Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH MENGADAPTASI KONSEP DASAR

MORAL

Makalah Disusun untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Kode Etik Psikologi oleh
Dosen Pengampu: Fajar Lilia Iman, M.Psi

Oleh:
1. Moch. Rifqi Arifulloh (202369110003)
2. Intan Nur Ainy (202369110013)
3. Lum’atul Jannah (202369110015)
4. Masrifa (202369110016)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU PSIKOLOGI
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
Jl. Yudharta No. 07 (Pesantren Ngalah) Sengonagung
Purwosari Pasuruan, Jawa Timur 67162
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat serta salam kita
kirimkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat dan hidayah
Allah SWT. Makalah ini dapat diselesaikan dengan judul “Mengadaptasi Konsep
Moral” pada mata kuliah Kode Etik Psikologi di Universitan Yudharta Pasuruan.
Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
para pembaca tentang Mengadaptasi Konsep Moral.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Fajar Lilia Iman, M.Psi. selaku
dosen pengampu mata kuliah Kode Etik Psikologi. Tugas yanng telah diberikan ini
mudah-mudahan dapat memberikan manfaat. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah menyusun makalah ini.

Selanjutkan kami mohon kepada para pembaca umumnya bila ada


kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini, baik dari segi bahasa maupun
kontennya, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, semua
demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Sengonagung, 27 Februari 2024

Kelompok III

2
DAFTAR ISI

MAKALAH KODE ETIK PSIKOLOGI


KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3

BAB 1 .......................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ...................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
C. Tujuan ............................................................................................................... 5
BAB II ......................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN......................................................................................................... 6

A. Pengertian Konsep Dasar Moral ..................................................................... 6


B. Perkembangan kohlberg .................................................................................. 9
C. Perkembangan Super Ego Freud ................................................................... 18
D. Hubungan antara Perkembangan Moral Kohlberg dan Perkembangan Super-
Ego Freud ............................................................................................................... 21
E. Implikasi dan Penerapan Konsep Moral dalam Kehidupan Sehari-hari .... 24
BAB III ...................................................................................................................... 29

PENUTUP................................................................................................................. 29

A. Kesimpulan..................................................................................................... 29
B. Saran ............................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 31

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Moralitas merupakan sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik-buruk. Seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang
tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok
sosialnya. Perkembangan moral berhubungan dengan peraturan dan ketentuan
tentang interaksi yang pantas di antara orang-orang. Peraturan ini dapat dipelajari
dalam tiga bidang yaitu kognitif (pengetahuan), perilaku dan emosional. Ketiganya
saling berkaitan satu sama lain karena perilaku moral seseorang merupakan bentuk
manifestasi dari pengetahuan dan penerimaan individu terhadap norma moral yang
dianutnya.

Moralitas selalu berbicara tentang nilai, yang menjadi evaluasi standar normatif
dalam mengatur kehidupan manusia. Evaluasi standar normatif maksudnya adalah
moralitas merupakan sebuah kesepakatan antara individu dengan masyarakat
mengenai kriteria baik atau buruknya sesuatu, sehingga akan menentukan apakah
suatu hal layak atau tidak layak untuk dikerjakan oleh individu atau masyarakat.
Hal itu didasari oleh pertimbangan moral (Taylor, 1969: 3).

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Plato, seorang filsuf kuno yang hidup di
Yunani kuno, yang memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman tentang
moralitas melalui karyanya yang terkenal. Dalam tinjauannya, Plato menyajikan
berbagai gagasan yang masih relevan hingga saat ini. Plato mengemukakan bahwa
moralitas tidak hanya terkait dengan tindakan fisik atau konsekuensi luar biasa yang
mungkin dihasilkan oleh tindakan itu, tetapi lebih pada aspek internal individu,
yaitu keadaan jiwa. Baginya, moralitas adalah tentang bagaimana seseorang
mengatur dan mengendalikan diri, serta bagaimana mereka mencapai kebaikan
sejati dan kearifan.

4
Dalam "Republik", Plato menguraikan gagasan tentang negara ideal yang
dipimpin oleh para filosof-raja. Di dalam negara ini, dia menegaskan bahwa
keadilan individu terkait erat dengan struktur sosial yang baik. Bagi Plato, individu
yang moral adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsu dan emosi mereka,
serta mengikuti kebijaksanaan dan keadilan yang abadi. Selain itu, dalam dialog
"Protagoras", Plato membahas konsep bahwa moralitas dapat diajarkan, menolak
ide bahwa moralitas sepenuhnya bawaan atau tidak bisa diajarkan. Dia menyatakan
bahwa individu harus berupaya untuk memperoleh pengetahuan moral dan kearifan
melalui pendidikan dan refleksi filosofis.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi konsep dasar moral
2. Perkembangan moral kohlberg
3. Perkembangan super ego freud
4. Hubungan antara Perkembangan Moral Kohlberg dan Perkembangan Super-
Ego Freud
5. Implikasi dan Penerapan Konsep Moral dalam Kehidupan Sehari-hari

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi konsep dasar moral
2. Untuk menjelaskan perkembangan moral kohlberg
3. Untuk menjelaskan perkembangan super ego freud
4. Untuk menjelaskan hubungan antara perkembangan moral kohlberg dan
perkembangan super ego freud
5. Untuk menjelaskan implikasi dan penerapan konsep moral dalam kehidupan
sehari-hari

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Dasar Moral

Moral merupakan suatu pandangan tentang apa yang dianggap benar dan
salah dalam interaksi manusia di dalam masyarakat. Konsep dasar moral
melibatkan sejumlah prinsip dan nilai-nilai yang membimbing perilaku individu.
istilah moral berasal dari kata latin mos (moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilainilai atau prinsip-prinsip
moral.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia moral memiliki pengertian; suatu
ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; Susila atau suatu kondisi mental
yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan
sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam
perbuatan.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik-buruk. Terdapat dua kaidah dasar moral: Pertama, kaidah sikap baik,
dimana seorang seharusnya bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik
tersebut harus dinyatakan dalam bentuk yang konkret, tergantung dari apa yang
baik dalam situasi yang konkret itu. Kedua, kaidah keadilan, di mana sebagai
prinsip kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain.
Seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai
dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Disamping
istilah moral, juga dikenal istilah etika dan akhlak. Ketika istilah tersebut sama-
sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya
terletak pada standar masing-masing. Bagi moral standarnya adat kebiasaan yang
umum berlaku di masyarakat; bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran dan

6
bagi akhlak standarnya adalah al Qur’an dan Sunnah. Sekalipun dalam
pengertiannya antara ketiga istilah (moral, etika dan akhlak) dapat dibedakan,
namun dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan dalam beberapa literatur keislaman
penggunaannya sering tumpang tindih. Misalnya dalam Kamus Inggris-Indonesia
karya John M. Echols dan Hasan Shadily, moral juga diartikan akhlak.

