Anda di halaman 1dari 23

Makalah Pancasila

Pancasila Sebagai
Etika

Disusun oleh:

Kelompok 5
1. Amelia Dwi Septiyani
2. Erico Hilmar Andreantono
3. Fitria Nur Fatekhah
4. Mufidah Adawiyyah
5. Muhamad Bagas Maulana Ibrohim
6. Yurnia Indriasari, S.E

Fakultas : Kesehatan
Prodi : S1 Keperawatan

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan
tak lupa pula kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pancasila
yang membahas tentang “Pancasila Sebagai Etika”. Dan juga kami berterima kasih kepada
Bapak Basuni Ismail, S.H, M.H selaku dosen mata kuliah Pancasila di umiversitas As-
syafi’iyah yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Adapun makalah Pancasila Sebagai Etika ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku dan referensi internet,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan bayak terima kasih kepada seluruh referensi-referensi yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Peranan Pancasila Sebagai Etika di Indonesia, khususnya
bagi penulis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4

A. Latar belakang....................................................................................4
B. Rumusan masalah...............................................................................5
C. Tujuan.................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................6

A. Pengertian Etika..................................................................................6
B. Norma Etik Bersumberkan Pancasila.................................................8
C. Kode Etik Profesi.............................................................................15
D. Pengamalan Subjektif Norma Etik...................................................21

BAB III PENUTUP.......................................................................................................22

A. Kesimpulan.......................................................................................22
B. Saran.................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam
hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling
melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya merupakan suatu sistem nilai
yang menjadi sumber dari penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat
adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan
nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang
kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :
Norma moral : Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik dan buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila
Norma hukum : Sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan
waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul beberapa rumusan
masalah yang menarik untuk dikaji

1. Apakah pengertian dari etika


2. Norma etik bersumberkan Pancasila
3. Kode etik profesi
4. Pengalaman subjektif terhadap norma etik

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi Pancasila Sebagai Sistem Etika.
2. Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan
Sila dalam Pancasila.
3. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.
4. Untuk memberi gambaran secara tertulis tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.

5
BAB II
PANCASILA SEBAGAI ETIKA

A. Pengertian Etika
Kata etika yang secara etimologis dari kata yunani ethos secara harfifah berarti adat
kebiasaan. Watak atau kelakuan manusia. Dalam KBBI, etika di artikan sebagai ilmu
tantang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Pengertian etika bias bias beragam menurut para ahli, namun dapat di klasifikasikan ke
dalam 3 makna (sudarminta, 1997); makna etika yang pertama adalah sebagai sistem
nilai. Kata etika di sini berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangaan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik buruknya perilaku manusia, baik
secara individu maupun social dalam suatu masyarakat. Makna ini misalnya di gunakan
dalam etik jawa, etik protestan, dan sebagainya. Makna yang kedua adalah kode etik,
yang mana merupakan kumpulan norma dan nilai moral yang wajib di perhatikan oleh
pemegang profesi tertentu.
Meurut bertens (2000), kata etika dapat di artikan sebanyak 3 jenis yang pertama
1. Etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok yang mengatur tingkah lakunya. Hal ini biasa di
artikan sebagai sistem nilai yang befungsi dalam hidup manusia perorangan maupun
staf social.
2. Etika di artikan sebagai kumpulan asas dan moral yaitu kode etik.
3. Etika berarti ilmu tentang yang baik atau buruk.
Selain etika, di kenal juga dengan istilah etiket, yang berasal dari bahasa prancis,
etiquette, eika berarti moral namun etiket adalah sopan santun,dinyatakan bahwa
1. Etiket menyangkut cara sesuatu perbuatan yang harus di lakukan manusia, sedangkan
etika tidak terbatas pada cara di lakukannya sesuat perbuatan, etika member norma
pada perbuatan itu sendiri .
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, sedangkan etika tidak bergantung pada hadir
tidaknya orang lain.
3. Etiket bersifat relative, sedangkan etika bersifat absolute.
4. Etiket berarti memandang manusia hanya dari segi lahiriahnya, sedangkan etika
menyangkutkan manusia dari segi dalam.
1. Macam-macam etika atau filsafat moral
Etika sebagai filsafat moral adalah salah satu cabang ilmu yang secara filsafat
yang secara khusus mengkaji perilaku manusia dari segi baik buruknya atau benar
salahnya. Secara umum dapat di bedakan dua cabang besar etika:

 Etika umum adalah etika yang menyajkan beberapa pengertian dasar dan pengaji
beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral.

6
 Etika khusus adalah etika yang membahas beberapa permasalahan moral dalam bidang
bidang khusus.

a. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan
suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas
yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan
oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris,
bukan filsafat.

b. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (preskriptif:
memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa
sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum
yang mempermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan
prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah
kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga etika terapan.

c. Metaetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak
pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.

2. Aliran-aliran dalam filsafat moral


a. Etika keutamaan

kata lain adalah etika kebajikan berdefinisi teori yang mempelajari


keutamaan(virtue), keutamaan adalah suatu disposisi batin yang besifat tetap
sebagai akibat suatu latihan dan kebiasaan untuk berbuat baik. Keutamaan
merupakan cirri-ciri keluhuran watak yang secara moral pantas di ajukan kepada
seiap orang dan di kejar olehnya. Etika keutamaan meletakkan tekanan dan focus
perhatiannya pada pribadi pelaku tindakan dan kualitas watak pribadi tersebut.

Aristoteles mengatakan arête di mana berbahasa yunani yang berarti


keutamaan ,ada kaitannya dengan keunggulan (excellence) serta di pakai untuk
menunjukan bahwa seseorang bisa melaksanakan fungsi pokok nya dengan
baik.keutamaan moral adalah cirri-ciri watak manusia yang secara umum di junjung
tinggi dan di miliki seorang berkat latihan atau pembiasaan berbuat baik. Beberapa
watak yang terkandung dalam nilai keutamaan di antaranya adalah baik hati,
kasatria, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri,
penguasaaan diri, sadar, suka bekerja sama, berani, santun, jujur, terampil, adil,
setia, bersahaja, disiplin, mandiri, bijak sana, peduli dan toleran.

7
b. Etika deontology

Etika deontology adalah teori yang membicarakan kewajiban moral sebagai hal
yang benar dan bukan membicarakan tujuan atau akibat dari etika deontology dalam
member tekanan dan focus perhatiannya pada prinsip-prinsip yang mendasari
tindakan, dan mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut
selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya

Kata deon berasal dari yunani yang artinya berkewajiban yang merupakan inti
dari teori ini dan mengasumsi bahwa orang orang bertindak secara moral bila
mengikuti aturan yang benar atau baik imperatif kategoris merupakan perintah
yang tidak bersyarat dan mutlak dimana di simbolkan dengan perkataan „‟bertindak
secara moral‟‟ dimana perkataan itu tidak mengandung perintah(command) tetapi
secara moral yang dating dari diri sendiri, tidak bersyarat, bersifat mutlak, dan
merupakan realisasi dari rasio (budi) praksis (zubaidi).

c. Etika teleology

Etika teleology adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan. Etika teleology menganggap
nilai moral dari suatu tindakan di nilai berdasarkan pada jauh mana tindakan
tersebut mencapai tujuannya. Etika ini juga menganggap bahwa kebenaran dan
kesalahan suatu tindakan di nilai dari tujuan akhir yang di inginkan. Aliran-aliran
ini meliputi eudaemonisme, hedonism, dan utilitarianisme.

B. NORMA ETIK BERSUMBERKAN PANCASILA


Sunoto (1982) memberikan pengertian etika pancasila sebagai filsafat moral atau
filsafat kesusilaan yang berdasar atas kepribadian, ideologi, jiwa dan pandangan hidup
berbangsa Indonesia. Etika pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila
pancasila untuk mengatur prilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Di dalam etika pancasila mengandung nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk prilaku manusia di
Indonesia dalam semua aspek pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan
atau etika kebajikan, meskipun corak keduanya mainstream yang lain. Namun menurut
notonagono, etika keutamaan lebih dominan karena etika pancasila cerminan dalam
empat tabit saleh atau kebajikan, yaitu kebijakan, kesederhanaan, keteguhan, dan
keadilan. Pancasila sebagai dassar filsafat tercantum dalam undang 1945 di dalam
pembukaan memiliki implikasi etis, yakni sebagai sumber norma etik, yang bersumber
dari pemikiran mendalam terhadap nilai dasar pancasila.

1. Nilai pancasila sebagai sumber norma etik

Nilai nilai yang tertuang dalam pancasila menjadi inspirasi sekaligus pegangan
hidup dalam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa. Namun demikian, nilai tidak
bersifat opersional dan belum konkret. Agar dapat bersifal operasional dan
menjadi
8
pedoman hidup, nilai di wujudkan ke dalam norma. Norma atau kaidah itulah yang
bersifat operasional dan menjadi pegangan atau panduan hidup dalam bersikap dan
berperilaku.

 Ketuhanan yang maha esa

Nilai dasar yang tertuang dalam sila pertama pancasila adalah nilai ketuhanan.
Dimana yang menyangkut pada keyakinan dan kepercayaan yang di miliki oleh
bangsa ini. Agama merupakan salah satu sumber moralitas (sudaryanto 2017)
aspek etis yang tercermikan dari sila pertama pancasila adalah jaminan bagi
setiap penduduk untuk mengidentifikasi dirinya berdasarkan keyakian atau agama
tertentu. Setiap individuberhak menyatakan dirinya berdasar keyakinan yang ia
percayai.

 Kemanusiaan yang adil dan beradap

Didalam sila ini menunjukan bahwa kedudukan manusia yang sederajat dan
bermartabat. Manusia di tempatkan di dalam kedudukan yang terhormat.
Kemanusiaan menyakut segala unsur yang melekat pada diri manusia sebagai
mahluk monopluralis (notonagono1980). Dan didalam nya melekat atribut adil
dan beradab yang mempertegas orientasi kemanusiaan berdasar pancasila. Dalam
hal ini pemerintah harus menjamin setiap usaha memanusiaakan manusia dalam
kerangka mewujudkan sosok manusia yang adil dan beradab.

 Persatuan Indonesia

Persatuan mengikat selruh perbedaan yang niscaya dalam bangsa ini.


Persatuan juga merupakan modalitas utama dalam mengintegrasikan seluruh
kepentingan di bawah payung kebangsaaan. Pemerintah dan rakyat harus secara
sadar menjaga dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas bangsa ini
dalam satu bingkai kebangsaan.

 Kerakyatan yang di pimpin oleh kebijaksanaan dan permusyawaratan

Menepatkan masyarakat sebagai nilai universal yang melengkapi sila


sebelumnya. Nilai kerakyatan menegaskan bahwa orientasi sesungguhnya dari
keberadaan bangsa ini harus bermuara pada kepentingan rakyat. Rakyat adalah
kekuatan terbesar yang menentukan harapan dan cita-cita bangsa. Pemerintah
harus mengupayakan optimalisasi potensi kekuatan rakyat sebagai penompang
keberlangsungan bangsa. Dan pemerintah harus menginsyafi kenyataan bahwa
rakyat adalah subjek dan bukan objek. Konsekuensi perlakuan rakyat sebagai ojek
oleh pemerintah bias di pandang tidak etis (sudaryanto2017).

 Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

9
Sila kelima ini memuat nilai keadilan social yang ditujukan bagi
seluruh bangsa indonesia. Keadilan sosial menjamin pemerataan.

2. Etika Pancasila dalam Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978

Dalam kedudukan sebagai dasar filsafat negara, maka nilai nilai Pancasila harus
dijabarkan kedalam norma yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat. Ada dua norma dalam hidup bernegara, yakni norma
hukum dan norma moral atau etik (Kaelan, 2013). Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa nilai pancasila perlu diderivasikan kedalam norma hukum dan norma etik
bernegara. Pancasila menjadi sumber norma hukum adalah implikasi yuridis dari
pancasila dasar filsafat negara. Pancasila menjadi sumber norma etik adalah implikasi
etis dari pancasila dasar filsafat negara.

Dalam kaitannya dengan etika, maka nilai pancasila menjadi sumber norma
etik bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Nilai
pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Dalam pengalaman sejarah
bernegara diindonesia, ketetapan MPR No. II/MPR/1978 Tentang penghayatan dan
pengalaman pancasila atau ekaprasetya pancakarsa dapat dipandang sebagai contoh
norma etik bernegara. Pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila berisis butir
butir pengalaman dari sila sila pancasila yang dimaksudkan sebagai pedoman untuk
dijadikan penuntun atau pegangan terhadap sikap dan tingkah lakubagi setiap manusia
indoensia dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Dalam
ketetapan tersebut dinyatakan pula bahwa P4 bukan merupakan tafsir pancasila dasar
negara. Tafsir pancasila dasar negara adalah sebagaimana termuat dalam UUD 1945
yang berisikan norma hukum. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa butir butir P4
merupakan norma etik dari pada sila sila pancasila..

Butir Butir norma sila pancasila :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
2) Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing yang adil dan beradab.
3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

10
7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab


1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia
4) Mengembangkan sika saling tenggang rasa dan tea selira
5) Mengembangkan sika tidak semena-mena terhadap orang lain
6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
8) Berani membela kebenaran dan keadilan
9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia
10) Mengembangkan sikap hormat menghoarmati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama
diatas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentinga negara dan bangsa
apabila diperlukan
3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa
4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia
5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan


dalam permusyawaratan/perwakilan
1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia
Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama
4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah
11
6) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah
7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan
8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur
9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama
10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai
untuk melaksanakan permusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1) Mengembangkan perbuatan yang luhr, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama
3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4) Menghormati hak orang lain
5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri
6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat
pemerasan terhadap orang lain
7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau
merugikan kepentingan umum
9) Suka bekerja keras
10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama
11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.

Butir butir P4 yang merupakan norma etik bersumberkan pancasila, dewasa ini telah
menjadi pengalaman sejarah bangsa. Dikatakan demikian, oleh karena ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 telah dicabut dan tidak berlaku lagi. Dicabutnya ketetapan MPR tersebut
berdasarkan pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat republik indonesia No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan
dan pengalaman pancasila (Ekaprasetya Pancakarya) dan penetapan tentang penegasan
kembali pancasila sebagai dasar negara.

Ada beberapa implikasi yang timbul setelah ditiadakannya ketetapan tersebut.


Misalnya, dalam pelajaran PPKn 1994, butir butir pancasila dalam P4 tidak lagi menjadi
materi pokok. Dalam pelajaran PKn 2006, butir butir P4 secara ekspelisit juga tidak tampak.
Dampak lainnya adalah dihapuskannya BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai lembaga negara yang selama masa orde

12
baru bertugas mengelola dan menyelenggarakan program penataran P4, melalui keputusan
presiden No. 27 Tahun 1999 tentang pencabutan keputusan presiden No. 10 Tahun 1979
tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.

Yang menarik adalah, meskipun P4 telah dicabut, sebagian publik masih menyatakan
persetujuan dengan apa yang termuat dalm P4 tersebut. P4 dianggap sebagai sesuatu yang
baik, tidak ada yang salah, memiliki tujuan yang baik dan justru penting digunakan untuk
membangun jati diri manusia indonesia. Secara substansi P4 lebih menitik beratkan pada
pembentukan moral dalam bersikap dan bertingkah laku warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara. P4 merupakan etika sosial dan politik bagi seluruh
bangsa indonesia (Achmad Fauzi, 2003). Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 adalah pedoman
yang dapat dijadikan penuntun dan pegangan terhadap sikap dan tingkah laku bagi setiap
manusia indoensia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara (ketut Rindjin,
2010). Yuwono Sudarsana menilai tidak semua materi yang diberikan dalam penataran P4
terdahulu salah. Menurut pengamatannya, penataran P4 sebenarnya bertujuan baik, namun
dalam implementasinya terlalu kaku dan dipaksakan (Kompas, 1 september 2007).

Mengapa ketetapan MPR tentang P4 tersebut dicabut, dapat kita ketahui berdasarkan
konsideran ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 yang mengatakan bahwa materi muatan
dan pelaksanaan dari ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia No.
II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila tidak sesuai dengan
perkembangan kehidupan bernegara. Uraian akan latar belakang pencabutan tersebut kiranya
belum cukup menjelaskan kepada banyak pihak. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjut
perihal mengapa ketetapan MPR No. II/MPR/1978 ini dicabut.

3. Etika Pancasila dalam Ketetapan MPR RI No. V/MPR/2001

Kebutuhan akan norma etik disisi norma hukum diawal era reformasi akhirnya
disadari oleh penyelnggara negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan 2 ketapan
berkenaan denga ini, pertama yang khusus berkenaan dengan penyelenggaraan negara, yaitu
ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua, yang bersifat lebih umum, yaitu ketetapan MPR No.
VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa.

Etika kehidupan berbangsa dapat dikatakan sebagai norma etik negara. Dalam
ketetapan nya tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan
yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai nilai luhur
budaya bangsa yang tercerminkan dalam pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir,
bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan salah satu
sumber etika kehidupan berbangsa. Sumber etika berbangsa lainnya adalah ajaran agama.
Pancasila merupakan sumber etika kehidupan berbangsa karena didalam nya terkandung nilai
nilai luhur budaya indonesia. Ketut Rindjin (2010) mengatakan ketetapan tentang etika

13
kehidupan berbangsa dapat dipandang sebagai pengganti ketetapan MPR Tahun 1978 tentang
P4.

Adapun Bidang kehidupan yang sangat perlu adanya etika :

a. Etika Sosial Dan Budaya


Etika ini bertolak belakang dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai, dan saling tolong menolong di antara sesama manusia
dan warga bangsa.
Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkan kembali budaya malu, yakni malu
berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai nilai
luhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya
ketauladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal
maupun in formal pada setiap lapisan masyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali
kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan mengunggah, menghargai dang
mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari budaya daerah agar mampu
melakukan adaptasi, dan interaksi dengan bangsa lain tindakan pro aksi sejalan
dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu, diperlukan penghayatan dan pengamalan
agama yang benar, kemampuan adaptasi, ketahanan, dan kreativitas budaya dari
masyarakat.
b. Etika Politik dan Pemerintahan
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien,
efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang dicirikan
keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aprisiasi rakyat, menghargai
perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih
benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan
kewajiban dan kehidupan bernegara.
Masalah potensial yang dapat menyebabkan permusuhan dan pertentangan
haruslah diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksaan
sesuai nilai nilai luhur agama dan budaya, dengan tetao menjunjung tinggi pernbedaan
sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.
Etika Politik dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana
harmonis antar kekuatan sosial politik atau kelompok kepentingan untuk mencapai
sebesar besarnya kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan
bersama melenihi kepentingan pribadi atau golongan.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang jujur, bertata krama dalam perilaku
politik yang toleran, berpura pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak
melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak
terpuji lainnya.
c. Etika ekonomi dan bisnis
Etika dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh
pribadi,institusi, maupun pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi dapat

14
melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur,
berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan
kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi
yang berpihak kepaeda rakyat kecil melalui kebijakan yang berkesinambungan.
d. Etika Penegakan Hukum Yang Berkeadilan
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial,
ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan
terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada. Etika ini meniscayakan penegakan
hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap
warganegara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah
sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.
e. Etika Keilmuan
Etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan,ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mamu menjaga
harkat dan martabatnya,berpijak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan
kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara
ribadi maupun kolektif dalam karsa,cita dan karya, yang tercermin dalam perilaku
kreatif,inovatif,inventif,dan komunikatif dalam kegiatan
membaca,belajar,meneliti,menulis,berkarya,serta menciptakan iklim kondunsif bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
f. Etika Lingkungan
Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan
melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan
bertanggung jawab.

C. KODE ETIK PROFESI


Isi Etika Kehidupan Berbangsa sebagaiman ketetapan MPR No. VI/MPR/2001
bersifat garis-garis besar dan pokok-pokoknya saja. Tindak lanjut atau kaidah
pelaksanaan dari pokok-pokok etika ini adalah mengembangkannya ke dalam etika
profesi, seperti etika profesi hukum,politik,ekonomi,kedokteran,guru,dan jurnalistik.
Etika merupakan norma-norma yang dianut oleh kelompok,golongan atau masyarakat
tertentu mengenai perilaku yang baik dan buruk. Etika adalah refleksi kritis dan
rasional mengenai norma-norma yang terwujud dalam perilaku hidup manusia,baik
secara pribadi atau kelompok.sistem etika bagi profesional dirumuskan secara konkret

15
dalam suatu kode etik profesi yang secara harafiah berarti etika yang ditulis. Tujuan
kode etik adalah menjunjung tingggi martabat profesi atau seperangkat kaidah
perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
Berikut ini contoh Kode Etik Profesi yang disusun oleh organisai profesi :
1. Profesi Hakim
BAB II

PEDOMAN TINGKAH LAKU

Pasal 3

Sifat-sifat Hakim

Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma
Hakim” :
1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman
dan ketidakadilan.
3. Candra,. yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5. Tirta, yaitu sifat jujur.
Pasal 4
Sikap
Hakim
Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya:
A. Dalam persidangan :
1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara
yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :
a. Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision)
dimana setiap orang berhak untuk inengajukan perkara dan dilarang menolak
untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang serta putusan
harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama
b. Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang
sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk emperoleh informasi
dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).
16
c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau
pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud).
d. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta
bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and
argumentationsof decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi
(controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (account ability)
guna menjamin sifat keterbukaan (trans parancy) dan kepastian hukum (legal certainity)
dalam proses peradilan. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.

2. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada
pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam
ucapan maupun dalam perbuatan.
4. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam
memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
5. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

B. Terhadap Sesama Rekan


1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.
2. Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama rekan.
3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar.
4. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

C. Terhadap Bawahan/pegawai
1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.
3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.

D. Terhadap Masyarakat
1. Menghormati dan menghargai orang lain.
2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
3. Hidup sederhana.

17
E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga
1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum
kesusilaan
2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.

Pasal 5
Kewajiban dan
larangan

Kewajiban :
a. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara
berimbang dengan tidak memihak (impartial).
b. Sopan dalam bertutur dan bertindak.
c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
d. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.
e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.

Larangan :
a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan
sedang ditangani.
b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan.
d. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam
persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.
e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara,
ataupun pihak lain.
f. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam
rangka pengkajian ilmiah.
g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang
dilarang Undang-undang.
h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

18
2. Profesi Dokter Gigi

KODE ETIK KEDOKTERAN GIGI INDONESIA


BAB 1
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Dokter Gigi di Indonesia wajib menghayati, mentaati dan mengamalkan Sumpah / Janji
Dokter Gigi Indonesia dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia.

Ayat 1
Dalam mengamalkan Sumpah/Janji Dokter Gigi dan Etika Kedokteran Gigi Indonesia,Dokter
Gigi wajib menghargai hak pasien dalam menentukan nasib dan menjaga rahasianya ,
mengutamakan kepentingan pasien, melindungi pasien dari kerugian, memperlakukan orang
lain dengan adil, selalu jujur baik terhadap pasien, masyarakat, teman sejawat maupun profesi
lainnya, sesuai dengan martabat luhur profesi Dokter Gigi.

Pasal 2
Dokter Gigi di Indonesia wajib menjunjung tinggi norma-norma kehidupan yang luhur dalam
menjalankan profesinya. Ayat 1 Dokter Gigi di Indonesia wajib menghormati norma-norma
yang hidup di dalam masyarakat. Ayat 2 Dokter Gigi di Indonesia wajib mentaati peraturan
atau undang-undang Republik Indonesia serta aturan-aturan yang dikeluarkan oleh organisasi
profesi.
Pasal 3
Dalam menjalankan profesinya Dokter Gigi di Indonesia tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan untuk mencari keuntungan pribadi

Ayat 1
Dokter Gigi di Indonesia dilarang melakukan promosi dalam bentuk apapun seperti memuji
diri, mengiklankan alat dan bahan apapun, memberi iming-iming baik langsung maupun tidak
langsung dan lain – lain, dengan tujuan agar pasien datang berobat kepadanya.

Ayat 2
Dokter Gigi di Indonesia dilarang menggunakan gelar atau sebutan profesional yang tidak
diakui oleh Pemerintah Indonesia.
19
Ayat 3
Dokter Gigi di Indonesia boleh mendaftarkan namanya dalam buku telepon atau direktori
lain dengan ketentuan tidak ditulis dengan huruf tebal, warna lain atau dalam kotak.

Ayat 4
Informasi profil Dokter Gigi yang dianggap perlu oleh masyarakat dikeluarkan oleh
Pemerintah atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia baik melalui media cetak maupun
elektronik.

Ayat 5
Dokter Gigi di Indonesia, apabila membuat blanko resep, kuitansi, amplop, surat keterangan,
cap dan kartu berobat harus sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. Seandainya tempat
praktik berlainan dengan rumah dapat ditambahkan alamat dan nomor telepon rumah.

Ayat 6
Dokter Gigi di Indonesia dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan gigi swasta dapat
melalui beberapa cara ; praktik perorangan dokter gigi praktik perorangan dokter gigi
spesialis praktik berkelompok dokter gigi praktik berkelompok dokter gigi spesialis
6.1 Untuk praktik berkelompok harus diberi nama tertentu yang diambil dari nama
orang yang berjasa dalam bidang kesehatan yang telah meninggal dunia atau nama
lain sesuai fungsinya.
6.2 Dokter Gigi di Indonesia yang melakukan praktik berkelompok baik masing-masing
maupun sebagai kelompok mempunyai tanggung jawab untuk tidak melanggar
Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia

20
D. PENGAMALAN SUBJEKTIF TERHADAP NORMA ETIK

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai pancasila secara


pribadi dalam bersikap dan bertingkah laku kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai
pancasila tersebut terwujud dalam norma etik yang berlaku di masyarakat atau kode etik
profesi tertentu. Norma etik mengikat secara moral,tidak memaksa dari luar, tetapi berdasar
kesadaran diri sendiri untuk melaksanakan. Apabila seseorang melangggar norma etik maka
ia akan mendapat sanksi etik.sanksi etik umumnya dibuat bertingkat, mulai dari teguran
lisan,teguran tertulis,peringatan,sampai sanksi etik yang kuat yakni dikeluarkan dari
organisasi profesi tersebut secara tidak hormat .

Norma moral seperti P4,etika kehidupan bersama, dan kode etik profesi dapat disebut
sebagai subjektifikasi yang subjektif dari pelaksanaan nilai-nilai yang umum,abstrak,dan
universal dari pancasila dasar negara. Subjektifikasi yang objektif pada dasarnya pembuatan
pedoman hukum bagi manusia indonesian yang umumnya bersumber dari nilai-nilai
pancasila yang gtelah terjabar dalam peraturan perundangan.

Bukti bahwa sifat subjektifikasi yang objektif maupun subjektif ini bisa berubah dan
berkembangan dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan norma hukum dalam UUD
1945 setelah amandemen, dicabutnya Ketetapan MPR tentang P4,munculnya ketetapan
tentang etika kehidupan berbangsa. Menurut Jimly Assidiqie (2011:3) nilai-nilai kehidupan
berbangsa dan bernegara tetap kita perlukan sehingga materinya dituangkan menjadi
Ketetapan MPR RI No.VI MPR/2001 yang dibiarkan tetap berlaku sampai sekarang oleh
Ketetapan MPR No.I/MPR/2003.

Pengamalan subjektif atas pancasila adalah pengamalan terhadaap norma-norma etik


bernegara termasuk kode etik profesi yang mencerminkan nilai-nilai pancasila. Pengamalan
pancasila dilaksanakan oleh setiap individu,perorangan atau setiap warga negara indonesia.
Pengamalan subjektif berasal dari kesadaran pribadi. Pengamalan subjektif atau disebut
aktualisasi pancasila secara subjektif (Kaelan,2013) penting dan dapat menetukan
pengamalan pancasila secara objektif.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendukung dari Pancasila sebagai etika adalah Pancasila memegang peranan


dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil
dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir
Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam
masyarakat maupun bangsa dan negara.

B. Saran
1. Etika (nilai, norma dan moral) harus senantiasa di terapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang
sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan
antar warga Indonesia.

22
DAFTAR PUSTAKA

Winarno.2016.Paradigma Baru Pendidikan Pancasila.Jakarta:Bumi Medika

23

Anda mungkin juga menyukai