Anda di halaman 1dari 17

Makalah Psikologi Pendidikan

TEORI BELAJAR KOGNITIF SOSIAL


(ALBERT BANDURA)

OLEH :
Nama : Siti Hamidah Limbong
Nim : 4143341049
Kelas : Ekstensi B 2014

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkaan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia Nya saya dapat menyelesaikan penulisan Makalah Psikologi
Pendidikan tentang Teori Belajar Kognitif Sosial (Albert Bandura).
Tujuan penulisan tentang Teori Belajar Kognitif Sosial (Albert Bandura)ini
adalah untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu juga
untuk menambah ilmu pengetahuan kita dalam mata kuliah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan saran, kritik, maupun petunjuk dari segala pihak untuk
kesempurnaan laporan yang penulis sajikan ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 27 Februari 2017

Siti hamidah limbong

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i i

2
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
1
2.2. Identifikasi Masalah 1
2.3. Rumusan Masalah 1
2.4. Tujuan
2
BAB II ISI

2.1. Human Agency Dan Reciprocal Determinism


7
2.2. Self-Efficacy 8
2.3. Fungsi Dan Dampak Keyakinan Self-Efficacy
8
2.4. Sumber-Sumber Informasi Self-Efficacy 10
2.5. Aplikasi Dalam Konseling 12

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I
ii
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

3
Belajar adalah hal yang penting karena belajar merupakan dasar bagi
kemajuan masyarakat di masa mendatang. Mengingat pentingnya belajar,
maka masyarakat maupun individu tidak bisa mengabaikan proses pendidikan
begitu saja. Dalam proses pendidikan ini, pengajaran yang berlangsung
melibatkan guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar.
Dalam melakukan pembelajaran, guru harus menentukan metode maupun
model pembelajaran yang akan diterapkan. Penentuan atau pemilihan metode
tersebut, hendaknya melalui pertimbangan-pertimbangan yang matang
sehingga dapat menghasilkan keputusan yang tepat dan sesuai dengan sasaran
yaitu proses belajar siswa dan luaran yang dihasilkan.
Dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, guru menggunakan pemikiran yang
praktis yang mudah diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru sudah
terbiasa melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional yang menempatkan guru sebagai pusat dalam pembelajaran.
Pelaksanaannya, siswa di sekolah hanya mendapat teori-teori dari penjelasan
guru, tanpa dapat mengekspresikan kemampuannya dalam materi yang
dipelajari.
1.2. Identifikasi Masalaah
Belajar adalah suatu proses yang melibatkan kegiatan seleksi,
pengaturan, dan penyampaian pesan yang pantas kepada lingkungan dan
bagaimana cara pelajar berinteraksi dengan informasi tersebut. Belajar juga
dikatakan sebagai proses multi segi yang biasanya dianggap sesuatu yang
biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi
tugas yang kompleks, akan tetapi kapasitas belajar adalah karakteristik yang
membedakan manusia dari yang lainnya.
1.3. Rumusan Masalaah
Bagaimana Defenisi Human Agency Dan Reciprocal Determinism?
Bagaimana Defenisi Self-Efficacy?
Apa Fungsi Dan Dampak Keyakinan Self-Efficacy?
Apa Sumber-Sumber Informasi Self-Efficacy?
Bagaimana Aplikasi Dalam Konseling?
1.4. Tujuan
Untuk Mengetahui Defenisi Human 1 Agency Dan Reciprocal Determinism
Untuk Mengetahui Defenisi Self-Efficacy
Untuk Mengetahui Fungsi Dan Dampak Keyakinan Self-Efficacy
Untuk Mengetahui Sumber-Sumber Informasi Self-Efficacy
Untuk Mengetahui Aplikasi Dalam Konseling

4
BAB II
KAJIAN TEORI

1.1. Pentingnya Teori Belajar 2


Teori belajar dapat membantu guru untuk memahami bagaimana peserta didik
belajar. Pemahaman tentang cara belajar dapat membantu proses belajar lebih
efektif, efisien dan produktif. Berdasarkan teori belajar, guru dapat merancang dan
merencanakan proses pembelajarannya. Teori belajar juga dapat menjadi panduan
guru untuk mengelola kelas, membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku
guru sendiri serta hasil belajar siswa yang telah dicapai. Pemahaman akan teori
belajar akan membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada
siswa sehingga dapat mencapai prestasi maksimal. Hal yang harus dipahami
dalam teori belajar adalah:
1) Konsep dasar teori tersebut beserta ciri-ciri dan persyaratan yang
melingkupinya
2) Bagaimana sikap dan peran guru dalam proses pembelajaran jika teori tersebut
diterapkan
3) Faktor-faktor lingkungan (fasilitas, alat, suasana) apa yang perlu diupayakan
untuk mendorong proses pembelajaran

5
4) Tahapan apa saja yang harus dilakukan guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran
5) Apa yang harus dilakukan peserta didik dalam proses belajarnya

Perlu dipahami bahwa tidak ada teori yang sempurna. Tidak ada satu pun teori
yang cocok bagi setiap individu dan tidak semua praktek pendidikan dilatar
belakangi oleh sebuah teori khusus. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami
berbagai teori, seseorang perlu belajar tentang bagaimana menggunakan ide dari
berbagai pandangan.

Teori belajar dikembangkan berdasarkan ilmu psikologi, yakni ilmu yang


membahas tentang perilaku dan proses mental. Perilaku adalah aktivitas aksi dan
reasi yang dapat diamati, sedangkan proses mental adalah aktivitas yang tidak
dapat diamati secara langsung seperti berpikir, mengingat, merasa. Tujuan
psikologi adalah mendeskripsikan, memahami, memprediksi, dan mengontrol
perilaku dan proses mental. Psikologi pendidikan adalah salah satu cabang
3
psikologi yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental terkait dengan
belajar dan pembelajaran manusia.

Pembentukan sikap sosial dan spiritual merupakan amanah undang undang,


sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 butir 1 dan 2 UU Sisdiknas bahwa:
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kompetensi yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan pada setiap jenjang
satuan pendidikan seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam pasal 3 UU No 20 Sisdiknas Tahun 2003,
yakni: Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

1.2. Biografi Ahli

Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925, di kota kecil Mundare
bagian selatan Alberta, Kanada. Dia sekolah di sekolah dasar dan sekolah

6
menengah yang sederhana, namun dengan hasil rata-rata yang
sangat memuaskan. Setelah selesai SMA, dia bekerja
pada perusahaan penggalian jalan raya Alaska
Highway di Yukon.

Dia menerima gelar sarjana muda di bidang


psikologi dari University of British of Columbia
tahun 1949. Kemudian dia masuk University
of Iowa, tempat di mana dia meraih
gelar Ph.D tahun 1952. Baru setelah
itu dia menjadi sangat berpengaruh
4
dalam tradisi behavioris dan teori pembelajaran.

Waktu dia Iowa, dia bertemu dengan Virginia Varns, seorang instruktur
sekolah perawat. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai dua orang puteri.
Setelah lulus, dia menerukan pendidikannya ke tingkat post-doktoral di Wichita
Guidance Center di Wichita, Kansas.

Tahun 1953, dia mulai mengajar di Standford University. Di sini, dia


kemudian bekerja sama dengan salah seorang anak didiknya, Richard Walters.
Buku pertama hasil kerja sama mereka berjudul Adolescent Aggression terbit
tahun 1959. Sayangnya, Walters mati muda karena kecelakaan sepeda motor.
Bandura menjadi presiden APA tahun 1973, dan menerima APA Award atas jasa-
jasanya dalam Distinguished Scientific Contributions tahun 1980.

Bandura meneliti beberapa kasus, salah satunya ialah kenakalan remaja.


Menurutnya, lingkungan memang membentuk perilaku dan perilaku membentuk
lingkungan. Oleh Bandura, konsep ini disebut determinisme resiprokal yaitu
proses yang mana dunia dan perilaku seseorang saling memengaruhi. Lanjutnya,
ia melihat bahwa kepribadian merupakan hasil dari interaksi tiga hal yakni
lingkungan, perilaku, dan proses psikologi seseorang. Proses psikologis ini berisi
kemampuan untuk menyelaraskan berbagai citra (images) dalam pikiran dan
bahasa.

7
Dalam teorinya, Bandura menekankan dua hal penting yang sangat
mempengaruhi perilaku manusia yaitu pembelajaran observasional (modeling)
yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran sosial dan regulasi diri.

1.3. Isi
Teori pembelajaran sosial ( social learning theory ) merupakan teori yang
menekankan pada komponen kognitif dan pikiran, pemahaman, dan evaluasi.
Tokoh yang mengemukakan hal ini adalah Albert Bandura. Albert Bandura
banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah
laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.
Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku
yang tradisional. Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori
belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekana pada proses mental
yang terjadi secara internal. Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar
melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti
dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini
merupakan salah satu langkah paling 5pentingdalam pembelajaran.
Pada konsepnya, bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang
dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan keyakian secara kognitif dan memprediksi
konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk
menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan
datang membantu mengembangkan kemampuan mengatur strategi tingkah
laku bagaimana saja yang harus dilakukan agar tujuan jangka panjang.
Bandura merupakan nama dari seorang ahli psikologi yaitu Albert
Bandura. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran
sosialnya yang merupakan salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang
menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan
evaluasi. Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang
dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan
kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam
pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/penerimaan siswa untuk
meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap
model. Albert Bandura yang merupakan salah satu perancang teori

8
kognitif sosial memandang bahwa ketika sisa belajar mereka dapat
merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara
kognitif.
Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari
tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif, dan lingkungan (Lestari
dkk, 2014).

BAB III
PEMBAHASAN

Kepribadian merupakan pola watak yang permanen dan karakter individual


6
yang memberikan konsistensi dan kekhasan pada perilaku seseorang. Menurut
teori Bandura, faktor penentu kepribadian adalah, seperti memori; antisipasi;
perencanaan; dan kemampuan penilaian. Namun demikian, menurut teori in,
individu tidak berdiri sendiri dalam memproduksi perilaku. Bandura dalam teori
belajar sosial memeberi istilah reciprocal detrerminisim untuk menggambarkan
proses saling mempengaruhi antara individu dan lingkungan. kepribadian dan
perilaku individu bersama dengan faktor lingkungan saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi dalam merespon situasi yang dihadapi (Aini, 2012).

3.1. Human Agency Dan Reciprocal Determinism


Human agency adalah kapasitas untuk mengarahkan diri sendiri melalui
kontrol terhadap proses berpikir, motivasi dan tindakan diri sendiri.
Human agency dikonseptualisasikan dalam tiga cara utama:
1) autonomous agency, di mana orang merupakan agen yang sepenuhnya mandiri
bagi tindakannya sendiri;
2) mechanical agency, di mana agency tergantung pada faktor lingkungan;
3) emergent interactive agency, yang merupakan model bagi teori kognitif sosial.

Emergent interactive agency didasarkan pada model timbal-balik tiga arah


(triadic reciprocality). Reciprocal artinya hubungan saling menyebabkan antara
tiga faktor, yaitu: perilaku (B), faktor kognitif dan personal (P), dan pengaruh
lingkungan (E), yang masing-masing beroperasi secara mandiri sebagai faktor
penentu bagi faktor-faktor lainnya.

9
Pengaruh-pengaruh tersebut bervariasi dalam kekuatannya dan tidak terjadi
secara berbarengan. Perilaku manusia merupakan hasil interaksi timbal-balik
antara peristiwa eksternal dan faktor-faktor personal seperti kemampuan
genetiknya, kompetensi yang dipelajarinya, pikiran reflektif dan inisiatifnya.
Orang bebas sebatas kemampuannya untuk menggunakan pengaruhnya
terhadap dirinya (self-influence) dan menentukan tindakannya sendiri.

3.2. Self-Efficacy
Pembentukan self-efficacy sangat penting bagi human agency. Self-
7
efficacy bukan sekedar mengetahui apa yang harus dilakukan. Untuk
melaksanakan suatu kinerja secara terampil, orang perlu memiliki keterampilan
yang dibutuhkan dan rasa percaya akan kemampuan diri untuk menggunakan
keterampilan tersebut. Keyakinan tentang self-efficacy berbeda dengan
ekspektasi tentang konsekuensi respon. Bandura (1986, p. 391) mendefinisikan
self-efficacy sebagai "a judgement of one'scapability to accomplish a certain
level of performance" (penilaian tentang kemampuan diri untuk melaksanakan
suatu kinerja pada tingkat tertentu).
Ekspektasi konsekuensi respon adalah keyakinan tentang kemungkinan
konsekuensi yang akan dihasilkan oleh perilaku tersebut. Misalnya,
keyakinan bahwa anda dapat meloncat setinggi dua meter merupakan
keyakinan efficacy. Akan tetapi, antisipasi anda tentang pengakuan masyarakat
bahwa anda mampu meloncat setinggi dua meter adalah suatu ekspektasi
konsekuensi respon. Konsekuensi respon merupakan konsekuensi dari
perbuatan itu, bukan perbuatan itu sendiri.
Tingkat penguasaan (magnitude), generalitas, dan kekuatan adalah tiga
dimensi penting dari ekspektasi efficacy (Bandura, 1977). Ekspektasi
efficacy dapat bervariasi menurut tingkat kesulitan tugas yang harus
dilaksanakan, misalnya keyakinan bahwa anda dapat melaksanakan dengan
baik tugas yang mudah tetapi tidak tugas yang sulit. Generalitas artinya
tingkat generalisasi ekspektasi penguasaan di luar situasi perlakuan tertentu.
Yang dimaksud dengan kekuatan adalah daya tahan ekspektasi tentang
penguasaan pribadi (personal mastery) meskipun mengalami berbagai
kegagalan.
3.3. Fungsi Dan Dampak Keyakinan Self-Efficacy

10
Keyakinan tentang self-efficacy turut menentukan cara orang berperilaku.
Konsepsi tentang self-efficacy turut menentukan pilihan perilaku, misalnya
menentukan apa yang harus dikerjakan. Keyakinan memiliki efficacy dapat
mendorong orang untuk melakukan kegiatan, sedangkan keyakinan bahwa
tidak memiliki efficacy dapat membuat orang menghindari kegiatan yang
sesungguhnya dapat memperkaya pengalamannya. Keyakinan yang berlebihan
tentang efficacy itu bersifat disfungsional. Akan tetapi, keyakinan efficacy
8
yang mungkin paling fungsional adalah yang sedikit melewati apa yang dapat
dilakukan orang pada suatu saat tertentu.
Keyakinan efficacy juga turut menentukan berapa besar usaha yang harus
dilakukan dan berapa lama orang dapat bertahan dalam menghadapi
kegagalan dan kesulitan. Keyakinan yang kuat tentang self-efficacy dapat
memperkuat daya tahan orang bila menghadapi tugas yang sulit.
Di samping itu, keyakinan efficacy mempengaruhi pikiran dan perasaan
orang. Orang yang memandang dirinya tidak memiliki efficacy dalam
menghadapi berbagai tuntutan lingkungan cenderung membesar-besarkan
defisiensi pribadinya, menjadi mudah patah semangat dan menyerah bila
menghadapi kesulitan. Sebaliknya, orang yang memiliki keyakinan kuat
bahwa memiliki efficacy, meskipun mereka mungkin akan turun semangatnya
untuk sementara bila mengalami kegagalan, tetapi cenderung akan tetap
memikirkan tugas yang sedang dihadapinya itu dan akan memperbesar
usahanya bila kinerjanya hampir mencapai tujuan.
Dalam perjuangan yang membutuhkan daya tahan, keyakinan akan
self-efficacy sangat berperan. Teori behaviorisme tradisional harus menjawab
pertanyaan bagaimana organisme yang mampu memprediksi masa depannya
tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dirinya sendiri.
Sesungguhnya orang dapat menciptakan masa depannya sendiri, bukan
sekedar meramalkannya.
Keyakinan akan self-eficacy dapat mempengaruhi perkembangan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk tugas-tugas yang kompleks,
sedangkan keyakinan akan inefficacy dapat menghambat perkembangan
tersebut.
Keyakinan akan efficacy dapat dihadapkan pada disinsentif dan
kendala kinerja. Orang mungkin memiliki subketerampilan yang diperlukan

11
dan self-efficacy, tetapi tidak memiliki insentif untuk menggunakannya. Juga,
orang yang memiliki efficacy mungkin tidak memiliki sumber keuangan dan
materi yang memadai sehingga tidak dapat mengaplikasikannya.
Memiliki keyakinan efficacy yang akurat untuk keterampilan kognitif
kadang-kadang sulit, karena sering kali apa yang dibutuhkan tidak selalu tampak
jelas dari apa yang dapat teramati dengan mudah. Kadang-kadang keyakinan
efficacy orang itu tidak akurat karena kegiatan kognitifnya kurang tepat, misalnya
tidak mampu mempersepsi umpan balik dan 9 ingatannya tidak baik.
3.4. Sumber-Sumber Informasi Self-Efficacy
Empat sumber informasi yang penting untuk self-efficacy adalah: (1)
pengalaman melalui perbuatan langsung (enactive attainment), (2) pengalaman
tak langsung (vicarious experience), (3) persuasi verbal (verbal persuasion),
dan (4) keadaan fisiologis (physiological state). Setiap metode perlakuan dapat
dipergunakan dengan satu atau lebih dari sumber-sumber ini.
3.4.1. Pengalaman Keberhasilan
Pengalaman keberhasilan pribadi merupakan sumber ekspektasi efficacy
yang paling fundamental. Keberhasilan akan mempertinggi ekspektasi efficacy,
sedangkan kegagalan yang berulang-ulang akan memperendahnya. Bila sudah
terbentuk, keyakinan efficacy yang tinggi itu cenderung menggeneralisasi,
terutama pada situasi yang serupa dengan situasi ketika keyakinan itu dipertinggi.
3.4.2. Pengalaman Tak Langsung
Ekspektasi efficacy dapat berubah setelah mengamati orang lain dan
melihat konsekuensi positif dan negatif dari perilaku orang itu baginya.
Ekspektasi efficacy yang dibentuk melalui modelling pada umumnya lebih
lemah daripada ekspektasi yang dibentuk melalui keberhasilan melaksanakan
suatu tugas.
Modelling mempengaruhi keyakinan efficacy dalam dua cara.
Pertama, pengamat menarik inferensi dari keberhasilan dan kegagalan model.
Melihat orang yang serupa dengannya mencapai keberhasilan melalui usaha
keras akan mempertinggi keyakinan pengamat terhadap kemampuannya sendiri.
Sebaliknya, melihat orang lain mengalami kegagalan, meskipun usahanya
keras, akan menurunkan keyakinan pengamat tentang efficacy-nya sendiri
dan motivasinya pun akan menjadi lemah.
Kedua, model yang kompeten akan mentransmisikan pengetahuan dan
mengajarkan kepada pengamat keterampilan dan strategi yang efektif untuk

12
mengatasi berbagai tuntutan lingkungan. Dengan belajar keterampilan yang lebih
baik, keyakinan orang tentang self-efficacy-ny akan meningkat.
3.4.3. Persuasi Verbal
Persuasi verbal, seperti saran dan nasihat, dapat juga mempengaruhi self-
efficacy. Persuasi dapat berhasil baik bila
10 membujuk orang untuk berusaha
cukup keras agar mencapai keberhasilan, yang pada gilirannya akan
mempertinggi keyakinan efficacy-nya. Akan tetapi, mempertinggi keyakinan
efficacy yang tidak realistis, yang tidak didukung oleh pengalaman keberhasilan,
mungkin akan lebih banyak bahayanya daripada kebaikannya.
3.4.4. Keadaan Fisiologis
Keadaan fisiologis dan afektif dapat berpengaruh terhadap efficacy
dalam tiga cara. Pertama, bila orang sedang tegang dan cemas, keadaan
fisiologis atau tingkat emosinya dapat berpengaruh negatif terhadap
ekspektasi efficacy-nya. Tingginya tingkat emosi biasanya memperburuk kinerja
dan karenanya akan menurunkan tingkat ekspektasi efficacy. Pendekatan yang
menurunkan tingkat emosi dapat mempertinggi keyakinan efficacy maupun
kinerja. Dimilikinya keyakinan tentang self-efficacy untuk mengontrol pikiran
akan mempengaruhi emosi yang dibangkitkan secara kognitif.
Kedua, keadaan perasaan (mood) mempengaruhi penilaian tentang self-
efficacy: perasaan yang positif akan meningkatkan keyakinan efficacy,
sedangkan perasaan tertekan akan menghilangkan keyakinan tersebut.
Ketiga, dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan stamina, orang
memandang rasa letih dan penatnya sebagai tanda-tanda melemahnya efficacy
fisik.
Informasi efficacy yang diperoleh dari sumber pengalaman langsung,
pengalaman tak langsung, persuasi, dan keadaan fisiologis, diproses secara
kognitif. Terdapat perbedaan antara informasi yang diperoleh dari peristiwa
lingkungan dan informasi yang dipilih, ditimbang, dan diintegrasikan ke
dalam penilaian self-efficacy. Pemrosesan informasi efficacy secara kognitif
melibatkan dua proses: pertama, memilih informasi yang relevan dengan efficacy,
dan kedua, menimbang dan mengintegrasikan informasi tersebut.
Mengenai informasi tentang efficacy yang bersumber dari pengalaman
langsung, tidak ada hubungan sebab-akibat antara kualitas kinerja dan
keyakinan self-efficacy. Kinerja yang baik belum tentu mempertinggi self-
efficacy. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontribusi kinerja terhadap self-
11

13
efficacy adalah: (1) tingkat kesulitan tugas, (2) besarnya usaha yang
dilakukan, dan (3) besarnya bantuan eksternal yang diterima.
Mengenai informasi tentang efficacy yang diperoleh dari sumber
pengalaman tak langsung, pengamat akan memandang bahwa model yang
tingkat kemampuannya sama, atau sedikit lebih tinggi, merupakan sumber
informasi komparatif yang paling valid.
Sehubungan dengan informasi efficacy persuasif, pengaruhnya terkait
dengan tingkat kepercayaan penerima informasi terhadap penilaian pelaku
persuasi itu. Informasi efficacy fisiologis juga diproses secarakognitif. Yang
paling berpengaruh di sini adalah sumber dan tingkat rangsangan, serta
pengalaman masa lalu tentang bagaimana rangsangan itu mempengaruhi kinerja.
3.5. Aplikasi Dalam Konseling
3.5.1. Participant Modelling
Dengan menekankan pentingnya observational learning dan berbagai
proses yang tercakup di dalamnya, pengaruh Bandura terhadap konseling
sangat besar. Mungkin kontribusi yang paling langsung dari Bandura adalah
pendekatannya yang disebut participant modelling. Pendekatan ini
menggunakan kinerja dalam melaksanakan tugas yang ditakuti, dengan kinerja
yang berhasil dipandang sebagai kendaraan utama untuk mencapai perubahan
psikologis.
Participant modelling menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah pertama. Konselor berulang-ulang mencontohkan kegiatan yang
ditakuti, misalnya menangani ular atau anjing, untuk menunjukkan kepada
klien cara melakukannya secara berhasil, dan untuk membuktikan bahwa
konsekuensi yang ditakutkan itu tidak terjadi.
Langkah kedua. Klien dan konselur melakukan kegiatan itu bersama-
sama, yang kalau dikerjakan oleh klien sendiri akan terlalu menakutkanya.
Konselor, yang berfungsi sebagai pembimbing dan pencegah kecemasan,
menggunakan hierarkhi sub-tugas yang tingkat kesulitannya dipertinggi secara
bertahap.
Langkah ketiga. Konselor dapat menggunakan alat bantu pembangkit
12
respon atau kondisi protektif untuk mengurangi ekspektasi konsekuensi yang
ditakuti sehingga membantu klien melaksanakan tugas dengan baik. Misalnya,
pada saat memberikan perlakuan untuk mengatasi fobia ular, alat bantu
pembangkit responnya dapat berupa tindakan konselor memegang erat-erat

14
kepala dan ekor ular, penggunaan sarung tangan pelindung dan penggunaan ular
yang lebih kecil.
Langkah keempat. Secara bertahap konselor mengurangi bantuannya
untuk memastikan bahwa klien dapat berfungsi secara efektif tanpa bantuan.
Langkah kelima. Klien melaksanakan kinerjanya secara mandiri. Pada
tahap awal kinerja mandiri ini, konselor dapat tetap berada di dalam ruangan
bersama klien, tetapi kemudian dia meninggalkan klien seorang diri,
mengamati klien dari balik kaca satu arah. Ide dasar hal tersebut adalah bahwa
cara terbaik untuk memperkuat keyakinan self-efficacy adalah dengan
pencapaian mandiri di mana tampak jelas bagi klien bahwa keberhasilannya
itu disebabkan oleh kemampuannya untuk menguasai situasi yang ditakutkannya
itu tanpa bantuan orang lain.

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan 13
Teori kognitif sosial mengakui baik adanya kontribusi sosial terhadap cara
manusia berpikir dan bertindak, maupun pentingnya proses kognitif terhadap
motivasi, emosi dan tindakan.

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social


Learning Theory). Salah satu asumsi awal dan dasar teori kognisi sosial Bandura
adalah bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari berbagai sikap,
kemampuan, dan perilaku, serta cukup banyak dari pembelajaran tersebut yang

15
merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung. Bandura memandang tingkah
laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus melainkan juga
akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif manusia itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Aini. 2012. Analisa Belajar Teori Sosial Bandura Mengenai Ganguan Perilaku
14
Agresif Pada Anak. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
Fadilah, 2012. Psikologi Perkembangan I. Pusan bahan ajar dan e-learning
http://www.psychoshare.com/file-1706/tokoh-psikologi/biografi-albert- band
ura.html

Lestari, dkk. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Bandura Terhadap Kinerja


Ilmiah Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas Iv Sd. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.

16
LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai