Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI BELAJAR dan PEMBELAJARAN

“Observational Learning dan Self-regulated Learnning”

DOSEN PEMBIMBING
Irine Kurniastuti, M.Psi

Kelompok 4

Brigota Vio Anjani 171134045


Ignatia Yuliastika 171134047
Fransisca Arlin Yulita Hayuningtyas 171134048
Yohanes Hadi Putranto 171134065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat
dan karunia yang dia berikan sehingga makalah Psikologi Belajar dan Pembelajaran
yang berjudul “Observational Learning dan Self-regulated Learnning” ini dapat
diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas awal mata kuliah Pengantar Pendidikan yang diampu oleh Irine
Kurniastuti, M.Psi. Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah


ini, baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun supaya menjadi acuan
bagi kami untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi.

Demikianlah makalah ini kami buat. Semoga makalah ini dapat diterima sebagai
ide/gagasan yang menambah kekayaan intelektual bangsa.

Yoogyakarta, 18 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................. i

Daftar Isi.......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan Makalah.................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pemapara Teori..................................................................................................... 1
B. Hal - hal yang Berkaitan Dengan Teori........................................................... 3
C. Perkembangan Teori....................................................................................... 4
D. Penggunaan Teori dalam Ranah Pembelajaran dan Pendidikan......................... 5
E. Permasalahan yang Mungkin Dialami Guru................................................... 7
F. Kekurangan dan Kelebihan Teori.................................................................... 7
G. Contoh Teori........................................................................................................ 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 1
B. Penutup.................................................................................................. 2
C. Daftar
Pustaka............................................................................................................... 11

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin berkurangnya keinginan atau minat anak mencari tahu secara


langsung suatu kejadian yang terjadi disekitarnya, mengakibatkan timbul
beberapa masalah yaitu kecenderungan bergantung pada guru. Sebagai seorang
guru memang benar jika meghargai anak yang mau bertanya itu baik adanya,
namun tampak buruk ketika semua hal ditanyakan kepada guru tanpa mencari
tahu terlebih dahulu. Banyak guru yang merasa kebingungan ketika harus
menjawabi semua pertanyaan secara langsung dalam sebuah proses
pembelajaran. Semakin berkurangnya kemampuan anak dalam meniru sebuah
prilaku baik untuk menyelesaikan masalah juga menjadi masalah tersendiri bagi
guru jika harus mengajarkan satu persatu murid.

Ketidak mampuan anak dalam mengatur emosi pribadi mereka dalam


menyelsaikan masalah menjadi masalah tersendiri bagi seorang guru. Anak yang
kurang mampu mengendalikan emosi dan tidak dapat membuat situasi
belajarnya sendiri dapat menghambat berlangsungnya proses belajarnya. Ketidak
inginan anak untuk merubah prilakunya dalam menghadapi masalah juga
merupakan masah penting bagi seorang guru dalam menghadapi beberapa murid
yang memiliki masalah demikian

B. Tujuan Penulisan Makalah

Mengagkat masalah diatas kami memberikan teori yang dapat berguna


bagi guru dalam menghadapi peserta didik yang memiliki minat mencari tahu
sendiri berkurang dan peserta didik yang tidak ingin merubah emosi serta sikap
anak saat menyelasikan suatu masalh. Dalam makalah ini terdapat berbagai
solusi dari berbagai masalah diatas, dimulai penjelasan, asal mula, penggunaan,
kekurangan dan kelebihan, hingga contoh yang dapat digunakan guru.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pemaparan Teori

Pembelajaran Observasional adalah pembelajaran yang mengikut


sertakan kemahiran, strategi, dan keyakinan dengan mengamati orang lain.
Belajar Obserasional melibatkan imitasi tetapi tidak tidak terbatas unutk hal
tersebut. Apa yang dipelajari merupakan salinan dari apa yang dimodelkan
melainkan bentuk umum atau strategi yang sering diterapkan oleh pengamat
dalam cara-cara kreatif.

