Anda di halaman 1dari 15

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

DOSEN PENGAMPU :

NUR HIDAYATI, S.H, M.H

DISUSUN OLEH :

EBEN EZER HUTABARAT (3.42.22.2.09)


LIDYA ROES HERLIYANAWATI (3.42.22.2.12)
M. RANGGA ADI PRADANA (3.42.22.2.15)
PUAN DIGA MODENA (3.42.22.2.18)
RISKI NOR APRILIANI (3.42.22.2.19)
SALSABILA PUTRI DAMAYANTI (3.42.22.2.20)

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantisa kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kulliah Pancasila, dengan judul:
Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam etika politik

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang tulus memberikan doa,saran dan kritik sehingga makalah inidapat
terselesaikan.

Kami menyadari dengan sepenuhya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.Oleh karena
itu,kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.Akhinya kami berharap semog makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Semarang, 27 November 2022

Penyususn
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
BAB I ............................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 4
C. TUJUAN................................................................................................................ 5
BAB II .............................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN............................................................................................................... 6
A. PENGERTIAN ETIKA ......................................................................................... 6
B. PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA .............................................................. 7
C. PENGERTIAN POLITIK...................................................................................... 7
D. PENGERTIAN ETIKA POLITIK ........................................................................ 8
E, IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA ................................... 9
F. MASALAH ETIKA POLITIK DI INDONESIA ................................................... 10
G. FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI TERJADINYA
PENYIMPANGAN ETIKA POLITIK ....................................................................... 11
PENUTUP ...................................................................................................................... 14
A. KESIMPULAN ................................................................................................... 14
B. SARAN................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 15
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai sistem Etika merupakan way of life bangsa Indonesia, juga
merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntutan atau panduan
kepada setiap warga negara Indonesia dalam bertingkah laku.Pancasila sebagai system
etika dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu
sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara. Di Indonesia, pelaksanaan etika politik yang
didasarkan Pancasila sangatlah kurang, ini dapat terlihat bagaimana saat ini para elite
berkuasa lebih mudah menghalalkan segala cara untuk memenuhi keegoisan mereka yang
tidak pernah puas. Mereka sudah tidak lagi menerapkan nilai-nilai etik dan moralitas
berpolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Buruknya etika berpolitik yang sering kita jumpai di Indonesia merupakan akibat dari
kurangnya pendidikan politik. Bangsa kita tidak mempunyai banyak guru politik yang
baik, yang dapat mengajarkan bagaimana berpolitik tak hanya memperebutkan
kekuasaan, namun dengan penghayatan etika serta moral yang memadai. Politik yang
mengedepankan take and give, berkonsensus, dan pengorbanan. Selain itu, kurangnya
komunikasi politik juga menjadi penyebab lahirnya elite politik seperti ini, yaitu elite
politik yang tidak mampu menyuarakan kepentingan rakyat, namun juga menghasilkan
orang-orang yang cenderung.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Etika?
2. Apa pengertian Etika poiltik?
3. Apa saja factor yang mempengaruhi penyimpangan etika politik?
4. Bagaimana implementasi Pancasila di dalam etika politik
C. TUJUAN
Tujuan dalam pembuatan makalah Pancasila sebagai sistem etika ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pancasila, dan serta menambah wawasan bagi penyusun
maupun pembaca tentang Pancasila Sebagai system etika.
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus
mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
yang di dalamnya sebetulnya bagian yang sesuai adalah etika dalam pendekatan analitis
atau metaetis, di mana seorang filsuf moral misalnya, memiliki tiga senjata utama, yakni:
memahami semua peristilahan moral, dasar-dasar rasional suatu sistem etika, dan logis-
tidaknya suatu proses penyimpulan moral. Ketiga instrumen pemungkas moral tersebut
dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk memperoleh kejelasan konseptual mengenai
pernyataan-pernyataan moral yang dikaji. Sementara untuk etika khusus membahas
prinsip- prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Etika
khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas tentang kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap
manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika
khusus. Secara etimologis, etika dapat dipahami melalui dua kata yang ditarik dari bahasa
Yunani, antara lain karakter (character) dan kebiasaan (custom)1Karakter dapat dipahami
sebagai suatu insting, sentimen, keinginan atau nafsu. Sedangkan custom dapat dilihat
sebagai suatu kebiasaan atau cara yang sudah lama berlangsung. Oleh karena itu, apabila
dilihat dari bidang hukum, jika hal tersebut mendapat persetujuan bersama, maka akan
dijadikan sebagai suatu peraturan (rule of conduct).
Adat-kebiasaan (custom) atau watak kesusilaan berasal dari kata “ethos” dalam
Bahasa Yunani. Etika berkaitan erat dengan moral yang merupakan istilah dari bahasa
Latin, yaitu “mos” atau “mores”, yang berarti adat-kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan baik dan menghindari tindakan yang buruk. Etika dan moral
memiliki pengertian yang hampir sama walaupun dalam pelaksanaannya berbeda. James
Martinau menegaskan hakikat etika sebagai doctrine of human character. Selain itu, ada
juga Jongeneel yang menyatakan bahwa etika adalah ajaran yang baik dan yang buruk
dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia serta masyarakat. Etika tidak hanya
diperlukan untuk menilai karakter manusia saja tetapi juga idealnya harus berjalan pada
yang seharusnya (ought to be) Oleh karena itu etika sering disebut sebagai pengetahuan
normatif (normative science). Hal yang tidak dapat diabaikan dalam bidang etika adalah
peranan akal, terutama saat etika menjalankan fungsinya untuk melakukan penilaian dan
menghadirkan objektivitas. Seorang ahli di bidang etika filsafat, Thomas Aquinas,
menyatakan dengan tegas bahwa akal (reason, intellect atau intellectual) adalah prinsip
pertama dari seluruh tindakan manusia. Menurut Aquinas, akal memerintah. Nafsu
dengan perintah konstitusional, dan tanpa ragu menyatakan fungsi akal yang dapat
menjadi subjek kebiasaan.1

B. PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


Sistem merupakan satu rangkaian yang saling berkaitan antara bagian yang satu
dengan bagian yang lain dan menjadi suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Sementara etika merupakan perilaku yang baik dan bisa
diterima oleh lingkungan masyarakat, Dan pancasila sebagai sistem etika adalah nilai-
nilai yang ada di dalam pancasila dijadikan sebagai pedoman atau acuan kita dalam
berperilaku, baik tiap-tiap individu sebagai warga negara biasa ataupun pejabat
pemerintah dalam menjalankan kenegaraan.
Pancasila sebagai sistem etika lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika
kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis
termuat pula di dalamnya. Namun etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila
tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan
keadilan. Kebijakansanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh
kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal, rasa, dan kehendak
yang berupa kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan
memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan nilai-nilai religius. Kesederhanaan artinya
membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan
artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan.
Keadilan artinya memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain,
serta terhadap Tuhan terkait segala sesuatu yang menjadi haknya.2
C. PENGERTIAN POLITIK
Kata politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, politeia yang akar katanya
adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, dan teia, berarti urusan.
Politik kemudian berkembang semakin luas dalam pengertiannya sehingga sulit diperoleh
makna yang tunggal. Menurut Max Weber, politik adalah sarana perjuangan untuk
melaksanakan politik dan mempengaruhi distribusi kekuasaan, baik antara negara
maupun hukum dalam suatu negara. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
politik sebagai ilmu mengajarkan mengenai ketatanegaraan, seperti sistem pemerintahan
atau segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan dalam suatu negara atau
antara negara-negara.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-
dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara. Pada dasarnya, politik
menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya
menyangkut kegiatan partai politik, tentara, dan organisasi kemasyarakatan. Oleh karena
itu, bila dirumuskan secara tegas, politik merupakan kegiatan beraneka ragam, interaksi

1
Thomas Tokan Pureklolon, ‘PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DAN HUKUM NEGARA’, 16 (2020), 1
<https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pancasila+sebagai+sistem+etika+pureklol
on&btnG=#d=gs_qabs&t=1670381297072&u=%23p%3Dofxkd2PhqVgJ>.
2
Firmansyah Hartati ; Putra, ‘Hartati, Firmansyah Putra : Etika Politik Dalam Politik Hukum Etika Politik
Dalam Politik Hukum Di Indonesia (Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika)’, 2019, 1–9.
antara pemerintah dan masyarakat dalam suatu entitas dan sistem politik (negara) yang
mencakup proses penentuan tujuan, pelaksanaan tujuan dengan segala kebijakan umum,
dan pengaturannya yangmengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal
dalam suatu wilayah tertentu. Pelaksanaan kebijakan ini menyangkut pengaturan,
pembagian, atau alokasi sumber-sumber yang ada. Dengan demikian, politik
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan
keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya.3
D. PENGERTIAN ETIKA POLITIK
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politik kehidupan manusia. Karena
itu, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai
manusia dan sebagai warga negara terhadap negara, hukum dan sebagainya. Sebagai
salah satu abang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat.
Filsafat yang mempertanyakan praksis Manusia adalah etika. Etika mempertanyakan
tanggung jawab dan kewajiban manusia.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung
jawab.Jadi,tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori,melainkan secara rasional
objektif dan argumentatif.Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis.Tugas
etika politik membantu agar pembahasan masalah masalah idiologis dapat dijalankan
secara obyektif.Hukum dan kekuasaan negara merupakan pembahasan utama etika
politik.Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur
ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial).Jadi etika politik membahas
hukum dan kekuasaan.Prinsip prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi
moral bagi suatu negara adalah adanya cita cita The Rule of Law, partisipasi demokratis
masyarakat,jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan struktur
kebudayaan masyarakat masing masing dan keadaan social.4
Secara subtantif, etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek etika, yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan dengan bidang pembahasan moral. Hal
ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral selalu menunjuk kepada manusia
sebagai subjek etika. Walaupun kedudukan dan sifat manusia selalu berkaitan dengan
masyarakat, bangsa dan negara, etika politik tetap meletakan dasar fundamental manusia
sebagai manusia, bukan sebagai warga masyarakat atau warga negara. Hal in semakin
menegaskan bahwa etika politik mendasarkan suatu kebaikan kepada hakekat manusia
sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.5

3
Thomas Tokan Pureklolon, ‘PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DAN HUKUM NEGARA’, 1 (2020), 16.
4
Fernando Bismark Rowland Pasaribu, PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK (Stationery Office, 1998).
5
Bambang Yuniarto and Winarno Narmoatmojo BAB, IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI
ETIKA POLITIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK.
E, IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

Pancasila merupakan dasar etika politik bagi bangsa Indonesia. Hal ini
mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila menjadi
sumber etika politik yang harus selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan politik
bangsa Indonesia baik oleh rakyat ataupun oleh penguasa. Oleh karena itu dapat dikatakan
kehidupan politik yang meliputi berbagai aktivitas politik dinilai etis, jika selalu berpijak
pada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta selalu ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik
menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi
hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan
secara demokrastis (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
moral (legitimasi moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar
tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara, baik itu yang berhubungan dengan
kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Dengan demikian, Pancasila merupakan
sumber moralitas dalam dalam proses penyelenggaraan negara, terutama dalam
hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan
penegakkan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan
kepentingan penguasa belaka. Jadi Pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu
penggunaan kekuasaan dan penegakkan hukum. Negara Indonesia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara normatif merupakan artikulasi
sila Ketuhanan yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi
harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah
negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara
berdasarkan legitimasi religius, dimana kekuasaan kepala negara bersifat absolut atau
mutlak. Sila Ketuhanan yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses
penyelenggaraan negara dan kehidupan negara tidak boleh diarahkan pada paham anti-
Tuhan dan anti-agama, akan kehidupan dan penyelenggaraan negara harus selalu
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama
merupakan legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia. Selain berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, negara Indonesia juga harus berkemanusian yang adil dan
beradab. Dengan kata lain, kemanusian yang adil dan beradab memberikan legitimasi
moral kemanusian dalam penyelenggaraan negara.
Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusian mempunyai kedudukan
mutlak dalam kehidupan negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus
diberikan kepada setiap warga negara. Sila Kemanusian yang adil dan beradab
mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua
sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan
legitimasi moral kemanusian (sila Kemanusian yang adil dan beradab) dalam kehidupan
dan proses penyelenggaraan negara, sehingga negara Indonesia terjerumus ke dalam
negara kekuasaan (machtsstaats). Negara Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari unsur
persatuan. Sila persatuan Indonesia memberikan suatu penegasan bahwa negara
Indonesia merupakan suatu kesatuan dalam hal ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya
dan keamanan. Proses penyelenggaraan negara harus selalu didasari oleh asas persatuan,
di mana setiap kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa tidak ditujukan untuk memecah
belah bangsa, tetapi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan
Indonesia merupakan perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusian yang adil dan beradab. Oleh karena itu
paham kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit (chauvinistis),
tetapi paham kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia
mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan.6

F. MASALAH ETIKA POLITIK DI INDONESIA


Kejahatan Korupsi di Indonesia sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan padahal
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidakhenti-hentinya didalam kinerjanya
melakukan operasi tangkap tangan terhadap transaksi penyuapan secara langsung hal ini
tidak menjadikan pelajaran bagi pemerintahan, legislatif, lembaga negara, partai politik
dan swasta sebagai rapot hitam dan menjadi potret buram agar tidak lagi melakukan
tindakan korupsi.Kasus korupsi didalam pemerintahan, antar lembaga negara maupun
swasta dengan pemerintahan sudah banyak sekali menghiasi berita di Negara ini, terhadap
pejabat Negara salah satunya kasus tertangkapnya Akil Muktar yang menjabat ketua
mahkamah konstitusi, Suryadharma Ali menjabat menteri agama dan yang cukup
fantastis adalah setya novanto selaku ketua DPR dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP
Banyaknya pejabat publik, tokoh partai politik yang tertangkap kasus korupsi menjadi
tamparan yang keras terhadap kehidupan politik negara ini dan yang sangat ditakutkan
adalah bilamana korupsi terus berlanjut dalam lingkaran kekuasaan akan mengakibatkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena pada dasarnya kedaulatan
tertinggi adalah ditangan rakyat, hal kedaulatan ini yang mungkin telah terlupakan
terhadap pejabat pemerintahan, partai, legislatif, swasta bahwa tanggung jawab mereka
paling utama adalah menjalankan amanat rakyat. Etika Politik tidak hanya masalah
perilaku politikus. Ia berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum,
komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika Politik memiliki tiga demensi
: tujuan, sarana dan aksi politik itu sendiri. Perilaku politikus hanya salah satu dimensi
etika politik. Kehendak baik perlu ditopang institusi yang adil. Kehendak baik berfungsi
mempertajam makna tanggung jawab, sedangkan institusi (hukum, aturan, kebiasaan,
lembaga sosial) berperan mengorganisir tanggung jawab.Dimensi tujuan terumuskan
dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada
kebebasan dan keadilan. Keprihatinan utama ialah upaha penerapan kebijakan umum

6
Yuniarto and Narmoatmojo BAB.
dalam manajemen publik. Dalam Negara demokratis pemerintah mempunyai komitmen
terhadap penyelenggaraan negara dan bertanggung jawab atas komitmen
Dimensi etika politik kedua ialahsarana yang memungkinkan pencapaian tujuan.
Dimensi ini meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik
penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-institusi sosial. Dimensi ketiga,
etika politik adalah aksi politik. Dalam dimensi etika ketiga ini pelaku memegang peran
sebagai yang menentukan Maraknya pembukaan atau perekrutan secara umum terhadap
calon legislatif maupun jabatan politik di eksekutif oleh partai politik menjadikan hal ini
mengubah tatanan kaderisasi didalam tubuh partai. Kesempatan yang seharusnya
diberikan kepada kader tulen yang benar-benar berangkat dari bawah akhirnya secara
tidak langsungmusnah akibat pergeseran rekruitmen saat ini. Siapa yang mempunyai
popularitas, modal kuat dan kedekatan menjadi primadona tersendiri bagi partai politik
tidak heran bila artis, pengusaha dan profesi lainnya secara massif berpindah profesi
menjadi politikus. Tak heran tanggung jawab moral para politisi yang dianggap karbitan
ini sangat kurang bahkan dianggap tidak ada karena secara pasti mereka ini tidak
mempunyai visi misi yang jelas terukur dan terarah sehingga jangankan berharap terjadi
budaya santun politik yang ada malah sebaliknya mereka berlaku semaunya baik secara
lisan maupun tindakan. Kalahnya beberapa artis dibeberapa Pemilu Kepala Daerah lalu
seperti Dedi Miswar dan Dede Yusuf menunjukkan ketidakpuasan masyarakat atas
program kerja pada waktu mereka pernah menjabat sebelumnya, selaras dengan teori
diatas tujuan politisi7

G. FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI TERJADINYA PENYIMPANGAN


ETIKA POLITIK

Dalam penyimpangan etika politik hampir sama yaitu dipengaruhi oleh pola
perilaku manusia yang berlainan dalam memahami konsep etika dan politik sendiri. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan etika politik, yaitu :
1. Ketidakpahaman dan ketidakmampuan masyarakat memahami Pancasila sebagai
konsep etika politik
Sejauh ini nilai-nilai ideal Pancasila belum sepenuhnya diterapkan dalam
kenyataan terutama dalam kegiatan penyelenggaraan negara. Gandhi pernah mengatakan
adanya ancaman yang mematikan dari “tujuh dosa sosial” yakni : politik tanpa prinsip,
kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani,
pendidikan tanpa karakter, sains tanpa humanitas dan peribadatan tanpa pengorbanan.
Keadaan ini seakan mewarnai perjalanan bangsa Indonesia, dimana setiap warga
berlomba menghianati bangsa dengan sikap-sikap yang jelas tidak sesuai dengan
Pancasila sebagai falsafah bangsa. Ketidakpahaman masyarakat akan nilai-nilai Pancasila
menjadi masalah utama dalam mendasari perilaku-perilaku yang menyimpang di

