Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah
Puji syukur kepada Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman
dan kesehatan, sehingga penulis diberi untuk menyelesaikan makalah tentang “PANCASILA
SEBAGAI SISTEM ETIKA”. Tak lupa kami haturkan shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, yang akan selalu kita nantikan syafaatnya di yaumul kiyamah.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah Pendidikan Pancasila. Kami
selaku penyusun makalah mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada Ibu Ela
Munifatus Sakdiyah, M.H. selaku dosen pengampu atas bimbingan dan tugas yang diberikan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna serta
kesalahan yang kami yakini diluar batas kemampuan kami. Maka dari itu kami dengan senang
hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
Kelompok 5/MPI.C
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan .................................................................................................................................. 1
B. Sumber Historis, Sosiologis, Politis Tentang Pancasila sebagai Sistem Etika .................... 5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila memiliki peran-peran yang sangat penting bagi masyarakat berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Peran Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai cita-
cita bangsa, Pancasila sebagai pedoman atau landasan hidup bagi bangsa Indonesia, dan
Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia. Pancasila sebagai sistem etika tujuannya untuk
mengembangkan dimensi moral pada setiap individu sehingga dapat mewujudkan sikap
yang baik dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Menurut Aristoteles, pengertian etika menjadi dua yaitu Terminius Technikus dan
Manner and Custom. Terminius Technikus merupaka etika yang dipelajari sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia.
Sedangkan Manner and Custom merupakan suatu pembahasan etika yang berhubungan
atau berkaitan dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat dalan kodrat manusia
atau in herent in human nature yang sangat terkait denag arti baik dan buruk suatu
perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.
Etika Pancasila adalah cabang yang terkandung dalam sila Pancasila digunakan
untuk mengatur kehidupan masyarakat berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dalam
etika Pancasila dikemukakan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika?
2. Bagaimana Sumber Historis, Sosiologis, Politis Tentang Pancasila sebagai Sistem
Etika?
3. Bagaimana Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika?
4. Apa Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika?
C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika.
2. Mengetahui Sumber Historis, Sosiologis, Politis Tentang Pancasila sebagai Sistem
Etika.
1
3. Memahami dan Mengetahui Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika.
4. Mengetahui Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Rahmah Ningsih, “Pancasila Sebagai Sistem Etika”, (Universitas Esa Unggul, 2019), 3.
2
Retno Indriani, “Pancasila Sebagai Sistem Etika”, (2017), 3.
3
beragam. Sedangkan pada nilai keadilan menciptakan sikap peduli terhadap sesama.
Nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan cita- cita bangsa Indonesia,
sehingga bangsa Indonesia harus mewujudkan dalam kehidupan sehari- hari. Etika
pancasila akan membetuk kepribadian dengan nilai dan kebiasaan yang akan tumbuh
dalam masyarakat.
Dalam etika terdapat tiga aliran yaitu :
1. Aliran Deontologi yang menjelaskan tentang perilaku yang baik atau buruk dan
sesuai atau tidak dengan kewajiban yang harus dilakukan.
2. Aliran Teleologi yang menjelaskankan bahwa berdasarkan tujuan atau akibat
perbuatan dapat mengetahui baik ataupun buruknya perilaku.
3. Aliran Keutamaan yang menjelaskan dalam diri seseorang terdapat pengembangan
kualitas moral.3
Pancasila sangatlah penting sebagai sistem etika karena dapat menjadi aturan
untuk semua bangsa Indonesia sesuai dengan nilai- nilai Pancasila sehingga terwujud
cita-cita bangsa, dan memberikan kenyamanan serta kesejahteraan bersama. Namun
saat ini masih banyak sekali pelanggaran atau kejahatan yang tidak sesuai dengan
nilai- nilai Pancasila seperti pejabat yang korupsi, pelanggaran HAM, dll.
Pancasila sebagai sistem etika memerlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai
moral yang hidup agar tidak terjebak dalam pandangan yang bersifat mitos. Misalnya
korupsi terjadi karena pejabat diberi hadiah oleh seorang yang membutuhkan sehingga
urusannya lancar. Dia menerima hadiah tanpa memikirkan alasan orang tersebut
memberika bantuan. Sehingga tidak tahu kalua perbuatannya dikategorikan dalam bentuk
suap. Hal yang sangat penting dalam mengembangkan Pancasila sebagai sistem etika
meliputi:
1. Menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan penentu sikap, tindakan serta
keputusan yang akan diambil setiap warga negara.
2. Pancasila memberikan pedoman bagi setiap warga negara agar memiliki orientasi
yang jelas dalam pergaulan regional, nasional dan internasional
3
Risal Fadhil Rahardiansyah, “Makalah Pancasila Sebagai Sistem Etika”, (Universitas Negeri Malang, 2021),
2-3.
