Anda di halaman 1dari 19

BERFIKIR SOSIAL

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta IPS

Dosen Pengampu:

Erika Puspitasari, M.Pd

Disusun oleh :

1. Faiszatul Masruroh (20206001)


2. Alifia Putri Rahma (20206020)
3. Oktafia Nuril Faddillah (20206086)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw. sebagai suri tauladan
yang baik dalam bersikap dan bertutur kata.

Berkat pertolongan Allah Swt. Makalah Kapita Selekta IPS dengan judul
“Berfikir Sosial” ini dapat terselesaikan dengan mengutip dari berbagai referensi
yang ada dengan usaha semaksimal mungkin.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta
yang dibimbing oleh Ibu Erika Puspitasari, M.Pd. Terima kasih kepada beliau
yang telah memberi kepercayaan dalam pengerjaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat bagi pembaca khususnya kami. Amin...

Kediri, 13 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. Kognitif Sosial .................................................................................... 3


B. Teori Sosial Albert Bandura ............................................................. 4

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 15

A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
B. Saran ................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berpikir sosial adalah suatu proses mental yang kompleks yang
melibatkan penilaian, interpretasi, dan pemahaman terhadap informasi
sosial yang ada di sekitar kita. Hal ini melibatkan kemampuan kita untuk
memahami bagaimana orang lain berpikir, merasa, dan bertindak serta
bagaimana lingkungan sosial mempengaruhi perilaku dan sikap kita.
Berpikir sosial sangat penting karena banyak keputusan dan tindakan kita
sehari-hari dipengaruhi oleh interaksi sosial dengan orang lain.
Sebagai ilmu sosial, berpikir sosial telah menjadi topik penelitian
yang penting dalam psikologi sosial, sosiologi, antropologi, dan ilmu
politik. Banyak penelitian telah dilakukan untuk memahami bagaimana
manusia berpikir tentang orang lain, seperti bagaimana kita membuat
kesimpulan tentang orang lain berdasarkan informasi yang kita terima,
bagaimana kita memperhatikan orang lain, dan bagaimana kita
mengekspresikan diri dalam interaksi sosial.
Berpikir sosial juga sangat penting dalam konteks organisasi dan
bisnis. Banyak organisasi menggunakan pengetahuan tentang berpikir
sosial untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas tim, meningkatkan
keterlibatan karyawan, dan mengoptimalkan keputusan manajerial. Oleh
karena itu, pemahaman tentang berpikir sosial dapat membantu kita
memahami bagaimana kita dapat berinteraksi dengan orang lain secara
lebih efektif dalam konteks sosial dan bisnis.
Dalam makalah ini, kami akan membahas konsep dan teori dasar
tentang berpikir sosial, termasuk bagaimana manusia membuat kesimpulan
tentang orang lain, bagaimana lingkungan sosial mempengaruhi perilaku
dan sikap kita, serta bagaimana kita dapat meningkatkan kemampuan kita
dalam berpikir sosial untuk meningkatkan kinerja sosial dan bisnis.
B. Rumusan Masalah
1 Bagaimana penjelasan tentang kognitif sosial?
2 Bagaimana teori sosial Albert Bandura?

1
C. Tujuan Penulisan
1 Untuk mengetahui penjelasan tentang kognitif sosial.
2 Untuk mengetahui teori sosial Albert Bandura.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kognitif Sosial
1. Pengertian Kognitif Sosial
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa
sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan
sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh
pengetahuan, aturan-aturan, keterampilan-keterampilan, strategistrategi,
keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap. Individu-individu juga melihat
model-model atau contoh-contoh untuk mempelajari kegunaan dan
kesesuaian prilaku-prilaku akibat dari prilaku yang di modelkan,
kemudian mereka bertindak sesuai dengan keyakinan tentang
kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari tindakan mereka.
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa
sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan
sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh
pengetahuan, aturan-aturan, keterampilan-keterampilan, strategi-
strategi, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap.
Dalam situs ThoughtCo, dituliskan bahwa komponen utama dari
teori kognitif sosial adalah pembelajaran observasional. Artinya
seseorang akan mempelajari perilaku yang diinginkan atau tidak
diinginkan, dengan mengamati orang lain. Kemudian mereka akan
mereproduksi perilaku yang dipelajarinya untuk memaksimalkan
penghargaan.
2. Contoh-contoh penerapan kognitif sosial
Dalam konteks pembelajaran, contoh teori kognitif sosial, yakni
ketika anak meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Misal, ayah dan
ibunya rajin membersihkan rumah dan menolong orang lain, sehingga
anaknya yang belajar melalui proses pengamatan akan meniru perilaku
ini. Sementara dalam konteks komunikasi massa, contoh teori kognitif
sosial adalah ketika seseorang melihat tayangan televisi atau konten
media sosial. Individu tersebut mempelajari perilaku atau aktivitas yang

