Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PANCASILA

Disusun oleh:
Kelompok 6
Muhammad Al Hafidz ( 05041182328005)
Solehudin ( 0504118232011)
Tatia Nabilla ( 05041382328085)
Yensen Merliana ( 05041182328065)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas karunia, hidayah dan nikmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah pendidikan pancasila ini. Penulisan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Pancasila.
Makalah ini ditulis dari hasil ungkapan pemikiran kami sendiri yang bersumber dari
internet dan buku sebagai referensi, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar
mata kuliah Pendidikan Pancasila atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga
kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah
ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, semoga
hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai arti penting nya Konsep Dan Urgensi Pancasila
Sebagai Etika
Dan semoga dapat di implementasikan dalam kehidupan kita sehari hari. sebagai calon
pengganti pemimpin bangsa dimasa mendatang yang memahami makna serta kedudukan dan
peranan Pancasila, dan khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna,
maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Demikan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga, menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Aamiin.

Indralaya, 22 September 2023

1
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….....1
Daftar Isi……………………………………………………………………………………..2
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………….3
- Latar belakang………………………………………………………………………..4
- Rumusan masalah……………………………………………………………………4
- Tujuan………………………………………………………………………………..4
BAB II Isi……………………………………………………………………………………5
- Konsep Pancasila sebagai sistem etika………………………………………………5
- Urgensi Pancasila sebgai sistem etika……………………………………………….5
- Menanya alasan diperlukannya Pancasila sebagai sistem etika……………………..6
- Menggali sumber historis, sosiologis, politis
tentang Pancasila sebagai sistem etika………………………………………………7
BAB III Penutup…………………………………………………………………………….8
- Kesimpulan………………………………………………………………………….8
- Saran………………………………………………………………………………...8
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………9

2
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam hubungannya
dengan pancasila maka ketiganya akan memberi pemahamann yang saling melengkapi
sebagai sitem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikinya merupakan suatu sistem nilai yang
menjadi sumber dari penjabarannorma baik norma hukum, norma moral maupun norma yang
lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar,
rasional, dan konfrehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran falsafat adalah suatu nilai-nilai
yang mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijadikan dalam kehidupan yang bersifat praktis atau kehidupan yang
bersifat nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma
yang kemudian menjadi pedoman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud etika pancasila ?
2. Bagaimna konsep dan urgensi pancasila denga etika?
3. Pentingnya etika pancasila ?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi Pancasila Sebagai Sistem Etika.
2. Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan Sila
dalam Pancasila.
3. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.

3
BAB II
Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika

A. Konsep Pancasila Sebagai Sistem Etika


1. Pengertian Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan
cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral.
Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk
(Bertens, 1997: 4--6).
Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala
sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku
manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut
moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).

2. Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi etika
keutamaan, teleologis, deontologis. Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori
yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan
manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya kepada
keberadaan manusia, lebih menekankan pada What should I be?, atau “saya harus
menjadi orang yang bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai
keutamaan adalah baik hati, ksatriya, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati,
bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani, santun,
jujur, terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri, bijaksana, peduli,
dan toleran (Mudhofir, 2009: 216--219).
Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan
kewajiban. Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas asas
moral yang tertinggi, akan tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka
tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai tindakan yang tidak etis. Etika
teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada
efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika teleologis ini juga
menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu tindakan dinilai

4
berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan (Mudhofir, 2009: 214). Aliran-aliran etika
teleologis, meliputi eudaemonisme, hedonisme, utilitarianisme.
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral
sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban
moral bertalian dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran moral atau kelayakan,
kepatutan. Kewajiban moral mengandung kemestian untuk melakukan tindakan.
Pertimbangan tentang kewajiban moral lebih diutamakan daripada pertimbangan
tentang nilai moral. Konsep konsep nilai moral (yang baik) dapat didefinisikan
berdasarkan pada kewajiban moral atau kelayakan rasional yang tidak dapat
diturunkan dalam arti tidak dapat dianalisis (Mudhofir, 2009: 141).

3. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila
untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk
perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan
mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia
kepada Sang Pencipta, ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan
mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu
upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila
persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta
tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang
lain, mau mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang
lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain,
kesediaan membantu kesulitan orang lain.

B. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia sehingga dapat
melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, masih terjadinya
aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat toleransi
dalam kehidupan antar umat beragama, dan meluluhlantakkan semangat persatuan atau
mengancam disintegrasi bangsa. Ketiga, masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) dalam kehidupan bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan
Cebongan Yogyakarta, pada tahun 2013 yang lalu. Keempat, kesenjangan antara
kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan masyarakat Indonesia.
Kelima, ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia, seperti
putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia Schapell Corby. Keenam,
banyaknya orang kaya yang tidak bersedia membayar pajak dengan benar, seperti kasus
penggelapan pajak oleh perusahaan, kasus panama papers yang menghindari atau

5
mengurangi pembayaran pajak. Kesemuanya itu memperlihatkan pentingnya dan
mendesaknya peran dan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat menjadi
tuntunan atau sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila.

C. Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika


Pertama, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama
generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda
yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai
yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah.
Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan.
Kedua, korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak
memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara
negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan
buruk (good and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas
kriteria baik (good) dan buruk (bad).
Ketiga, kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui
pembayaran pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal
peranan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN.
Pancasila sebagai sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar
memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang tinggi
maka program pembangunan yang tertuang dalam APBN akan dapat dijalankan dengan
sumber penerimaan dari sektor perpajakan.
Keempat, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan
bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap
hak pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media,
seperti penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak
yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), dan lain-lain. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat
terhadap nilai nilai Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena
itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran
sistem etika ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM.
Kelima, kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan
datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut
menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum
mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini
cenderung memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri,
keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Oleh

6
karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan perundang-
undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik pribadi maupun
perusahaan yang terlibat.

D. Menggali sumber historis, sosiologis, politis tentang Pancasila sebagai sistem etika
1. Sumber historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai
Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum
ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan
hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai
kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari
(berdiri di atas kaki sendiri).
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hirukpikuk
perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu
bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara
negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau
kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara
negara.
2. Sumber sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau
dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh
mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan local yang bertebaran di bumi
Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.
3. Sumber politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar
(Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan
di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang
berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu
norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya,
dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut
(Kaelan, 2011: 487). Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi
(Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan
norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.

7
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang
peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti
tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab”
sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika
bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat
bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam masyarakat, bangsa dan negara.

B. Saran
Hubungan nilai dengan norma adalah nilai mendasari terbentuknya pola perilaku.
Pola perilaku akan bisa terwujud sesuai denagan yang kita inginkan apabila terdapat
kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang memendorong dan mengarahkan untuk
mewujudkan pola perilaku itu menjadi perbuatan atau tindakan konkret. Dalam
bersosialisasi kita juga haru menerapkan aturan pancasila sebagai sitem etika, dengan
norma-norma dan ketentuan yang telah ada.

8
Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan


Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. 2016. BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB
UMUM PENDIDIKAN PANCASILA. Jakarta.
Winarno. 2018. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila. Jakarta: Bumi Aksara.

9
Sesi tanya jawab

1. Muhammad kelvin
Pertanyaannya:
Apa peranan nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika dalam memecahkan permasalahan
moralitas dan etika bangsa Indonesia saat ini?

Jawaban dari kelompok kami:


Pancasila memiliki peranan penting sebagai sistem etika dalam memecahkan permasalahan
moralitas dan etika bangsa Indonesia saat ini. Nilai-nilai Pancasila, seperti Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial, memberikan
landasan moral yang kuat bagi pembangunan dan kehidupan berbangsa. Pancasila menjadi
pedoman dalam mengatasi dilema moral serta memberikan arah yang jelas dalam mencapai
kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Yeny novita sari (05041282328029)


Pertanyaannya:
Jelaskan urgensi apa yang menyebabkan kita perlu mempelajari Pancasila sebagai sistem etika?

Jawaban dari kelompok kami:


Pemahaman dan penerapan Pancasila sebagai sistem etika memiliki urgensi karena:
Identitas Bangsa: Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang mencerminkan identitas dan
karakter bangsa. Memahaminya penting untuk memperkuat jati diri dan keberagaman dalam satu
kesatuan. Pedoman Moral: Nilai-nilai Pancasila memberikan pedoman moral yang mendasar
untuk berperilaku baik dan adil. Ini membantu membentuk karakter dan integritas individu
dalam masyarakat. Membangun Kesatuan: Pancasila menekankan persatuan dalam keberagaman.
Pemahaman terhadap nilai-nilai ini membantu mencegah perpecahan serta membangun harmoni
dan kesatuan di tengah masyarakat yang beragam. Dasar Hukum dan Kebijakan: Pancasila
menjadi landasan hukum dan kebijakan di Indonesia. Memahami nilai-nilai etika dalam
Pancasila penting agar kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan prinsip keadilan dan
kemanusiaan. Menanggulangi Krisis Moral: Pemahaman terhadap sistem etika Pancasila dapat
menjadi landasan untuk menanggulangi krisis moral dan tantangan etika yang mungkin timbul
dalam masyarakat. Pengajaran dan pemahaman terhadap Pancasila sebagai sistem etika menjadi
pondasi penting dalam membentuk masyarakat yang berkeadilan, adil, dan berbudaya.

3. Laili Khodijah (05041282328063)


Pertanyaannya:
Seperti yang kita ketahui etika di Indonesia saat suadh mulai luntur, bagaimana menurut
kelompok kalian untuk menghadapi permasalahan tersebut selain dengan edukasi?

Jawaban dari kelompok kami:


Untuk menghadapi permasalahan lunturnya etika di Indonesia, ada beberapa langkah yang dapat
diambil selain melalui edukasi. Pertama, penting bagi kita untuk menjadi contoh yang baik
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjaga perilaku etis dan mempraktikkan nilai-nilai yang
baik, kita dapat mempengaruhi orang lain di sekitar kita.

10
Selain itu, kita juga bisa menggalang komunitas atau kelompok yang memiliki kesadaran akan
pentingnya etika. Melalui kelompok ini, kita dapat saling mendukung dan mengingatkan satu
sama lain tentang pentingnya bertindak dengan integritas. Selanjutnya, mempromosikan
kesadaran dan pemahaman tentang etika melalui media sosial dan platform online juga bisa
menjadi langkah yang efektif. Dengan menyebarkan informasi dan cerita inspiratif tentang
praktik etika yang baik, kita dapat mempengaruhi orang-orang untuk berpikir dan bertindak
dengan lebih baik. Terakhir, penting untuk melibatkan pemerintah, lembaga pendidikan, dan
organisasi masyarakat dalam memperkuat etika di masyarakat. Dengan mengadakan diskusi,
seminar, atau kampanye yang menekankan pentingnya etika, kita dapat menciptakan kesadaran
yang lebih luas dan menggerakkan perubahan positif. Dalam menghadapi permasalahan
lunturnya etika, menggabungkan pendekatan-pendekatan ini dapat membantu membangun
masyarakat yang lebih sadar akan pentingnya etika dalam kehidupan sehari-hari.

4. Muhammad nabil al faiz (05041282328023)


Pertanyaannya:
Mengapa adanya sistem etika di negara Indonesia, belum bisa menyelesaikan kasus kriminal
yang masih ada sampai sekarang ini? Terutama permasalahan atau kasus yang masih banyak
menjadi perhatian yaitu, kasus korupsi.

Jawaban dari kelompok kami:


Pancasila sebagai sistem etika di negara Indonesia memberikan landasan nilai yang kuat untuk
mengatur kehidupan bermasyarakat. Namun, menyelesaikan kasus kriminal, terutama kasus
korupsi, bukanlah tugas yang mudah dan melibatkan berbagai faktor yang kompleks. Kasus
korupsi melibatkan perilaku yang melanggar integritas dan kejujuran. Faktor-faktor seperti
kurangnya penegakan hukum yang efektif, sistem peradilan yang lambat, dan rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap etika menjadi hambatan dalam menyelesaikan kasus korupsi.
Selain itu, korupsi seringkali melibatkan jaringan yang kompleks dan koruptor yang pandai
dalam menyembunyikan jejak tindak pidana mereka. Investigasi yang mendalam, kerjasama
antarlembaga, serta ketegasan dalam pemberian hukuman menjadi faktor penting dalam
menangani kasus korupsi. Selain Pancasila, penyelesaian kasus korupsi juga membutuhkan
upaya kolektif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga penegak hukum,
dan masyarakat itu sendiri. Peningkatan transparansi, partisipasi aktif masyarakat dalam
pengawasan, dan penegakan hukum yang tegas dapat membantu mengurangi tingkat korupsi di
negara ini. Penting untuk diingat bahwa menyelesaikan kasus korupsi adalah proses yang
berkelanjutan dan membutuhkan waktu. Diperlukan upaya terus-menerus untuk memperbaiki
sistem, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memperkuat penegakan hukum demi mencapai
kemajuan dalam mengatasi masalah korupsi di Indonesia.

11
5. Fischa Aliyatasyani (05041282328015)
Pertanyaannya:
Bagaimana pancasila beradaptasi dengan perubahan sosial dan budaya di indonesia seiring
dengan berjalannya waktu?

Jawaban dari kelompok kami:


Pancasila dapat beradaptasi dengan perubahan sosial dan budaya di Indonesia seiring waktu
melalui interpretasi yang dinamis dan pengembangan nilai-nilai yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, tanpa mengubah esensi dan prinsip-prinsip dasarnya.

6. Rifky unggun ardiansyah (05041182328051)


Pertanyaannya:
Apa saja akses etika yang terkandung dalam pancasila?

Jawaban dari kelompok kami:


Asas etika yang terkandung dalam Pancasila melibatkan lima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia.

12
13

Anda mungkin juga menyukai