Dalam dunia psikologi pendidikan terdapat aneka ragam aliran pemikiran


yang berhubungan dengan perkembangan sosial. Diantara aliran pemikiran tersebut
adalah aliran teori cognitive psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan
Lawrence Kohlberg serta aliran teori belajar-sosial dengan tokoh utama Albert
Bandura dan R.H Walters. Tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan
penelitian dan pengkajian perkembangan sosial anak-anak usia sekolah dasar dan
menengah dengan penekanan khusus pada perkembangan moralitas mereka.
Maksudnya, setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan
perkembangan perilaku moral yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma
yang berlaku dalam Masyarakat.

Dalam moralitas juga memiliki elemen-elemen utama dalam konsep dasar


moral:
1. Keadilan:
Keadilan mencerminkan ide bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk
diperlakukan dengan adil. Ini melibatkan distribusi sumber daya, hak, dan tanggung
jawab secara merata tanpa diskriminasi.

2. Empati:
Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain.
Dengan memiliki empati, individu dapat lebih baik memahami dampak dari
tindakan mereka terhadap orang lain dan bekerja menuju kebaikan bersama.

3. Kebenaran:

7
Konsep kebenaran melibatkan kewajiban untuk berbicara dan bertindak jujur.
Integritas dan kejujuran dianggap sebagai landasan moral yang penting dalam
interaksi sosial.

4. Martabat Manusia:
Menghargai martabat manusia berarti mengakui nilai intrinsik setiap individu. Ini
mencakup penghargaan terhadap hak asasi manusia dan melibatkan perlakuan yang
menghormati keberagaman dan nilai-nilai kemanusiaan.

5. Tanggung Jawab:
Moralitas juga terkait dengan tanggung jawab individu terhadap tindakan mereka.
Ini mencakup kesadaran akan dampak sosial dan lingkungan dari keputusan dan
perilaku pribadi.

6. Kebebasan dan Otonomi:


Moralitas juga mengakui pentingnya kebebasan individu, tetapi dalam konteks
tanggung jawab. Hak untuk membuat pilihan pribadi diimbangi dengan tanggung
jawab terhadap konsekuensi tindakan tersebut.

7. Norma-Norma Sosial:
Moralitas sering kali terkait dengan norma-norma sosial yang berkembang di dalam
masyarakat. Ini mencakup aturan dan nilai-nilai yang diterima secara luas yang
membentuk dasar bagi perilaku etis.

8. Pemahaman Etika:
Konsep dasar moral juga mencakup pemahaman etika, yaitu pertimbangan tentang
apa yang dianggap benar atau salah dalam konteks moral dan filosofis.

Konsep dasar moral memberikan kerangka kerja untuk membimbing


perilaku individu dalam berbagai situasi. Dalam masyarakat, pemahaman dan
penerapan konsep dasar moral membantu menciptakan lingkungan yang lebih adil,
berempati, dan saling menghormati.

8
B. Perkembangan kohlberg

Lawrence Kohlberg adalah seorang psikolog yang mengembangkan teori


perkembangan moral. Menurutnya, perkembangan moral melalui enam tahap, yang
terbagi menjadi tiga level: prakonvensional, konvensional, dan postkonvensional.
Pada setiap level, individu menginternalisasi aturan dan nilai-nilai moral secara
bertahap, dari orientasi yang lebih egosentris hingga orientasi yang lebih universal.
Perkembangan moral telah dipelajari dari berbagai perspektif psikologis,
termasuk teori belajar, psikoanalisis, dan lain-lain. Studi saat ini tentang
perkembangan moral telah dipengaruhi oleh pendekatan perkembangan kognitif
Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg. Kohlberg mengidentifikasi beberapa masalah
filosofis mendasar yang mendasari studi perkembangan moral, seperti pertanyaan
tentang definisi konstruk yang adil secara budaya. Psikolog yang mempelajari
moralitas atau perkembangan moral harus berurusan dengan masalah relativisme
moral atau netralitas nilai, yang bermula dari kata-kata yang bermuatan nilai
"moral" dan "pengembangan." Relativisme moral adalah posisi bahwa nilai-nilai
moral berbeda di antara budaya dan masyarakat dan karenanya tidak universal
(Naito, 2013).
Menurut Kohlberg sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah, menemukan tiga
tingkat pertimbangan moral yang dilalui manusia masa anak-anak remaja dan
dewasa. Setiap tingkat perkembangan terdiri atas dua tahap perkembangan
sehingga secara keseluruhan perkembangan moral manusia terjadi dalam enam
tahap.
Perkembangan sosial dan moral manusia terjadi dalam tiga tingkatan besar yang
meliputi:
a) Tingkat moralitas prakonvensional yaitu ketika manusia berada dalam fase
perkembangan anak (usia 4-10 tahun) yang belum mengganggap moral sebagai
kesepakatan tradisi sosial.
Tahap 1 - Ketaatan dan Hukuman. Tahap awal perkembangan moral terutama
terjadi pada anak-anak kecil, tetapi orang dewasa juga mampu mengekspresikan
jenis penalaran ini. Pada tahap ini, anakanak melihat aturan sebagai hal yang tetap

9
dan absolut. Mematuhi aturan itu penting karena merupakan sarana untuk
menghindari hukuman.

Beberapa karakteristik utama dari tahap ini adalah sebagai berikut:

1. Egosentris dan Pusat pada Diri Sendiri:


Individu pada tahap ini memiliki pemikiran moral yang egosentris, di mana fokus
utamanya adalah pada kepuasan pribadi dan menghindari hukuman. Mereka
cenderung tidak mempertimbangkan perspektif atau perasaan orang lain.

2. Ketaatan Terhadap Otoritas:


Individu cenderung patuh pada aturan dan norma yang ditetapkan oleh otoritas
atau figur otoritas. Mereka melihat aturan sebagai sesuatu yang harus diikuti untuk
menghindari hukuman dan konsekuensi negatif lainnya.

3. Pemahaman Sederhana tentang Kebaikan dan Keburukan:


Pemikiran moral pada tahap ini sederhana dan didasarkan pada pandangan
konkretnya terhadap kebaikan dan keburukan. Mereka memandang suatu tindakan
sebagai baik jika tidak mendapatkan hukuman dan buruk jika mendapatkan
hukuman.

4. Keterbatasan Pemahaman tentang Konsekuensi Abstrak:


Individu pada tahap ini belum mampu memahami konsekuensi abstrak atau
implikasi moral yang lebih kompleks. Mereka lebih fokus pada konsekuensi fisik
langsung yang dapat dirasakan.

5. Orientasi Terhadap Hukuman:


Ketaatan pada tahap ini lebih didorong oleh keinginan untuk menghindari
hukuman daripada oleh pemahaman tentang kebaikan moral. Individu mungkin
takut mendapatkan hukuman fisik atau sanksi negatif lainnya.

10
Contoh konkret dari tahap ini adalah ketika seorang anak mematuhi
peraturan di sekolah hanya karena takut mendapatkan hukuman dari guru atau
orang tua, bukan karena memahami bahwa aturan tersebut bertujuan untuk menjaga
ketertiban dan keadilan.
Penting untuk diingat bahwa tahap ini adalah langkah awal dalam
perkembangan moral dan bahwa individu kemudian akan melalui tahapan-tahapan
berikutnya seiring dengan pertumbuhan dan pengalaman hidup mereka. Tahap 1
membentuk dasar untuk pemahaman moral yang lebih kompleks di masa depan.
Tahap 2 - Individualisme dan Pertukaran. Pada tahap perkembangan moral
ini, anak-anak menjelaskan sudut pandang individu dan menilai tindakan
berdasarkan bagaimana mereka melayani kebutuhan individu. Dalam dilema Heinz,
anak-anak berpendapat bahwa tindakan terbaik adalah pilihan yang paling baik
memenuhi kebutuhan Heinz. Timbal balik adalah mungkin, tetapi hanya jika
melayani kepentingan diri sendiri.

Berikut adalah beberapa karakteristik utama dari tahap ini:

1. Pertimbangan atas Kepentingan Pribadi:


Individu pada tahap ini tetap mempertimbangkan kepentingan pribadi dalam
pengambilan keputusan moral. Namun, mereka juga mulai menyadari bahwa
hubungan sosial dapat memberikan keuntungan atau kerugian bagi diri mereka
sendiri.

2. Pertimbangan atas Pertukaran:


Individu mulai melihat tindakan moral sebagai pertukaran yang melibatkan
imbalan atau konsekuensi bagi diri sendiri. Mereka mungkin bertindak dengan cara
yang dianggap baik jika tindakan tersebut menguntungkan mereka atau
memperoleh imbalan.

3. Pemahaman atas Berbagai Pandangan:

11
Pada tahap ini, individu mulai menyadari bahwa ada lebih dari satu pandangan
yang benar dalam situasi moral. Mereka mungkin mempertimbangkan perspektif
orang lain dalam pengambilan keputusan.

4. Penilaian atas Pertimbangan Pribadi dan Sosial:


Meskipun masih mempertimbangkan kepentingan pribadi, individu pada tahap
ini juga mulai memperhatikan norma-norma sosial yang diterima. Mereka mungkin
bertindak sesuai dengan norma-norma tersebut untuk memperoleh penerimaan
sosial.

5. Pertukaran yang Adil:


Konsep keadilan mulai menjadi relevan pada tahap ini. Individu cenderung
mengutamakan pertukaran yang adil, di mana imbalan yang diberikan sebanding
dengan kontribusi atau pengorbanan yang dilakukan.

Contoh konkret dari tahap ini adalah ketika seseorang memutuskan untuk
membantu teman mereka karena mereka percaya bahwa teman tersebut akan
mengembalikan bantuan tersebut di masa depan. Tindakan tersebut didasarkan pada
pertimbangan tentang pertukaran yang saling menguntungkan dan bukan hanya
pada kepatuhan pada otoritas atau keinginan untuk menghindari hukuman.
Tahap 2 merupakan langkah yang penting dalam perkembangan moral
karena individu mulai memperluas pemahaman mereka tentang konsekuensi sosial
dari tindakan mereka dan mempertimbangkan nilai-nilai seperti saling
menguntungkan dan keadilan dalam pengambilan keputusan moral.

b) Tingkat moralitas konvensional yaitu ketika manusia menjelang dan mulai


memasuki fase perkembangan remaja (usia 10-13 tahun) yang sudah menganggap
moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
Tahap 3 - Hubungan Interpersonal. Seringkali disebut sebagai orientasi "good boy-
good girl", tahap perkembangan moral ini difokuskan pada memenuhi harapan dan
peran sosial. Ada penekanan pada konformitas, bersikap "baik," dan
mempertimbangkan bagaimana pilihan memengaruhi hubungan.

12
Berikut adalah beberapa karakteristik utama dari tahap ini:

1. Perhatian terhadap Hubungan Sosial:


Individu pada tahap ini mulai memberikan perhatian yang lebih besar pada
hubungan sosial dan interaksi dengan orang lain. Mereka memandang pentingnya
menjaga hubungan yang baik dan harmonis dengan orang lain.

2. Pentingnya Perspektif Orang Lain:


Individu pada tahap ini mulai mempertimbangkan perspektif orang lain secara
lebih serius dalam pengambilan keputusan. Mereka memahami bahwa tindakan
mereka dapat mempengaruhi perasaan dan hubungan dengan orang lain.

3. Keinginan untuk Disetujui oleh Orang Lain:


Individu pada tahap ini cenderung menginginkan persetujuan dan penerimaan
dari orang lain dalam keputusan dan perilaku mereka. Mereka mencari validasi
sosial dan mencoba untuk memenuhi harapan sosial.

4. Kesadaran akan Norma-norma Sosial:


Pada tahap ini, individu mulai menyadari norma-norma sosial yang berlaku dan
berusaha untuk bertindak sesuai dengan norma-norma tersebut. Mereka
memandang pentingnya menjaga moralitas dan integritas dalam interaksi sosial.

5. Perhatian terhadap Kesejahteraan Orang Lain:


Meskipun masih memperhatikan kepentingan pribadi, individu pada tahap ini
juga memperhatikan kesejahteraan orang lain. Mereka bersedia mengorbankan
kepentingan pribadi demi kebaikan bersama dan hubungan yang harmonis.

Contoh konkret dari tahap ini adalah ketika seseorang memilih untuk
menghargai perasaan teman mereka dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat
melukai perasaan mereka, meskipun hal tersebut mungkin menguntungkan secara
pribadi. Tindakan tersebut didasarkan pada keinginan untuk menjaga hubungan
yang baik dan memperhatikan norma-norma sosial yang berlaku.

13
Tahap 3 merupakan langkah penting dalam perkembangan moral karena
individu mulai memperhatikan aspek interpersonal dan sosial dalam pengambilan
keputusan mereka, serta menginternalisasi nilai-nilai seperti empati, kerjasama, dan
kesejahteraan bersama.

Tahap 4 - Menjaga Ketertiban Sosial. Pada tahap perkembangan moral ini, orang
mulai menganggap masyarakat secara keseluruhan ketika membuat penilaian.
Fokusnya adalah menjaga hukum dan ketertiban dengan mengikuti aturan,
melakukan tugas seseorang dan menghormati otoritas.

