Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

DOSEN PENGAMPU :
ILHAM HUDI,S.Pd,M.Pd

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. WINDY PRATIKA NINGSIH ( 190701101 )


2. WAHYU RIZKY NASUTION ( 190701172 )
3. ANNISA YULIADI ( 190701105 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU


FAKULTAS HUKUM

2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb

Dengan meyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dengan rahmat dan petunjuk-Nya pula penulis akhirnya berhasil menyusun makalah berjudul
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”. Selanjutnya shalawat serta salam senantiasa
penulis sampaikan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang senantiasa
penulis rindukan wajah dan syaratnya dihari akhir kelak.

Makalah ini disusun guna memenuhi mata kuliah PANCASILA Dengan dosen
pengampu Bapak ILHAM HUDI,S.Pd,M.Pd. Terlepas dari semua itu kami juga menyadari
masih banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini sehingga kritik dan saran
yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca. Terima kasih. Assalammu’alaikum Wr.Wb.

Penulis

Pekanbaru, Senin 11 Mei 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................1


B. Rumusan masalah...............................................................................1
C. Tujuan masalah ..................................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian etika..................................................................................2
B. Pengertian nilai,norma dan moral....................................................2
C. Macam – macam etika atau filsafat moral.......................................4
D. Aliran – aliran dalam filsafat moral ................................................5
E. Norma etik bersumberkan pancasila ..............................................6
F. Kode etik profesi ................................................................................16
G. Pengalaman subjektif terhadap norma etik....................................16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................18
B. Saran ...................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pancasila dapat menjadi etika kehidupan bernegara karena nilai pancasila


merupakan sumber etika.kata “ etika “ memiiki tiga makna. Arti pertama adalah
sebagai “ sistem nilai”. Kata “ etika” disini berarti nilai-nilai dan moral-moral yang
menjadi pegangan hidupatau sebagai pedoman penilaian baik buruknya perilaku
manusia. Arti kedua “ kode etik” yaitu sebagai kumpulan norma atau nilai moral yang
wajib di perhatikan oleh pemegang profesi tertentu. Arti ketika “ ilmu yg melakukan
refleksi kritis dan sistematis tentang moralitas” .

Pancasila sebagai sistem etika dalam arti nilai pnacasila nantinya terjabarkan
kedalam norma-norma sebagai pedoman penyelenggara hidup bernegara indonesia.
Nilai pancasila menjadi salah satu sumber norma etik bernegara di samping nilai-nilai
agama. Sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 bahwa
etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama
khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yg tercermin
dalam pancasila sebagai acuan dasar dalam berfikir,bersikap, dan bertingkah laku
dalam kehidupan bernegara. Apabila dikaitkan dengan 3 pengertian etika di atas ,etika
kehidupan berbangsa termasuk dalam pengertian pertama.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian etika ?
2. Bagaimna macam-macam etika dan filsafat moral ?
3. Bagaimana aliran-aliran dalam filsafat moral ?
4. Apakah pengertian nilai,norma dan moral ?
5. Bagaimana norma etik bersumberkan pancasila ?
6. Bagaimana kode etik profesi ?
C. Tujuan masalah
1. Agar mahasiswa memahami tentang pancasila sebagai sistem etika?
2. Agar memahami pengertian nilai,norma dan moral ?
3. Agar memahami airan-aliran dan filsafah moral ?
4. Agar memahami macam-macam etika dan filsafat moral ?
5. Agar memahami norma etik bersumberkan pancasila ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian etika

Kata etika secara etimologis berasal dari kata yunani “ethos”, secara harfiah
berarti adat kebiasaan, watak atau kelakuan manusia. Dalam kamus besar bahasa
indonesia, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Pengertian etika bisa beragam
yang pertama adalah sebagai sistem nilai. Kata etika disini berarti nilai-nilai dan
moral-moral yang menjadi pegangan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik
buruknya perilaku manusia, baik secara individual ataupun sosial dalam suatu
masyarakat. Makna ini misalnya di gunakan dalam “etika jawa”, “etika protestan”,
dan sebagainya.menurut para ahli, namun dapat di klasifikasi ke dalam 3 makna.
Makna etika 1

Menurut Bertens, kata etika juga memiliki 3 arti :

1. Etika berati nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan


bagi seseorang atau suatu kelompok yang mengatur tingkah lakunya.
2. Etika berarti kumpulan asas atau norma yaitu kode etik.
3. Etika berarti ilmu tentang yang baik atau buruk.

B. Pengertian nilai, norma dan moral


a. Pengertian nilai
Nilai adalah kemampuan yang di percayai yang ada pada suatau benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan
kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu
adalah suatu kenyataan-kenyataan lainnya.2
Menilai berarti menimbang,suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk
selanjutnya di ambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat
menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau
1
Winarno,paradiga baru pendidikan pancasila,(jakarta:Bumi aksara,2018),cetakan keempat,hlm.143

2
Dr.H.T Effendy Suryana,SH.,M.Pd.dkk,pendidikan pncasila,(bandung:Refika,2018),hlm.40

2
tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu haruslah berhubungan dengan unsur
indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, rasa,
akal, karsa dan kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah suatu yang berharga, berguna,
memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan herkat dan martbatnya.
Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
(motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan
salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan budaya.
b. Pengertian norma

Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan


menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan
ideal yang seimbang,serasi dan selaras itu tercermin secara vertical (tuhan)
dan horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya). Norma adalah
perwujudan martbat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral, dan
religi. Norma merupakan suatu kesadadaran dan sikap luhur yang di
kehendaki oleh tata nilai untuk di patuhi. Oleh karena itu, norma dalam
perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan,
norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk di patuhi
karena ada sanksi.

c. Pengertian moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,tabiat
atau kelakuan. Moral adalah pelajaran tenang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia . seorang pribadi yang taat
kepada aturan, kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, di
anggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi
maka pribadi itu di anngap tidak bermoral. Moral dalam perwujudan nya
dapat berupa peraturan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan
mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhnan terhadap nilai dan norma
yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

3
C. Macam - macam etika atau filsafat moral
Etika sebagai filsafat moral adalah suatau cabang ilmu filsafat yang secara
khusus mengkaji perilaku manusia dari segi baik buruknya atau sebenar
benarnya.3

Secara umum, dapat di bedakan dua cabang besar etika yakni :

a. Etika umum
Etika umum adalah etika yang menyajikan beberapa pengertian dasar dan
mengkaji beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral. Contohnya :
menghormati orang lain, jangan berbuat semena-mena, dan sebagainya.
b. Etika khusus
Etika khusus adalah etika yang membahas permasalahan moral dalam
bidang-bidang khusus. Contohnya : etika sosial, etika biomedis, etika
bisnis, dll.

Etika atau filsafat moral dibedakan menjadi 3 yakni :


a. Etika deskriptif
Etika deskriptif hanya melukis kan tingkah laku moral dalam arti luas.
Misalnya adat kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian.
Etika ini mempelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu
dan dalam priode tertentu. Etika ini di jalankan oleh ilmu-ilmu sosial
(antropologi, sosiologi, psikologi, dan lain lain).
b. Etika normatif
Etika normatif adalah etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan juga
melakukan penilaian. Untuk itu di adakan argumentasi, alasan-alasan
mengapa sesuatu di anggap baik atau buruk. Etika normatif berusaha
menetapkan berabagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya
dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
c. Metaetika
Meta berarti melampaui atau melebihi. Yang di bahas bukanlah moralitas
secara lanngsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas.
Metaetika bergerak pada tataran bahasa atau mempelajari etika khusus dari
3
Winarno,paradigma baru pendidikan pancasila,(Jakarta:2018),cetakan keempat,hlm.144

4
ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat dapat di tempatkan di wilayah filsafat
analitis yang menganggap analitis bahasa sebagai bagian terpenting,
bahkan satu-satunya tugas filsafat.
D. Aliran – aliran dalam filsafat moral
Selain macam-macam etika, juga dikenal berbagai aliran dalam filsafat yang
meliputi etika keutamaan, deontologis, dan teleologi.4
a. Etika keutamaan
Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori yang mempelajari
keutamaan (virtue), apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk.
Menurut etika keutamaan, keutaaman adaalah suatu disposisi batin yang
bersifat tetap sebagai akibat suatu latihan atau kebiasaan untuk berbuat
baik. Keutaman – keutamaan merupakan ciri-ciri keluhuran watak yang
secara moral pantas dianjurkankepada setiap orang dan di kejar olehnya.
Etika keutamaan meletakkan tekanan dan fokus perhatiannya pada pribadi
pelaku tindakan dan kualitas watak pribadi tersebut.
Gagasan awal mengenai etika keutamaan dapat di telusuri dari
pemikiran Aristoteles tentang “arete”. Kata ‘arete’ dalam bahasa yunani
yang berarti keutamaan, ada kaitan nya dengan keunggulan serta dipakai
untuk menunjukkan bahwa seseorang dapat melaksankan fungsi pokoknya
dengan baik. Seorang pemahat dikatakan mempunya ‘arete’ sebagai
pemahat jika ia dapat memahat dengan bagus. Dengan demikian kata
‘arete’ tidak hanya di pakai untuk menunjuk keutamaan moral saja.
Keutamaan moral bagi Aristoteles adalah ciri-ciri watak manusia yang
secara umum di junjung dan yang di miliki seseorang berkat latihan atau
pembiasaan berbuat baik. Sebagaimana keutamaan seorang pemahat
terletak dalam kemampuanya untuk memahat dengan baik, keutamaan
manusia sebagai manusia ada ikatannya dengan menjalankan dengan baik
fungsi khas kemanusiaan. Dalam pandangan Aristoteles, fungsi khas
manusia terletak dalam kegiatan akal budinya. Dalam paham etika
keutamaan, karena pusat perhatian di arahkan kepada pembentukan watak
yang berbudi luhur dan bukan pada penentuan kewajiban tertentu atau
pemakaian prinsip moral tertentu, peranan tokok moral ideal menjadi
penting. Etika keutamaan menekan pada karakter moral dan pembangunan
4
Winarno,paradigma baru pendidikan pancasila,(Jakarta:2018),cetakan keempat,hlm.146

5
moral sesorang. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan
adalah baik hati, kesatria, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati,
bernalar, pecaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja sama, berani,
santun, jujur, terampil, adil, setia, bersahaja, disiplin, mandiri, bijaksana,
peduli, dan toleran.
b. Etika deontologi
Etika deontologi adalah teori etika yang membicarakan kewajiban moral
sebagai hal yang benar dan bukan membicarakan tujuan atau akibat dari
etika deontologi dalam memberi tekanan dan fokus perhatiannya pada
prinsip-prinsip yang mendasari tindakan. Etika deontologi mengajarkan
bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan
prinsip kewajiban yang relavan untuknya.Kata deon berasal dari yunani
yang artinya berkewajiban yang merupakan inti dari teori ini dan
mengasumsi bahwa orang orang bertindak secara moral bila
mengikuti aturan yang benar atau baik. Aturan itu sebenarnya adalah
kewajiban moral yang sifatnya  imperatif kategoris. Hal ini merupakan
perintah yang tidak bersyarat dan mutlak dimana di simbolkan dengan
perkataan “bertindaksecara mora” dimana perkataan itu tidak mengandung
perintah (command) tetapi secara moral yang dating dari diri sendiri, tidak
bersyarat, bersifat mutlak, dan merupakan realisasi dari rasio (budi)
praksis (zubaidi).
c. Etika teleologi
Etika teleologi adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan
moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tintakan. Etika teleologi
menganggap nilai moral dari suatu tindakan di nilai berdasarkan pada jauh
mana tindakan tersebut mencapai tujuannya.Etika ini juga menganggap
bahwa kebenaran dan kesalahan suatu tindakan di nilai dari tujuan akhir
yang di inginkan Aliran-aliranini meliputi eudaemonisme, hedonism, dan
utilitarianisme. Pada intinya etika ini mengukur etis tidaknya perbuatan
berdsar hasil akhir yang di dapatkan, bukan pada kewajibannya yang
dijalaninya.

E. Norma etik bersumberkan pancasila

6
Etika pancasila adalah cabang filsafat yang di jabarkan dari sila – sila
pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan masyarakat, berbangsa, dan
bernegara di indonesia. Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika
keutamaan atau etika kebajikan, meskipun corak keduanya mainstream yang
lain. Namun menurut notonegoro, etika keutamaan lebih dominan karena etika
pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh atau kebajikan. Yaitu kebijakan,
kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Oleh karena itu di dalam etika
pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk prilaku manusia di
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. 5
Gagasan tentang etika pancasila pada hakekatnya berkaitan dengan
kedudukan pancasila sebagai filsafat negara. Pancasila sebagai dasar filsafat
negara sebagaimana termuat dalam UUD 1945 memiliki implikasi etis, yakni
sebagai sumber norma etik. Etika pancasila bersumber dari pemikiran
mendalam terhadapn nilai-nilai dasar pancasila.
1. Nilai pancasila sebagai sumber norma etik
Nilai nilai yang tertuang dalam pancasila menjadi inspirasi sekaligus
pegangan hidup dalam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa. Namun
demikian, nilai tidak bersifat opersional dan belum konkret. Agar dapat
bersifat operasional dan menjadi pedoman hidup, nilai di wujudkan ke
dalam norma. Norma atau kaidah itulah yang bersifat operasional dan
menjadi pegangan atau panduan hidup dalam bersikap dan berperilaku.
Nilai-nilai dasar pancasila termasuk kategori nilai dasar dan
merupakan nilai etis. Nilai dasar yang tertuang dalam sila pertama
pancasila adalah nilai ketuhanan. Dimana yang menyangkut pada
keyakinan dan kepercayaan yang di miliki oleh bangsa ini. Agama
merupakan salah satu sumber moralitas. Aspek etis yang tercermikan dari
sila pertama pancasila adalah jaminan bagi setiap penduduk untuk
mengidentifikasi dirinya berdasarkan keyakinan atau agama tertentu.
Setiap individu berhak menyatakan dirinya berhak menyatakan dirinya
berdasar keyakinan yang ia percayai. Negara, dalam hal ini memfasilitasi
kebutuhan keyakinan dankepercayaan rakyat indonesia dan menjamin
pelaksanaan kewajiban atas kepercayaan yang di anut masyarakat.
5
Winarno,paradigma baru pendidikan pancasila,(Jakarta:2018),cetakan keempat,hlm.149

7
Nilai kemanusiaan yang terdapat dalam sila kedua merepresentasikan
kedudukan manusia yang sederajat dan bermartabat. Manusia di tempatkan
di dalam kedudukan yang terhormat. Kemanusiaan menyakut segala unsur
yang melekat pada diri manusia sebagai mahluk monopluralis. Dan
didalam nya melekat atribut adil dan beradab yang memper tegas orientasi
kemanusiaan berdasar pancasila. Dalam hal ini pemerintah harus
menjamin setiap usaha mamanusia kan manusia dalam kerangka
mewujudkan sosok manusia yang adil dan beradab.
Sila ketiga memuat nilai dasar persatuan. Persatuan mengikat selruh
perbedaan yang niscaya dalam bangsa ini. Persatuan juga merupakan
modalitas utama dalam mengintegrasikan seluruh kepentingan di bawah
payung kebangsaaan. Pemerintah dan rakyat harus secara sadar menjaga
dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas bangsa ini dalam satu
bingkai kebangsaan.
Sila keempat pancasila Menepatkan masyarakat sebagai nilai universal
yang melengkapi sila sebelumnya. Nilai kerakyatan menegaskan bahwa
orientasi sesungguhnya dari keberadaan bangsa ini harus bermuara pada
kepentingan rakyat. Rakyat adalah kekuatan terbesar yang menentukan
harapan dan cita-cita bangsa. Pemerintah harus mengupayakan
optimalisasi potensi kekuatan rakyat sebagai penompang keberlangsungan
bangsa. Dan pemerintah harus menginsyafi kenyataan bahwa rakyat adalah
subjek dan bukan objek. Konsekuensi perlakuan rakyat sebagai ojek oleh
pemerintah biar di pandang tidak etis.
Sila kelima ini memuat nilai keadilan social yang ditujukan
bagiseluruh bangsa indonesia. Keadilan sosial menjamin pemerataan
pembangunan. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat merupakan prioritas
utama kerja pemerintah. Pembangunan yang di upayakan pemerintah harus
si rasakan dan di nikmati seluruh rakyat indonesia tanpa terkecuali.
2. Etika pancasila dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978
Dalam kedudukan sebagai dasar filsafat negara, maka nilai nilai Pancasila
harus di jabarkan kedalam norma yang menjadi pedoman dalam
penyelenggaraan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Ada dua
norma dalam hidup bernegara, yakni norma hukum dan norma moral atau
etik.Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa nilai pancasila perlu

8
diderivasikan kedalam norma hukum dan norma etik bernegara. Pancasila
menjadi sumber norma hukum adalah implikasi yuridis dari pancasila
dasar filsafat negara. Pancasila menjadi sumber norma etik adalah
implikasi etis dari pancasila dasar filsafat negara.
Dalam kaitannya dengan etika, maka nilai pancasila menjadi sumber
normaetik bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik
bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara.
Dalam pengalaman sejarah bernegara di indonesia, ketetapan MPR No.
II/MPR/1978 Tentang penghayatan dan pengalaman pancasila atau
ekaprasetya panca karsa dapat dipandang sebagai contoh norma etik
bernegara. Pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila berisi butir-
butir pengalaman dari sila-sila pancasila yang dimaksudkan sebagai
pedoman untuk dijadikan penuntun atau pegangan terhadap sikap dan
tingkah laku bagi setiap manusia indoensia dalam kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan pula
bahwa P4 bukan merupakan tafsir pancasila dasarnegara. Tafsir pancasila
dasar negara adalah sebagaimana termuat dalam UUD 1945 yang berisikan
norma hukum. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa butir butir P4
merupakan norma etik dari pada sila sila pancasila.
Untuk mengingatkan kembali tentang contoh norma etik dalam P4, di
bawah ini adalah butir-butir norma dari setiap pancasia :
1. Ketuhanan yang maha esa
1) Bangsa indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Manusia indonesia percay dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Mengembangkan sifat hormat-menghormati dan bekerja sama
antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang
berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4) Membina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

9
5) Agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa adalah
masalah yang menyangkut hubungan pribadi mansia dengan
Tuhan yang Maha Esa.
6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa terhadap orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
1) Mengkui dan memeperlakukan manusia sesuai dengan berkat dan
martbatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi
setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, Agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, wran kulit, dan
sebagainya.
3) Mngembangkan sikap saling mencintai sesama manuisa.
4) Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
9) Bangsa indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
10) Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama
dengan bangsa lain.
3. Persatuan indonesia
1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan,
dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentinggan negara dan
bangsa apabila di perlukan.
3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4) Mengembangkan rasa kebanggan berkebangsaan dan bertanah air
indonesia.

10
5) Memlihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
6) Mengembangkan persatuan indonesia atas berdasarkan Bhenika
Tunggal Ika.
7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia
indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2) Tidak boleh memkasakan kehendak orang lain.
3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama .
4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat
kekeluargaan.
5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang
sicapai sebagai hasil musyawarah.
6) Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7) Di dalam musyawarah di utamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
8) Musyawarah di lakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hatti
nurani yang luhur.
9) Keputusan yang di ambil harus di pertanggung jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10) Memberi kepercayaan kepada wakil-wakil yang di percayai untuk
melaksanakan pemusywaratan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan
sikap dan suasan kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2) Mengembangkan sikap adil terhdap sesama.
3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

11
4) Menghormati hak orang lain.
5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri
sendiri.
6) Tidak mengunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat
pemerasan terhadap orang lain.
7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau
merugikan kepentingan umum.
9) Suka bekerja keras.
10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi
kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan
yang merata dan berkeadilan sosial.
Butir butir P4 yang merupakan norma etik bersumberkan pancasila, dewasa ini
telah menjadi pengalaman sejarah bangsa. Dikatakan demikian, oleh karena
ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 telah dicabut dan tidak berlaku lagi.
Dicabutnya ketetapan MPR tersebut berdasarkan pada ketetapan MPR
No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan majelis permusyawaratan
rakyat republik indonesia No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan
pengalaman pancasil dan penetapan tentang penegasan kembali pancasila
sebagai dasar negara.
Ada beberapa implikasi yang timbul setelah ditiadakannya ketetapan
tersebut.Misalnya, dalam pelajaran PPKn 1994, butir butir pancasila dalam P4
tidak lagi menjadi materi pokok. Dalam pelajaran PKn 2006, butir butir P4
secara ekspelisit juga tidak tampak. Dampak lainnya adalah dihapuskannya
BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan PedomanPenghayatan dan Pengamalan
Pancasila) sebagai lembaga negara yang selama masa orde baru bertugas
mengelola dan menyelenggarakan program penataran P4, melalui keputusan
presiden No. 27 Tahun 1999 tentang pencabutan keputusan presiden No. 10
Tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Yang menarik adalah, meskipun P4 telah dicabut, sebagian publik
masih menyatakan persetujuan dengan apa yang termuat dalm P4 tersebut. P4

12
dianggap sebagai sesuatu yang baik, tidak ada yang salah, memiliki tujuan
yang baik dan justru penting digunakan untuk membangun jati diri manusia
indonesia. Secara substansi P4 lebih menitik beratkan pada pembentukan
moral dalam bersikap dan bertingkah laku warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara. P4 merupakan etika sosial dan politik
bagi seluruh bangsa indonesia. Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 adalah
pedomanyang dapat dijadikan penuntun dan pegangan terhadap sikap dan
tingkah laku bagi setiap manusia indoensia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara. Yuwono Sudarsana menilai tidak semua materi yang
diberikan dalam penataran P4 terdahulu salah. Menurut pengamatannya,
penataran P4 sebenarnya bertujuan baik, namun dalam implementasinya
terlalu kaku dan dipaksakan.
Mengapa ketetapan MPR tentang P4 tersebut dicabut, dapat kita
ketahui berdasarkan konsideran ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 yang
mengatakan bahwa materi muatan dan pelaksanaan dari ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat republik indonesia No.II/MPR/1978 tentang
pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila tidak sesuai dengan
perkembangan kehidupan bernegara. Uraian akan latar belakang pencabutan
tersebut kiranya belum cukup menjelaskan kepada banyak pihak. Oleh karena
itu, perlu penelitian lanjut perihal mengapa ketetapan MPR No. II/MPR/1978
ini dicabut.
3. Etika pancasila dalam ketetapan MPR RI No.V/MPR/2001

Kebutuhan akan norma etik disisi norma hukum diawal era reformasi akhirnya
disadari oleh penyelenggara negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkan 2 ketapan berkenaan dengan ini, pertama yang khusus berkenaan
dengan penyelenggaraan negara, yaitu ketetapan MPR No. XI/MPR/1998
tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Kedua, yang bersifat lebih umum, yaitu ketetapan MPR
No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa.

Etika kehidupan berbangsa dapat dikatakan sebagai norma etik negara.


Dalam ketetapan nya tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa
merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang
bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercerminkan dalam

13
pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku
dalam kehidupan berbangsa.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pancasila


merupakan salah satusumber etika kehidupan berbangsa. Sumber etika
berbangsa lainnya adalah ajaran agama. Pancasila merupakan sumber etika
kehidupan berbangsa karena didalamnya terkandung nilai-nilai luhur budaya
indonesia. Ketut Rindjin mengatakan ketetapan tentang etika kehidupan
berbangsa dapat dipandang sebagai pengganti ketetapan MPR Tahun 1978
tentangP4.

Adapun Bidang kehidupan yang sangat perlu adanya etika :

a. Etika sosial dan budaya


Etika ini bertolak belakang dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai, dan saling tolong menolong di antara
sesama manusia dan warga bangsa.
Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkan kembali budaya malu,
yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral
agama dan nilai-nilail uhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu ditumbuh
kembangkan kembali budaya ketauladanan yang harus diwujudkan dalam
perilaku para pemimpin baik formal maupun in formal pada setiap lapisan
masyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan mengunggah,
menghargai dan mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari
budaya daerah agar mampu melakukan adaptasi, dan ingteraksi dengan
bangsa lain tindakan proaksi sejalan dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu,
diperlukan penghayatan dan pengamalan agama yang benar, kemampuan
adaptasi, ketahanan, dan kreativitas budaya dari masyarakat.
b. Etika politik dan pemerintahan

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,


efisien, efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang
dicirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aprisiasi rakyat,

14
menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima
pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
keseimbangan hak dan kewajiban dan kehidupan bernegara.

Masalah potensial yang dapat menyebabkan permusuhan dan


pertentangan haruslah diselesaikan secara musyawarah dengan penuh
kearifan dan kebijaksaan sesuai nilai-nilai luhur agama dan budaya,
dengan tetap menjunjung tinggi pernbedaan sebagai sesuatu yang
manusiawi dan alamiah.

Etika Politik dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan


suasana harmonis antar kekuatan sosial politik atau kelompok kepentingan
untuk mencapai sebesar besarnya kemajuan bangsa dan negara dengan
mendahulukan kepentingan bersama melebihi kepentingan pribadi atau
golongan. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang jujur, bertata
krama dalam perilaku politik yang toleran, berpura- pura, tidak arogan,
jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak
manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

c. Etika eknomi dan bisnis

Etika dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh


pribadi,institusi, maupun pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi
dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan
yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi,
daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana
kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil
melalui kebijakan yang berkesinambungan.

d. Etika penegakan hukum yang berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib


sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan
dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada. Etika ini
meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan
tidak diskriminatif terhadap setiap warg anegara di hadapan hukum, dan

15
menghindarkan penggunaan hukum secara salahsebagai alat kekuasaan dan
bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.

e. Etika keilmuan
Etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mamu
menjaga harkat dan martabatnya, berpijak kepada kebenaran untuk
mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan
budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi maupun kolektif dalam karsa,
cinta dan karya, yang tercermin dalam perilau kreatif, inovatif, inventif,
dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis,
berkarya, serta menciptakan iklim kondunsif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
f. Etika lingkungan
Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai
dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara
berkelanjutan dan bertanggung jawab.
F. Kode etik profesi
Isi Etika Kehidupan Berbangsa sebagaiman ketetapan MPR No. VI/MPR/2001
bersifat garis-garis besar dan pokok-pokoknya saja. Tindak lanjut atau kaidah
pelaksanaan dari pokok-pokok etika ini adalah mengembangkannya ke dalam
etika profesi, seperti etika profesi hukum, politik, ekonomi, kedokteran, guru, dan
jurnalistik. Etika merupakan norma-norma yang dianut oleh kelompok, golongan
atau masyarakat tertentu mengenai perilaku yang baik dan buruk. Etika adalah
refleksi kritis dan rasional mengenai norma-norma yang terwujud dalam perilaku
hidup manusia, baik secara pribadi atau kelompok. Sistem etika bagi profesional
dirumuskan secara konkret dalam suatu kode etik profesi yang secara harafiah
berarti etika yang ditulis. Tujuan kode etik adalah menjunjung tingggi martabat
profesi atau seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi
dalam mengemban suatu profesi.6
G. Pengalaman subjektif terhadap norma etik
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai pancasila
secara pribadi dalam bersikap dan bertingkah laku kehidupan berbangsa dan

6
Winarno,paradigma baru pendidikan pancasila,(Jakarta:2018),cetakan keempat,hlm.163

16
7
bernegara. Nilai pancasila tersebut terwujud dalam norma etik yang berlaku di
masyarakat atau kode etik profesi tertentu. Norma etik mengikat secara moral,
tidak memaksa dari luar, tetapi berdasar kesadaran diri sendiri untuk
melaksanakan. Apabila seseorang melangggar norma etik makaia akan mendapat
sanksi etik.sanksi etik umumnya dibuat bertingkat, mulai dari teguran lisan,
teguran tertulis, peringatan, sampai sanksi etik yang kuat yakni dikeluarkan dari
organisasi profesi tersebut secara tidak hormat.
Norma moral seperti P4, etika kehidupan bersama, dan kode etik profesi dapat
disebut sebagai subjektifikasi yang subjektif dari pelaksanaan nilai-nilai yang
umum, abstrak, dan universal dari pancasila dasar negara. Subjektifikasi yang
objektif pada dasarnya pembuatan pedoman hukum bagi manusia indonesian yang
umumnya bersumber dari nilai-nilai pancasila yang gtelah terjabar dalam
peraturan perundangan.
Bukti bahwa sifat subjektifikasi yang objektif maupun subjektif ini bisa
berubah dan berkembangan dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan norma
hukum dalam UUD 1945 setelah amandemen, dicabutnya Ketetapan MPR tentang
P4, munculnya ketetapan tentang etika kehidupan berbangsa. Menurut Jimly
Assidiqie nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara tetap kita perlukan
sehingga materinya dituangkan menjadi Ketetapan MPR RI No.VI MPR/2001
yang dibiarkan tetap berlaku sampai sekarang oleh Ketetapan MPR
No.I/MPR/2003.
Pengamalan subjektif atas pancasila adalah pengamalan terhadaap norma-
norma etik bernegara termasuk kode etik profesi yang mencerminkan nilai-nilai
pancasila. Pengamalan pancasila dilaksanakan oleh setiap individu, perorangan
atau setiap warga negara indonesia. Pengamalan subjektif berasal dari kesadaran
pribadi. Pengamalan subjektif atau disebut aktualisasi pancasila secara subjektif
penting dan dapat menetukan pengamalan pancasila secara objektif.

7
Ibid,hlm.171

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendukung dari Pancasila sebagai etika adalah Pancasila memegang peranan
dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang
adildan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila
dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-
butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam
masyarakat maupun bangsa dan negara.
B. Saran
1. Etika (nilai, norma dan moral) harus senantiasa di terapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang
sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus di amalkan dalam setiap kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan
antar warga Indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Winarno. (2018). “Paradigma Baru Pendidikan Pancasila”. Jakarta: Bumi aksara.

Dr.H.T.Effendy Suryana,SH,M.Pd.dkk (2018). “Pendidikan Pancasila”. Bandung: PT


Refika Aditama.

Prof.Dr.Kaelan,M.S. (2016). “Pendidikan Pancasila”. Yogyakarta: Paradigma.

Anda mungkin juga menyukai