Pembelajaran Regulasi Diri terdiri atas generasi diri dan pemantuan


diri dari pikiran perasaan dan perilaku untuk mencapai tujuan. Tujuan ini
mungkin bersifat akademi (meningkatkan pemahaman saat membaca, menulis
menjadi lebih teorganisasi, belajar bagaimana melakukan perkalian, mengaukan
pertanyaan – pertanyaan yang relevan) atau mungkin sosio emosional
(mengendalikan amarah seseorang bergaul baik dengan rekan – rekan).

2
B. Hal – Hal yang Berkaitan Dengan Teori
A. Obervational Learning
Teori pembelajaran secara observasi (Observational Learning) dapat
dikatakan sebagai teori belajar sosial (Social Learning). Tokoh terkenal dari
teori ini adalah Albert Bandura. Beliau mengemukakan tentang proses
perkembangan sosial dan moral peserta didik yang selalu berkaitan dengan
proses belajar karena prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura adalah
belajar sosial dan moral. Maka dari itu, kualitas proses belajar khususnya
belajar sosial peserta didik harus terjadi baik di lingkungan sekolah,
keluarga maupun di lingkungan yang lebih luas. Hal ini bermakna bahwa
proses belajar akan sangat menentukan kemampuan peserta didik dalam
bersikap dan berperilaku sosial yang sesuai dengan norma moral agama,
moral tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam
masyarakat peserta didik yang bersangkutan. Jadi, dapat dikatakan bahwa
teori ini menekankan pada interaksi antara tingkah laku dan lingkungan
dengan memusatkan pada pola-pola tingkah laku yang dikembangkan oleh
individu untuk mengatasi lingkungan bukan dipusatkan pada dorongan-
dorongan insting.

Dalam pembelajaran observasional (observational learning) adanya


model yang menjadi sumber observasi dalam pembelajaran yang terjadi
secara alami, sehingga ada beberapa proses penting yang terjadi dan
membedakannya dengan belajar imitatif, yakni:

1. Proses Atensional; atensi (perhatian) merupakan salah satu proses


dalam belajar observasional. Atensi akan suatu model yang
memberikan stimulus, menurut Bandura (1986) mengatakan individu
akan memerhatikan model yang efektif, atraktif, dihargai dan sukses
dibanding sebaliknya (Hergenhahn, 2010: 363). Dalam hal ini
pembelajaran observasional yang melibatkan atensi, bisa memiliki
efek terhadap proses pembentukkan kognitif dan afektif.
pertanyaannya apakah yang di observasi itu sesuai dengan misi belajar
yang di tuju?

3
2. Proses Motivasional; dalam pandangan Bandura, penguatan memiliki
dua fungsi utama. Pertama, ia menciptakan ekspektasi dalam diri
pengamat bahwa jika mereka bertindak seperti model yang di
perhatikan dan diamati dan diperkuat dengan aktivitas tertentu, maka
mereka akan makin termotivasi. Kedua, ia bertindak sebagai insentif
untuk menerjemahkan belajar ke kinerja, misalnya: orang bertindak
sesuai dengan observasinya dan informasi dari model tadi akan
disimpan sampai nanti ketika ada alasan untuk mempraktekkan
sesuatu sesuai dengan observasinya yang dulu.
3. Proses Retensional; ketika individu mengobservasi maka dia telah
menyimpan informasi dari model yang di observasinya. Bandura
(1986: 58) menjelaskan bahwa ada proses retensi yaitu proses
mengingat dan mempertahankan informasi tadi bisa secara simbolis
secara imajinatif bagaimana gaya dan ucapan model tadi, dan simbolis
secara verbal disini membiasakan memakai bahasa yang dipakai oleh
model.
4. Proses Pembentukkan Perilaku; proses ini adalah penentuan
sejauhmana hal-hal yang telah dipelajari secara observasional akan
diterjemahkan ke dalam tindakan atau performa. Hasil pembelajaran
observasional bisa diamati dari perilaku dan sikap (afektif).
Pertanyaan sejauhmana peranan belajar observasional membentuk
perilaku individu?

B. Self-Regulation learning

Pembelajaran Regulasi Diri

Ketika anak – anak bertambah umur, kapasitas pengaturan diri mereka


meningkat. Pelajar Regulasi Diri melakukan hal berikut:

 Tetapkan tujuan untuk memperluas pengetahuan mereka dan


mempertahankan motivasi mereka.
 Sadarilah karakter emosi mereka dan miliki strategi untuk mengelola
emsoi mereka.