3
dilakukan orang lain, dan mereproduksinya kembali dalam kehidupan
mereka.
Sementara dalam konteks komunikasi massa, contoh teori kognitif
sosial adalah ketika seseorang melihat tayangan televisi atau konten
media sosial. Individu tersebut mempelajari perilaku atau aktivitas yang
dilakukan orang lain, dan mereproduksinya kembali dalam kehidupan
mereka.1

B. Teori Sosial Albert Bandura


1. Hakikat Manusia
Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadiyang dapat
mengatur diri sendiri (Self regulation), memepengaruhi tingkah laku
dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif,
danmengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.
Pada hakikatnya, manusia tidak dilengkapi dengan perilaku yang
dibawa sejak lahir,dan oleh karenanya perilaku itu harus dipelajarinya.
Akan tetapi, faktor-faktor biologis membatasi proses belajarnya.
Misalnya, gen dan hormon mempengaruhi perkembangan fisik yang
pada gilirannya mempengaruhi potensialitas perilaku.
Di samping itu, seperti dalam hal bicara, manusia memiliki bakat
alami dasar yang dapat dikembangkan dengan membentuk respon-
respon baru melalui belajar. Sering kali pengaruh pengalaman dan
pengaruh fisiologis tidak dapat dipisahkan dengan mudah dan oleh
karenanya akan lebih bermanfaat bila kita menganalisis faktor-faktor
penentu perilaku daripada mencoba mengkategorikan proporsi perilaku
yang merupakan hasil belajar dan yang mana yang herediter.
Pikiran (thoughts) merupakan proses psikoneural. Akan tetapi,
penting untuk membedakan antara hokum psikologi dan hukum biologi.

1
Vanya Karunia Mulia Putri, "Contoh Teori Kognitif Sosial”,diakses 20 Juli
2022,https://www.kompas.com/skola/read/2022/07/20/110000269/contoh-teori-kognitif-
sosial?page=all.

4
Dengan memfokuskan perhatian pada pengetahuan tentang psikologi
kita dapat mengajukan pertanyaan seperti bagaimana carater baik untuk
menciptakan belief system dan kompetensi personal. Pemahaman
seperti ini tidak dapat diperoleh hanya dengan mempelajari mekanisme
neurofisik yang mendasari kegiatan tersebut. Pertanyaan yang menarik
adalah bagaimana orang mengaktifkan proses otak yang berada di luar
struktur kognitif yang ada untuk menghasilkan peristiwa kognitif baru
dan yang menandai kegiatan lembaga individu.
2. Kemampuan Manusia
Berikut ini adalah lima kemampuan kognitif dasar yang merupakan
karakteristik manusia:
a. Symbolising capability.
Manusia memiliki kemampuan untuk mentransformasikan
pengalaman-pengalamannya menjadi simbol-simbol dan
kemampuan untuk memproses simbol-simbol ini. Mereka dapat
menciptakan ide-ide yang melampaui pengalaman
penginderaannya. Kenyataan bahwa manusia memiliki
kemampuan simbolisasi tersebut tidak berarti bahwa mereka
selalu rasional. Hasil pemikiran itu dapat baik ataupun buruk,
tergantung pada seberapa baik keterampilan berpikir orang itu
dan tergantung pada kelengkapan informasi yang dimilikinya.
b. Forethought capability.
Sebagian besar perilaku manusia diatur oleh pemikiran
antisipatifnya bukan oleh reaksinya terhadap lingkungannya.
Orang mengantisipasi konsekuensi perbuatannya dan
menentukan tujuannya sendiri. Pemikiran ke depan ini bukan
akumulasi konsekuensi-kosekuensi terdahulu, melainkan hasil
pemikiran.
c. Vicarious capability.
Hampir seluruh kegiatan belajar pada manusia itu bukan
melalui pengalaman langsung,melainkan hasil pengamatannya
terhadap perilaku orang lain beserta konsekuensinya. Belajar

5
melalui pengamatan ini memperpendek waktu yang dibutuhkan
manusia untuk belajar berbagai keterampilan.Keterampilan
tertentu, seperti keterampilan berbahasa,demikian kompleksnya
sehingga tidak mungkin dapat dipelajari tanpa penggunaan
modeling.
d. Self-regulatory capability.
Manusia mengembangkan standar internal yang
dipergunakannya untuk mengevaluasi perilakunya sendiri.
Kemampuan untuk mengatur diri sendiri ini mempengaruhi
perilaku selanjutnya.
e. Self-reflective capability.
Kemampuan refleksi diri ini hanya dimiliki oleh manusia.
Orang dapat menganalisis berbagai pengalamannya dan
mengevaluasi apakah proses berpikirnya sudah memadai. Jenis
pemikiran yang paling sentral dan paling mendalam yang terjadi
dalam refleksi diri ini adalah penilaian orang tentang
kemampuannya sendiri untuk mengatasi berbagai macam
realitas.2
3. Proses interaksi antara manusia dan lingkungannya
Interaksi antara manusia dan lingkungannya adalah proses
kompleks di mana manusia dan lingkungan saling mempengaruhi satu
sama lain. Manusia membutuhkan lingkungan untuk bertahan hidup dan
lingkungan membutuhkan manusia untuk memelihara keseimbangan
ekosistem.
Proses interaksi antara manusia dan lingkungannya dapat merujuk
pada berbagai jenis interaksi antara manusia dan lingkungan, termasuk
interaksi sosial, interaksi ekonomi, dan interaksi fisik. Interaksi sosial
antara manusia dan lingkungan dapat melibatkan hubungan antara
manusia dan lingkungan yang saling mempengaruhi, seperti hubungan
antara manusia dan hewan atau tumbuhan. Interaksi ekonomi antara
manusia dan lingkungan dapat mencakup penggunaan sumber daya

2
Zimbardo, Philip G. (1977). Psychology and Life. Illinois:Scott, Foresman and Company.

6
alam dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber pendapatan atau
kegiatan ekonomi lainnya. Interaksi fisik antara manusia dan
lingkungan mencakup pengaruh lingkungan pada kesehatan manusia
dan interaksi fisik manusia dengan lingkungan fisik, seperti pengaruh
polusi udara terhadap kesehatan manusia.3
Dalam hal ini, interaksi manusia dan lingkungan dapat mencakup
berbagai hal, termasuk penggunaan sumber daya alam, kebijakan
lingkungan, perubahan iklim, dan konservasi.
a Penggunaan sumber daya alam
Manusia menggunakan sumber daya alam seperti air, tanah,
dan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, penggunaan berlebihan atau tidak berkelanjutan dari
sumber daya alam dapat menyebabkan kerusakan pada
lingkungan. Contoh penggunaan sumber daya alam yang
berdampak pada lingkungan antara lain deforestasi, pencemaran
air dan udara, dan pemanasan global.
b Kebijakan lingkungan
Pemerintah dan masyarakat juga memainkan peran penting
dalam proses interaksi manusia dan lingkungan. Kebijakan
lingkungan dapat membantu mengatur penggunaan sumber daya
alam dan membatasi dampak negatif pada lingkungan. Contoh
kebijakan lingkungan adalah peraturan pembatasan emisi
kendaraan bermotor, peningkatan penggunaan energi terbarukan,
dan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan.
c Perubahan iklim
Perubahan iklim merupakan fenomena global yang menjadi
perhatian dunia. Perubahan iklim disebabkan oleh penggunaan
bahan bakar fosil yang berlebihan, deforestasi, dan polusi.
Perubahan iklim memengaruhi lingkungan dan manusia, antara
lain melalui perubahan suhu, pola curah hujan, dan peningkatan

3
Stern, P. C., Dietz, T., Abel, T., Guagnano, G. A., & Kalof, L. (1999). A value-belief-norm
theory of support for social movements: The case of environmentalism. Human Ecology Review,
6(2), 81-97.

7
kenaikan permukaan air laut. Dalam hal ini, manusia harus
beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengambil tindakan
untuk mengurangi dampak negatifnya.
d Konservasi
Konservasi merupakan upaya untuk memelihara
keanekaragaman hayati dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Konservasi melibatkan tindakan seperti penghijauan,
perlindungan hewan yang terancam punah, dan penanaman
kembali pohon. Upaya konservasi ini penting untuk menjaga
keberlangsungan lingkungan dan kehidupan manusia.
Dalam kesimpulannya, interaksi manusia dan lingkungan adalah
proses yang kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh
karena itu, manusia perlu bertanggung jawab dalam penggunaan
sumber daya alam dan menjaga keseimbangan ekosistem agar
lingkungan tetap sehat dan lestari.4
4. Cara Manusia Belajar Prilaku (Observational Learning and Enactive
Learning)
Cara manusia belajar prilaku dapat dilakukan melalui beberapa
metode, salah satunya adalah observational learning dan enactive
learning. Observational learning adalah pembelajaran melalui
pengamatan orang lain, sedangkan enactive learning adalah
pembelajaran melalui pengalaman langsung.
Observational learning melibatkan pengamatan perilaku orang lain
dan pembelajaran melalui pengalaman mereka. Dalam proses ini,
individu mengamati dan meniru perilaku orang lain yang dianggap
efektif atau bermanfaat. Sebagai contoh, seorang anak dapat belajar
bagaimana bermain gitar dengan melihat dan meniru guru musiknya.
Observational learning juga dapat terjadi melalui media, seperti
televisi, film, atau internet. Penelitian menunjukkan bahwa

4
Cronon, W. (1996). The trouble with wilderness; or, getting back to the wrong nature.
Environmental History, 1(1), 7-28

8
observational learning dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan
motorik individu.5
Sementara itu, enactive learning melibatkan pengalaman langsung
dan interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Dalam proses ini,
individu belajar melalui melakukan tindakan dan menerima umpan
balik dari lingkungan. Sebagai contoh, seorang anak belajar berjalan
dengan mencoba dan mengalami jatuh atau berhasil melalui
pengalaman langsung. Enactive learning dapat meningkatkan
pemahaman individu tentang dunia dan mengembangkan keterampilan
motorik mereka.6
Keduanya memiliki peran yang penting dalam pengembangan
perilaku manusia. Observational learning dapat memberikan individu
contoh-contoh perilaku yang dianggap efektif, sementara enactive
learning dapat memberikan individu pengalaman langsung untuk
memperkuat pemahaman mereka tentang dunia sekitarnya. Namun,
perlu diingat bahwa baik observational learning maupun enactive
learning dapat membawa dampak positif atau negatif pada perilaku
individu, tergantung pada jenis dan kualitas pengalaman yang
diperoleh.
5. Fungsi Insentif sebagai Sistem Pengaturan Perilaku Manusia
Insentif adalah suatu bentuk hadiah atau ganjaran yang diberikan
sebagai motivasi atau pemicu untuk melakukan suatu tindakan atau
perilaku tertentu. Dalam konteks pengaturan perilaku manusia, insentif
sering digunakan sebagai alat untuk mendorong orang untuk melakukan
tindakan yang dianggap positif atau menghindari perilaku yang
dianggap negatif.7
Serupa dengan hal diatas, dalam kutipan lain mendefinisikan fungsi
insentif sebagai sistem pengaturan perilaku manusia yang dikenal

5
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 183 - 190
6
Mann, T. D., Bryant, P., & Marek, E. A. (2007). Cognitive and motor development: Enactive and
iconic processes in the emergence of action. Developmental Psychology, 43(3), 487–498.
https://doi.org/10.1037/0012-1649.43.3.487
7
Gneezy, U., & Rustichini, A. (2000). Pay enough or don’t pay at all. Quarterly Journal of
Economics, 115(3), 791-810.

9
sebagai cara untuk mempengaruhi perilaku seseorang dengan
memberikan hadiah atau ganjaran positif, atau menghindari hukuman
atau konsekuensi negatif. Fungsi insentif biasanya digunakan dalam
lingkungan organisasi atau bisnis sebagai cara untuk mendorong
karyawan untuk bekerja lebih keras dan lebih efektif.8
Salah satu contoh paling sederhana dari fungsi insentif adalah
dalam bentuk bonus karyawan. Karyawan yang mencapai target
penjualan atau memenuhi tugas-tugas tertentu akan menerima bonus
tambahan sebagai insentif untuk bekerja lebih keras dan mencapai lebih
banyak tujuan. Namun, fungsi insentif tidak selalu harus berupa hadiah
atau ganjaran positif. Dalam beberapa kasus, hukuman atau
konsekuensi negatif dapat menjadi insentif untuk mendorong perilaku
yang diinginkan.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menguji efektivitas
insentif dalam pengaturan perilaku manusia. Sebuah studi meta-analisis
yang dipublikasikan di jurnal Psychological Bulletin menemukan
bahwa insentif dapat meningkatkan kinerja dalam berbagai konteks,
termasuk di tempat kerja, di sekolah, dan dalam lingkungan klinis.
Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa efektivitas insentif dapat
bervariasi tergantung pada berbagai faktor, seperti jenis insentif, jumlah
insentif, dan karakteristik individu yang diberi insentif.9
Selain itu, beberapa kritikus menyarankan bahwa penggunaan
insentif dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
seperti mengurangi motivasi intrinsik dan menciptakan ketidakadilan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian yang cermat sebelum
menggunakan insentif sebagai alat pengaturan perilaku manusia.
6. Proses Pembentukan Self Efficacy dan Fungsinya
Self-efficacy adalah keyakinan individu dalam kemampuan dirinya
untuk menyelesaikan suatu tugas atau mencapai tujuan tertentu. Proses

8
Cameron, J., & Pierce, W. D. (1994). Reinforcement, reward, and intrinsic motivation: A meta-
analysis. Review of Educational Research, 64(3), 363-423.
9
Deci, E. L., Koestner, R., & Ryan, R. M. (1999). A meta-analytic review of experiments
examining the effects of extrinsic rewards on intrinsic motivation. Psychological Bulletin, 125(6),
627-668.

10
pembentukan self-efficacy meliputi empat faktor utama: pengalaman
sebelumnya, persuasi verbal, pengamatan model, dan reaksi fisik dan
emosional.10
a. Pengalaman sebelumnya adalah faktor terpenting dalam
pembentukan self-efficacy. Jika individu memiliki pengalaman
positif dalam menyelesaikan suatu tugas, maka ia akan memiliki
keyakinan diri yang lebih tinggi untuk menyelesaikan tugas
tersebut di masa depan. Sebaliknya, jika individu memiliki
pengalaman negatif dalam menyelesaikan tugas, maka ia akan
memiliki keyakinan diri yang lebih rendah.
b. Persuasi verbal adalah faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan self-efficacy. Pesan positif dan dorongan dari orang
lain dapat membantu meningkatkan keyakinan diri individu.
Sebaliknya, kritik atau pesan negatif dapat menurunkan
keyakinan diri individu.
c. Pengamatan model juga dapat mempengaruhi pembentukan self-
efficacy. Jika individu melihat orang lain dengan kemampuan
yang sama atau lebih rendah dapat menyelesaikan tugas dengan
sukses, maka ia akan memiliki keyakinan diri yang lebih tinggi
untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya, jika individu
melihat orang lain dengan kemampuan yang sama atau lebih
tinggi gagal menyelesaikan tugas, maka ia akan memiliki
keyakinan diri yang lebih rendah.
d. Reaksi fisik dan emosional juga memainkan peran dalam
pembentukan self-efficacy. Jika individu merasa cemas atau takut
dalam menghadapi tugas tertentu, maka ia akan memiliki
keyakinan diri yang lebih rendah. Sebaliknya, jika individu
merasa percaya diri dan tenang dalam menghadapi tugas, maka ia
akan memiliki keyakinan diri yang lebih tinggi.
Self-efficacy memiliki beberapa fungsi penting, antara lain:

10
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change.
Psychological Review, 84(2), 191–215

11
a Memotivasi individu untuk mencoba dan mempertahankan
perilaku tertentu.
b Meningkatkan ketahanan terhadap stres dan tekanan.
c Meningkatkan kemampuan mengatasi hambatan dan rintangan.
d Meningkatkan kemampuan untuk belajar dan menciptakan
lingkungan yang mendukung.
Dalam situasi pendidikan, self-efficacy memainkan peran penting
dalam keberhasilan akademik siswa. Siswa yang memiliki self-efficacy
yang tinggi cenderung memiliki motivasi yang lebih tinggi dan meraih
hasil yang lebih baik dalam belajar.11
7. Fungsi Tujuan (Goal)
Menurut Locke yang dikutip oleh Ghozali, tujuan (goal)
merupakan pengatur secara langsung akan perilaku atau tindakan
seseorang. Dikutip dari Morisano dkk, Penetapan tujuan yang jelas juga
akan menampakkan adanya peningkatan antusiame, dan dengan adanya
tujuan yang penting bagi seseorang akan mengantarkannya pada
produksi energi yang besar dari pada tujuan yang tidak terlalu penting.12
Tujuan juga merupakan standar bagi orang untuk menilai
kapabilitasnya. Yang lebih penting adalah sub tujuan jangka pendek
dengan tingkat kesulitan yang dapat ditoleransi. Sub-tujuan seperti ini
memberikan insentif untuk bertindak, dan, bila telah tercapai, akan
menghasilkan informasi efficacy dan rasa percaya diri untuk terus
berusaha. Keyakinan tentang inefficacy dapat mengakibatkan orang
memperendah tujuannya dan akibatnya menurunkan tingkat
ketidakpuasannya terhadap kinerja di bawah standar.
8. Aplikasi Teori Kognitif Sosial Dalam Konseling
a. Pemahaman Individu

11
Schunk, D. H., & Pajares, F. (2005). Competence perceptions and academic functioning. In A. J.
Elliot & C. S. Dweck (Eds.), Handbook of competence and motivation (pp. 85–104). Guilford
Press.
12
Ghozali Rusyid Affandi, “Pengaruh Tipe Penentuan Tujuan Terhadap Perfomance Bahasa
Inggris Siswa:dengan Efikasi Diri dan Kemmapuan awal Bahasa Inggris Sebagai Kovariabel”,
Jurnal Psikologi, Vol 6, NO 1, 2011, Hal 282.

12
Salah satu upaya untuk memahami individu adalah dengan
memahami perilakunya. Berdasarkan teori Bandura untuk
memahami perilaku individu maka perlu memahami interaksi
individu tersebut dengan lingkungannya. Konselor perlu
memahami bahwa lingkungan dapat membentuk perilaku individu
dan lingkungan tersebut juga menggambarkan individu-individu
yang ada di dalamnya. konselor perlu juga memahami bahwa
munculnya motif-motif, dorongan-dorongan dan kebutuhan-
kebutuhan orang merupakan pengaruh interaksi orang dengan
lingkungannya.
Dengan demikian untuk memahami sesorang dalam rangka
proses konseling, konselor perlu mencari data pendukung dari
lingkungan dimana seseorag berada. Lingkungan seseorang
meliputi lingkungan keluarga, teman-teman atau lingkungan
masyarakat lain. Yang perlu diperhatikan juga adalah kebiasaan-
kebiasaan seseorang, misalnya acara TV atau film yang sering
dilihatnya, buku-buku yang sering dibaca, lagu-lagu yang disukai,
artis atau tokoh yang diidolakan. Hal-hal tersebut memungkinkan
seseorang untuk meniru dan membentuk perilakunya.
b. Tujuan konseling
Dalam menentukan tujuan konseling perlu melibatkan
seseorang dengan sungguh-sungguh sehingga perubahan perilaku
yang diharapkan akan menjadi tanggung jawab seseorang dalam
pelaksanaannya. Perubahan perilaku yang menjadi tujuan koseling
dapat berupa pengembangan atau pembentukan suatu perilaku
maupun pengurangan atau penghilangan perilaku tertentu.
Perubahan perilaku yang diharapkan dapat dilakukan melalui
teknik-teknik konseling tertentu dengan melibatkan atau
memperhatikan interaksi sesorang dengan lingkungannya.
c. Proses konseling
Dalam proses konseling, faktor kehangatan, keterbukaan,
penerimaan atau penghargaan dianggap perlu akan tetapi tidak

13
cukup sebagai kondisi pengubah perilaku. Untuk itu dalam proses
konseling perlu diciptakan kondisi yang memungkinkan seseorang
dapat mempelajari perilaku baru melalui imitasi atau peniruan,
terutama yang ditunjukkan oleh konselor atau anggota kelompok
lain dalam konseling kelompok.13

13
Tarsono, “Implikasi Teori Belajar Sosial Dari Albert Bandura Dalam Bimibingan Konseling”,
Jurnal Ilmiah, Vol 3, No 1, 2010, hal 32-33.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa
sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan
sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh pengetahuan,
aturan-aturan, keterampilan-keterampilan, strategistrategi, keyakinan-
keyakinan, dan sikap-sikap. komponen utama dari teori kognitif sosial
adalah pembelajaran observasional. Artinya seseorang akan mempelajari
perilaku yang diinginkan atau tidak diinginkan, dengan mengamati orang
lain.
Contoh teori kognitif sosial, yakni ketika anak meniru apa yang
dilakukan orangtuanya. Misal, ayah dan ibunya rajin membersihkan rumah
dan menolong orang lain, sehingga anaknya yang belajar melalui proses
pengamatan akan meniru perilaku ini. Sementara dalam konteks
komunikasi massa, contoh teori kognitif sosial adalah ketika seseorang
melihat tayangan televisi atau konten media sosial. Individu tersebut
mempelajari perilaku atau aktivitas yang dilakukan orang lain, dan
mereproduksinya kembali dalam kehidupan mereka.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil pembahasan diatas kami penulis
menyarankan untuk semua ornag untuk dapat memahami tentang berfikir
sosial dengan baik. Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam
penyusunan makalah diatas masih banyak kesalahan serta jauh dari kata
sempurna. Sehingga penulis berharap kepada para pembaca agar dapat
menyampaikan kritik dan saran pada makalah yang telah penulis buat dan
bahas. Dengan demikian kritik dan saran yang membangun akan menjadi
pedoman penulis dalam perbaikan susunan makalah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive


theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 183 - 190.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change.
Psychological Review, 84(2), 191–215
Cameron, J., & Pierce, W. D. (1994). Reinforcement, reward, and intrinsic
motivation: A meta-analysis. Review of Educational Research, 64(3), 363-
423.
Cronon, W. (1996). The trouble with wilderness; or, getting back to the wrong
nature. Environmental History. 1(1).
Deci, E. L., Koestner, R., & Ryan, R. M. (1999). A meta-analytic review of
experiments examining the effects of extrinsic rewards on intrinsic
motivation. Psychological Bulletin, 125(6), 627-668.
Ghozali Rusyid Affandi. (2011). Pengaruh Tipe Penentuan Tujuan Terhadap
Perfomance Bahasa Inggris Siswa:dengan Efikasi Diri dan Kemmapuan
awal Bahasa Inggris Sebagai Kovariabel. Jurnal Psikologi. Vol 6. No 1.
Gneezy, U., & Rustichini, A. (2000). Pay enough or don’t pay at all. Quarterly
Journal of Economics. 115. (3). 791-810.
Mann, T. D., dkk. (2007). Cognitive and motor development: Enactive and iconic
processes in the emergence of action. Developmental Psychology, 43(3),
487–498. https://doi.org/10.1037/0012-1649.43.3.487.
Schunk, D. H., & Pajares, F. (2005). Competence perceptions and academic
functioning. In A. J. Elliot & C. S. Dweck (Eds.). Handbook of competence
and motivation (pp. 85–104). Guilford Press.
Stern, P. C., Dietz, T., Abel, T., Guagnano, G. A., & Kalof, L. (1999). A value
belief-norm theory of support for social movements: The case of
environmentalism. Human Ecology Review. 6(2).
Tarsono. (2010). Implikasi Teori Belajar Sosial Dari Albert Bandura Dalam
Bimibingan Konseling. Jurnal Ilmiah. Vol 3. No 1.
Vanya Karunia Mulia Putri. "Contoh Teori Kognitif Sosial”,diakses 20 Juli 2022.
https://www.kompas.com/skola/read/2022/07/20/110000269/contoh-teori-
kognitif-sosial?page=all.

Zimbardo, Philip G. (1977). Psychology and Life. Illinois:Scott, Foresman and


Company.

16

Anda mungkin juga menyukai