Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEORI BELAJAR SOSIAL DAN KOGNITIF

DISUSUN OLEH :
ANDIKA (202051003)
APRIANUS ( )
HEBER NEGO (202151029)
SITI JURIAH MARYAMA (202051025)
DONAL LUDOWIK (20205037)

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS KALTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat nya
lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul teori belajar sosial
dan kognitif..
Kami juga menyadari sepenuhnnya bahwa makalah ini tidak mungkin dapat
terselesaikan dengan baik. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, akhirnnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Jimmy nasroen
selaku dosen perilaku organisasi. Tugas Makalah kepemimpinan dalam organisasi
ini dibuat untuk memeperoleh nilai dalam tugas.
Sebagai manusia, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan dan pengerjaan dalam tugas makalah ini. Oleh karena
itu, penulis sangat mengarapkan masukan berupa kritikan dan saran yang bersifat
membangun bagi penulis dari para pembaca untuk memperbaiki tugas ini. Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pesatnya perkembangan globalisasi yang terjadi saat ini sangat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Khususnya gaya hidup sebagian
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin bergesernnya nilai-nilai
lama menjadi nilai-nilai baru. Menghadapi tantangan ini, sebagian
masyarakat yang sangat peduli terhadap perubahan tersebut tidak ingin
ketinggalan dan akan berusaha mengimbangi perubahan tersebut. Salah satu
cara yang dilakukan adalah dengan belajar. Masyarakat perlu belajar
tentang perkembangan dan pertumbuhan manusia agar dapat
mengaplikasikan dirinya dengan baik didalam kehidupan. Belajar adalah
suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan
tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan lainnya. Salah satu
psikolog terkenal dengan teori pembelajaran adalah Albert Bandura.
Teori bandura yang sangat terkenal adalah teori pembelajaran sosial
(social learning theory) yang menekankan pada komponen kognitif dari
pikiran, pemahaman, dan evaluasi. Dan berdasarkan teori inilah, kami
membuat makalah ini sebagai pembelajaran bagaimana teori sosial itu dan
pengimplikasiannya dalam pendidikan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….
A. Latar belakang ……………………………………………………………..
B. Rumusan masalah ………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………….
1. Bagaimana konsep teori belajar sosial menurut albert bandura? …………..
2. Bagaimana penerapan teori belajar sosial pada proses pembelajaran? …….
3. Bagaimana konsep belajar teori sosial kognitif itu? ………………………..
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………..
1. Kesimpulan …………………………………………………………………
2. Saran ………………………………………………………………………..
3. Daftar pustaka ………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian teori belajar sosial
Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura. Menurut Bandura, sebagian
besar perilaku manusia di pelajari secara observatif lewat modeling. Dengan
melihat bagaimana orang lain berperilaku, maka akan muncul konsep baru yang
di percaya menjadi cara bertindak yang tepat.
Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal antara
pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura
menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.

Bandura membuka perspektif baru dalam aliran behavioristik dengan


menekankan pada aspek observasi dan proses internal individu. Bagi mereka
yang beraliran kognitif, pandangan Bandura ini di rasakan lebih lengkap di
bandingkan pandangan ahli behavioristik lainnya. Sehingga teorinya ini juga di
dukung oleh percobaan eksperimental yang dapat dipertanggung jawabkan.
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional (behavioristik). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-
prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada
efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental
internal.

Salah satu asumsi paling awal mendasari teori Teori belajar Bandura adalah
manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari bagaimana kecakapan
bersikap maupun berperilaku.

Fokus pembelajaran adalah pengalaman-penglaman tak terduga (vicarious


experiences). Meskipun manusia dapat dan sudah banyak belajar dari
pengalaman langsung, namun lebih banyak yang mereka pelajari dari aktivitas
mengamati perilaku orang lain (Feist, 2009).
A. Teori belajar sosial modeling
Manusia bertindak dengan tujuan tertentu. Dalam pengertian tertentu,
manusia belajar melalui pengalaman mengenai apa yang di harapkan untuk
terjadi, dan demikian mereka bisa menjadi semakin baik dalam memperkirakan
perilaku apa yang akan memaksimalkan peluang untuk berhasil.
1. Atensi/Memperhatikan
Apakah faktor-faktor yang mengatur perhatian ini? Pertama, mengamati
model yang padanya kita sering mengasosiasikan diri. Kedua, model-model
yang aktraktif lebih banyak diamati. Individu harus mampu memberi perhatian
pada model, kejadian dan unsur-unsurnya.
Jika individu tidak bisa memberikan perhatian yang tepat pada suatu
model, maka tidak mungkin terjadi peniruan. Faktor-faktor penguatan,
kapasitas indrawi dan kompleksitas kejadian yang menjadi model merupakan
faktor penting dalam proses perhatian ini.
2. Retensi/Mengingat
Agar pengamatan dapat membawa respons yang baru, maka pola-pola
tersebut harus di representasikan secara simbolis di dalam memori. Proses
menyimpan ciri-ciri terpenting dari suatu kejadian sehingga bisa di panggil
kembali dan di gunakan ketika di perlukan. Ciri-ciri yang tersimpan dapat
dalam bentuk pengkodean yang membantu kita mengujicobakan perilaku secara
simbolis.
3. Memproduksi gerak motorik
Setelah memberi perhatian kepada sebuah model dan mempertahankan
apa yang sudah di amati, kita akan menghasilkan perilaku. Individu mampu
secara fisik melaksanakan perilaku tersebut. Beberapa pertanyaan tentang
perilaku yang di jadikan model, (1) Bagaimana saya melakukan hal tersebut. (2)
Sudah benarkah tindakan saya ini?
4. Ulangan penguatan dan motivasi
Pembelajaran dengan mengamati paling efektif ketika subjek yang
belajar termotivasikan untuk melakukan perilaku yang di modelkan. Meskipun
pengamatan terhadap orang lain dapatm mengajarkan kita bagaimana
melakukan sesuatu, tapi mungkin kita tidak memiliki keinginan untuk
melakukan tindakan yang di butuhkan.
Reinforcement dapat memainkan beberapa peran dalam modeling. Bila
mengantisipasi bahwa kita akan di perkuat untuk meniru tindakan-tindakan
seorang model, kita mungkin akan lebih termotivasi untuk memperhatikan,
mengingat dan mereproduksi perilaku itu.
Bandura mengidentifikasi tiga bentuk reinforcement yang dapat mendorong
modeling.
B. Kelemahan dan kelebihan teori belajar sosial
• Kelebihan
1. Berfokus pada situasi yang mempengaruhi perilaku
Satu karakteristik dari struktural, trait, dan teori organisme adalah bahwa
mereka menempatkan penyebab perilaku utama di dalam diri seseorang dan
oleh karena itu teori ini meramalkan bahwa seseorang akan bertindak sama pada
situasi yang berbeda. Dengan begitu Freud, mengharapkan seorang anak dengan
superego yang kuat menjadi sangat sulit dikontrol dalam kebanyakan situasi.
Pada hal yang sama Piaget relatif tidak tertarik pada kenyataannya bahwa
konservasi diperoleh untuk area tertentu sebelum yang lainnya atau
memperoleh sebagian pengetahuan baru boleh jadi diperlihatkan di dalam
situasi yang lainnya. Teori belajar, pada lawannya telah mengambil cara
berpendirian berperilaku seseorang pada kenyataannya jenis tipikal dari situasi
ke situasi yang lain, tergantung pada stimulus dan penguat yang ditemukan pada
masing-masing situasi dan pada pengalaman masa lalu apakah yang diperoleh
seseorang pada situasi tersebut.
2. Berfokus pada alat pengamatan, perilaku sosial emosional dan motivasi
Walaupun banyak ahli teori yang mengakui bahwa pikiran dalam suatu konteks
sosial, mereka tidak banyak menyediakan keterangan yang detail. Pembatasan
ini adalah suatu masalah yang serius. Ada 2 pertanyaan inti di sini yaitu:
pertama, bagaimana pengalaman sosial mempengaruhi perkembangan kognitif?
Berkenaan dengan pertanyaan pertama, teori belajar sosial menguraikan
bagaimana modeling, instruksi dari lainnya dan pelajaran seolah mengalami
sendiri tentang hukuman dan penguatan mengabarkan informasi untuk anak-
anak. Banyak informasi baru yang datang dari yang lainnya dibanding dari trial
and error yang langsung dialami oleh dunia fisik. Bahkan gaya pengolahan
informasi, seperti pengambilan keputusan yang mengikuti kata hati dapat ditiru.
Kedua, bagaimana cara pengembangan teori mempengaruhi pemahaman
peristiwa sosial anak-anak? Berkenaan dengan pertanyaan ini, jawaban Bandura
adalah perkembangan kognitif pengertian sosial dengan cara berikut ketika
anak-anak menjadi semakin terampil dalam mengambil keputusan, mewakili
peristiwa secara simbolis, menggunakan strategi memori dan menyusun
kembali pengetahuan yang lalu, hal ini menjadi lebih efisien pada pemahaman
perilaku yang mereka amati.
3. Memberikan pengertian tentang gejala-gejala perkembangan anak.

4. Memberikan pengertian mengenai peranan interaksi antara lingkungan dengan


anak
misalnya : ibu dengan anaknya yang sedang belajar bahasa.

• Kekurangan
1. Perhatian tentang perkembangan kognitif tidak cukup
Teori Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya
karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan
melalui sistem kognitif orang tersebut. Bagaimanapun, alam dari sistem
kognitif, bagaimana itu berkembang, dan bagaiman pengembangan ini
mempengaruhi penelitian belajar mengutamakan untuk keberhasilan.
Walaupun teori ini telah bebas mengadopsi teori pengolahan informasi yang
telah diperhitungkan dari pemikiran, hanya gambaran umum yang
diperhitungkan, seperti penyajian simbolis, perhatian, penyimpanan informasi,
konstruksi aturan dan verifikasi.
C. Penerapan teori belajar sosial pada proses pembelajaran
Agar belajar menjadi menyenangkan maka belajar seharusnya memiliki
aktivitas untuk memperoleh informasi dan kompetensi baru. Aktivitas belajar
yang dipilih harus menjembatani antara pengetahuan yang telah dimiliki peserta
didik sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan dibangun peserta didik.
Tindakan untuk menjembatani yaitu, memungkinkan peserta didik untuk
mengerjakan kegiatan yang beragam dalam rangka mengembangkan
keterampilan dan pemahamannya, dengan penekanan peserta didik belajar
sambil bekerja.Bentuk belajar sosial Albert Bandura adalah menekankan
tentang pentingnya peserta didik mengolah sendiri pengetahuan atau informasi
yang diperoleh dari pengamatan model di sekitar lingkungan. Peserta didik
mengatur dan menyusun semua informasi dalam kode-kode tertentu. Proses
penyusunan setiap kode dilakukan berulang-ulang, sehingga peserta didik
kapan saja dengan tepat dapat memberi tanggapan aktual. Perilaku belajar
peserta didik adalah hasil dari kemampuan peserta didik memaknai suatu
pengetahuan atau informasi, memaknai suatu model yang ditiru, kemudian
mengolah secara kognitif dan menentukan tindakan sesuai tujuan yang
dikehendaki. Peserta didik didorong agar berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk
menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan
masalah.
2. Teori belajar kognitif
Teori kognitif mulai berkembang pada abad 20-an. Secara sederhana
teori ini menggambarkan bahwa belajar adalah aktivitas internal yang terdiri
dari beberapa proses, seperti: pemahaman, mengingat, mengolah informasi,
problem-solving, analisis, prediksi, dan perasaan. Pada implementasi proses
belajar mengajar di sekolah, bentuk penerapan teori kognitif adalah guru ketika
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik serta memberi
ruang bagi mereka untuk saling berbicara serta diskusi dengan teman-temannya.
Ada juga yang menggambarkan bahwa teori belajar kognitif itu ibarat
komputer. Proses awalnya dimulai dengan input data, kemudian mengolahnya
hingga mendapatkan hasil akhir. Beberapa tokoh yang berperan
mengembangkan teori ini adalah Jean Piaget, dan Jerome Bruner.
Perkembangan kognitif anak menurut para ahli:
• Jean piaget
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget atau teori Piaget menunjukkan
bahwa kecerdasan berubah seiring dengan pertumbuhan anak. Perkembangan
kognitif seorang anak bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, anak juga
harus mengembangkan atau membangun mentalnya (Jarvis, M., 2000). Perlu
diketahui bahwa Jean Piaget adalah seorang psikolog yang berasal dari Swiss
yang mempelajari anak-anak di awal abad ke-20. Teorinya membahas
perkembangan intelektual atau kognitif, yang diterbitkan pada tahun 1936, dan
masih digunakan hingga saat ini.
Menurut Piaget (dalam Wilis, R., 2011), anak dilahirkan dengan
beberapa skemata sensorimotor, yang memberi kerangka bagi interaksi awal
anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh
skemata sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat
diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat di respons oleh si anak, dan
karenanya kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi
melalui pengalaman yang dialami anak, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap
pengalaman mengandung elemen unik yang harus di akomodasi oleh struktur
kognitif anak (Matt Jarvis, 2000). Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur
kognitif akan berubah, dan memungkinkan perkembangan pengalaman terus-
menerus. Menurut Piaget (dalam Wilis, R., 2011) menyatakan bahwa
pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak terhadap
lingkungan akan terus berkembang sampai ke titik di mana anak mampu
memikirkan kejadian potensial dan mampu secara mental mengeksplorasi
kemungkinan akibatnya (Matt Jarvis, 2011:142).
Teori Piaget berfokus pada anak-anak, mulai dari lahir hingga remaja,
dan menjelaskan berbagai tahap perkembangan, termasuk bahasa, moral,
memori, dan pemikiran. Ada 4 tahapan perkembangan anak menurut Piaget
(dalam Wilis, R., 2011) yaitu:
1. Tahap sensiromotor (Usia 18-24 bulan)
Tahap sensorimotor merupakan yang pertama dari empat tahap dalam
teori perkembangan kognitif Piaget. Teori ini meluas sejak lahir hingga sekitar
2 tahun, dan merupakan periode pertumbuhan kognitif yang cepat. Selama
periode ini, bayi mengembangkan pemahaman tentang dunia melalui
koordinasi pengalaman sensorik (melihat, mendengar) dengan tindakan motorik
(menggapai, menyentuh).
Perkembangan utama selama tahap sensorimotor adalah pemahaman
bahwa ada objek dan peristiwa terjadi di dunia secara alami dari tindakannya
sendiri. Misalnya, jika ibu meletakkan mainan di bawah selimut, anak tahu
bahwa main yang biasanya ada (dia lihat) kini tidak terlihat (hilang), dan anak
secara aktif mencarinya. Pada awal tahapan ini, anak berperilaku seolah mainan
itu hilang begitu saja.
2. Tahap pra-operasional (Usia 2-7 Tahun)
Tahap pra-operasional merupakan tahap kedua dalam teori Piaget.
Tahap ini dimulai sekitar 2 tahun dan berlangsung hingga kira-kira 7 tahun.
Selama periode ini, anak berpikir pada tingkat simbolik tapi belum
menggunakan operasi kognitif.
Pemikiran anak selama tahap ini adalah sebelum operasi kognitif.
Artinya, anak tidak bisa menggunakan logika atau mengubah, menggabungkan,
atau memisahkan ide atau pikiran. Perkembangan anak terdiri dari membangun
pengalaman tentang dunia melalui adaptasi dan bekerja menuju tahap (konkret)
ketika ia bisa menggunakan pemikiran logis. Selama akhir tahap ini, anak secara
mental bisa merepresentasikan peristiwa dan objek (fungsi semiotik atau tanda),
dan terlibat dalam permainan simbolik.
3. Tahap operasional konkret ( Usia 7-12 Tahun)
Tahap operasional konkret merupakan tahap ketiga dalam teori Piaget.
Periode berlangsung sekitar usia 7 hingga 11 tahun, dan ditandai dengan
perkembangan pemikiran yang terorganisir dan rasional. Piaget menganggap
tahap konkret sebagai titik balik utama dalam perkembangan kognitif anak,
karena menandai awal pemikiran logis. Pada tahapan ini, anak cukup dewasa
untuk menggunakan pemikiran atau pemikiran logis, tapi hanya bisa
menerapkan logika pada objek fisik.
• Ausubel
Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-
unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami
stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan
pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu
proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh
Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Jadi disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar kognitif adalah suatu
proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia
sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah
laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Salah satu pakar yang mengemukakan teori belajar kognitif adalah
David Paulus Ausubel. David Paulus Ausubel adalah seorang ahli psikologi
pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna dan juga
terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel (Hudoyo, 1998)
bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” artinya bahan pelajaran
itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan
konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep baru
tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian faktor intelektual,
emosional siswa tersebut terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar
menerima. Pada belajar menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa.
Sedangkan pada belajar menerima siswa hanya menerima konsep atau materi
dari guru, dengan demikian siswa tinggal menghapalkannya. Selain itu Ausubel
juga membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada
belajar menghafal, siswa menghafalkan materi yang sudah diperolehnya tetapi
pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan
keadaan lain sehingga belajarnya lebih bisa dimengerti.
Ausubel menentang pendapat yang mengatakan bahwa metode
penemuan dianggap sebagai suatu metode mengajar yang baik karena
bermakna, dan sebaliknya metode ceramah adalah metode yang kurang baik
karena merupakan belajar menerima. Menurutnya baik metode penemuan
maupun metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar bermakna,