4
3. Pancasila menjadi dasar analisis kebijakan yang dibuat penyelenggara negara
sehingga mencerminkan semangat kenegaraan berjiwa Pancasila
4. Pancasila menjadi filter terhadap pluralitas nilai yang berkembang dalam berbagai
bidang kehidupan.
Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di
negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk
menerapkan perilaku etika, seperti tercantum pada sila kedua Pancasila, yaitu
“Kemanusian yang adil dan beradab” yang mana tidak dapat dipungkiri bahwa
kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sungguh sangat diperlukan.4
4
Sri Rahayu Amri, “Pancasila Sebagai Sistem Etika”,( Palopo, 2018), (08)01.
5
Retno Indriani, “Pancasila Sebagai Sistem Etika”, (2017), 5.
5
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, cara pengamalannya :
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban asasi
antar sesame manusia sesuai dengan harkat dan martabatnyasebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Saling mencintai sesame manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
3. Sila Persatuan Indonesia, cara pengamalnnya :
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, keselamatan bangsa dan
bernegara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang berbhineka
tunggal ika.
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, cara pengamalannya :
a. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
b. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
c. Dengan itikad yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil putusan musyawarah.
d. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, cara pengamalannya :
a. Bersikap adil.
b. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c. Menghormati hak-hak orang lain.
d. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6
e. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.6
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hiruk-pikuk
perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaran etika politik. Salah satu bentuk
pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di
legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan
inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara negara.
Sumber Politis, Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam
norma-norma dasar sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hokum itu suatunorma yang
membentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu
norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan
sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut.
Pancasila sebagai system etika merupakan norma tertinggi yang sifatnya abstrak,
sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat
konkrit.
6
Retno Indriani, “Pancasila Sebagai Sistem Etika”, (2017), 5-6.
7
Nurwardani, P., Saksama, H, Y., Kuswanjono, A. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, (2016),
188..
7
2. Dimensi Sarana, memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi system dan
prinsipprinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang
mendasari institusi-institusi sosial.
3. Dimensi Aksi Politik, berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang
menentukan rasionalitas politik.Rasionalitas politikterdiri atas rasionalitas tindakan
dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai
orientasi situasi dan paham permasalahan.
8
individu dan social harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang
(Martodihardjo 1993: 171). Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk mono-
pluralis yang terdiri atas susunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan kodrat: makhluk
Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk sosial dan mahluk
individual. Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu sama lain dan
merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat persoalan,
pokok dan pelaku utama dalam budaya Pancasila. (Notonagoro dalam Asdi, 2003: 17-
18).
Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia
demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa
dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta
machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi,
Rektor Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan Simposium Nasional
Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan
Nasional mengatakan sebagai berikut.
“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin hanyut dalam arus
konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan ketamakan karena bangsa Indonesia
tidak mengembangkan blueprint yang berakar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika
Hal-hal berikut ini dapat menggambarkan beberapa bentuk tantangan terhadap
sistem etika Pancasila.
Pertama, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama
berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam
penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut
tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat
musyawarah untuk mufakat.
Kedua, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait
dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan
penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial karena
nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok
tertentu. Ketiga, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa
9
eforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya,
munculnya anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan
kebebasan berdemokrasi.
8
Risal Fadhil Rahardiansyah, “Makalah Pancasila Sebagai Sistem Etika”, (Universitas Negeri Malang, 2021),
9.
10
Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai system
etika meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai system etika berarti menempatkan
Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan
keputusan yang diambil setiap warga negara.
2. Pancasila sebagai system etika memberi guidance bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan, baik local, nasional,
regional, maupun internasional.
3. Pancasila sebagai system etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai
kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari
semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasila.
4. Pancasila sebagai system etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas
nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi
yang memengaruhi pemikiran warga negara.
11
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas mengenai Pancasila Sebagai Sistem Etika, dapat di simpulkan sebagai
berikut:
1. Pancasila sebagai Sistem Etika merupakan cabang filsafat Pancasila yang dijabarkan
melalui sila-sila Pancasila dalam mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Etika Pancasila cenderung mendekati pada pengertian etika
kebajikan dalam sistem pemerintahan.
2. Sumber Historis Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila
belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan
hidup masyarakat. Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan
dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau
dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh
mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan local yang bertebaran di bumi Indonesia
sehingga memerlukan penelitian yang mendalam. Sumber politis Pancasila sebagai
sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar sebagai sumber penyusunan berbagai
peraturan perundang-undangan di Indonesia
3. Perlunya Pancasila sebagai sistem etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bertujuan untuk :
a. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dan menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek.
b. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
c. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksaan nilai-nilai etika dan
moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
12
DAFTAR PUSTAKA
13