Disusun oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
2021/2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Pancasila Sebagai Etika Politik”. Makalah ini
telah kami susun dengan maksimal dan tentunya dengan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah tentang “Pancasila Sebagai Etika Politik” ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. Nilai, norma dan moral..................................................................................2
B. Hubungan nilai, norma dan moral..................................................................3
C. Etika politik....................................................................................................4
BAB IV PENUTUP..................................................................................................8
A. Kesimpulan...................................................................................................8
B. Saran..............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nilai, norma dan moral?
2. Bagiamana hubungan nilai, norma dan moral??
3. Apa yang dimaksud dengan etika politik?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu nilai, norma dan moral.
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan niai, norma dan moral.
3. Untuk mengetahui maksud dari etika politik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2. Hierarki Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai hal ini sangat
tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya serta hierarkhi nilai.
Misalnya kalangan terialis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah
material. Kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah
nilai kenikmatan. Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada,
tidak sama luhurnya, dan sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-
nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan:
1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai
yang mengenakkan (die wertreihe des Angenehmen und Unangehmen).
Yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2
2) Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang
penting bagi kehidupan (werte des vitalen fuhlens) misalnya kesehatan,
kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.
3) Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan
(geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani
maupun lingkungan, misalnya keindahan, kebenaran, dan pengetahuan
murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian : dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari
yang suci dan tak suci (wermodalitas des Heligen ung Unheligen).
Nilai-nilai semacam ini terdiri dari nilai-nilai pribadi (Kaelan, 2004:89).
3
martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan
oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam
kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam
pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap
dan tingkah laku manusia. Demikianlah hubungan yang sistematik antara
nilai, norma, dan moral yang pada gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud
dalam suatu tingkah laku praksis dalam kehidupan manusia.
B. Etika Politik
1. Pengertian Politik
Politik berasal dari kosa kata “politics” yang memiliki makna
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti
dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu
perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies,
yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-
sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, diperlukan
suatu kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), yang akan dipakai baik
untuk membina kerja sama maupun untuk melaksanakan konflik yang
mumgkin timbul dalan proses ini (Kaelan, 2004:95).
4
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham
liberalisme, memandan manusia sebagai makhluk individu yang bebas.
Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur
berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat
manusia sebagai individu. Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal
sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai
makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi
masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam
hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan
filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai
individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa
tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga
masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya
mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan
berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala
keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segala
kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari
masyarakat. Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam Pancasila
yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan
hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat
serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, bukanlah totalitas
individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
b. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagan hukum dan
negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang memberikan legitmimasi
kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan
dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitn
dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan
bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan
5
masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis
manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya
sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang
menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh
kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan –
tindakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu
pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi
fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral
manusia.
c. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
6
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan
kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena
itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu
pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan,
serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung
pokok Negara.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial manusia yang secara
harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik. Pancasila memang tidak boleh
dilepaskan dari semua aspek-aspek didalam penyelenggaraan sebuah negara.
Dalam pelaksanaan Negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan
harus di kembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam
pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut kekuasaan ekskutif,
legislatif, yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi
harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan lain perkataan harus
memiliki legitimasi demokratis.
Pancasila juga merupakan suatu system filsafat yang pada hakikatnya
merupakan nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik
norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Suatu pemikiran
filsafat tidak secara langsung menyajikan norma – norma yang merupakan
pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praktis melainkan nilai – nilai yang
bersifat mendasar. Sehingga penerapan Pancasila sebagai etika politik wajib
dilakasanakan dengan sebaik mungkin.
B. SARAN
Saran kami adalah marilah kita mempelajari Pancasila sebagai etika politik
ini dengan sebaik-baiknya, sehingga benar-benar paham. Karena hal ini
menyangkut moralitas dan kepentingan masyarakat banyak. Dan marilah kita
mencoba mempraktekannya dalam kehidupan berorganisasi dikampus dan dalam
kehidupan bermasyarakat.
8
DAFTAR PUSTAKA
https://mas-wijaya.blogspot.com/2013/11/pancasila-sebagai-etika-
politik.html 22 Oktober 2021:13.34