tergantung dari situasinya.
Menurut David P. Ausubel dalam Sutomo (2015), ada dua jenis belajar :
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning), belajar dikatakan bermakna
bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
2. Belajar Menghafal (Rote Learning), bila struktur kognitif yang cocok
dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus
dipelajari secara menghafal.
• Jerome bruner
Jerome (Seymour) Bruner adalah seorang psikolog Amerika dan
peneliti senior di Sekolah Hukum New York University, Bruner banyak
memberikan kontribusi signifikan pada psikologi kognitif manusia dan teori
belajar kognitif dalam psikologi Pendidikan. Menurut Bruner (dalam
Wibowo, H., 2020) belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar
penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan
lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan
meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan
masalah.
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi.
Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu
proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilaku Bruner yakin
bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif,
perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu
sendiri. Bruner (dalam Nurhadi, N., 2020) mengemukakan bahwa belajar
melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ada tiga
proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu:
a. Tahap Informasi
,yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman
baru.
b. Tahap Transformasi
yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan
baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat
untuk hal-hal yang lain,
c. Tahap Evaluasi
yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap kedua
tadi benar atau tidak.Pada tahap Proses Kognitif ini bahasa adalah pola dasar
simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek
tertentu. Menurut Jerome Bruner (dalam Wilis, R., 2011) perkembangan
seseorang terjadi melalui 3 tahapan yang ditentukan oleh cara melihat
lingkungannya:
d. Tahap Enaktif
Tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek. peserta didik
melakukan aktivitas dalam usaha memahami lingkungan. Peserta didik juga
melakukan observasi dengan cara mengalami suatu realitas. Contohnya
ketika seorang guru memegang beberapa pensil, kemudian guru mengajak
muridnya untuk berhitung menggunakan benda nyata (pensil). Atau juga
tahap enaktif ini berbasis tindakan atau kinestetik
e. Tahap Ikonik
Tahap ini pengetahuan disajikan melalui sekumpulan gambar-
gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan
sepenuhnya konsep itu. Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan
berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui
serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan
dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya. Misalnya peserta didik ataupun seseorang sedang
memahami objek-objek dunia melalui gambaran-gambaran atau visualisasi
gambar
f. Tahap Simbolik
Tahap ini dilakukan melalui kegiatan penyajian berdasarkan pada
pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-
gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Peserta didik
dapat memahami dunianya melalui simbol-simbol, bahasa, logika,
matematika, dll. Pada tahap ini peserta didik mempunyai gagasan-gagasan
yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika serta komunikasi dilakukan
dengan pertolongan sistem simbol
Jerome Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar
yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada
dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-
model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu
diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang
ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat
stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang
menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu “sistem simpanan”
yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan
kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada
orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Yang telah
menjadi dasar akan ide Bruner adalah teori Piaget yang menyatakan anak
berperan aktif dalam pembelajaran dan Bruner berpendapat bahwa murid
tersebut yang juga mengolah atau mengorganisir suatu proses tersebut agar
terwujudnya suatu bentuk akhir.
Pada teori bruner ini seringkali dikenal dengan nama discovery
learning yang pada penerapannya meliputi pembelajaran berbasis
lingkungan yang dilakukan agar anak mempunyai rasa peduli terhadap
lingkungan sekitarnya yang pada prosesnya langsung dilakukan diluar
ruangan agar anak dapat langsung bersosialisasi dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila
materi pelajaran dapat berkesinambungan atau saling terkait dengan
kognitif yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
A. Kelebihan dan kelemahan teori belajar kognitif
• Kelebihan
a. Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih
menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan pada pengembangan
pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
b. Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memeberikan
dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk pengembangan dan
kelanjutannya deserahkan pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu
memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah
diberikan.
c. Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat memaksimalkan
ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-
materi yang diberikan karena pada pembelajaran kognitif salah satunya
menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan
materi-materi yang telah diberikan.
d. Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan
satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka
dari itu dalam metode belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa
mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang
yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
e. Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah banyak
diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam segala tingkatan
• Kelemahan
a. Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan ingatan
peserta didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta didik,
sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu menganggap semua
peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak
dibeda-bedakan.
b. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik
dalam mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara
peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing
peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
c. Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka
dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang
diberikan .
d. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa
adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam
praktek kegiatan atau materi.
e. Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan
kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah
diterimanya
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori belajar sosial adalah sebuah teori belajar yang relative masih
baru dengan teori belajar lainnya. Salah satu tokohnya adalah Albert
Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata
refleks atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
akibat interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu
sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya
conditioning(pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu
pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya penelitian empiris dalam
mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses
yang menjelaskan perkembangan anak, faktor sosial dan kognitif.
Teori belajar sosial melalui tekanannya pada penelitian variable
yang menimbulkan perilaku tertentu. Kita bukan reactor pasif terhadap
kondisi situasional. Hubungan antara perilaku dan situasi yang kita jumpai
dalam kehidupan bersifat timbal balik. Melalui tindakannya sendiri orang
menciptakan kondisi lingkungan yang mempengaruhi perilakunya. Teori ini
menuntun kita untuk melihat tindakan manusia sebagai reaksi terhadap
lingkungan tertentu dan untuk memperhatikan cara lingkungan mengontrol
perilaku, serta cara mengubah lingkungan untuk memodifikasi perilaku,
penerapan prinsip dapat menimbulkan maladaptive.
B. Saran
Saran yang ingin kami sampaikan adalah bahwa kita sebagai
pembelajar maupun yang nanti nya akan menjadi model (contoh),
hendaknya bersikap mengikuti sikap dan perilaku orang lain yang baik. Kita
harus selektif dalam menirukan karena kita akan ditiru oleh peserta didik
kita. Sehingga apabila kita salah bertindak akan berpengaruh buruk pula
pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
http://hanahafifah.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-sosial.html
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/06/07/kekurangan-dan-
kelebihan-teori-kognitif-dan-konstruktivistik-4/

Anda mungkin juga menyukai