tumbuh dan berkembangnya sel tumor. Sel
tumor bersifat benigna (jinak) dan maligna (ganas). Sel tumor pada tumor jinak
bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat
membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitar secara serempak sehingga
terbentuk serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan
sehat.
Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami tranformasi dan tumbuh secara
autonomy, lepas kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel
normal dalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor tergantung dari
besarnya penyimpangan dalam bentuk, fungsinya, pertumbuhan, kemampuan
dalam infiltrasi dan menyebabkan metastase.
Pada umumnya tumor mulai tumbuh dari satu sel di suatu tempat (unisentrik),
tetapi kadang tumor berasal dari beberapa sel dalam satu organ (multisentik) atau
dari berapa organ (mmmultikuler) pada waktu bersamaan (sinkrpon) atau berbeda
(metakron).
Selama pertumbuhan tumor masih terbatas padda organ tempat asal, maka tumor
dikatakan mencapai tahap lokal, namun bila telah infiltrasi ke organ sekitar
dikatakan mencapai tahap invasive atau infiltratif.
Sel tumor bersifat tumbuh terus sehingga semakin lama, semakin besar dan
mendesak jarringan sekitarnya. Pada neoplasma sel tumbuh dan menyusup hingga
ke jaringan sekitar dan daapat meninggalkan sel induk masuk ke pembuluh darah
atau pembuluh limfe, sehingga terjadinya penyebaran hematogen dan limfatogen.
Tumor colli merupakan neoplasma yang bersal dari kelenjar yang terletak
didepan leher yang secara normal memproduksi hormone tiroid yang penting
untuk metabolism tuuh. Infiltasi ca colli dapat ditemukan di trakea, laring, faring,
esophagus, pembuluh darah karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan
kulit. Metastase limfogen dapat meliputi semuga region leher sedangkan
metastase hematogen biasanya diparu, jantung, otak dan hati.

F. Komplikasi
1. Resiko perdarahan : hemostatis dan penggunaan drain setelah operasi
2. Masalah terbukannya vena besar (vena tiroidea superior) : embolisme udara.
Tindakan anestesi yang tepat, ventilasi tekanan positif yang intermitten dan
teknik beda yang cermat, dapat meminimalkan resiko terbukannya vena.
3. Sepsis yang meluas ke mediastinum
4. Hipokalsemi : teragkatnya kalenjar paratiroid saat operasi.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan rontgen
Foto rontgen tengkorak dan leher kadang0kadang dapat menunjukan ikut
sertanya tulaang-tulaang. Sedangkan foto thorax diperlukan untuk penilaian
kemungkinan metastasis hematogen. Pemeriksann rontgen glandula parotis
dan submandibulaaris dengan bahan kontras yang dapat menunjukan apakah
tumor hanya ada padda leher atau berhubungan dengan kelenjar-kenlenjar
ludah. Pemeriksaan rontgen ini penting untuk membedakan tumor jinak dan
ganas.
2. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan nodul benigna atau maligna
lalu menentukan kasus tersebut operable atau inoperable.
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan urine
c. Pemeriksaan ct scan untuk diagnose tumor berupa batas-batas tumor dadan
bermanfaat untuk membantu mendiagnosis.hasil
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Kanker tiroid berdiferensiasi baik, khususnya tipe papiler, memiliki angka
penyebaran regional ke KGB leher sebesar 20-50% walaupun ukuran primer
tumor kecil dan intraitiroid. Frekuensi mikro-metastasis kurang dari <2 mm
sebesar 9-%, sehinggadiperlukan pemeriksaan USG untuk menilai tumor
primer dan penyebaran KGB yang bersifat kecil (Adham & Aldino 2019).

H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan berupa ekstirpasi tumor colli. Ekstirpasi tumor colli adalah
tindakan pembedahan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya
atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ yang rusak.
2. Farmakologis
a. Imunoterapy: interleukin I dan alpha interferon
b. Kemoterapi: kemampuan dalam mengobati beberapa jenis tumor
c. Radiotherapy: membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin
pada sel normal.
I. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamt, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnose medis.
2. Persiapan penunjang
Berupa laboraorium, GDS, urine
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem integument
1. Perhatikan nyeri, bengkak, flebitis, ulkus
2. Inspeksi kemerahan, gatal dan eritema
3. Perhatikan pigmentasi kulit
4. Kondisi gusi, gigi, mukosa dan lidah
b. Sistem gastrointestinal
1. Kaji frekuensi, mual, durasi, berat ringan (mual muntah) setelah
pemberian kemoterapi
2. Observasi perubahan keseimbangan cairan elektrolit
3. Kaji diaree dan konstipasi
4. Kaji anoreksia
5. Kaji jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan
c. Sistem hemopoetik
1. Kaji neutropenia
- Kaji tanda-tanda infeksi
- Auskutasi paru
- Perhatikan batuk produktif
- Kaji suhu
2. Kaji trombositopenia : <50.000/m3
3. Kaji anemia
- Warna kulit, CRT
- Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo
4. Sistem respiratorik dan kardiovaskuler
a. Kaji fibrosis paru yang ditandai dengan dispnoe, kering, abtuk
nonproduktif
b. Kaji CHF
c. Lakukan pemeriksaan EKG
5. Sistem neuromuscular
a. Perhatikan adanya perubahan aktifitas motoric
b. Perhatikan adanya parestesia
c. Evaluasi reflex
d. Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki
e. Kaji gangguan pendengaran
f. Diskusikan ADL
6. Sistem eliminasi
A. Kaji frekuensi BAK
B. Perhatikan bau, warna, kekeruhan urin
C. Kaji hematouria, oliguria, anuria
D. Monitor BUN, kreatinin
J. Pathway
Faktor hormonal, genetic, gaya Sel bertranformasi, tumbuh secara autonomy dan
hidup, virus, karsinogenik lepas kendaali dengan pertumbuhan sel yang
berbeda dari sel normal

Sel naeoplasma tumbuh di


leher (colli)
Prosedur
Tahap lokal pembedahan

Perubahan Sel neoplasma Kerusakan jaringan


jaringan tumbuh terus hingga
sekitar membesar dan
mendesak jar. sekitar Invasive kuman

Gangguan
Terputusnya kontinutas jaringan
fungsi Neoplasma
pembuluh darah dan terputusnya
tumbuh
syaraf perifer
meninggalkan sel
Intoleransi
induk ke pem limfe
aktivitas

Neoplasma di perdarahan Menurunnya


leher bag prod daya tahan
tiroid tubuh
Resiko
ketidaksei-
Tumor colli bangan infeksi
volume
Benjolan atau cairan
pembengkakan Respon
hipotalamus

Bengkak dileher
Nyeri akut
Nyeri saat
menelan
Perasaan tidak
Nafsu makan nyaman
menurun

Serirng terbangun,
Intake menurun, Gangguan pola tidur tidur kurang
peningkatan asam lambung

Kesiapan pemenuhan
nutrisi
K. Diagnosa keperawatan
1. Pre operasi
a. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan akbat anemia
b. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d mual an muntah
c. Kesiapan peningkatan nutrisi b.d anoreksia, mual, muntah
d. Gangguan integritas kulit b.d pemberian agen kemoterapi

2. Post operasi
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
b. Infeksi b.d efek prosedur invasif
c. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d prosedur pembedahan
d. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
e. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
L. Intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Nyeri akut Tingkat nyeri 1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, 1. Menurunkan reaksi terhadap
b.d agen intensitas, lama dan penyebaarannya stimulasi dari luar sensitivitas
Setelah dilakukan perawatan
cidera fisik 2. Berikan lingkungan yang tenang dan pada suara bising dan
selama 1 x 24 diharapkan nyeri
nyaman meningkatkan
pasien dapat turun. Dengan kriteria
3. Berikan bantalan flotasi dibawah leher istirahat/relaksasi
hasil :
pada saat ebrbaring 2. Membantu menurunkan nyeri
Indikator Awal Akhir 4. Berikan kompres hangat pada lokasi akibat penekanan saat duduk

Keluhan 1 3 nyeri 3. Meningkatkan vasokontriksi,

nyeri 5. Berikan analgesic berupa astaminofen penumpukkan resepsi sensori


yang akan menurunkan nyeri
Meringis 2 4
dilokasi yang paling dirasakan
Gelisah 2 4 4. Menghilangkan rasa sakit dan
nyeri dengan merelaksasikan
Kesulitan 2 4
area nyeri
tidur
5. Diperlukan untuk
menghilangkan nyeri yang
berat serta meningkatkan
kenyamanan dengan istirahat

Resiko Kontrol resiko 1. Pantau suhu dengan teliti 1. Untuk mendeteksi


infeksi b.d 2. Anjurkan semua pengunjung dan kemungkinan infeksi
Setelah dilakukan perawatan
menurunnya staff RS untuk melakukan teknik 2. Untuk meminimalkan
selama 2 x 24 diharapkan pasien
sistem mencuci tangan dengan baik pajanan pada organisme
dapat mengontrol risiko. Dengan
pertahanan 3. Gunakan teknik aseptic yang cermat infektif
kriteria hasil :
tubuh untuk semua prosedur invasive 3. Untuk mencegah
Indicator Awal Akhir 4. Evaluasi tempat-tempat munculnya kontaminasi adanya risiko

Kemampuan 1 4 infeksi seperti tempat penusukan infeksi

mengindetifika jaruk, maupun ulserasi mukosa 4. Untuk intervensi dini dalam

si factor risiko 5. Berikan waktu istirahat tanpa penanganan infeksii


gangguan 5. Menambah energy untuk
Kemampuan 1 4
penyembuhan
menghindari
factor risiko

Kemampuan 2 4
nelakukan
strategi kontrol
risiko

Pemantauan 2 4
perubahan
status
kesehatan

Intoleransi Toleransi aktivitas 1. Evaluasi laporan kelemahan, 1. Menentukan derajat dan


aktivitas b.d perhatikan ketidakmampuan untuk efek ketidakmampuan
Setelah dilakukan perawatan
kelemahan berpartisipasi dalam kegiatan sehari- 2. Menghemat energy untuk
selama 1 x 24 diharapkan
akbat anemia hari aktifitas an regnerasi seluler
intoleransi aktivitas pasien dapat
2. Berikan lingkungan tenang dan atau penyambungan
turun. Dengan kriteria hasil :
istirahat tanpa gangguan jaringan
Indicator Awal Akhir 3. Kaji kemampuan untuk melakukan 3. Mengidentifikasi kebutuhan

Frekuensi 2 4 aktivitas yang diigninkan individual dan membantu

nadi 4. Berikan bantuan dalam aktivitas pemilihan intervensi


sehari-hari 4. Memaksimalkan sediaan
Keudahan 2 4
energy dari pasien
dalam
melakukan
aktiivits
seahri-hari

Keluhan 3 4
lelah

Resiko Keseimbangan cairan 1. Berikan antiemetic sebelum 1. Untuk meencegah mual dan
keetidakseim dimulainya kemoterapi muntah
Setelah dilakukan perawatan
bangan cairan 2. Berikan antimetik secara terautr pada 2. Untuk mencegah eepisode
selama 1 x 24 diharapkan
b.d mual an waktu dan program kemoterapi berulang
keseimbangan cairan dapat
muntah 3. Kari respon pasien dengan antiemtik 3. Karena tidak ada obat
meningkat. Dengan kriteria hasil :
4. Hindari pemberian makanan yang antiemetic yang secara
Indicator Awal Akhir beroma menyengat umum berhasil

Asupan 2 3 5. Anjurkan makan dalam porsi kecil 4. Bau yang menyengat dapat

cairan tapi seing menimbulkan mual dan


6. Berikan cairan intravena sesuai muntah
Kelembaban 2 4
dengan dosis pemberian 5. Jumlah kecil biasanya
membrane
ditolerasi dengan baik
mukosa
6. Mempertahankan hidrasi
Asupan 2 4
makan

Kesiapan Perilaku meningkatkan berat 1. Menjelaskan pada keluarga agar 1. Menjelaskan bahwa
peningkatan tetap rileks ketika pasien sedang hilangnya nafsu makan
nutrisi b.d badan makan akibat dari mual dan muntah
anoreksia, 2. Izinkan pasien untuk memakan 2. Untuk mempertahankan
Setelah dilakukan perawatan
mual, muntah makanan yang dapat dimakan nutrisi yang optimal
selama 1 x 24 diharapkan berat
sehingga selera makan anak 3. Agar pasien mau makan
badan pasien dapat meningkat.
meningkat 4. Jumlah yang kecil biasanya
Dengan kriteria hasil:
3. Pasien memilih makanan yang ditoleransi dengan baik
Indicator Awal Akhir disukai 5. Membantu mengidentifikasi

Memilih 2 4 4. Megajarkan untuk makan dengan malnutrisi protein kalori,

makanan dan jumlah sedikit tapi sering khususnya bila pengukuran

minumanyang 5. Timbang BB, TB untuk mengetahui IMT <25

bergizi kondisi terkini

Memonitor 3 4
berat badan

Menentukan 2 4
target BB
dalam rentang
normal
Gangguan Integritas kulit dan jaringan 1. Berikan perawatan kulit yang cermat 1. Area yang cenderung
integritas dibagian yang diintervensi mengalami ulserasi
Setelah dilakukan perawatan
kulit b.d 2. Ubah posisi dengan sering 2. Merangsang sirkulasi dan
selama 2 x 24 diharapkan integritas
pemberian 3. Mandikan dengan air hangat dan emncegah tekanan pada
kulit dan jaringan pasien dapat
agen sabun ringan kulit
meningkat. Dengan kriteria hasil :
kemoterapi 4. Kaji kulit yang kering terhadap 3. Mempertahankan
Indicator Awal Akhir efeksamping terapi kebersihan tanpa

Hidrasi 2 3 mengiritasi kulit


4. Efek kemerahan kulit
Kerusaka 2 4
kering, pruritus, ulserasi
n
terjadi pada area kemoterapi
jaringan

Kerusaka 3 4
n lapisan
kulit
DAFTAR PUSTAKA

Adam, B.H. 1997, Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta.
Adham, M. & Aldino, N. 2019, ‘Diagnosis Dan Tatalaksana Karsinoma Tiroid
Berdiferensiasi’, Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, vol. 48, no. 2, p. 197.
Alrizzaqi, M.M. 2018, ‘Implementasi Metode Dempster-Shafer untuk Mendiagnosis Jenis
Tumor Jinak pada Manusia’, Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu
Komputer (J-PTIIK) Universitas Brawijaya, vol. 2, no. 5, pp. 2144–9.
Kresno, S.B. 2008, ‘Cancer Immunology: From mmunosurveillance to Immunoescape’,
Indonesian Journal of Cancer, vol. 1.
Medawati, A. 2013, ‘Kanker Rongga Mulut Dan Permasalahannya’, Insisivia Dental Journal,
vol. 1, pp. 87–90.
Reksoprodjo, Ramli & Kartono 2010, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Balai Penerbit FKUI,
Tangerang.
Sjamsuhidajat & Wim, D. jong 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Soelarto 2010, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binapura, Tanggerang.
Sudoyo & Widoyo, A. 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi VI, Interna
Publishing, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai