Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TEORI-TEORI ETIKA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi

Dosen Pengampu : Julkifli, S.E., Ak., M.Ak., CA.

Oleh :

Muh Hafis 20222010005

KONSENTRASI AKUNTANSI SEKTOR BISNIS (PRIVAT)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK

POLITEKNIK LP3I MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini mengenai “Teori-teori Etika”.

Tidak lupa juga saya mengucapkan Termakasih kepada Bapak Julkifli, S.E., Ak., M.Ak.,
CA. selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi yang telah memberikan tugas
ini kepada kami agar dapat menambah ilmu dan wawasan kami.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini dapat pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari .

Bagi penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 09 Maret 2023

Penyusun

Muh Hafis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………..........................................................................

KATA PENGANTAR…………………….......................................................................

DAFTAR ISI……………………………..........................................................................

BAB I PENDAHULUAN………………..........................................................................

1. Latar Belakang…………………….........................................................................
2. Rumusan Masalah…………………........................................................................
3. Tujuan Penulisan…………………….....................................................................

BAB II PEMBAHASAN………………….......................................................................

1. Etika Absolut Versus Etika Relatif..........................................................................


2. Perkembangan Perilaku Moral……........................................................................
3. Beberapa Teori Etika……………….......................................................................
4. Etika Abad ke-20………………….........................................................................
5. Teori Etika dan Paradigma Hakikat Manusia..........................................................

BAB III PENUTUP……………………….......................................................................

1. Kesimpulan………………………..........................................................................
2. Saran ……………………………….......................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat
kebiasaan,nilai-nilai dan norma-norma perilakumanusia yang dianggap baik atau tidak
baik. Dalam etika masih banyak dijumpai teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan,sifat, atau obyek perilaku yang sama dari sudut pandang yang berlainan.
Sebagaimana dikatakan oleh peschke S.V.D.(2003), berbagai teori etika muncul antara
lain karena adanya perbedaan perspektif dan penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan
akhir hidup umat manusia. Disamping itu, sifat teori dalam ilmu etika masih lebih
banyak untuk menjelaskan sesuatu, belum sampai pada tahap untuk meramalkan, apalagi
untuk mengontrol suatu tindakan atau perilaku.
Banyaknya teori yang berkembang tampak cukup membingungkan. Padahal, sifat
teori yang makinsederhana dan makin mengerucut menuju suatu teori tunggal yang
mampu menjelaskan suatu gejala secara komprehensif. Justru makin menunjukkan
kemapanan disiplin ilmu yang bersangkutan.

2. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam makalah ini yaitu, sebegai berikut :
1) Seperti apa Etika Absolut Versus Etika Relatif?
2) Bagaimana Perkembangan Perilaku Moral?
3) Berikan Beberapa Teori Etika?
4) Bagaimana Etika Abad ke-20?
5) Bagaimana Teori Etika dan Paradigma Hakikat Manusia?

3. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan dalam makalah ini yaitu, sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui Etika Absolut Versus Etika Relatif.
2) Untuk mengetahui Perkembangan Perilaku Moral.
3) Untuk mengetahui Beberapa Teori Etika.
4) Untuk mengetahui Etika Abad ke-20.
5) Untuk mengetahui Teori Etika dan Paradigma Hakikat Manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Etika Absolut Versus Etika Relatif


Para penganut paham etika absolute dengan berbagai argumentasi yang masuk akal
meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku
universal kapanpun dan dimanapun. Sementara itu, para penganut etika relatif dengan
berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini. Mereka justru
menetapkan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang berlaku umum. Prinsip atau
nilai moral yang adadalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda
dan untuksituasi yang berbeda pula.
Etika absolut erat hubungannya dengan moralitas seorang individu atau manusia,
etika ini juga memberikan atau menekankan setiap norma dan aturan yang ada dengan
tegas dan terkadang bersifat memaksa dan tidak pandang bulu. Etika yang berarti adat
atau kebiasaan dari seorang individu sesuai dengan lingkungan dan tempat di mana ia
lahir dan tinggal sehingga mampu menata hidup dengan baik melalui etika dan oral yang
baik pula. Terkadang seorang individu membutuhkan paham yang bersifat mutlak untuk
menjadi pedoman hidup dan tata cara bagaimana ia hidup dan bersosialisasi dengan
sesama manusia dengan alam, hewan, dan tumbuhan.

2. Perkembangan Perilaku Moral


Perilaku moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat
tertentu. Moral dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral
berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Perilaku di luar
kesadaran moral adalah perilaku yang menyimpang dari harapan kelompok sosial yang
lebih disebabkan oleh ketidakmampuan yang bersangkutan dalam memahami harapan
kelompok sosial. Kebanyakan perilaku anak balita dapat digolongkan ke dalam perilaku
di luar kesadaran moral (unmoral behavior). Perkembangan moral (moral development)
bergantung pada perkembangan intelektual seseorang.
Beberapa konsep yang memerlukan penjelasan, antara lain: perilaku moral (moral
behavior), perilaku tidak bermoral (immoral behavior), perilaku di luar kesadaran moral
(unmoral behavior), dan perkembangan moral (moral development) itu sendiri. Perilaku
moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu. Moral
dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi Perilaku tidak bermoral berarti perilaku
yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut Ketidakpatuhan ini bukan karena
ketidakmampuan memahami harapan kelompok tersebut, tetapi lebih disebabkan oleh
ketidaksetujuan terhadap harapan kelompok sosial tersebut, atau karena kurang merasa
wajib untuk mematuhinya. Perilaku di luar kesadaran moral adalah perilaku yang
menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan
yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok sosial. Perkembangan moral
bergantung pada perkembangan intelektual seseorang.
a. Pra- Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada
anakanak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam
tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai
moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat
pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral,
dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris, individu-individu
memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang
dirasakan sendiri. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan
orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap
kebutuhannya sendiri. Dalam tahap dua perhatian kepada orang lain tidak
didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan
perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda
dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk
melayani kebutuhan diri sendiri saja. Tahap kedua, perspektif dunia dilihat
sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
b. Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang
dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat
konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan
moral. Seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu
mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena
hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang
dimilikinya.
Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang
mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule.
Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu
peran sosial yang stereotip ini. Penting untuk mematuhi hukum, keputusan,
dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat.
Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan
penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus
melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang
benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila
seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan
menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang
buruk dari yang baik.
c. Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip,
terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa
individuindividu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi
semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif
masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat
tingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-
konvensional. Individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-
pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka
dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap
sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau
dihambat.
Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut memang
anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak Sejalan dengan itu,
hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-
aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu
demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk banyak orang. Hal tersebut
diperoleh melalui keputusan mayoritas, dan kompromi. Dalam hal ini,
pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap
lima. Penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip
etika universal. Hukum hanya valid bila berdasarkan pada keadilan, dan
komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak
mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan
tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara
kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara
kondisional.

3. Beberapa Teori Etika


Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat
kebiasaan, nilai- nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.
Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang
berlainan. Berikut ini beberapa teori etika :
a. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme.
Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut
teori ini orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka
berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan atau tindakan yang suka
berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi Pada kenyataannya, setiap orang hanya
peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya
bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang lain atau
mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri.
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan
kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu
merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme
etis :
 Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya
sendiri maupun kepentingan orang lain.
 Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan
diri.
 Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri tetapi egoisme elis juga tidak mengatakan bahwa anda harus
menghindari tindakan menolong orang lain.
 Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai
tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang
lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong
orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
 Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang
menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah
alasan yang membuat tindakan itu benar Yang membuat undakan itu benar
adalah kenyataan bahwa a

Alasan yang mendukung teori egoisme :

 Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri.


Tindakan peduli terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi
kepentingan sendiri. Cinta kasih kepada orang lain juga akan merendahkan
martabat dan kehormatan orang tersebut.
 Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai
dengan moralitas akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat
dijelaskan dari prinsip fundamental kepentingan diri.

Alasan yang menentang teori egoisme etis :


 Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan.
Kita memerlukan aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali
dijumpai kepentingan-kepentingan yang bertabrakan.
 Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan
sebagai pembenaran atas timbulnya rasisme.

b. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi
sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest
number). Paham utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu
tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah
memberi manfaat atau tidak, (2) dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-
satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah
ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan paham
utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh
manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan
paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak
(kepentingan orang banyak).
Kritik terhadap teori utilitarianisme :
 Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian
kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani.
 Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas
demi keuntungan mayoritas orang banyak.

c. Deontology
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan
utilitarianisme, yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan
memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak
orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis.
Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar
kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang
menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
tersebut disebut teori teleologi.
Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu
tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham
deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya
sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut.
Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau
tidaknya suatu tindakan.
Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu
sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga
karena kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat
otonom dan harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang
dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat
rasional.
Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral
dengan tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini
juga mendapat kritikan tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba
membangun teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari
asumsi bahwa karena manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia terhadap
manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan
lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.

d. Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan
tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu
aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya
tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya
didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia
mempunyai martabat yang sama.
Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu :
 Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi
hukum suatu negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah
Undang-Undang Dasar negara yang bersangkutan.
 Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan
pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan
dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak moral
berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan individu itu
tidak melanggar hak-hak orang lain.
 Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang
membuat kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban
masing-masing kontrak.
Teori hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak
mendapat dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri
merupakan salah satu sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam
PBB disebutkan ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB
telah mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih
dikenal dengan nama Universal Declaration of Human Rights. (UdoHR).
Diaharapkan semua negara di dunia dapat menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi
penegakan HAM dan pembuatan berbagai undang-undang/peraturan yang berkaitan
dengan penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur hak-hak kemanusiaan,
antara lain mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan, kebebasan dari
penahanan, peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak memperoleh
memperoleh peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan
dalam mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau
buruk menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.

e. Teori Keutamaan
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan
tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori
ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan
mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa
disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan
manusia hina. Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak
yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu
bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu melakukan
tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan
contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati.
Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran,
kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.

f. Teori Etika Etonom


Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir
yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk
memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen,
yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh
kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral
dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap
tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan dalam
kitab suci.
Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat
diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori
etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus
dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak.
Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan
tertinggi umat manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat
diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak
melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.

4. Etika Abad ke-20


a. Arti Kata “Baik” Menurut George Edward Moore
Kata baik adalah kunci dari moralitas, namun Moore merasa heran tidak
satu pun etikawan yang berbicara kata baik tersebut, seakan-akan hal itu sudah
jelas dengan sendirinya. Ada yang menafsirkan kata baik sebagai nikmat
(kaum hedonis), memenuhi keinginan individu (etika egoisme, etika
psikologis), memenuhi kepentingan orang banyak (etika utilitarianisme),
memenuhi kehendak Allah (etika teonom), dan bahkan ada yang mengatakan
kata baik tidak mempunyai arti. Suatu kata tidak dapat didefinisikan jika kata
tersebut tidak lagi terdiri atas bagian-bagian sehingga tidak dapat dianalisis.
Berdasarkan penjelasan ini, menurut Moore kata baik tidak dapat
didefinisikan. Setiap usaha untuk mendefinisikannya akan selalu
menimbulkan kerancuan.
b. Tatanan Nilai Max Scheller
Scheller sebenarnya membantah anggapan teori imperative category
Immanuel Kant yang mengatakan bahwa hakikat moralitas terdiri atas
kehendak untuk memenuhi kewajiban karena kewajiban itu sendiri. Manusia
wajib memenuhi sesuatu untuk mencapai sesuatu yang baik, dan yang baik itu
adalah nilai. Jadi, inti dari tindakan moral adalah tujuan merealisasi nilai-nilai
dan bukan asal memenuhi kewajiban saja. Nilai-nilai bersifat material dan
apriori. Material di sini bukan dalam arti ada kaitan dengan materi, tetapi
sebagai lawan dari kata formal. Menurut Schaller, ada empat gugus nilai yang
masing-masing mandiri dan berbeda antara satu dengan yang lain, yaitu: (1)
nilai-nilai sekitar enak atau tidak enak, (2) nilai-nilai vital, (3) nilai-nilai
rohani murni, dan (4) nilai-nilai sekitar roh kudus.
c. Etika Situasi Joseph Fletcher
Joseph Fletcher termasuk tokoh yang menentang adanya prinsip-prinsip
etika yang bersifat mutlak. Ia berpendapat bahwa setiap kewajiban moral
selalu bergantung pada situasi konkret. Sesuatu ketika berada dalam situasi
tertentu bisa jadi baik dan tepat, tetapi ketika berada dalam situasi yang lain
bisa jadi jelek dan salah.
d. Pandangan Penuh Kasih Iris Murdoch
Iris Murdoch mengamati bahwa teori-teori etika pasca-Kant yang
memusatkan perhatiannya kepada kehendak bebas tidak mengenai sasaran.
Menurut Murdoch, yang khas dari teori-teori etika paasca-Kant adalah bahwa
nilainilai moral dibuang dari dunia nyata. Teori Murdoch menyatakan bahwa
bukan kemampuan otonom yang menciptakan nilai, melainkan kemampuan
untuk melihat dengan penuh kasih dan adil. Hanya pandangan yang adil dan
penuh kasih yang menghasilkan pengertian yang betul-betul benar.
e. Pengelolaan Kelakuan Byyrrhus Frederic Skinner
Skinner mengatakan bahwa pendekatan filsafat tradisional dan ilmu
manusia tidak memadai sehingga yang diperlukan bukanlah ilmu etika, tetapi
sebuah teknologi kelakuan. Ia mengacu pada ilmu kelakuan sederhana yang
dikembangkan oleh Pavlov. Ide dasar Skinner adalah menemukan
teknologi/cara untuk mengubah perilaku. Apabila kita dapat merekayasa
kondisi-kondisi kehidupan seseorang, maka kita dapat merekayasa
kelakuannya.
f. Prinsip Tanggung Jawab Hans Jonas
Etika tradisional hanya memperhatikan akibat tindakan manusia dalam
lingkungan dekat dan sesat. Etika macam ini tidak dapat lagi menghadapi
ancaman global kehidupan manusia dan semua kehidupan di dunia ini. Oleh
karena itu, Jonas menekankan pentingnya dirancang etika baru yang berfokus
pada tanggung jawab. Intinya adalah kewajiban manusia untuk bertanggung
jawab atas ketuhanan kondisikondisi kehidupan umat manusia di masa depan.
g. Kegagalan Etika Pencerahan Alasdair Maclntyre
Maclntyre mengatakan bahwa etika pencerahan telah gagal karena
pencerahan atas nama rasionalitas justru telah membuang apa yang menjadi
dasar rasionalitas setiap ajaran moral, yaitu pandangan teleologis tentang
manusia. Yang dimaksud oleh Maclntyre adalah pandangan dari Aristoteles
sampai dengan pandangan Thomas Aquinas bahwa manusia sebenarnya
mempunyai tujuan hakiki (telos) dan bahwa manusia hidup untuk mencapai
tujuan itu.
h. Etika Islami
Perbedaan etika bisnis islami dengan etika bisnis konvensional yang selama
ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi
jangka panjang (akhirat). Etika bisnis islami memiliki dua cakupan, yaitu :
 Cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen
internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan,
perlakuan yan manusiawi dan tidak disriminatif serta pendidikan
berkelanjutan.
 Cakupan eksternal meliputi aspek transparansi, akuntabilitas,
kejujuran, dan tanggung jawab. Cakupan ini termasuk kesediaan
perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat
sebagai stakeholder perusahaan.

5. Teori Etika dan Paradigma Hakikat Manusia


Dengan menggunakan model pengembangan teori etika berdasarkan
paradigma/pemahaman atas hakikat manusia, dapat dipahami mengapa sampai saat ini
telah berkembang beragam teori dengan argumentasi /sudut pandang penalaran yang
berbeda. Paradigma/pemahaman tentang hakekat manusia akan menentukan tujuan hidup
atau nilai-nilai yang ingin dicapai. Nilai-nilai tersebut malatarbelakangi setiap
paham/teori etika dan norma moral yang ada. Teori dan norma moral ini selanjutnya
menjadi pedoman dalam setiap tindakan yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan secara
berulang-ulang akan membentk kebiasaan, kebiasaan akan membentuk karakter, dan
karakter menentukan seberapa efektif nilai-nilai yang diharapkan dapat tercapai. Nilai-
nilai yang telah direalisasi akan menjadi bahan refleksi untuk mengkaji kembali
paradigma sebagai manusia dan tujuan hidup yang ingin direalisasikan.
Teori egoisme berangkat dari pemikiran para penganutnya bahwa makna hidup
setiap orang adalah untuk merealisasikan kepentingan diri secara individu. Di sini yang
dikejar adalah nilai-nilai kenikmatan duniawi secara individu. Untk depat merealisasikan
kepentingan individu ini, setiap orang harus menghormati hak dan kebebasan setiap
orang. Sejalan dengan teori egoisme, muncul teori hak. Manusia diciptakan bukan untuk
menikmati kebahagiaan duniawi, tetapi untk mencapai nilai-nilai tertinggi dalam bentuk
kebahagiaan surgawi. Pola pikir inilah yang melatarbelakangi munculnya teori teonom,
suatu teori yang lebih menekankan pada pencapaian kebahagiaan di akhirat. Teori
utilitarianisme juga dilandasi oleh pola pikir hakikat manusia untuk mencapai
kebahagiaan duniawi, sama seperti teori egoisme. Teori egoisme lebih menekankan pada
kepentingan individu, sedangkan teori utilitarianisme lebh menekankan pada kepentingan
kelompok/masyarakat. Makin banyak anggota kelompok/masyarakat yang memperoleh
manfaat dari suatu tindakan, berarti tindakan tersebut makin baik dan makin bermoral.
Dengan mengupayakan kebahagiaan, teori hak dan teori kewajiban (deontologi)
mencoba mengulas dari sudut pandang antara hak dan kewajiban individu dengan hak
dan kewajiban masyarakat. Teori deontologi lebih menekankan pentingnya kewajiban
setiap orang, sedangkan teori hak lebih menyoroti dari sisi hak setiap orang. Bila
seseorang menuntut haknya, berarti orang lain punya kewajiban untuk menghormati hak
seseorang tersebut. Teori keutamaan lebih menyoroti karakter manusia daripada moralitas
tindakan.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Para penganut paham etika absolute dengan berbagai argumentasi yangmasuk akal
meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku
universal kapanpun dan dimanapun. Sementara itu, para penganut etika relatif dengan
berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akalmembantah hal ini. Mereka justru
menetapkan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang berlaku umum. Prinsip atau
nilai moral yang adadalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda
dan untuksituasi yang berbeda pula.
Perilaku moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat
tertentu. Moral dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral
berarti perilaku yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Etika sebagai
disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai- nilai,
dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam etika masih
dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek
perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan.
Dengan menggunakan model pengembangan teori etika berdasarkan
paradigma/pemahaman atas hakikat manusia, dapat dipahami mengapa sampai saat ini
telah berkembang beragam teori dengan argumentasi /sudut pandang penalaran yang
berbeda. Paradigma/pemahaman tentang hakekat manusia akan menentukan tujuan hidup
atau nilai-nilai yang ingin dicapai.
2. Saran
Dengan demikian makalah tentang “Teori-teori Etika” ini dapat penulis uraikan. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan, ilmu serta pengetahuan bagi kita semua. Kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan untuk
pembuatan makalah selanjutnya. Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai