Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI ETIKA DALAM


KEHIDUPAN NASIONAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
Dosen Pengampu : Dr. La Ode Bilu, S.Pd., M.Si

DISUSUN OLEH :
NAMA : SELVITA RAMADHANI
NIM : C1F123114
SEMESTER : 1 ( SATU )

PROGRAM STUDI PERPUSTAKAAN DAN ILMU INFORMASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan punyusunan makalah “Pancasila Sebagai Etika
Dalam Kehidupan Nasional” Dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana
semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca.

Adapun makalah Pancasila Sebagai Etika ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku dan referensi internet,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan bayak terima kasih kepada seluruh referensi-referensi yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Peranan Pancasila Sebagai Etika di Indonesia,
khususnya bagi penulis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Kendari, 6 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4

A. Latar belakang.........................................................................................4
B. Rumusan masalah................................................................................... 5
C. Tujuan.....................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................6

A. Pengertian Etika.......................................................................................6
B. Norma Etika bersumberkan Pancasila.....................................................9
C. Kode Etika Profesi.................................................................................18
D. Pengalaman Subjektif Norma Etika......................................................19

BAB III PENUTUP........................................................................................2O

A. Kesimpulan............................................................................................20
B. Saran..................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam
hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang
saling melengkapi sebagai system etika.
Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya merupakan suatu sistem
nilai yang menjadi sumber dari penjabaran norma baik norma hukum, norma moral
maupun norma kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif.
Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang
memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau
kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam
norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :
Norma moral : Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik dan buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila Norma
hukum : Sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat
dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah
Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman
yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem
nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, muncul beberapa
rumusan masalah yang menarik untuk dikaji
1. Apakah pengertian dari etika
2. Norma etika bersumberkan etika
3. Kode etika profesi
4. Pengalaman subjekjif terhadap norma etika

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi pancasila sebagai sistem etika.
2. Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan
sila dalam pancasila.
3. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang pancasila sebagai sistem etika.
4. Untuk memberi gambaran secara tertulis tentang pancasila seebagai sistem etika.

5
BAB II
PANCASILA SEBAGAI ETIKA
A. Pengertian Etika
Kata etika yang secara etimologis dari kata yunani ethos secara harfifah berarti adat
kebiasaan. Watak atau kelakuan manusia. Dalam KBBI, etika di artikan sebagai ilmu
tantang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Pengertian etika bias bias beragam menurut para ahli, namun dapat di
klasifikasikan ke dalam 3 makna (sudarminta, 1997); makna etika yang pertama adalah
sebagai sistem nilai. Kata etika di sini berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangaan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik buruknya prilaku
manusia, baik secara individu maupun social dalam suatu masyarakat. Makna ini
misalnya di gunakan dalam etik jawa, etik protestan, dan sebagainya. Makna yang
kedua adalah kode etik, yang mana merupakan kumpulan norma dan nilai moral yang
wajib di perhatikan oleh pemegang profesi tertentu.
Meurut bertens (2000), kata etika dapat di artikan sebanyak 3 jenis yang pertama.
1. Etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok yan mengatur tingka lakunya. Hal ini biasa di
artikan sebagai sistem nilai yang befungsi dalam hidup manusia perorangan maupun
staf social.
2. Etika di artikan sebagai kumpulan asas dan moral yaitu kode etik.
3. Etika berate ilmu tentang yang baik atau buruk
Selain etika, di kenal juga dengan istilah etiket, yang berasal dari bahasa prancis,
etiquette, eika berarti moral namun etiket adalah sopan santun,dinyatakan bahwa
1. Etiket menyangkut cara sesuatu perbuatan yang harus di lakukan manusia,sedangkan
etika tidak terbatas pada cara di lakukannya sesuatu perbuatan, etika member norma
pada perbuatan itu sendiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, sedangkan etika tidak bergantung pada hadir
tindaknya orang lain.
3. Etiket bersifat relative, sedangkan etika bersifat absolute.

6
1. Macam-macam etika atau filsafat moral
Etika sebagai filsafat moral adalah salah satu cabang ilmu yang secara
filsafat yang secara khusus mengkaji prilaku manusia dari segi baik buruknya
atau benar salahnya. Secara umum dapat di bedakan dua cabang besar etika:

 Etika umum adalah etika yang menyajkan beberapa pengertian dasar dan
pengaji beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral.

 Etika khusus adalah etika yang membahas beberapa permasalahan moral


dalam bidang bidang khusus.

a. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif
memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode
tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi,
psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.
b. Etika normative
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian
(preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-
alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi
menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan
etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia
yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut
juga etika terapan.
c. Mataetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas
secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika
bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan
etis.

7
2. Aliran-aliran dalam filsafat moral
a. Etika keutamaan
kata lain adalah etika kebajikan berdefinisi teori yang mempelajari
keutamaan(virtue), keutamaan adalah suatu disposisi batin yang besifat tetap
sebagai akibat suatu latihan dan kebiasaan untuk berbuat baik. Keutamaan
merupakan cirri-ciri keluhuran watak yang secara moral pantas di ajukan
kepada seiap orang dan di kejar olehnya. Etika keutamaan meletakkan
tekanan dan focus perhatiannya pada pribadi pelaku tindakandan kualitas
watak pribadi tersebut.

Aristoteles mengatakan arête di mana berbahasa yunani yang berarti


keutamaan ,ada kaitannya dengan keunggulan (excellence)serta di pakai untuk
menunjukan bahwa seseorng bias melaksanakan fungsi pokok nya dengan
baik.keutamaan moral adalah cirri-ciri watak manusia yang secara umum di
junjung tinggi dan di miliki seorang berkat latihan atau pembiasaan berbuat baik.
Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan di antaranya adalah
baik hati, kasatria, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar,
percaya diri, penguasaaan diri, sadar, suka bekerja sama, berani, santun, jujur,
terampil, adil, setia, bersahaja, disiplin, mandiri, bijak sana, peduli dan toleran.

b. Etika deontology
Etika deontology adalah teori yang membicarakan kewajiban moral
sebagai hal yang benar dan bukan membicarakan tujuan atau akibat dari etika
deontology dalam member tekanan dan focus perhatiannya pada prinsip-
prinsip yang mendasari tindakan, dan mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu
benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan
untuknya.

Kata deon berasal dari yunani yang artinya berkewajiban yang


merupakan inti dari teori ini dan mengasumsi bahwa orang orang bertindak
secara moral bila mengikuti aturan yang benar atau baik imperatif kategoris
merupakan perintah yang tidak bersyarat dan mutlak dimana di simbolkan
dengan perkataan „‟bertindak secara moral‟‟ dimana perkataan itu tidak
mengandung perintah(command) tetapi secara moral yang dating dari diri
sendiri, tidak bersyarat, bersifat mutlak, dan merupakan realisasi dari rasio
(budi) praksis (zubaidi).

8
c. Teleology
Etika teleology adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan
moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tintakan. Etika teleology
menganggap nilai moral dari suatu tindakan di nilai berdasarkan pada jauh
mana tindakan tersebut mencapai tujuannya. Etika ini juga menganggap
bahwa kebenaran dan kesalahan suatu tindakan di nilai dari tujuan akhir
yang di inginkan. Aliran-aliran ini meliputi eudaemonisme, hedonism, dan
utilitarianisme.

B. NORMA ETIK BERSUMBERKAN PANCASILA


Sunoto (1982) memberikan pengertian etika pancasila sebagai filsafat moral
atau filsafat kesusilaan yang berdasar atas kepribadian, ideologi, jiwa dan
pandangan hidup berbangsa Indonesia. Etika pancasila adalah cabang filsafat
yang dijabarkan dari sila-sila pancasila untuk mengatur prilaku kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Di dalam etika pancasila
mengandung nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk prilaku manusia di Indonesia dalam
semua aspek pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau
etika kebajikan, meskipun corak keduanya mainstream yang lain. Namun
menurut notonagono, etika keutamaan lebih dominan karena etika pancasila
cerminan dalam empat tabit saleh atau kebajikan, yaitu kebijakan,
kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Pancasila sebagai dassar filsafat
tercantum dalam undang 1945 di dalam pembukaan memiliki implikasi etis,
yakni sebagai sumber norma etik, yang bersumber dari pemikiran mendalam
terhadap nilai dasar pancasila.

1. Nilai pancasila sebagai sumber norma etik


Nilai nilai yang tertuang dalam pancasila menjadi inspirasi sekaligus
pegangan hidup dlam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa. Namun
demikian, nilai tidak bersifat opersional dan belum konkret. Agar dapat
bersifal operasional dan menjadi pedoman hidup, nilai di wujudkan ke dalam
norma. Norma atau kaidah itulah yang bersifat operasional dan menjadi
pegangan atau panduan hidup dalam bersikap dan berperilaku.

 Ketuhanan yang maha esa

Nilai dasar yang tertuang dalam sila pertama pancasila adalah nilai
ketuhanan. Dimana yang menyangkut pada keyakinan dan kepercayaan
yang di miliki oleh bangsa ini. Agama merupakan salah satu sumber
9
moralitas (sudaryanto 20017) aspek etis yang tercermikan dari sila
pertama pancasila adalah jaminan bagi setiap penduduk untuk
mengidentifikasi dirinya berdasarkan keyakian atau agama tertentu.
Setiap individuberhak menyatakan dirinya berdasar keyakinan yang ia
percayai.

 Kemanusiaan yang adil dan beradap

Didalam sila ini menunjukan bahwa kedudukan manusia yang


sederajat dan bermartabat. Manusia di tempatkan di dalam kedudukan
yang terhormat. Kemanusiaan menyakut segala unsure yang melekat
pada diri manusia sebagai mahluk monopluralis (notonagono1980). Dan
didalam nya melekat atribut adil dan beradab yang mempertegas
orientasi kemanusiaan berdasar pancasila. Dalam hal ini pemerintah
harus menjamin setiap usaha mamanusiaakan manusia dalam kerangka
mewujudkan sosok manusia yang adil dan beradab.

 Persatuan Indonesia

Persatuan mengikat selruh perbedaan yang niscaya dalam bangsa ini.


Persatuan juga merupakan modalitas utama dalam mengintegrasikan
seluruh kepentingan di bawah paying kebangsaaan. Pemerintah dan
rakyat harus secara sadar menjaga dan memelihara kohesivitas yang
melekatkan entitas bangsa ini dalam satu bingkai kebangsaan.

 Kerakyatan yang di pimpin oleh kebijaksanaan dan permusyawaratan


Menepatkan masyarakat sebagai nilai universal yang melengkapi sila
sebelumnya. Nilai kerakyatan menegaskan bahwa orientasi
sesungguhnya dari keberadaan bangsa ini harus bermuara pada
kepentingan rakyat. Rakyat adalah kekuatan terbesar yang menentukan
harapan dan cita-cita bangsa. Pemerintah harus mengupayakan
optimalisasi potensi kekuatan rakyat sebagai penompang
keberlangsungan bangsa. Dan pemerintah harus menginsyafi kenyataan
bahwa rakyat adalah subjek dan bukan objek. Konsekuensi perlakuan
rakyat sebagai ojek oleh pemerintah bias di pandang tidak etis
(sudaryanto2017).

 Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

Sila kelima ini memuat nilai keadilan social yang ditujukan bagi
seluruh bangsa indonesia. Keadilan sosial menjamin pemerataan.
10
2. Etika pancasila dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978
Dalam kedudukan sebagai dasar filsafat negara, maka nilai nilai
Pancasila harus dijabarkan kedalam norma yang menjadi pedoman dalam
penyelenggaraan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Ada dua norma
dalam hidup bernegara, yakni norma hukum dan norma moral atau etik
(Kaelan, 2013). Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa nilai pancasila perlu
diderivasikan kedalam norma hukum dan norma etik bernegara. Pancasila
menjadi sumber norma hukum adalah implikasi yuridis dari pancasila dasar
filsafat negara. Pancasila menjadi sumber norma etik adalah implikasi etis
dari pancasila dasar filsafat negara.

Dalam kaitannya dengan etika, maka nilai pancasila menjadi sumber


norma etik bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik
bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Dalam
pengalaman sejarah bernegara diindonesia, ketetapan MPR No. II/MPR/1978
Tentang penghayatan dan pengalaman pancasila atau ekaprasetya pancakarsa
dapat dipandang sebagai contoh norma etik bernegara. Pedoman penghayatan
dan pengalaman pancasila berisis butir butir pengalaman dari sila sila
pancasila yang dimaksudkan sebagai pedoman untuk dijadikan penuntun atau
pegangan terhadap sikap dan tingkah lakubagi setiap manusia indoensia
dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Dalam ketetapan
tersebut dinyatakan pula bahwa P4 bukan merupakan tafsir pancasila dasar
negara. Tafsir pancasila dasar negara adalah sebagaimana termuat dalam
UUD 1945 yang berisikan norma hukum. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa butir butir P4 merupakan norma etik dari pada sila sila pancasila.
11

Butir Butir norma sila pancasila :


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing yang
adil dan beradab.
3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah
masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa.
6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap tuhan
yang maha esa kepada orang lain

2. Kemanusiaan yang adil dan berdap


1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban
asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,
agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna
kulit dan sebagainya.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia
4) Mengembangkan sika saling tenggang rasa dan tea selira
5) Mengembangkan sika tidak semena-mena terhadap orang lain
6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
8) Berani membela kebenaran dan keadilan
9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia
10) Mengembangkan sikap hormat menghoarmati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.
12
3. Persatuan Indonesia
1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan
golongan.
2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentinga negara dan bangsa
apabila diperlukan
3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa
4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia

5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan


perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan
1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia
Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama
2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama
4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
1) Mengembangkan perbuatan yang luhr, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama
3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4) Menghormati hak orang lain
5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri
13

Butir butir P4 yang merupakan norma etik bersumberkan pancasila,


dewasa ini telah menjadi pengalaman sejarah bangsa. Dikatakan demikian,
oleh karena ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 telah dicabut dan tidak
berlaku lagi. Dicabutnya ketetapan MPR tersebut berdasarkan pada ketetapan
MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat republik indonesia No. II/MPR/1978 tentang
pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila (Ekaprasetya Pancakarya)
dan penetapan tentang penegasan kembali pancasila sebagai dasar negara.
Ada beberapa implikasi yang timbul setelah ditiadakannya ketetapan tersebut.
Misalnya, dalam pelajaran PPKn 1994, butir butir pancasila dalam P4 tidak
lagi menjadi materi pokok. Dalam pelajaran PKn 2006, butir butir P4 secara
ekspelisit juga tidak tampak. Dampak lainnya adalah dihapuskannya BP7
(Badan Pembinaan Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) sebagai lembaga negara yang selama masa orde baru bertugas
mengelola dan menyelenggarakan program penataran P4, melalui keputusan
presiden No. 27 Tahun 1999 tentang pencabutan keputusan presiden No. 10
Tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

Yang menarik adalah, meskipun P4 telah dicabut, sebagian publik


masih menyatakan persetujuan dengan apa yang termuat dalm P4 tersebut. P4
dianggap sebagai sesuatu yang baik, tidak ada yang salah, memiliki tujuan
yang baik dan justru penting digunakan untuk membangun jati diri manusia
indonesia. Secara substansi P4 lebih menitik beratkan pada pembentukan
moral dalam bersikap dan bertingkah laku warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara. P4 merupakan etika sosial dan politik
bagi seluruh bangsa indonesia (Achmad Fauzi, 2003). Ketetapan MPR
No.II/MPR/1978 adalah pedoman yang dapat dijadikan penuntun dan
pegangan terhadap sikap dan tingkah laku bagi setiap manusia indoensia
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara (ketut Rindjin, 2010).
Yuwono Sudarsana menilai tidak semua materi yang diberikan dalam
penataran P4 terdahulu salah. Menurut pengamatannya, penataran P4
sebenarnya bertujuan baik, namun dalam implementasinya terlalu kaku dan
dipaksakan (Kompas, 1 september 2007).

14
3. Etika pancasila dalam ketetapan MPR RI No. V/MPR/2001

Kebutuhan akan norma etik disisi norma hukum diawal era reformasi
akhirnya disadari oleh penyelnggara negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkan 2 ketapan berkenaan denga ini, pertama yang khusus berkenaan
dengan penyelenggaraan negara, yaitu ketetapan MPR No. XI/MPR/1998
tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Kedua, yang bersifat lebih umum, yaitu ketetapan MPR No.
VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa.

Etika kehidupan berbangsa dapat dikatakan sebagai norma etik negara.


Dalam ketetapan nya tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa
merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang
bersifat universal dan nilai nilai luhur budaya bangsa yang tercerminkan dalam
pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku
dalam kehidupan berbangsa.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pancasila


merupakan salah satu sumber etika kehidupan berbangsa. Sumber etika
berbangsa lainnya adalah ajaran agama. Pancasila merupakan sumber etika
kehidupan berbangsa karena didalam nya terkandung nilai nilai luhur budaya
indonesia. Ketut Rindjin (2010) mengatakan ketetapan tentang etika
kehidupan berbangsa dapat dipandang sebagai pengganti ketetapan MPR
Tahun 1978 tentang P4.

Adapun Bidang kehidupan yang sangat perlu adanya etika :

a. Etika Sosial Dan Budaya


Etika ini bertolak belakang dari rasa kemanusiaan yang
mendalam dengan menampilkan kembali skkap jujur, saling peduli,
saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling
tolong menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa.
Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkan kembali budaya malu,
yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan
moral agama dan nilai nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu
ditumbuhkembangkan kembali budaya ketauladanan yang harus
diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun in
formal pada setiap lapisan masyarakat.
15
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi
dengan mengunggah, menghargai dang mengembangkan budaya
nasional yang bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan
adaptasi, dan ingteraksi dengan bangsa lain tindakan proaksi sejalan
dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu, diperlukan penghayatan dan
pengamalan agama yang benar, kemampuan adaptasi, ketahanan, dan
kreativitas budaya dari masyarakat.
b. Etika Politik dan Pemerintahan
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih, efisien, efektif serta menumbuhkan suasana politik yang
demokratis yang dicirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap
akan aprisiasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan,
kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan
kewajiban dan kehidupan bernegara.
Masalah potensial yang dapat menyebabkan permusuhan dan
pertentangan haruslah diselesaikan secara musyawarah dengan penuh
kearifan dan kebijaksaan sesuai nilai nilai luhur agama dan budaya,
dengan tetao menjunjung tinggi pernbedaan sebagai sesuatu yang
manusiawi dan alamiah.
Etika Politik dan pemerintahan diharapkan mampu
menciptakan suasana harmonis antar kekuatan sosial politik atau
kelompok kepentingan untuk mencapai sebesar besarnya kemajuan
bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama
melenihi kepentingan pribadi atau golongan.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang jujur, bertata krama
dalam perilaku politik yang toleran, berpura pura, tidak arogan, jauh
dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak
manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
c. Etika ekonomi dan bisnis
Etika dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh
pribadi,institusi, maupun pengambilan keputusan dalam bidang
ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang
bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong
berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan
kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk
pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepaeda rakyat kecil melalui
kebijakan yang berkesinambungan.
16
d. Etika Penegakan Hukum Yang Berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa


tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat
diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan
yang ada. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil,
perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap
warganegara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan
hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk
manipulasi hukum lainnya.
e. Etika Keilmuan

Etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-


nilai kemanusiaan,ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa
mamu menjaga harkat dan martabatnya,berpijak kepada kebenaran
untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai
agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara ribadi maupun
kolektif dalam karsa,cita dan karya, yang tercermin dalam perilaku
kreatif,inovatif,inventif,dan komunikatif dalam kegiatan
membaca,belajar,meneliti,menulis,berkarya,serta menciptakan iklim
kondunsif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
f. Etika Lingkungan

Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran


menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata
ruang secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
17

C. KODE ETIK PROFESI


Isi Etika Kehidupan Berbangsa sebagaiman ketetapan MPR No.
VI/MPR/2001 bersifat garis-garis besar dan pokok-pokoknya saja. Tindak
lanjut atau kaidah pelaksanaan dari pokok-pokok etika ini adalah
mengembangkannya ke dalam etika profesi, seperti etika profesi
hukum,politik,ekonomi,kedokteran,guru,dan jurnalistik. Etika merupakan
norma-norma yang dianut oleh kelompok,golongan atau masyarakat
tertentu mengenai perilaku yang baik dan buruk. Etika adalah refleksi kritis
dan rasional mengenai norma-norma yang terwujud dalam perilaku hidup
manusia,baik secara pribadi atau kelompok.sistem etika bagi profesional
dirumuskan secara konkret dalam suatu kode etik profesi yang secara
harafiah berarti etika yang ditulis. Tujuan kode etik adalah menjunjung
tingggi martabat profesi atau seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman
yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
18

D. PENGAMALAN SUBJEKTIF TERHADAP NORMA ETIK

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai


pancasila secara pribadi dalam bersikap dan bertingkah laku kehidupan
berbangsa dan bernegara. Nilai pancasila tersebut terwujud dalam norma etik
yang berlaku di masyarakat atau kode etik profesi tertentu. Norma etik
mengikat secara moral,tidak memaksa dari luar, tetapi berdasar kesadaran diri
sendiri untuk melaksanakan. Apabila seseorang melangggar norma etik maka
ia akan mendapat sanksi etik.sanksi etik umumnya dibuat bertingkat, mulai
dari teguran lisan,teguran tertulis,peringatan,sampai sanksi etik yang kuat
yakni dikeluarkan dari organisasi profesi tersebut secara tidak hormat .

Norma moral seperti P4,etika kehidupan bersama, dan kode etik


profesi dapat disebut sebagai subjektifikasi yang subjektif dari pelaksanaan
nilai-nilai yang umum,abstrak,dan universal dari pancasila dasar negara.
Subjektifikasi yang objektif pada dasarnya pembuatan pedoman hukum bagi
manusia indonesian yang umumnya bersumber dari nilai-nilai pancasila yang
gtelah terjabar dalam peraturan perundangan.

Bukti bahwa sifat subjektifikasi yang objektif maupun subjektif ini


bisa berubah dan berkembangan dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan
norma hukum dalam UUD 1945 setelah amandemen, dicabutnya Ketetapan
MPR tentang P4,munculnya ketetapan tentang etika kehidupan berbangsa.
Menurut Jimly Assidiqie (2011:3) nilai-nilai kehidupan berbangsa dan
bernegara tetap kita perlukan sehingga materinya dituangkan menjadi
Ketetapan MPR RI No.VI MPR/2001 yang dibiarkan tetap berlaku sampai
sekarang oleh Ketetapan MPR No.I/MPR/2003.

Pengamalan subjektif atas pancasila adalah pengamalan terhadaap


norma-norma etik bernegara termasuk kode etik profesi yang mencerminkan
nilai-nilai pancasila. Pengamalan subjektif berasal dari kesadaran pribadi.
Pengamalan subjektif atau disebut aktualisasi pancasila secara subjektif
(Kaelan,2013) penting dan dapat menetukan pengamalan pancasila secara
objektif.
19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendukung dari Pancasila sebagai etika adalah Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik
di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita
diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian
yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran
pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan
menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik
yang berlaku dalam masyarakat maupun bangsa dan negara.

B. Saran
1. Etika (nilai, norma dan moral) harus senantiasa di terapkan dalam
bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku
yang sesuai
dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan
kesatuan
antar warga Indonesia.
20

DAFTAR PUSTAKA

Winarno.2016.Paradigma Baru Pendidikan Pancasila.Jakarta:Bumi Medika

Abdullah, Rozali, 1984, Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup
Bangsa, CV. Rajawali, Jakarta.

Rindjin, Ketut, 2012, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, PT.


Gramedia DAFTAR PUSTAKA Utama, Jakarta.

Zubair, Achmad Charris, 1990, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta.


Ali, As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa,
DAFTAR PUSTAKA LP3ES, Jakarta.

Anshoriy, HM. Nasruddin, 2008, Bangsa Gagal: Mencari Identitas Kebangsaan,


LKiS, Yogyakarta.

Bakry, Noor Ms., 2010, Pendidikan Pancasila, DAFTAR PUSTAKA Pelajar,


Yogyakarta.Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010, Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam
UUD 1945 dan Implementasinya, PSP-Press, Yogyakarta.

Kaelan, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara,


Paradigma, Yogyakarta.
21
2. Etika pancasila dalam ketetapan MPR RI No. V/MPR/2001
a. Etika social dan budaya
b. Etika politik dan pemerintah
c. Etika ekonomi dan bisnis
d. Etika penegakan hukum yang berkeadilan
e. Etika keilmuan
f. Etika lingkungan
D. KODE ETIK PROFESI
1. Profesi hakim
2. Profesi dokter gigi
E. PENGALAMAN SUBJEKTIF TERHADAP NORMA ETIK
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai