Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENERAPAN STRATEGI PERUBAHAN PERILAKU

“SOCIAL COGNITIVE THEORY”

Dosen Pembimbing:

Wisuda Andeka Marleni SST., M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 1

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU

PRODI D4 PROMOSI KESEHATAN

2022/2023
Nama Anggota Kelompok 1:

1. Asimima Paulina Simbolon


2. Ummi Melati Lestari
3. Chairanni Riski de Frites
4. Meta Mayora
5. Dimas Surya Andika
6. Mutiara Adilla Fitri
7. Pujja Afrianesa
8. Puji Pangestu
9. Rahmadan Jerlianto
10. Ranti Tri Monica
11. Vivi Angrek
12. Selvi Annisyah
13. Veronnika Agustina
14. Sela Febriani
15. Insani Selopika Simbolon
16. Masdiana
17. Dita Ramadhani
18. Masayu Yunia Sevila
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pengampuh mata kuliah penerapan strategi perubahan perilaku..

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis selama pelaksanaan hingga penulisan makalah ini dapat selesai.

Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita tentang SOCIAL COGNITIVE
THEORY,khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Bengkulu , 29 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................... 2

A. Pengertian Teori Kognitif Sosial........................................................................... 2


B. Teori Bandura Tentang Belajar............................................................................. 3
C. Motivasi Belajar dan Teori Perilaku (Bandura).................................................... 6
D. Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi....................................... 8
E. Dampak Belajar..................................................................................................... 9
F. Efikasi Diri............................................................................................................ 10
G. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Perilaku Manusia............................................... 12

BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................. 13

A. Kesimpulan............................................................................................................. 13
B. Saran....................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam perspektif teori kognitif sosial, individu dipandang berkemampuan
proaktif dan mengatur diri daripada sebatas mampu berperilaku reaktif dan dikontrol oleh
kekuatan biologis atau lingkungan (Mukhid, 2009). Begitupun dalam proses
pembelajaran, siswa dipandang sebagai individu yang mampu mengontrol pikiran,
perasaan, dan tindakannya sendiri serta mengatur dirinya sendiri untuk mencapai tujuan
pendidikan. Teori kognitif sosial memandang bahwa faktor sosial, kognitif, dan perilaku
memainkan peranan penting dalam pembelajaran (Santrock, 2011, hlm. 285). Ketiganya
saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor kognitif berupa ekspektasi murid untuk
meraih keberhasilan sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan murid terhadap
perilaku orang-orang di lingkungannya (Santrock, 2011).
Dalam teori kognitif sosial, salah satu faktor kognitif yang ditekankan adalah self-
efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan
sesuatu yang positif (Santrock, 2011, hlm. 286). Secara lebih spesifik, Bandura (1997)
mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan (beliefs) tentang kemampuan
seseorang untuk mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan untuk pencapaian hasil.
Dengan kata lain self-efficacymerupakan keyakinan seseorang atas kesuksesannya dalam
melaksanakan suatu tugas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud teori kognitif sosial ?
2. Apa saja faktor – faktor dalam belajar melalui observasi ?
3. Bagaimana dampak belajar ?
4. Bagaimana pengaruh efikasi diri terhadap perilaku manusia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa itu teori kognitif sosial
2. Mengetahui faktor – faktor dalam belajar melalui observasi
3. Mengetahui dampak belajar
4. Mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap perilaku manusia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Kognitif Sosial


Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari
Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Albert Bandura lahir di kanada pada tahun 1925. Ia memperoleh gelar doktornya dalam
bidang psikologi klinis dari University of lowa di mana arah pemikirannya di pengaruhi
oleh tulisan Miller dan Dollard (1941) yang berjudul Social Learning And Imitation.
Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan
1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura juga merupakan pengembangan dari ide
Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Pada beberapa
publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor
kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial.
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar
pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan sosial. Dengan mengamati orang
lain, manusia memperoleh pengetahuan, aturan-aturan, keterampilan-keterampilan,
strategi-strategi, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap. Individu-individu juga melihat
model-model atau contoh-contoh untuk mempelajari kegunaan dan kesesuaian prilaku-
prilaku akibat dari prilaku yang di modelkan, kemudian mereka bertindak sesuai dengan
keyakinan tentang kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari tindakan mereka.
Bandura mengembangkan teorinya untuk mebahas cara-cara orang memiliki
kendali atas peristiwa dalam hidup mereka melalui pengaturan diri atas pikiran-pikiran
dan tindakan mereka. Proses dasarnya meliputi menentukan tujuan, menilai kemungkinan
hasil dari tindakan-tindakan, mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan, dan pengaturan
diri atas pikiran, emosi, dan tindakan. Bandura menjelaskan bahwa karakteristik khas
lainnya dari teori kognitif sosial adalah peran utama yang di berikannya pada fungsi-
fungsi pengaturan diri. Orang berprilaku bukan sekedar untuk menyesuaikan diri denagn
kecendrungan-kecendrungan orang lain. Kebanyakan perilaku mereka dimotivasi dan
diatur oleh standard internal dan reaksi-reaksi terhadap tindakan meraka sendiri yang
terkait dengan penilaian diri.

2
B. Teori Bandura Tentang Belajar
Bandura4 menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku, lingkungan dan kejadian-
kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah
merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), Harapan dan nilai
mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik
lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku mengaktifkan
kontingensi lingkungan. Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan
atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang
berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah
intensitas atau arah aktivitas. Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan
oleh pelajar (ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan
oleh pembelajar). Pemrosesan kode-kode simbolik. Skema hubungan segitiga antara
lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku, (Bandura, 1976).
Selain itu proses perhatian (atention) sangat penting dalam pembelajaran karena
tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian
pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke
dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan dengan
baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan) memegang peranan penting. Proses motivasi yang
penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius
Reinforcement (penguatan karena imajinasi). Karena melibatkan atensi, ingatan dan
motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar
sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan
bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan
yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang
kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan
motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri
pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of
self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan
keterampilan sesuai standar yang berlaku. Self regulatory adalah menunjuk kepada 1)
struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses

3
kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978).
Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation”
pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan
sebaliknya. Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen harus dapat
menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar,
mengembangkan “self of mastery”, self efficacy5, dan reinforcement bagi pembelajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar sosial adalah ciri-ciri
kuat yang mendasarinya yaitu:
1) Mementingkan pengaruh lingkungan.

2) Mementingkan bagian-bagian.

3) Mementingkan peranan reaksi.

4) Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus


respon.

5) Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.

6) Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.

7) Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.


Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma
behaviorisme (teori belajar sosial) akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara
utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun
secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan
teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang
diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

4
Kritik terhadap behavioristik (teori belajar sosial) adalah pembelajaran siswa yang
berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing,
mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini
juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi
siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif,
perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang
sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif
untuk menertibkan siswa.
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsemen yang nyata.
Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat
respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari
itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforsemen dari tingkah lakunya.
Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman
langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga
banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru
sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan
sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), tetapi
modeling melibatkan

5
C. Motivasi Belajar dan Teori Perilaku (Bandura)
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang
memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang
dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang
terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep
motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa
telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Mengapa sejumlah siswa tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan sedang yang
lain menyerah? Mengapa ada sejumlah siswa yang bekerja untuk menyenangkan guru,
yang lain berupaya mendapatkan nilai yang baik, dan sementara itu ada yang tidak
berminat terhadap bahan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari? Mengapa ada
sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih baik dari yang diperkirakan berdasarkan
kemampuan mereka dan sementara itu ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh
lebih jelek jika dilihat potensi kemampuan mereka? Mengkaji penguatan yang telah
diterima dan kapan penguatan itu diperoleh dapat memberikan jawaban atas pertanyaan
di atas, namun pada umumnya akan lebih mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk
memenuhi berbagai kebutuhan.
catatan kegagalan
Prinsip Teori Sosial Kognitif
1) Faktor Personal Self-Regulated Learning
Menurut Bandura dalam Ainiyah (2017: 95) yang dimaksud faktor person oleh
Bandura antara lain terutama pembawaan, kepribadian, dan temperamen. Faktor
person memiliki peran yang sangat penting. Dimana Bandura menempatkan manusia
sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi
tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif dan
mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri (Suwartini: 2016: 40). Karena
self-regulated learning menjadi karakteristik yang termasuk dalam kepribadian
peserta didik dan menjadi pedoman dalam mencapai suatu tujuan pendidikan, maka
peneliti ini mengkhususkan self-regulated learning dalam variable personal di bidang
akademik. Karena, sebagaimana yang dikemukakan oleh Filho dalam Alfina (2014:

6
231) Bandura mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu keadaan dimana
individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri, memonitor
motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan benda, serta
menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan dalam
proses belajar. Diperkuat oleh Bandura bahwa seseorang berusaha untuk meregulasi
diri (self regulated), maka hasilnya berupa perilaku yang akan berdampak terhadap
perubahan lingkungan dan demikian seterusnya.
2) Faktor Lingkungan (Environment) Tingkat Penyesuaian Diri
Bandura menjelaskan dalam memahami perilaku seseorang diperlukan untuk
memahami interaksi seseorang tersebut dengan lingkungannya seperti lingkungan
keluarga, teman sebayanya atau lingkungan masyarakat lain. Sehingga diperlukan
tingkat penyesuaian diri untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat
individu berada. Maka, peneliti ini menggunakan tingkat penyesuaian diri dalam
bidang akademik sebagai faktor lingkungan yang bersumber dari teman sebayanya.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan
terhadap orang lain secara kebetulan, lingkungan itu dipilih dan diubah oleh orang itu
melalui perilakunya sendiri. Sehingga dibutuhkannya tingkat penyesuaian diri yang
selaras, karena apabila siswa yang memiliki tingkat penyesuaian diri dilingkungan
sekolahnya yang selaras, maka akan mencapai suatu perilaku yang dihasilkan berupa
prestasi belajar yang akan diraihnya sesuai dengan tujuannya.
3) Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik
yang dilakukan secara terus menerus antara personal, environment dan behavior.
Perilaku seseorang akan terbentuk dengan cara meniru perilaku di lingkungan sebagai
model dan belajar merupakan proses peniruan yang bisa terjadi sesuai dengan situasi
dan tujuannya. Menurut Harinie dkk (2017: 3)
Bandura juga menyatakan bahwa hampir semua fenomena belajar dihasilkan dari
pengalaman langsung terjadi melalui pengamatan perilaku orang lain (model
perilaku). Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut Bandura hasil belajar itu bukan
hanya dilihat dari kognitifnya saja, melainkan dapat dilihat dari perubahan perilaku
yang akan berdampak terhadap lingkungan tempat individu berada. Sehingga, peneliti

7
menggunakan prestasi belajar sebagai hasil dari sebuah perilaku pembelajaran
(behavior).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa prinsip teori sosial kognitif Bandura ada tiga
variabel yaitu personal, lingkungan dan perilaku. Personal dalam penelitian ini berkaitan
dengan self-regulated learning, lingkungan (environment) dalam penelitian ini berkaitan
dengan tingkat penyesuaian diri dan perilaku (behavior) dalam penelitian ini berkaitan
dengan prestasi belajar. Ketiga variabel tersebut satu sama lain saling berkaitan dan
saling berhubungan secara terus menerus posisi ini disebut reciprocal determinism
(determinisme resiprokal)
D. Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi
Tentu saja, mengamati orang lain melakukan sesuatu tidak mesti berakibat belajar,
karena belajar melalui observasi memerlukan beberapa factor atau prakondisi. Menurut
Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui obsevasi dapat terjadi,
yakni:
1) Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan
ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya,
sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi si
pengamat.
2) Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus
disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk
gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara
verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana
yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat
dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar – benar melakukannya
secara fisik.
3) Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah mengamati
dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu
bertingkah laku. Mengubah dari gambaran pikiran menjadi tingkah laku
menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus
dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar

8
melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku
yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajaran.
4) Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar melalui
pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi yang tinggi untuk
dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang
untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada,
tidak bakal terjadi proses daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi
walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-
ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini
model umumnya akan diganjar.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat
dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri model seperti usia, status sosial, seks,
keramahan, dan kemampuan, pening dalam menentukan tingkat imitasi. Anak lebih
senang meniru model sesusilanya daripada model dewasa.10 Anak juga cenderung
meniru model yang standar prestasinya dalam jangkauannya, alih-alih model yang
standarnya di luar jangkauannya. Anak yang sangat dependen cenderung melimitasi
model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri
model dengan observernya. Anak cenderung melimitasi orang tuanya yang hangat dan
open (jw), gadis lebih melimitasi ibunya
E. Dampak Belajar
Setiap kali respons dibuat, akan diikuti dengan berbagai konsekuensi; ada yang
konsekuensinya menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk
kekesadaran sehingga dampaknya sangat kecil. Penguatan baik positif maupun negatif
nampaknya tidak otomatis sejalan dengan konsekuensi respons. Konsekuensi dari suatu
respons mempunyai tiga fungsi:
1) Pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkah laku informasi
ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku pada masa yang akan
datang.
2) Memotivasi tingkah laku yang akan datang: Menyajikan data sehingga orang dapat
membayangkan secara simbolik hasil tingkah laku yang akan dilakukannya, dan
bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan

9
3) kata lain, tingkah laku ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang, di
mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu
diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkah laku.
4) Penguat tingkah laku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkah laku
menjadi diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkah laku cenderung tidak
diulang.
F. Efikasi Diri
Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu
determinan tingkah laku, tidak dapat dihilangkan. Dengan kata lain, self diakui sebagai
unsur struktur kepribadian. Sistem self bukan merupakan unsur psikis yang mengontrol
tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan
seperangkat fungs-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self
tidak terjadi secara otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self
menjadi bagian dari interaksi resiprokal.
Proses Psikologis dalam Efikasi Diri Bandura (1986, 1989, 2009) menguraikan
bahwa ada 4 proses psikologis yang terjadi ketika efikasi diri mempengaruhi fungsi
manusia dan dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang dianggap individu bernilai.
Keempat proses tersebut adalah :
a. Proses kognitif
Dampak efikasi diri pada proses kognitif terjadi pada beberapa bentuk. Banyak
perilaku manusia yang diatur oleh pemikiran untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang
bernilai. Penetapan tujuan seseorang dipengaruhi oleh pemikiran diri mengenai
kapasitas dan komitmennya terhadap tujuan tersebut. Seseorang yang memiliki
efikasi diri yang kuat akan lebih senang menetapkan tujuan yang bersifat menantang
dan mengokohkan komitmennya terhadap tujuan tersebut. Mereka akan tetap
mengerahkan orientasi pemikirannya terhadap tugas ketika menghadapi situasi yang
menekan, kegagalan, maupun umpan balik yang ada karena mereka senantiasa
membayangkan skenario keberhasilan yang dapat mendukung penampilannya.
Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi yang rendah tidak akan menyukai
tujuan yang menantang. Mereka akan membayangkan skenario kegagalan dan serba
salah sehingga orientasi dan analisa pemikirannya menjadi tidak jelas.

10
b. Proses Motivasional
Efikasi diri memainkan peran utama dalam pengaturan motivasi. Sebagian
besar motivasi manusia dihasilkan oleh proses kognitif. Seseorang memotivasi
dirinya sendiri dan mengarahkan antisipasi-antisipasi tindakannya melalui pemikiran.
Mereka membentuk keyakinan tentang apa yang dapat mereka lakukan. Mereka
mengantisipasi halhal yang mungkin terjadi dari tindakan-tindakan yang prospektif.
Mereka menetapkan tujuan bagi diri mereka sendiri dan merencanakan serangkaian
rencana tindakan untuk menggapai masa depan yang bernilai. Efikasi memberi
sumbangan terhadap motivasi melalui beberapa cara yaitu dengan menetapkan
tujuan-tujuan bagi mereka sendiri dan menentukan besar usaha yang akan diberikan,
menetapkan kegigihan dalam menghadapi kesulitan dan kegagalan yang akhirnya
mempengaruhi pula prestasi mereka
c. Proses Efektif
Efikasi diri berperan dalam proses afektif terutama terhadap kapasitas dalam
mengatasi permasalahan yang selanjutnya berpengaruh terhadap tingkat stres dan
depresi yang dialami seseorang ketika menghadapi situasi yang sulit dan
mengancam. Efikasi diri untuk mengatasi stresor memainkan peran utama dalam
menentukan tingkat kecemasan. Seseorang yang yakin akan dapat mengatasi
ancaman tidak akan mengalami gangguan pola berpikir dan berani menghadapi
tekanan dan ancaman. Sebaliknya, seseorang yang tidak yakin akan dapat mengatasi
ancaman-ancaman akan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Mereka
menganggap bahwa berbagai aspek dalam lingkungan penuh bahaya, bahkan
selanjutnya mereka juga membesar-besarkan ancaman tersebut serta
mengkhawatirkan halhal yang pada kenyataannya jarang terjadi. Cara berpikir yang
tidak memiliki efikasi diri tersebut menyebabkan mereka stres berat dan menghambat
fungsi-fungsi diri yang dimiliki
d. Proses Seleksi
Jenis aktivitas dan lingkungan yang dipilih seseorang dipengaruhi efikasi
dirinya. Seseorang yang efikasi dirinya rendah akan cenderung menghindari berbagai
kegiatan dan situasi yang mereka pandang melampaui kapasitas untuk mengatasinya.
Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan siap melakukan

11
kegiatankegiatan dalam situasi menantang yang mereka tentukan berdasar keyakinan
akan kapasitas mereka untuk mengatasi situasi tersebut. Pilihan perilaku atau
kegiatan tersebut akan membawa pada pilihan lingkungan sosial tertentu yang dapat
mempengaruhi perkembangan pribadi. Lebih lanjut lingkungan sosial tersebut secara
terus menerus akan mempengaruhi kompetensikompetensi, nilai-nilai, dan
minatminat tersebut sehingga menentukan efikasi diri selanjutnya.
G. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Perilaku Manusia
a. Efikasi diri akan mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan. Individu akan
terlibat dalam situasi tugas apabila ia merasa mampu dan akan menghindari suatu
perilaku apabila ia merasa mampu dan akan menghindari suatu perilaku apabila ia
merasa tidak mampu.
b. Efikasi diri akan menentukan berapa banyak usaha yang akan dikeluarkan dan
kegigihannya dalam menghadapi tugas. Efikasi diri yang tinggi membuat seseorang
lebih kuat dan lebih gigih dalam melakukan suatu tugas.
c. Efikasi diri akan mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosi. Jika efikasi diri rendah,
seseorang akan merasa bahwa suatu tugas akan lebih sulit dibandingkan keadaan
sebenarnya, dapat menimbulkan stres, dan mempunyai pandangan yang lebih sempit
mengenai bagaimana cara yang terbaik untuk keluar dari masalah. Sebaliknya,
efikasi diri yang tinggi membuat seseorang lebih percaya dan lebih yakin
menghadapi tugas-tugas yang sulit.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan mendampingi perhatian pada aspek lingkungan, personal, dan
behavior,Teori Sosial Kognitif memberika kerangka untuk perancangan dan
mengimplementasian program perubahan perilaku yang komprehensif. Teori Sosial
Kognitif menarik untuk program pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan karena
tidak hanya menjelaskan dinamika perilaku individu tapi juga memberikan petunjuk
untung merancang strategi intervensi yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku.
Perhatian yang besar sekarang ini ditujukan pada kepentingan multikomponen pada
intervensi dalam rangka mengembangkan program promosi kesehatan. Belakangan ini,
intervensi tidak hanya ditujukan pada perubahan perilaku dalam tingkat individu tetapi
juga perubahan dalam lingkungan yang mendukung perubahan perilaku (Simon-Morton,
dil, 1991). Teori Sosial Kognitif diaplikasikan pada strategi perubahan multilevel karena
teori ini memasukkan konsep lingkungan, personal, dan juga behavioral.
Teori Sosial Kognitif merupakan teori yang kuat yang dapat diaplikasikan pada
kegiatan pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan. Akan tetapi, terkadang ketidak
tepatan aplikasinya dikarenakan metode intervensi yang terlalu sederhana atau
mengambil dari konsep tunggal, tidak mengaplikasikan teori secara utuh. Untuk
mencegah kesalahan semacam itu, pembuat intervensi harus menentukan dengan jelas
behavioral outcome yang dinginkan dan kemudian mengidentifikasi variabel Teori Sosial
Kognitif yang paling banyak mempengaruhi tiap-tiap perilaku. Metode intervensi Teori
Sosial Kognitif dapat dipasangkan dengan variabel taget Teori Sosial Kognitif.
Evaluasi program berdasarkan Tori Sosial Kognitif harus menggunakan pengukuran
yang relevan terhadap konsep teori tersebut untuk meyakinkan bahwa intervensi telah
mendapatkan efek yang dinginkan dan agar pembuat rencana dapat mengetahui
komponen apa saja yang dapat mereka perbaiki.
B. SARAN
Setiap teori pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan Social
Cognitive Theory ini. Kami menyarankan untuk menggunakan beberapa teori dalam

13
analisis perilaku, hal ini dimaksudkan agar jika dalam satu teori tidak dapat menjelaskan
perilaku tersebut dapat digunakan tori yang lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sri Muliati. Social Cognitive Theory: A Bandura Thought Review published in 1982-
2012. Journal Psikodimensia Volume 18, No. 1, Januari-Juni 2019. Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Nuqul, Fathul Lubabin (2018). Teori Kognitif. Psikologi Sosial dan Komunikasi, Fakultas
Psikologi. Repositori Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

https://core.ac.uk/download/pdf/290081213.pdf diakses pada 29 Maret 2023, pukul 10.03 WIB

http://repositori.unsil.ac.id/2918/5/11%20BAB%20II%20done.pdf diakses pada 29 Maret 2023,


pukul 10.12 WIB

https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0,5&qsp=3&q=konsep+teori+kognitif+sosial&qst=bb#d=gs_qabs&t=16800
59770015&u=%23p%3DzPwHdueEXiUJ diakses pada 29 Maret 2023, pukul 10.16 WIB

15

Anda mungkin juga menyukai