Berikut adalah beberapa karakteristik utama dari tahap ini:

1. Pentingnya Hukum dan Ketertiban:


Individu pada tahap ini mulai menghargai pentingnya hukum dan ketertiban
dalam menjaga stabilitas sosial. Mereka percaya bahwa adanya aturan yang jelas
dan ditegakkan dengan adil adalah kunci bagi masyarakat yang berfungsi dengan
baik.

2. Kepatuhan pada Otoritas dan Sistem:


Pada tahap ini, individu cenderung mematuhi otoritas dan sistem yang ada,
termasuk hukum, aturan, dan struktur sosial yang ditetapkan. Mereka melihat
kepatuhan pada otoritas sebagai suatu kewajiban moral yang penting.

3. Peran dan Tanggung Jawab Sosial:


Individu mulai memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga
ketertiban sosial. Mereka percaya bahwa setiap anggota masyarakat memiliki
tanggung jawab untuk mematuhi aturan dan berkontribusi pada kesejahteraan
bersama.

4. Pertimbangan atas Konsensus Sosial:


Pada tahap ini, individu menganggap penting untuk mencapai konsensus sosial
dalam pengambilan keputusan moral. Mereka mempertimbangkan pandangan

14
masyarakat secara luas dan berusaha untuk bertindak sesuai dengan norma-norma
yang diterima secara sosial.

5. Pemahaman atas Konsekuensi Sosial:


Individu pada tahap ini mulai mempertimbangkan konsekuensi sosial dari
tindakan mereka. Mereka menghindari tindakan yang dapat mengganggu ketertiban
sosial atau merusak stabilitas masyarakat.

Contoh konkret dari tahap ini adalah ketika seseorang mematuhi hukum lalu
lintas dan aturan jalan, bukan hanya karena takut akan hukuman, tetapi juga karena
mereka percaya bahwa kepatuhan pada aturan tersebut penting untuk menjaga
keselamatan bersama dan ketertiban dalam masyarakat.
Tahap 4 merupakan langkah penting dalam perkembangan moral karena
individu mulai memperhatikan sistem sosial yang lebih luas dan norma-norma yang
mengatur kehidupan bersama, serta menghargai pentingnya menjaga ketertiban dan
stabilitas sosial dalam masyarakat.

c) Tingkat moralitas pascakonvensional yaitu ketika manusia telah memasuki


fase perkembangan remaja dan dewasa (usia 13 tahun ke atas) yang memandang
moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial.
Tahap 5 - Kontrak Sosial dan Hak Perorangan. Pada tahap ini, orang mulai
memperhitungkan perbedaan nilai, pendapat, dan kepercayaan orang lain. Aturan
hukum penting untuk mempertahankan masyarakat, tetapi anggota masyarakat
harus menyetujui standar-standar ini.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang tahap ini:

1. Pentingnya Kontrak Sosial:


Pada tahap 5, individu mulai menghargai konsep kontrak sosial. Mereka
menyadari bahwa norma-norma sosial dan hukum-hukum yang ada merupakan
hasil dari perundingan dan kesepakatan bersama untuk kepentingan bersama.

15
2. Hak Individu:
Individu pada tahap ini memahami pentingnya hak individu. Mereka mengakui
bahwa hak dan kebebasan individu adalah aspek penting dalam memastikan
keadilan dan keberlanjutan masyarakat.

3. Pertimbangan Etis:
Keputusan moral pada tahap ini tidak hanya didasarkan pada kenyamanan
pribadi atau harapan dari orang lain. Individu mulai mempertimbangkan nilai-nilai
etis yang mendasari tindakan mereka, dan mereka cenderung mengikuti prinsip-
prinsip yang mereka yakini akan menciptakan sistem yang adil.

4. Fleksibilitas dan Pertimbangan Kontekstual:


Individu pada tahap 5 dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan
mempertimbangkan situasi secara kontekstual. Mereka menyadari bahwa aturan
dan norma sosial mungkin perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai-nilai
masyarakat.

5. Kepatuhan terhadap Hukum yang Adil:


Meskipun individu pada tahap ini menghormati hukum, kepatuhan mereka
didasarkan pada pandangan bahwa hukum tersebut harus adil. Jika ada hukum yang
dianggap tidak adil, individu mungkin cenderung mempertanyakan atau bahkan
menentangnya.

6. Menghargai Pluralisme dan Keragaman Nilai:


Individu pada tahap 5 menyadari adanya keragaman nilai di dalam masyarakat.
Mereka menghormati pandangan dan nilai-nilai yang berbeda, asalkan itu tidak
merugikan hak-hak individu atau prinsip-prinsip keadilan.

Dengan mencapai tahap ini, individu menunjukkan kemampuan untuk


berpikir secara abstrak tentang prinsip-prinsip moral dan etika. Mereka dapat
melihat norma sosial sebagai produk dari kontrak sosial yang berlaku untuk

16
kepentingan bersama dan menghormati hak-hak individu sebagai bagian integral
dari struktur moral masyarakat.

Tahap 6 - Prinsip Universal. Tingkat penalaran moral terakhir Kolhberg didasarkan


pada prinsip-prinsip etika universal dan penalaran abstrak. Pada tahap ini, orang
mengikuti prinsip-prinsip keadilan yang diinternalisasi ini, bahkan jika mereka
bertentangan dengan hukum dan peraturan.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang tahap ini:

1. Konsistensi dengan Prinsip-prinsip Universal:


Individu pada tahap 6 mengambil keputusan moral berdasarkan prinsip-prinsip
yang dianggap universal, seperti prinsip keadilan, kesetaraan, dan martabat
manusia. Mereka menganggap prinsip-prinsip ini sebagai panduan utama dalam
menghadapi dilema moral.

2. Pengorbanan untuk Prinsip:


Individu pada tahap ini siap untuk mengorbankan kepentingan pribadi mereka
untuk mematuhi prinsip-prinsip moral yang dianggap lebih tinggi. Mereka percaya
bahwa konsistensi moral lebih penting daripada keuntungan pribadi atau
kesenangan.

3. Pertimbangan Terhadap Hukum yang Tidak Adil:


Individu pada tahap 6 mungkin menentang hukum atau aturan yang dianggap
bertentangan dengan prinsip-prinsip moral yang universal. Mereka menganggap
bahwa ketaatan terhadap hukum tidak selalu merupakan tindakan yang moral jika
hukum tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip yang lebih tinggi.

4. Keberanian Moral:
Individu pada tahap 6 memiliki keberanian moral untuk bertindak sesuai dengan
prinsip-prinsip yang mereka yakini, bahkan jika itu berarti melawan opini mayoritas
atau risiko konsekuensi negatif.

17
5. Empati dan Perspektif Luas:
Mereka mempertimbangkan implikasi moral dari tindakan mereka tidak hanya
untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk individu lain dan masyarakat secara
keseluruhan. Mereka mampu melihat situasi dari berbagai perspektif dan
memahami dampak moralnya.

6. Komitmen Terhadap Keadilan dan Kesetaraan:


Individu pada tahap 6 memiliki komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip
keadilan dan kesetaraan. Mereka berusaha untuk menciptakan sistem yang adil dan
inklusif bagi semua orang, tanpa memandang perbedaan individu seperti ras,
gender, atau status sosial.

Dengan mencapai tahap ini, individu telah mencapai tingkat tertinggi dalam
perkembangan moral mereka. Mereka bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang
dianggap universal dan melihat diri mereka sebagai bagian dari masyarakat yang
lebih luas, dengan tanggung jawab moral untuk bertindak demi kebaikan bersama.

Perkembangan moral Kohlberg menunjukkan bahwa individu melewati


tahapan-tahapan ini secara berurutan sepanjang hidup mereka, dengan semakin
kompleksnya pemikiran moral seiring dengan pertumbuhan dan pengalaman. Teori
ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana moralitas manusia
berkembang dan bagaimana pengaruh konteks sosial dan pengalaman individu
membentuk pandangan moral mereka.

C. Perkembangan Super Ego Freud

Freud bagian terbesar dalam pikiran seseorang adalah alam bawah sadar.
Bagian ini seperti nafsu, insting dan segala sesuatu yang masuk di dalamnya dan
sulit dijangkau, seperti kenangan atau emosi traumatik. Freud menyatakan bahwa
alam bawah sadar adalah sumber motivasi dan dorongan terhadap hasrat seseorang,
baik yang sederhana, seperti makan, seks, maupun kreativitas seperti berkarya
(Ahmad, 2017).

18
Ego adalah bagian kepribadian yang bertugas menilai realitas dan
berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak
melanggar nilainilai superego. Sedang superego adalah bagian moral dari
kepribadian manusia, karena ia merupakan filter, alat sensor yang menentukan
sesuatu itu baik- buruk, atau salah-benar (Ahmad, 2017). Ego adalah perbedaan
antara sensasi dari dalam dan persepsi dari luar, istilah yang digunakan dalam
psikoanalisis adalah bahwa anak telah belajar untuk ‘menguji realitas’. Dengan
demikian hal ini sangat bergantung dominasi yang terjadi pada alam bawah sadar
antara id dan superego. Bila id sudah menjadi hal biologis manusia dan bersifat
bawaan maka tentunya yang diungkapkan oleh Freud bahwa Superego adalah
pengendali dari es (id) adalah benar adanya. Fungsi superego yang utama adalah
mengarahkan id dan ego ke arah yang lebih bermoral.
Dalam konsep Freud, manusia dianggap memiliki sebuah energi psikis yang
mendorong manusia untuk berperilaku dan sifatnya dinamis. Wiraatmadja (2003)
menjelaskan bahwa sumber energi tersebut adalah id, ego, dan superego, serta
disebut sebagai teori kepribadian psikoanalisis. Konsep tersebut disebut sebagai
teori kepribadian psikoanalisis memiliki peran untuk memodifikasi dan
memperkaya perilau atau sikap manusia (Helaluddin, 2018). Fungsi dari id adalah
sebagai sumber utama energi yang memungkinkan manusia untuk bertahan hidup,
kemudian ego berfungsi secara logis-rasional yang didasarkan pada prinsip
kenyataan dan proses sekunder yang merupakan sebuah proses logis untuk melihat
kenyataan dalam upaya untuk menemukan cara memuaskan dorongan id secara
realistis, lalu dalam superego terdapat nilai- 25 nilai moral yang mewakili nilai-nilai
ideal dan memberikan batasan baik dan buruk (Wiraatmadja,2003). Freud (1983)
mengungkapkan bahwa kebutuhan-kebutuhan jasmani berasal dari rangsangan
aktivitas psikis dan yang dicari adalah pemuasan. Menurut Freud, naluri tersebut
terdapat dalam id dan ego. Konsep perilaku yang digambarkan oleh Freud (1983)
adalah id digambarkan sebagai tenaga yang menggerakkan kapal dan ego adalah
kemudinya. Dalam konsep ini, tugas dari ego adalah mencegah atau memegang
kendali pada id sehingga nalurinaluri yang ada dalam id dicegah oleh ego. Dalam
konsep ini Freud memiliki pandangan bahwa tuntutan dari naluri dalam id akan
dikendalikan jika fungsi logis rasional dalam ego.

19
Dalam konsep kepribadian Freud, struktur jiwa manusia terdapat tiga
tingkatan yaitu alam sadar (conscious mind) yang digunakan dalam keadaan
terbangun untuk membuat individu sadar akan situasi lingkungannya dan merespon
dengan cepat, alam pra-sadar (pre-conscious mind), dan alam tak-sadar
(unconscious mind) yang mengandung pengalaman dan ingatan yang telah
dipelajari pada masa lalu serta semua tingkah laku dan refleksi yang dipelajari
(Ahmad, 2017). Konsep tersebut digambarkan sebagai sebuah gunung es yang
terapung yang pada bagian permukaan atau yang muncul ke permukaan air adalah
adalah alam sadar dan yang tenggelam adalah alam tak sadar. Kekuatan yang tidak
tampak dalam permukaan seperti kekuatan irasional, kekuatan alam bawah sadar,
dorongan biologis, serta insting yang terbentuk sebelum usia 6 tahun membentuk
perilaku manusia (Helaluddin & Syawal, 2018; McLeod, 2016).
Hartmann & Loewenstein (1962) menjelaskan bahwa setiap sistem nilai
moral mewakili tuntutan ideal atau menjadi arahan ideal ego. Nilai-nilai yang telah
ditanamkan kemudian menghasilkan perbedaan individu setelah usia tersebut.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa perkembangan individu setelah masa remaja
mengalami perbedaan ketika dibandingkan saat usia anak-anak. Dengan
diperkuatnya superego maka dapat mendorong tampilnya karakter yang lebih baik.
Sesuai dengan pendapat McLeod (2016) yang menjelaskan bahwa superego
berfungsi untuk mengendalikan implus id seperti naluri-naluri yang bertentangan
atau dilarang oleh masyarakat, misalnya perilaku seks yang menyimpang, agresi
terhadap orang lain, dan naluri negatif lainnya, maka dapat membujuk ego agar
beralih ke tujuan-tujuan moralistik serta berjuang untuk menuju kesempurnaan.
Groot (1962) menjelaskan bahwa superego diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat. Nilai-nilai moral yang telah tertanam pada masa anak-anak yang
menjadi seperti “bekal” yang kemudian mempengaruhi perilaku setelah masa anak-
anak.
Menurut Freud, super ego adalah bagian dari kepribadian yang bertanggung
jawab untuk menegakkan aturan, norma, dan moralitas internal yang diperoleh dari
lingkungan sosial dan orang tua. Super ego berkembang melalui proses identifikasi
dengan figur otoritas, terutama orang tua, dan melalui internalisasi nilai-nilai yang
mereka wakili. Freud percaya bahwa perkembangan super ego dimulai pada masa

20
awal kehidupan, terutama saat masa percobaan fasesi, yaitu fase di mana anak
mengalami konflik antara dorongan dan pembatasan sosial. Dalam masa ini, anak
belajar untuk menyesuaikan perilakunya dengan norma dan aturan sosial, yang
kemudian membentuk bagian dari super ego mereka.

Selain itu, Freud juga menyatakan bahwa konflik antara id (kebutuhan dan
keinginan yang tidak disensor) dan ego (mediator antara id, super ego, dan realitas
eksternal) memainkan peran penting dalam pembentukan super ego. Misalnya, jika
anak mengalami konflik antara keinginan untuk memenuhi keinginan impulsif dan
aturan moral yang diajarkan oleh orang tua, maka proses internalisasi nilai-nilai ini
akan membentuk struktur super ego yang berbeda. Selama masa perkembangan,
super ego terus berkembang dan berubah seiring dengan pengalaman individu
dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Faktor-faktor seperti pengalaman,
pendidikan, dan budaya juga mempengaruhi perkembangan super ego seseorang.
Sebagai contoh, individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang sangat religius
mungkin memiliki super ego yang lebih ketat dan mematuhi aturan moral yang
ketat, sementara individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang lebih liberal
mungkin memiliki super ego yang lebih fleksibel.

D. Hubungan antara Perkembangan Moral Kohlberg dan Perkembangan Super-


Ego Freud

Perkembangan moral dan psikologis individu merupakan dua aspek kunci


dalam pemahaman psikologi perkembangan manusia. Teori-teori yang
dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg dan Sigmund Freud telah memberikan
wawasan yang mendalam tentang bagaimana moralitas dan struktur kepribadian
berkembang seiring waktu.
Lawrence Kohlberg mengembangkan teori perkembangan moral yang terdiri
dari enam tingkat dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pramoralitas, yang
melibatkan kepatuhan dan hukuman. Tahap kedua, orientasi ego-instrumental,
mencakup pertukaran dan kepentingan pribadi. Tahap ketiga, orientasi
interpersonal, menekankan norma sosial dan hubungan interpersonal. Tahap

21
keempat adalah orientasi sistemik, yang melibatkan kesadaran terhadap norma-
norma sosial dan tata kelola sistem. Tahap kelima dan keenam adalah orientasi
kontraktual dan orientasi prinsip, di mana individu bertindak berdasarkan prinsip
moral universal. Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral adalah proses
yang berkelanjutan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti interaksi sosial,
pengalaman moral, dan refleksi kognitif.
Di sisi lain, perkembangan superego Freud adalah konsep yang dikembangkan
oleh Sigmund Freud dalam teori kepribadiannya. Superego adalah bagian dari
kepribadian yang berfungsi sebagai pengendali moral dan etika. Freud berpendapat
bahwa superego berkembang seiring dengan perkembangan individu dan
pengalaman sosial. Menurut Freud, superego berkembang melalui dua tahap, yaitu
tahap awal yang melibatkan identifikasi dengan orang tua dan tahap lanjutan yang
melibatkan internalisasi nilai-nilai sosial. Superego terdiri dari norma-norma dan
nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh masyarakat. Freud percaya bahwa superego
berfungsi sebagai penjaga moral internal individu, yang mengatur perilaku dan
menegakkan standar moral yang telah dipelajari dari lingkungan sosial.
Hubungan antara perkembangan moral Kohlberg dan perkembangan superego
Freud dapat dilihat dari perspektif yang berbeda. Salah satu perspektif adalah
bahwa perkembangan moral Kohlberg dapat mempengaruhi perkembangan
superego Freud. Misalnya, individu yang mencapai tahap perkembangan moral
yang lebih tinggi menunjukkan pemahaman moral yang lebih matang dan
kompleks. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan superego mereka, yang akan
mencerminkan nilai-nilai moral yang lebih tinggi.
Di sisi lain, perkembangan superego Freud juga dapat mempengaruhi
perkembangan moral Kohlberg. Superego yang kuat dan berkembang dengan baik
dapat memberikan dasar moral yang kuat bagi individu untuk mencapai tahap
perkembangan moral yang lebih tinggi. Superego yang lemah atau terhambat, di
sisi lain, dapat menghambat perkembangan moral individu.
Namun, penting untuk diingat bahwa perkembangan moral dan perkembangan
superego adalah proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain
itu, teori-teori ini juga memiliki kritik dan batasan tertentu. Oleh karena itu, penting

22
untuk melihat hubungan ini sebagai konsep yang terus berkembang dan
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Hubungan Antara Perkembangan Moral Kohlberg dan Perkembangan Superego
Freud:
1. Paralelisme Konsep Moral:
Kohlberg dan Freud sepakat bahwa perkembangan moral berkaitan dengan
internalisasi norma dan nilai-nilai masyarakat. Kohlberg menekankan perubahan
tingkat moralitas seiring waktu, sedangkan Freud menggambarkan proses
internalisasi melalui superego.

2. Faktor Lingkungan dan Pengaruh Orang Tua:


Kohlberg dan Freud sepakat bahwa lingkungan dan pengaruh orang tua berperan
penting dalam perkembangan moral. Kohlberg mengemukakan bahwa interaksi
sosial dan pengalaman moral membentuk perkembangan moral, sementara Freud
menyoroti peran orang tua dalam pembentukan superego.

3. Proses Internalisasi Nilai:


Kohlberg dan Freud berpendapat bahwa perkembangan moral melibatkan
internalisasi nilai-nilai moral. Kohlberg memandangnya sebagai proses kognitif,
sementara Freud melihatnya sebagai hasil dari identifikasi dengan orang tua.

4. Tingkatan Moral Universal:


Kohlberg menunjukkan bahwa individu mencapai tingkat moral yang lebih tinggi
melalui pemahaman prinsip moral universal. Konsep ini mirip dengan ideal ego
dalam superego, yang mencerminkan standar moral yang ditanamkan oleh
masyarakat.

Perkembangan moral Kohlberg dan perkembangan superego Freud


menyediakan pandangan yang komplementer terkait dengan evolusi moral dan
internalisasi nilai dalam kehidupan individu. Kohlberg membahas perubahan
tingkat moralitas melalui pemahaman konsep moral universal, sedangkan Freud
menggambarkan bagaimana nilai dan norma internal dipengaruhi oleh pengalaman

23
dan identifikasi dengan orang tua. Keduanya memberikan kontribusi penting dalam
pemahaman kompleksitas perkembangan moral dan psikologis individu sepanjang
rentang hidup mereka.

E. Implikasi dan Penerapan Konsep Moral dalam Kehidupan Sehari-hari

Pengertian mengenai moralitas dan konsep moral telah menjadi perhatian


utama dalam berbagai bidang, termasuk psikologi, filsafat, dan sosiologi. Moralitas
adalah seperangkat nilai-nilai, prinsip, dan norma yang mengatur perilaku manusia
dan mempengaruhi interaksi sosial. Konsep moral memiliki implikasi yang
signifikan dalam kehidupan sehari-hari, karena berhubungan dengan cara kita
berinteraksi dengan orang lain dan membuat keputusan.
Salah satu implikasi utama dari konsep moral dalam kehidupan sehari-hari
adalah membentuk dasar perilaku yang etis. Konsep moral membantu kita
memahami perbedaan antara benar dan salah, serta membimbing kita dalam
mengambil keputusan yang tepat. Misalnya, ketika kita dihadapkan pada situasi di
mana kita harus memilih antara mengambil sesuatu yang bukan milik kita atau
mengembalikannya kepada pemiliknya, konsep moral membantu kita untuk
memilih tindakan yang etis dan bertanggung jawab.
Dalam kehidupan sehari-hari, konsep moral memiliki implikasi yang
signifikan dan dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Konsep moral
melibatkan prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai yang mengatur perilaku manusia.
Salah satu implikasi utama dari konsep moral adalah pentingnya integritas
dalam tindakan dan keputusan kita. Integritas melibatkan konsistensi antara nilai-
nilai yang kita anut dan tindakan yang kita lakukan. Dalam kehidupan sehari-hari,
integritas dapat diterapkan dalam berbagai situasi, seperti dalam pekerjaan,
hubungan pribadi, dan interaksi sosial. Dengan mempertahankan integritas, kita
dapat membangun kepercayaan dan menghormati orang lain.
Selain itu, konsep moral juga melibatkan tanggung jawab sosial. Tanggung
jawab sosial adalah kesadaran kita akan dampak tindakan kita terhadap orang lain
dan lingkungan sekitar kita. Dalam kehidupan sehari-hari, tanggung jawab sosial
dapat diterapkan melalui tindakan seperti menghormati hak-hak orang lain,

24
membantu mereka yang membutuhkan, dan menjaga lingkungan. Dengan
bertanggung jawab secara sosial, kita dapat berkontribusi pada masyarakat yang
lebih baik.
Selanjutnya, konsep moral juga melibatkan empati dan pengertian terhadap
orang lain. Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan
orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, empati dapat diterapkan melalui
mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan dukungan emosional, dan
menghargai perbedaan orang lain. Dengan memiliki empati, kita dapat membangun
hubungan yang lebih baik dengan orang lain dan menciptakan lingkungan yang
inklusif.
Selain itu, konsep moral juga melibatkan kejujuran dan keadilan. Kejujuran
melibatkan kebenaran dalam kata-kata dan tindakan kita, sedangkan keadilan
melibatkan perlakuan yang adil terhadap semua orang. Dalam kehidupan sehari-
hari, kejujuran dan keadilan dapat diterapkan melalui tindakan seperti menghindari
kebohongan, menghormati hak-hak orang lain, dan memperlakukan semua orang
dengan adil. Dengan menjadi jujur dan adil, kita dapat membangun hubungan yang
kuat dan menciptakan masyarakat yang adil.
Konsep moral memiliki implikasi yang signifikan dalam kehidupan sehari-
hari. Integritas, tanggung jawab sosial, empati, kejujuran, dan keadilan adalah
beberapa aspek penting dari konsep moral yang dapat diterapkan dalam berbagai
aspek kehidupan. Dengan memahami dan menerapkan konsep moral ini, kita dapat
membangun kehidupan yang lebih bermakna dan berkontribusi pada masyarakat
yang lebih baik.
Konsep dasar moral sering diwariskan dan ditanamkan melalui proses
sosialisasi, termasuk pengaruh dari keluarga, sekolah, agama, dan lingkungan
sosial. Meskipun konsep dasar moral dapat bervariasi di antara budaya dan waktu,
ada juga prinsip-prinsip moral universal yang diakui secara luas oleh berbagai
masyarakat. Berikut beberapa implikasi penerapan moral dalam kehidupan sehari-
hari:
1. Berbicara Pelan di Hadapan Orang Tua
Tindakan inilah yang digunakan sebagai rujukan penjelas mengenai rasa
penghormatan yang selalu dimunculkan di dalam masyarakat, khususnya

25
masyarakat yang memiliki kebudayaan Timur, seperti Indonesia. Melakukan
komunikasi secara sopan dan pelan kepada orang lain yang lebih tua merupakan
wujud interaksi sosial yang selalu diutamakan dalam budaya masyarakat Timur.
Perilaku baik seperti ini dapat dimaknai sebagai bentuk penghormatan yang
senantiasa diperlihatkan masyarakat luas.
2. Menunduk Ketika Berjalan
Contoh lainnya nilai moral adalah tindakan menunduk sesaat setelah
melewati orang-orang di sekeliling. Berjalan dengan menunduk telah dilatih oleh
generasi terdahulu dan dianggap sebagai pengharapan agar orang lain juga
melakukannya.
3. Membuang Sampah di Tempatnya
Kasus yang dapat dicontohkan dalam penjelasan nilai moral adalah
membuang sampah. Tindakan yang baik (moral baik) adalah membuang sampah di
tempatnya, sedangkan yang buruk adalah membuang sampah di sembarang tempat
karena dapat merusak lingkungan sekitar. Jika seseorang membuang sampah di
tempatnya, hal itu bermakna bahwa kalian telah menjaga kebersihan, mencegah
banjir, memudahkan daur ulang sampah, mencegah kerusakan tanah dan air, dan
memberikan kesan yang indah.
4. Tidak Membuat Keributan
Fenomena sosial dalam kehidupan masyarakat sering kali dikaitakan
dengan ribut saat jam belajar. Anak yang melakukan keributan tersebut secara
langsung bersinggungan dengan moral yang buruk, sehingga tidak pantas sama
sekali untuk dicontoh.
5. Korupsi
Masalah sosial di Indonesia yang saat ini sedang marak terjadi adalah kasus
korupsi. Tindakan seperti ini banyak merugikan masyarakat, bahkan secara nyata
membuat masyarakat hidup dalam kemikisnan. Oleh karenanya, korupsi haruslah
diperangi oleh masyarakat, mahasiswa, atau oleh pelajar itu sendiri sebagai upaya
menciptakan kestabilan negara.
6. Menghormati Tetangga yang Berbeda Agama
Menghormati tetangga yang memiliki perbedaan agama maupun keyakinan
merupakan salah satu nilai moral yang harus dijunjung tinggi. Menghargai dan

26
menghormati tetangga yang memiliki perbedaan keyakinan akan membuat hidup
menjadi semakin tenteram, damai, dan harmonis. Menghormati tetangga yang
berbeda keyakinan dapat mencegah perselisihan. Bukan hanya itu saja, menghargai
perbedaan agama juga dapat mendapatkan pahala. Toleransi dalam agama apa pun
merupakan perbuatan yang sangat terpuji dan sulit untuk dilakukan.
7. Menjenguk Tetangga yang Sakit
Menjenguk tetangga yang sakit menjadi contoh lain perilaku moral yang
baik. Tindakan itu bisa menumbuhkan rasa peduli di dalam diri seseorang. Tidak
hanya itu saja, perilaku ini akan semakin terpuji apabila tetangga tersebut memiliki
keyakinan agama yang berbeda. Secara bersamaan, kalian telah menjunjung tinggi
nilai toleransi beserta nilai kepedulian.
8. Menaati Peraturan yang Diberlakukan dalam Lingkungan Masyarakat Setempat
Menaati peraturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat setempat
juga termasuk cerminan dari nilai moral, misalnya ikut melaksanakan kerja bakti
setiap akhir pekan. Selain itu, ikut serta dalam rapat Rukun Tetangga (RT) juga
termasuk ke dalam bentuk ketaatan sebagai warga di lingkungan tempat tinggal.
9. Jujur
Jujur menyiratkan sebagai konsisten, segala hal yang dikomunikasikan
sesuai dengan realitas. Watak yang sah atau wajar akan menumbuhkan kepercayaan
orang lain kepada kita. Jujur atau kejujuran mengacu kepada aspek karakter, moral,
serta berkonotasi atribut positif dan berbudi luhur seperti integritas, kejujuran, dan
keterusterangan, termasuk keterusterangan kepada perilaku. Kejujuran tidak
diiringi oleh penipuan maupun kebohongan. Selain itu, perilaku ini juga dapat
diartikan dapat dipercaya, adil, setia, dan ketulusan. Kejujuran dijunjung tinggi oleh
masyarakat dengan berbagai etnis dan agama.
10. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab berarti bersedia melakukan sesuatu yang harus
dilakukan dan dapat diharapkan. Perilaku tanggung jawab merupakan definisi
mendasar dalam pemahaman manusia sebagai makhluk sosial maupun tingkat
akhlak yang dimliki.
Berkaitan dengan tanggung jawab, seseorang seharusnya memiliki landasan
pendapatnya dengan mengamini fakta jika manusia membutuhkan orang lain dalam

27
relasi yang sempit. Tindakan ini demi menciptakan norma-norma sosial yang
dirasakannya dalam menunjang keberadaan dirinya.

Perilaku tersebut lantas mengembang tidak hanya dalam tataran individu,


melainkan selalu bersinggungan dengan relasinya dalam bermasyarakat, sehingga
bisa terwujud sistem hukum maupun hukum pidana. Seseorang yang terhubung
dengan pihak-pihak lain tidak bisa lepas dari rasa tanggung jawab yang melekat
dalam dirinnya

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep dasar moral merujuk pada seperangkat nilai dan prinsip yang dianggap
penting dan menjadi pedoman dalam berperilaku. Berikut ini beberapa elemen yang
menjadi bagian dari konsep dasar moral:
1. Nilai Moral: Nilai moral adalah standar atau prinsip yang dianggap baik dan
benar oleh masyarakat dan menjadi pedoman dalam berperilaku. Nilai moral bisa
berbeda-beda tergantung pada budaya dan masyarakat tempat individu tersebut
tinggal.
2. Perilaku Moral: Perilaku moral adalah tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai
moral yang dianut oleh masyarakat. Perilaku moral mencakup berbagai aspek,
seperti menghargai hak orang lain, bersikap jujur, bertanggung jawab, dan lain-lain.
3. Pertimbangan Moral: Pertimbangan moral adalah proses berpikir dan
mempertimbangkan tentang apa yang baik dan benar sebelum melakukan suatu
tindakan. Pertimbangan moral sangat penting untuk membuat keputusan yang
sesuai dengan nilai-nilai moral.
4. Pendidikan Moral: Pendidikan moral adalah proses pembelajaran dan
pengembangan nilai-nilai moral pada individu. Pendidikan moral bisa dilakukan
melalui berbagai cara, seperti pendidikan formal di sekolah, pendidikan nonformal,
dan pendidikan informal di rumah atau masyarakat.
5. Perkembangan Moral: Perkembangan moral adalah proses perubahan dan
pertumbuhan nilai-nilai moral pada individu seiring dengan berjalannya waktu.
Perkembangan moral dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman hidup,
pendidikan, lingkungan sosial, dan lain-lain.
Moral sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat membentuk
kepribadian yang baik, menjaga keharmonisan hubungan sosial, dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat.

29
B. Saran
Konsep dasar moral mengacu pada prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang
membimbing perilaku individu dan interaksi sosial dalam suatu masyarakat. Ini meliputi
ide-ide tentang apa yang benar dan salah, adil dan tidak adil, baik dan buruk. Konsep
dasar moral sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya, agama, dan filosofi.
Maka dari itu penting untuk lebih mengenal dan mendapatkan sumber sebanyak-
banyaknya dalam literatur yang akan digunakan guna lebih mengenal lebih dalam
mengenai konsep dasar moral yang akan diadaptasi. Selain itu, perlunya merumuskan
rekomendasi atau pedoman untuk lebih memperdalam dalam mengadaptasi konsep moral
secara etis dan efektif.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. (2017). Agama dan psikoanalisa Sigmund Freud. Religia, 14 (2), 145
318. DOI: 10.28918/religia.v14i2.92.

Kohlberg, Lawrence. "The Philosophy of Moral Development: Moral Stages and


the Idea of Justice." Harper & Row, 1981.

Novarita,. Rosmilani,. Agnes,. Jome’, Irmania,. & Tikadang, Eta’. (2023). Analisis
pelaksanaan teori progresivisme john dewey dalam pembelajaran
pendidikan agama kristen. Jurnal Pendidikan dan Keguruan, 6, 529-540.

Hasanah, Enung. (2019). Perkembangan moral siswa sekolah dasar berdasarkan


teori kohlberg. Jurnal Psikologi Indonesia, 6.

Abadi, Totok Wahyu. (2016). Aksiologo: Antara Etika, Moral, dan Estetika. Jurnal
Ilmu Komunikasi, 4, 187-204.

Rani, Febrina Hertika. Ardha, Dea Justicia. Marlina, Heni. (2022). Memahami
Hubungan Teori Psikoanalisis dan Teori Pengembangan Moral terhadap
Terjadinya Suatu Kejahatan di Masyarakat. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 22, 1021-1026.

Gramedia.com. 2021. 10 Contoh Nilai Moral dalam Kehidupan Sehari-Hari.


Diakses pada 9 Maret 2024, dari https://www.gramedia.com/literasi/contoh
nilai-moral/

31

Anda mungkin juga menyukai