4
 Secara berkala memantau perkembangan mereka menuju tujuan.
 Menyempurnakan atau merevisi strategi mereka didasarkan pada
kemajuan yang mereka buat.
 Evaluasi hambatan yang mungkin timbul dan membuat penyesuaian
perlu.

Self regulated learning (SRL) adalah kemampuan seseorang untuk


mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara
sehingga mendapat hasil belajar yang optimal. Menurut Pintrich dan Zusho,
SRL merupakan proses konstruktif aktif dimana siswa menetapkan tujuan
belajarnya. Berusaha untuk memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi,
motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi
kontekstual dari lingkungannya. SRL pada pembelajaran tradisional dalam
kaitannya dengan prestasi belajar telah banyak dikaji dan membuktikan
bahwa SRL sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses
pembelajaran. Seseorang yang memiliki SRL, akan cenderung lebih
memiliki prestasi atau pemahaman yang baik. Hal ini diperkuat ketika
peserta didik memiliki SRL, mereka menetapkan tujuan akademik yang
lebih tinggi untuk diri mereka sendiri, belajar lebih efektif dan berprestasi di
kelas.
Selain dalam pembelajaran tradisional, SRL juga sangat dibutuhkan
dalam pembelajaran berbasis online. Pembelajaran kooperatif STAD dipadu
dengan blended learning merupakan salah satu pembelajaran yang
menyediakan lingkungan belajar dimana mahasiswa bekerja dalam
kelompok kecil untuk menyelesaikan pertanyaan atau masalah yang
diberikan pengajar yang didukung dengan media online. Media online
menyediakan ruang bagi mahasiswa untuk berbagi pengalaman dan
pengetahuan dengan teman tanpa keterbatasan waktu dan jarak. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa SRL merupakan prediktor dari prestasi
akademik dalam lingkungan belajar seperti pembelajaran yang berbasis
teknologi.

5
C. Perkembangan Teori
Observational Learning
Thondrike adalah ilmuan yang awal mulanya mempelajari observational
learning secara ekspermental. Pada tahun 1898, ia meletakan seekor kecing pada
sebuah puzzle box dan kucing lain di box disebelahnya. Kucing dalam puzzle
mempelajari bagaimana caranya keluar dari box, namun kemudian kucing kedua
hanya mengobservasi kucing pertama mempelajari reapon cara mengeluarkan
diri dari box. Ketika kucing kedua diletakan dalam puzzle box kucing tersebut
tidak menujukkan respon untuk keluar dari box. Kucing kedua tetap melakukan
trial and eror sama seperti yang dilakukan kucing pertama sebelum akhirnya
berhasil keluar dari box. Thorndike tidak puas dengan percobaan pertamannya
itu kemudian ia melakukan percobaan yang sama kembali namun menggunakan
ayam dan anjing dan hasilnya sama. Tidak masalah seberapa lama hewan “naif”
melihat hewan “ahli”. Hewan “naif” terlihat sama sekali tidak mempelajari
apapun.Tahun 1901 Thorndike melakukan percobaan kembali menggunakan
monyet namun hasilnya tetap tidak berubah. Akhirnya dia menyimpulkan bahwa
tidak satupun dari percobaanya dengan hewan membuktikan para hewan
mempunyai general ability untuk mempelajari sesuatu dari melihat yang lain
melakukan sebuah pemecahan masalah.

1908, Watson mecoba mengulangi percobaan Thorndike dengan monyet,


dan ia juga tetap mendapatkan hasil yang sama yaitu tidak menemukan bukti
observational learning. Thorndike dan Walson menyimpulkan belajar hanya
dapat dihasilkan dari direct experience bukan dari indirect or vicarious
experience, yang artinya belajar hanya muncul sebagai hasil dari interaksi
personal dengan lingkungan dan bukan hasil dari mengobservasi individu
lainnya.

Namun tidak seperti Thorndike dan Watson, Miller dan Dollard tidak
menolak seperti ilmuan sebelumnya, Miller dan Dollard berkata bahwa
organisme dapat mempelajar sesuatu dengan mengobservasi interaksi orgaisme
lainnya. Mereka berpendapat bahwa perilaku meniru direinforce, akan menjadi
kuat seperti tingkah laku lain.

6
Mereka berpendapat perilaku tersebut dibagi menjadi tiga kategori:
1. Perilaku yang mirip timbul ketika dua atau lebih tanggapan individu
berada pada situasi dan cara yang sama. Contohnya adalah kebanyakan
orang yang berhenti di lampu merah ikut bertepuk tangan jika sebuah
konser telah selesai dan tertawa ketika orang – orang disekitar lainnya
tertawa.
2. Copying behavior meliputi panduan perilaku seseorang oleh orang lain,
contohnya seperti ketika instruktur gambar memberi pengarahan kepada
murid – murid yang berusha menggambar mirip seperti yang di arahkan.
Dengan copying behavior, respon akhirnya akan diperkuat dan
direnforced.
3. Mached-dependent behavior, observer akan direnforce dengan
melakukan pengulangan perilaku model. Contohnya perilaku seorang
kakak berjalan mendekati pintu setiap mengetahui orangtuanya datang
dari pergi, hal itu mengingatkan kakak menpatkan permen dari ayah
ketika ayah pulang dari berpergian. Kemudian adiknya menemukan
perilaku tersebut bahwa ketika sang kakak berjaalan mendekati pintu
maka dia juga akan mendapatkan permen. Bagi adik tanda dari kakaknya
yang berjalan menuju pintu memicu dia untuk berjalan juga menuju
pintu, dan hal itu juga dikuatkan dengan permen.

Self-regulated Learnning
Menurut Gufron (2011) Albert Bandura adalah orang yang pertama kali
memublikasikan teori belajar sosial pada awal 1960-an. Pada perkembangannya
kemudian diganti namanya menjadi teori kognitif sosial pada 1986 dalam
bukunya berjudul Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive
Theory. Konsep tentang pengelolaan diri ini menyatakan bahwa individu tidak
dapat secara efektif beradaptasi terhadap lingkungannya selama mampu
membuat kemampuan kontrol pada proses psikologi dan perilakunya.

7
D. Penggunaan Teori Observational Learning & Self-Regulated Learning
Dalam Ranah Pembelajaran Dan Pendidikan
a. Observational Learning
Dalam pembelajaran secara observasional guru menjadi model
yang penting dalam kehidupan peserta didik, perilaku guru akan selalu
diamati selama berkali-kali setiap hari selama satu tahun ajaran. Cara yang
digunakan guru dalam pembelajaran ini adalah dengan demonstrasi yang
diperagakan dimana guru menjelaskan dan menunjukkan peserta didik
bagaimana untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Jadi, pembelajaran ini dilakukan dengan peragaan yang
dilakukan secara langsung oleh guru kemudian peserta didik mengamati apa
dan bagaimana guru mengajarkan sebuah materi dengan peragaan yang ia
buat. Namun, peserta didik tidak hanya sekedar mengamati ia juga
memahami serta mencoba mempelajari agar mampu melakukan apa yang
diperagakan oleh guru. Melalui proses pengamatan dan pemahaman tersebut
pola pikir peserta didik diharapkan menjadi lebih reflektif dan kritis.
Selain guru, ada banyak model lain yang dapat digunakan dalam
pembelajaran ini, seperti teman yang berprestasi atau teman sekelas yang
selalu berhasil memperoleh nilai yang baik ketika di sekolah, orang tua, atau
tokoh-tokoh terkenal. Hal ini disebabkan karena peserta didik cenderung
akan meniru dan berusaha mempelajari perilaku individu yang ia kagumi
atau yang ia anggap kompeten dalam bidangnya. Jadi, peserta didik akan
terpengaruh dan akan berusaha meningkatkan kualitas belajar mereka. Maka
dari itu, pembelajaran ini tidak hanya terbatas pada guru.

b. Self-Regulated Learning
Pembelajaran regulasi diri menjadi aspek terpenting dalam
kesiapan sekolah. Hal ini dikarenakan pembelajaran regulasi diri terakait
dengan pengelolaan emosi diri serta pikiran, perasaan, dan perilaku. Para
peserta didik yang memiliki metode pembelajaran regulasi diri ini
cenderung mampu mengelola emosi serta dapat memantau perkembangan
diri mereka sehingga mampu mengatur strategi dalam belajar. Maka dari itu,
pembelajaran ini sangat perlu untuk diterapkan dalam berbagai bidang
akademik.
8
Pada pembelejaran ini, guru dapat dikatakan sebagai bala bantuan bagi
peserta didik agar mampu mengetahui perkembangan diri sehingga mampu
mengatasi kesulitan mereka sendiri. Ada beberapa tahapan strategi yang
dilakukan guru dalam pembelejaran ini, tahapan-tahapan ini sangat cocok
bagi peserta didik yang memiliki nilai kurang baik dalam suatu mata
pelajaran.
Berikut ini tahap-tahap yang dilakukan guru untuk menerapkan
pembelajaran regulasi diri:
a. Evaluasi dan pemantuan diri, pada tahap ini guru memberikan arahan
pada peserta didik dalam membuat catatan rinci dari mata pelajaran yang
guru ampu.
b. Menetapkan tujuan dan perencanaan strategis, pada tahap ini guru
mengajak peserta didik untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai
dalam belajar, guru juga membantu peserta didik dalam memecahkan
kesulitan dalm memahami suatu materi serta memberi strategi pada
peserta didik dalam memecahkan kesulitan tersebut.
c. Memasukkan rencana ke dalam aksi dan memantaunya, mulai tahap ini
guru memantau peserta didik dalam menjalankan rencananya untuk
mencapai tujuannya dalam belajar, di tahap ini guru masih bisa memberi
sedikit bantuan jika peserta didik mengalami kesulitan.
d. Hasil pemantauan dan strategi pemurnian, dalam tahap ini guru benar-
benar hanya memantau peserta didik dalam melihat perkembangan diri
peserta didik sendiri dalam memecahkan kesulitan belajarnya.

9
E. Permasalahan yang Mungkin Dialami Guru
1. Observational Learning
Saat guru mengajak siswa untuk melakukan pengamatan, guru akan
menjadi sangat lelah karena harus melayani banyaknya pertanyaan dan
temuan temuan siswa yang mulai tumbuh pola berpikir analitik dan
sintetiknya. Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan ini,disini kemampuan guru ditantang untuk
dapat mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat
menghantarkan siswa untuk membuka buku buku sumber yang ada pada
siswa atau di perpustakaan, membuka internet, memberi kesempatan diskusi
pada kelompok, sebelum akhirnya kesimpulan yang benar akan diperoleh
dibawah bimbingan guru. Dari contoh – contoh di atas terbukti sudah bahwa
dengan aplikasi teori tersebut dapat menciptakan masyarakat belajar bagi
seluruh siswa atau anak, menimbulkan banyak pertanyaan, membuat siswa
atau anak dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep konsep
ilmu, guru dapat mengadakan penilaian yang sesungguhnya dari
kemampuan yang dimiliki setiap siswa atau anak, guru maupun siswa lain
dapat menjadi model belajar anak, dan membiasakan berpikir konstruktif
bagi siswa atau anak. Pada akhirnya diharapkan adanya perubahan perilaku
anak dari tidak suka belajar menjadi terbiasa belajar.
2. Self Regulated Learning
Ada faktor-faktor yang memunculkan self regulated learning yang
buruk yang dapat menimbulkan permasalahan bagi guru antara lain
impulsivitas, tujuan akademik yang rendah, penghargaan diri yang rendah,
kontrol yang buruk, serta perilaku menghindar. Menurut Bandura (dalam
Alwisol, 2010: 285-7) ada dua faktor yang mempengaruhi regulasi diri,
yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Eksternal
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara,
pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah
laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi,
membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru
anak-anak belajar baik dan buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan
tidak dihendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan
yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang akan
dipakai untuk menilai prestasi diri.
Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk
penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi
kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan
eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama;
ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu
penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk
dilakukan lagi.

10
b. Faktor Internal
Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam
pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh
internal, yaitu :
(1) Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan faktor
kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinal tingkah laku diri,
dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor performansinya,
walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa
aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah lakunya yang
lain. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan
konsep dirinya.
(2) Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgemental process):
melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi,
membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan
tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu
aktivitas, dan memberi atribusi performansi.
(3) Reaksi diri afektif (self response): berdasarkan pengamatan dan
judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif,
dan kemudian menghadiahi atau menghukum dirinya sendiri. Bisa
terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat
keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif
menjadi kurang bermakna secara individual.

F. Kekurangan dan Kelebihan Teori


Observational Learning
Kelebihan :
a. Dapat diterapkan pada anak-anak maupun orang dewasa.
b. Dapat diterapkan pada laki-laki maupun perempuan.
c. Dapat diterapkan pada orang normal dan orang yang berkebutuhan
khusus sebagai metode latihan dan terapi.
d. Mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
e. Dapat diterapkan secara individual maupun berkelompok.
f. Mencakup konsep yang luas seperti perhatian, belajar, motivasi, emosi
dan perbandingan sosial sehingga dapat dipahami benar bahwa proses
yang terjadi adalah multi proses.

11
Kelemahan :

a. Konsep yang terlalu luas ini dapat menyulitkan dalam mendeteksi faktor
mana yang dominan dalam pengembangan perilaku.
b. Individu sebagai observer tidak selalu mekanis dan mempunyai
kecenderungan yang sangat unik dan subyektif dalam mengamati model
yang disajikan.

Self-regulated Learning
Kelebihan menurut Rich (2013) :
a. Siswa dapat mengendalikan proses belajarnya dan dapat mengelola
waktu sesuai dengan keinginan siwa.
b. Siswa merasakan sensasi “keberhasilan meraih suatu prestasi” ketika
mereka berhasil menyelesaikan tujuan belajar yang mereka tetapkan
sendiri. Setelah itu, akan ada kecenderungan pada siswa untuk
menentukan tujuan belajar yang lebih menantang untuk ke depannya.
c. Self-regulated learning bukanlah sebuah proses yang hanya berlaku
untuk belajar di sekolah, tetapi self-regulated learning
dapatdigunakanoleh siswa sepanjang hidup mereka dalam dunia kerja,
kehidupan sosial, dan keluarga.

Kelemahan : materi yang dibelajarkan merupakan materi baru sehingga


terkadang masih sulit dipahami siswa secara pribadi dan siswa belum tentu
mampu mengajarkan atau mempresentasikan materi kepada siswa lain di depan
kelas.

G. Contoh Teori
Observational Learning
Contoh teori :

Cara yang disengaja di mana guru dapat menggunakan pembelajaran


observasional adalah melalui demonstrasi yang diperagakan, di mana guru
menjelaskan dan menunjukkan siswa bagaimana untuk memecahkan masalah
dan berhasil menyelesaikan tugas-tugas akademik. Misalnya, guru dapat

12
menunjukkan cara membuat garis besar untuk sebuah pekerjaan atau melakukan
presentasi powerpoint. Siswa juga dapat menjadi lebih reflektif dan berpikir
lebih kritis dengan mengamati model.

Self-regulated Learning

Contoh teori :

Siswa dapat mengamati guru yang terlibat dalam strategi manajemen waktu
yang efektif dan verbalisasi prinsip yang tepat. Dengan mengamati model
tersebut, siswa dapat percaya bahwa mereka juga dapat merencanakan dan
mengelola waktu secara efektif, yang menciptakan rasa efikasi diri untuk
regulasi diri akademis dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan
tersebut.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penutup

Demikianlah isi makalah yang dapat kami buat, apabila terdapat kekurangan dan
kesalahan kami dalam penulisan makalah ini, kami mengucapkan mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Atas pengertian, kritik, saran dari teman-teman dan dosen
pembimbing mata kuliah pengantar pendidikan, kami ucapkan termakasih.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/download/185/175/

ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/viewFile/239/230

Jaringan Psikologi Indonesia. Albert Bandura. Diakses tanggal 16 Februari


2019, dari https://psikologi.net/albert-bandura/

14

Anda mungkin juga menyukai