Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

DOSEN PEMBIMBING :
SUBHAN AMIN, M.HI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :


1. Anggita Maharani
2. Deri Rahmasari
3. Frety Zul’ Aini
4. Rio Ardinata
5. Rama Ardiansyah Putra
6. Ruri Januansyah

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetapberharap agar
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena
itu,diharapkan kritik dan saran untuk makalah ini Puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatandan rahmat-Nya kepada
kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“Pancasila sebagai
etika politik” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhitugas pada
mata kuliah Pendidikan Pancasila. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepadaBapak . selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila, tugas yangtelah di
berikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami mengenai
bagaimanarasa keadilan sebagai cita-cita dalam penegakan hukum.

Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyakkekurangan dan kesalahan baik dengan harapan sebagai masukan
dalamperbaikan dan penyempurnaan pada makalah berikutnya.Makassar, 12 Mei
2022Kelompok

Bengkulu, 6 Oktober
2022

i
Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika ......................................................................................... 3


2.2 Pengertian Nilai, Norma, Dan Moral.......................................................... 4
2.3 Etika Politik ................................................................................................ 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................... 10
3.2 Saran ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan suatu nilai yang bersumber
dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma sosial, maupun norma
kenegaraan lainnya. Dalam filsafat pancasla terkandung didalamnya suatu
pemikiran- pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasonal, sistematis dan
komperhensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh
karena itu, suatu pemkran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma – norma
yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu
nilai - nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, pancasila memberikan dasar - dasar yang bersifat
fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai - nilai tersebut akan dijabarkan
dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat,
bangsa maupun negara.
Maka nila – nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma – norma
tersebut meliputi :
a) Norma moral yaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur
dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak
susila. Dalam kapasitas inilah nilai – nilai Pancasila telah ditebarkan dalam
bermasya- rakat, berbangsa dan benegara.
b) Norma hukum yaitu sistem sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hukum di negara Indonesia.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum nilai-nilai Pancasila yang sejak
dahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara. Atas dasar
pengertian inilah maka nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari bangsa
Indonesia sendiri atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai asal mula
materi nilai-nilai Pancasila.

1
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan nilai, norma dan moral?
b) Apa yang dimaksud dengan etika?
c) Apa yang dimaksud dengan politik?
d) Apa yang dimaksud dengan etika politik?
e) Bagaimana peranan Pancasila sebagai etika politik di Indonesia?
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui pengertian dari nilai, norma, dan moral
b) Untuk mengetahui pengertian etika
c) Untuk mengetahui pengertian politik
d) Untuk mengetahui apa itu etika politik
e) Untuk mengetahui peranan Pancasila sebagai etika politik di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan bahasanya. Masing-masing cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu filsafat teroritis dan filsafat praktis. Kelompok pertama
mempertanyakan segala sesuatu yang ada, sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut.
Jadi filsafat teroritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawabannya
tentang segala sesuatu, misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai
suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui, tentang
yang trasenden dan lain sebagainya. Dalam hal ini, filsafat teroritispun juga
mempunyai maksud-maksud dan berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat
praktis, karena pemahaman yang diri menggerakkan kehidupannya.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok
yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikir kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kta mengikuti suatu
ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika
khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan etika sial membahas tentang kewajiban manusia terhadap
manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari
etika.

3
2.2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
A. Pengertian Nilai
Nilai (value) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang
nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai
(Axiology, Theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang
nilai-nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menuju kata benda abstrak
yang artinya “keberbagaan” (worth) atau ‘kebaikan’ (goodness), dan kata kerja
yang artinya sebuah tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian, (frankena, 299).
Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada
suatu objeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
B. Hakikat Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat
tergantung pada titik tolak dan sudut pandang pandangnya masing-masing
dalam menentukan tentang pengertian serta herarki nilai. Misalnya kalangan
materialis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan.
Pada hakikatnya segala sesuatu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilaitersebutdengan manusia. Banyak usaha untuk
menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut sangat
beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan
tersebut.
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca
indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah
laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai
memiliki nilai dasar, yaitu berupa hakikat,esensi, intisari atau makna yang
dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena
menyangkut kenyataan objektif dari segala sesuatu.

4
Contohnya, hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk lainnya. Apabila nilai
dasar itu berdasarkan kepada hakikat kepada suatu benda, kuantitas, aksi, ruang
dan waktu, nilai itu dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam
kehidupan yang praktis. Namun, nilai yang bersumber dari kebendaan itu tidak
boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran
norma tersebut. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia
adalah nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila.

C. Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praksis


Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilai-nilai
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu nilai dasar, nilai instrumental
dan nilai praksis.
1) Nilai Dasar
Walaupun nilai ini memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati
melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan
tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata
(praksis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa
ilmiahnya disebut dasar ontologis) yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari
atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut.
2) Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatukehidupan praksis maka nilai
dasar tersebut diatas harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran
yang jelas. Nilai instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang
dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut
berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka
hal itu akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara, maka
nilai-nilai insrtrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau
strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakan
bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplitisasi dari nilai dasar.

5
3) Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari
nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis
ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental itu. Dapat juga
dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa
menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena
nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem
perwujudan tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.
Dalam kehidupan ketatanegaraan kitam nilai instrumental itu dapat kita
temukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan
penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa
ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945, maka nilai- nilai dasar yang
termuat dalam Pancasila belum memberikan makna yang konkret dalam
praktek ketatanegaraan kita.
D. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai berbeda dengan fakta,dimana fakta dapat diobservasi melalui suatau
verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami,
dipikirkan dan dimengerti serta dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan juga
dengan harapan, cita-cita, keinginan dan segala sesuatu pertimbangan internal
(batiniah) manusia. Nilai dengan demikian tidak bersifat kongkrit yaitu tidak
dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif
maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh
subjek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung pokok nilai) dan bersifat
objectif jikalau nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas dari penilaian
manusia.
Hubungan antara moral dengan etika memang sangat erat sekali dan
kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua
hal tersebut memiliki perbedaan. Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran
ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan
maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar
menjadi manusia yang baik.

6
Adapun di pihak lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
moral tersebut (kramer,1998 dalam Darmodihardjo, 1996).
2.3 Etika Politik
Pengelompokkan etika sebagaimana dibahas di muka, dibedakan atas etika
umum dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap
tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya.
Etika khusus dibedakan menjadi :
1) Etika individual, yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu
terhadap dirinya sendiri serta melalui suara hati terhadap Tuhannya
2) Etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma moral yang seharusnya
dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan
negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah
kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga, etika profesi, etika
lingkungan, etika pendidikan, etika seksual dan termasuk juga etika politik yang
menyangkut dimensi politik manusia.
Secara substansif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat
dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian
‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka
kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya,
karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun
dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap
meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia.

7
Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa
didasarkan kepada hakikat manusia sebaga makhluk yang beradab dan berbudaya
Berdasarkan suatu kenyataannya bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu
negara yang dikuasai oleh pengusaha atau rezim yang otoriter yang memakksakan
kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-
hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka
seseorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut
negara serta masyarakat otoriter.
Karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu
masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa
mendasarkan kepada ukuran hakikat dan martabat manusia sebagai manusia (lihat
suseno, 1987- 15).
A. Pengertian Politik
Politik berasal dari kosa kata, Politics yang memiliki makna bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’ yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenal apakah yang menjadi
tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa altematif dan
penyusunan skala prioritas dan tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public
goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan.
B. Dimensi Politik Manusia
manusia sebagai makhluk individu-sosial. Berbagai paham antropologi
filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kaca mata yang
berbeda-beda. Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham
liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas.
Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat , bangsa maupun negara
dasar antologis ini merupakan dasar moral politik negara.

8
Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur
berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan pradigma sifat kodrat manusia
sebagai individu. Sebaliknya kalangan koletivisme yang merupakan cikal bakal
sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk
sosial saja. Individu menurut paham koletivisme dipandang sekedar sebagai
sarana bagi masyarakat.
Oleh karena itu konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara paham, koletivisme mendasarkan kepada sifat
kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban baik moral
maupun hukum, dalam hubungan masyarakat bangsa dan bernegara senantiasa
diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
C. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
sebagai dasar filsafat negara, pancasila tidak hanya merupakan sumber
derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber
moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum
serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila
pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab’ adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan.
Selain sila 1, sila 2 ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ juga
merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Negara pada
prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di
dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita
serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama (sila ke-3). Oleh karena
itu manusia pada hakikatnya merupakan asas yang bersifat fundamental dalam
kehidupan negara. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat
mutlak dalam kehidupan negara dan hukum.

9
Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum,
maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasa (asasi)
manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar
moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggara negara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut
agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan :
1. asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan
hukumisah yang berlaku
2. disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis)
3. dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan
dengannya (legitimasi moral) (lihat suseno, 1987 : 115)

Etika politik ini jua harus direalisasikan oleh setiap individu yang
ikut terlibat secara kongkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para
pejabat eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikati para pejabat negara,
anggota DPR maupun MPR aparat pelaksana dalam penegak hukum, harus
menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus
berdasar pada legitimasi moral.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika politik termasuk lingkup etika sosial yang berkaitan dengan bidang
kehidupan politik, politik juga memiliki makna dan bermacam-macam
kegiatan, dalam sistem politik negara dan politik lainnya harus berpedoman dan
mengacu pada butir- butir yang terdapat dalam Pancasila, dengan tujuan demi
kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan
semata-mata untuk kepentingan pribadi atau individu. Dalam hubungan dengan
etika politik bahwa pengertian politik harus dipahami secara lebih luas yaitu
yang menyangkut seluruh unsur yanng membentuk suatu persekutuan hidup
yang disebut Negara dan Masyarakat. Dalam kapasitas berhubungan dengan
moral, maka kebebasan manusia dalam menentukan tindakan harus bisa
dipertanggungjawabkan, sesuai aturan yang telah ditetapkan dan disesuaikan
dengan keadaan masyarakat sekelilingnya. Sifat serta ciri khas kebangsaan dan
kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualitas ataupun sosialistis
melainkan segala keputusan kegiatan dan kebijakan serta arah dari tujuan politik
harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral.
3.1 Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikansecara mendalam sehingga dalam
kehidupanberbangsa, bernegara dan bermasyarakat sertaberpolitik dalam
berbagai segi kegiatan dapat terwujud dengan baik dan lancar. Untuk Mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah selaku pemegang amanat
rakyat dan penyelenggara Negara harus mentaati peraturan yang telah
ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi
pemerintah yang absolut, pemerintah yang didukung penuh oleh rakyat, karena
kedaulatan tertinggi berada di tangan dan rakyat merupakan bagian terpenting dari
terbentuknya suatu negara.

11
DAFTAR PUSTAKA
Nambo, Abdulkadir B. Paluhuluwa, Muhammad Rusdiyanto. 2005. Memahami
TentangBeberapa Konsep Politik (Suatu Telaah dari Sistem Politik). Volume XXI
No. 2 April± Juni 2005 : 262 – 285.
Pureklolon, Thomas Tokan. 2020. Pancasila Sebagai Etika Politik dan Hukum
NegaraIndonesia. Law Review Volume XX, No. 1 – Juli 2020.
Sabilla Febriany, F., & Anggraeni Dewi, D. . (2021). Nilai-Nilai Pancasila
dan DinamikaEtika Politik Indonesia. Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(4), 690–695.
Yanto, Dwi. 2017. Etika Politik Pancasila. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI
KalimantanVolume 15 No.27 April 2017.
Weruin, Urbanus Ura. 2019. Teori-Teori Etika Dan Sumbangan Pemikiran Para
Filsut BagiEtika Bisnis. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Issn 2579-6224
(Versi Cetak)Vol. 3, No. 2, Oktober, 2019: Ilm 313-322.

12

Anda mungkin juga menyukai