7
Putu Ari Saruhun Hasibuan, ‘PUNAHNYA ETIKA MORAL ELIT POLITIK INDONESIA’, 1, 7.
Indonesia. Setiap warganegara mampu menyebutkan makna dari setiap butir Pancasila
tetapi tidak mampu mewujudkannya dalam kegiatan sehari-hari.
Etika politik yang seharusnya berdasarkan pada butir-butir sila Pancasila semakin
diabaikan dan kalah oleh keinginan serta kepentingan individu dalam berpolitik.
Perubahan polaikir masyarakat yang semakin meninggalkan makna dari Pancasila
dipengaruhi oleh masuknya budaya barat yang menggerus rasa nasionalisme bangsa. Hal
ini menyebabkan masyarakat mengabaikan nilai-nilai Pancasila yang seharusnya
dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari terutama kegiatan politik yang bertujuan
menciptakan keadilan dalam suatu negara.
2. Krisis moral yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Indonesia
Moral adalah istilah manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai
nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah
hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa
melakukan proses sosialisasi Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan
manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah
nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Dewasa ini moral
masyarakat semakin luntur tergantikan oleh budaya-budaya serta kebiasaan baru yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hal itu tampak dari konflik sosial yang
berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial,
melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian
terhadap ketentuan hukum dan peraturan, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
berasal baik dari dalam maupun luar negeri. Bermunculan sikap acuh tak acuh, tidak jujur
dan selalu bertindak curang selalu mewarnai kegiatan politik dewasa ini. Manusia seakan
melupakan budaya bangsa Indonesia yang selalu menjungjung tinggi moral dalam
bersikap baik di lingkungan masyarakat maupun bernegara. Kesadaran moral serta
tanggung jawab terhadap manusia lain atau masyarakat perlahan mulai hilang tergantikan
oleh sikap individualistik.
3. Longgarnya kepercayaan dan pemahaman individu terhadap agama yang dianutnya
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
artinya Indonesia menjungjung tinggi dan mengakui umat beragama. Dibawah panduan
sila pertama Pancasila yang mengandung nilai Ketuhanan diharapkan dapat membentuk
karakterbangsa yang benar dan baik. Agama dijadikan panduan manusia dalam bersikap
dan bertindak untuk menyelenggarakan sesuatu secara adil, bertanggungjawab dan benar
termasuk dalam kegiatan berpolitik. Longgarnya pegangan terhadap agama sudah
menjadi tragedi di dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu
pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan
tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi.
Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan
pengontrol yang ada didalam dirinya. Sehingga manusia cenderung bersikap
menyimpang karena mereka sudah meninggalkan nilai-nilai agama yang dahulu pernah
dipahami.
4. Tidak adanya pengawasan serta hukum yang tegas
Indonesia adalah negara hukum, segala sesuatu yang terjadi di dalam negara telah
diatur oleh Undang-Undang dan sesuai dengan Pancasila. Hukum berfungsi mengatur
serta menertibkan masyarakat suatu negara agar tunduk dan patuh terhadap peraturan
negara tersebut. Pengawasan serta tindak hukum yang tegas penting untuk diterapkan
agar masyarakat suatu negara dapat patuh tanpa berbuat penyimpangan. Hukum hanya
bersifat normatif dan tidak secara efektif dan otomatis menjamin agar setiap anggota
masyarakat taat kepada norma-normanya. Oleh karena itu yang secara efektif dapat
menentukan kekuasaan masyarakat hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk
memaksakan kehendaknya, dan lembaga itu adalah negara. Tetapi apabila seluruh aparat
negara atau aparat pemerintahan sendiri mempunyai niat untuk tidak mematuhi aturan
yang berlaku maka sulit mewujudkan hukum yang tegas.8

8
Drs I Made Kartika and M Si, ‘NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MEMBANGUN ETIKA POLITIK DI
INDONESIA’, 2015.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
• Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau
bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan
dengan berbagai ajaran moral.
• Pancasila sebagai system etika adalah nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila
dijadikan sebagai pedoman atau acuan dalam berperilaku, baik tiap individu
sebagai warga negara biasa ataupun pejabat pemerintah dalam menjalankan
kenegaraan

B. SARAN
Sebagai seorang warga negara Indonesia kita harus mengimplementasikan, dan
mengamalkan, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, karena Pancasila
merupakan pedoman bagi setiap warga negara Indonesia baik rakyat biasa
ataupun pejabat untuk berperilaku, agar tercipta masyarakat yang bermoral dan
beretika kita harus Bersama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai di dalam
Pancasila itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Hartati ; Putra, Firmansyah, ‘Hartati, Firmansyah Putra : Etika Politik Dalam Politik Hukum
Etika Politik Dalam Politik Hukum Di Indonesia (Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika)’,
2019, 1–9
Hasibuan, Putu Ari Saruhun, ‘PUNAHNYA ETIKA MORAL ELIT POLITIK INDONESIA’, 1, 7
Made Kartika, Drs I, and M Si, ‘NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MEMBANGUN ETIKA POLITIK DI
INDONESIA’, 2015
Pasaribu, Fernando Bismark Rowland, PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK (Stationery Office,
1998)
Pureklolon, Thomas Tokan, ‘PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DAN HUKUM NEGARA’, 16
(2020), 1
<https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pancasila+sebagai+sistem
+etika+pureklolon&btnG=#d=gs_qabs&t=1670381297072&u=%23p%3Dofxkd2PhqVgJ>
———, ‘PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DAN HUKUM NEGARA’, 1 (2020), 16
Yuniarto, Bambang, and Winarno Narmoatmojo BAB, IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA
SEBAGAI ETIKA POLITIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK

Anda mungkin juga menyukai