Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. DILA NURMAIZURA
2. LALU MUHAMMAD ZIA’UL HAQ
3. M. RIKI LILHAMDI
4. MAUIZATUN HASANAH

PROGRAM STUDI PPKN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 19 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………........ii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...................................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.1 Pengertian Akhlak, Moral, Etika filosofis...........................................................................3
2.2 Bagaimana indikator manusia dalam berakhlak, moral dan etika.......................................5
2. 3 Bagaimana akulasi akhlak, moral, dan etika dalam kehidupan manuisa
BAB III. PENUTUP.....................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan
syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.Kepercayaan yang
hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai
formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab
saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang
menetukan corak hidup manusia.Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan.Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah
jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan
tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat
atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk.Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia
bisa melakukan.Itulah hal yang khusus manusiawi.Dalam dunia hewan tidak ada hal yang
baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri,
hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya
itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan.Sehingga sebagai subjek yang
mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian Akhlak, Moral, Etika filosofis
2. Bagaimana indikator manusia dalam berakhlak, moral dan etika
3. Bagaimana aktualisasi akhlak, moral dan etika dalam kehidupan manusia
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan pengertian Akhlak, Moral, Etika filosofis.
2. Untuk menjelaskan Bagaimana indikator manusia dalam berakhlak, moral dan etika
3. Untuk menganalisis Bagaimana aktualisasi akhlak, moral dan etika dalam kehidupan
manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jelaskan pengertian Akhlak, Moral, Etika filosofis

Konsep Etika, Moral, dan Akhlak

1. Etika

a. Pengertian Etika

Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran
baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang
menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia,
dan alam.

Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak kesusilaan atau
adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-
azaz akhlak (moral).Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan
upaya menentukan tingkah laku manusia.

Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama’ etika adalah ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan manjadi dua: obyektivisme dan
subyektivisme.

1) Obyektivisme

Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif, terletak pada substansi
tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika.
Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau
karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme
universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu.
2) Subyektivisme

Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan kehendak atau
pertimbangan subyek tertentu.Subyek disini bisa saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu
masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan.

b. Macam-Macam Etika

1) Etika deskriptif

Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia
terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.

2) Etika Normatif

Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus
bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang menuntun tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari hari.

Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika dan
etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus
dilakukan.Sementa etika sendiri menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak.Etiket
juga terbatas pada pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada hadir tidaknya
orang lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama antara satu orang dengan orang
lain. Sementa itu etika bernilaiabsolute atau tidak tergantung dengan apapun.Etiket
memandang manusia dipandang dari segi lahiriah.Sementara itu etika manusia secara utuh.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan
baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal manusia.

2. Moral

a. Pengertian Moral

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos
yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral
adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan)
baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu
dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang
sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan
posisinya apakah baik atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan
moral memiliki perbedaan.Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio,
sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan
berkembang dan berlangsung di masyarakat.Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran
filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan
muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.

Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku
manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.

3. Perbedaan Antara Etika dan Moral

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.
Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian system nilai yang ada.

Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut
conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad.
Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:

a. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.

b. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan
yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat
diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat
bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.

c. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.


Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih
mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran
moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu
perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

4. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan
linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid
af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak
dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).

Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas,
sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak.Berkenaan dengan ini, maka
timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau
isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang
sudah demikian adanya.

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai
pendapat para pakar di bidang ini.Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya
dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat
mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul
Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham
yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
HUBUNAGN ETIKA FILOSOFIS DAN AGAMA

Hubungan etika dan agama akan membuat keseimbangan, di mana agama bisa membantu
etika untuk tidak bertindak hanya berdasarkan racio dan melupakan kepekaan rasa dalam diri
manusia, pun etika dapat membantu agama untuk melihat secara kritis dan rasional tindakan
–tindakan moral. Bahwa kepelbagaian agama adalah salah satu hal yang membuat kita juga
menjadi sadar betapa pentingnya etika dalam kehidupan manusia. Tidak dapat kita bayangkan
bagaimana kehidupan manusia yang berbeda agama tanpa etika di dalamnya. Kebenaran
mungkin justru akan menjadi sangat relatif, karena kebenaran moral hanya akan diukur dalam
pandangan agama kita. Diluar agama kita maka tidak ada kebenaran. Etika dapat dikatakan
telah menjadi jembatan untuk mencoba menghubungkan dan mendialogkan antara agama-
agama.

Kita dapat mengatakan bahwa etika, secara filosofis menjadi hal yang sangat penting dalam
kehidupan agama-agama, khusunya bagi negara-negara yang majemuk seperti Indonesia.
Etika secara rasional membantu kita mampu untuk memahami dan secara kritis melihat
tindakan moral agama tertentu. Kita tidak mungkin menggunakan doktrin agama kita untuk
melihat dan menganalisis agama tertentu. Sebuah pertanyaan menarik akan muncul, jika
sekiranya agama hanya satu apakah dengan demikian etika tidak lagi dibutuhkan? Karena
agama tersebut akan menjadi moral yang mutlak dalam kehidupan manusia. Kalau kita tetap
memahami bahwa etika hadir untuk secara rasional membantu manusia memahami tindakan
moral yang dibuatnya, maka tentu etika tetap menjadi penting dalam kehidupan manusia.
Karena etika tidak akan terikat pada apakah agama ada atau tidak etika akan tetap ada dalam
hidup manusia selama manusia masih menggunakan akal sehatnya dan racionya dalam
kehidupannya. Sekalipun manusia menjadi ateis, etika tetaplah dibutuhkan oleh mereka yang
tidak mengenal agama.
Etika, moral, dan akhlak merupakan suatu unsur yang penting dalam kehidupan
sehari-hari di masa modern seperti saat ini, sayangnya seiring berkembangnya
zaman nilai-nilai tersebut mulai luntur di masyarakat. Kurangnya pengetahuan tentang etika,
moral, dan akhlak merupakan salah satu penyebab utama mengapa lunturnya unsur-unrus
tersebut di masyarakat.Di samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, kita
melihat pula arus kemunduran Etika, Moral, dan Akhlak yang melanda di kalangan sebagian
pemuda pemudi Indonesia. Dalam berbagai surat kabar banyak kita jumpai beritatentang
perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minum minuman
keras, penjambretan yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasantahun,
meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan remaja putri, dan sebagainya. Oleh
karena itu untuk memperbaiki kerusakan sikap pemuda pemudi Indonesia
seharusnya kita sebagai generasi milenial mulai menghidupkan kembali kehidupan
bermasyarakat yang beretika, bermoral, dan berakhlak. Serta sebagaipemuda di era
globalisasi kita sepatutnya lebih memperdalam wawasan kita tentangEtika, Moral, dan
Akhlak dan merealisasikan di kehidupan bermasyarakat agarterciptanya persatuan
dan kesatuan di antara masyarakat sehingga menciptakannegara yang aman dan
damai.

2.1 Bagaimana indikator manusia dalam berakhlak, moral dan etika


Indokator manusia beragama,bermoral dan beretika itu seperti tertanamya iman di dalam hati
manusia yang teraplisasikan dengan adanya takwa dalam berprilaku. Sebaliknya, manusia
yang tidak beragama yang munafik dala hatinya, karna memiliki sikap bermuka dua yang
bertolak belakang antara hati dan perbuatan manusia.
Adapun indikator manusia beragama, bermoral dan beretika yaitu :
 Tidak menyakiti orang lain
 Berbuat kebaikan
 Bener dan jujur dalam ucapan dan perbuatan
 Tidak banyak bicara tapi banyak bertindak
 Penyabar
 Bijaksana
 Hati-hati dalam bertidak ( dan sebagainya )

a. Definisi Indikator Manusia Berakhlak


Indikator manusia berakhlak ( husn al khuluq ) adalah tertanamnya iman dalam hati
dan teraplikasikannya takwa dalam perilaku. Sebaliknya, manusia yang
tidak berakhlak (su’al
-khuluq) adalah manusia yang ada nifaq (kemunafikan) di dalam hatinya. Nifaq
adalah sikap mendua terhadap Allah. Tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan.
Taat akan perintah Allah dan tidak mengikuti keinginan hawa nafsu dapat
menyilaukan hati. Sebaliknya, melakukan dosa dan maksiat dapat menghitamkan hati.
Barangsiapa melakukan dosa hitamlah hatinya. Barang siapa melakukan dosa tetapi
menghapusnya dengan kebaikan tidak akan gelaplah hatinya, hanya saja cahaya itu
berkurang. Ahli Tasawuf mengemukakan bahwa indikator manusia berakhlak, antara
lain adalah memiliki budaya malu dalam interaksi dengan sesamanya, tidak menyakiti
orang lain, banyak kebaikannya, benar dan jujur dalam ucapannya, tidak banyak
bicara tetapi banyak berbuat, penyabar, tenang, hatinya selalu bersama Allah, suka
berterima kasih, rida terhadap ketentuan Allah, bijaksana, hati-hati dalam bertindak,
disenangi teman dan lawan, tidak pendendam, tidak suka mengadu domba, sedikit
makan dan tidur, tidak pelit dan hasad, cinta karena Allah dan benci karena Allah Jika
akhlak dipahami sebagai pandangan hidup, manusia yang menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajibannya dalam hubungannya dengan Allah, sesama makhluk dan
alam semesta.
Manusia sebagai makhluk sosial yang bermoral Pada hakikatnya manusia adalah
makhluk sosial. Artinya, manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri
dan membutuhkan bantuan orang lain. Hal tersebut dikarenakan setiap manusia
memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga harus melakukan
kerja sama dengan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial (homo socialis) yang
bermoral berarti bahwa manusia merupakan makhluk bermasyarakat yang wajib
untuk mematuhi nilai-nilai, norma, dan juga budaya, serta dapat menjunjung tinggi
kerja sama. Dengan demikian, manusia pada hakikatnya senang untuk bekerja sama
dengan manusia yang lainnya.

Ciri manusia sebagai makhluk sosial yang bermoral Adapun ciri-ciri manusia sebagai
makhluk sosial yang bermoral, sebagai berikut: Berusaha untuk melaksanakan
pengendalian diri atau inhibisi. Sebagai contoh, yaitu: Tidak bermain pada waktu jam
pelajaran sedang berlangsung Memperhatikan guru pada saat menjelaskan Datang ke
sekolah tepat pada waktunya Berusaha menjalankan serta senang bekerja sama dan
saling tolong-menolong dengan sesama anggota masyarakat. Sebagai contoh adalah:
Menjaga kebersihan di lingkungan mana pun Melakukan kegiatan belajar kelompok
serta kerja bakti di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah Mengumpulkan
bantuan untuk para korban bencana alam.

Etika Filosofis
Secara harfiah etika filosofis dapat dianggap sebagai etika berasal dari aktivitas
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, etika
sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.

Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dipisahkan dari
filsafat. Oleh karena itu, jika Anda ingin tahu unsur-unsur etika maka kita harus
bertanya juga tentang unsur-unsur filsafat. Berikut ini menjelaskan dua sifat etika:

Filsafat non-empiris diklasifikasikan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu pengetahuan


empiris adalah ilmu berdasarkan fakta atau beton. Tapi filosofi ini tidak terjadi,
filosofi mencoba untuk melampaui beton seakan bertanya apa yang ada di balik gejala
beton.
Cabang filsafat praktis untuk berbicara tentang sesuatu “ada”. Misalnya, filsafat hukum
mempelajari apa itu hukum. Tetapi etika tidak terbatas pada itu, tapi bertanya tentang “apa
yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat praktis karena
langsung berhubungan dengan apa yang harus dan tidak harus menjadi manusia. Tapi ingat
bahwa etika tidak praktis dalam arti menyajikan resep siap pakai.

4. Bagaimana aktualisasi akhlak, moral dan etika dalam kehidupan manusia.


Aktualisasi Akhlak Dalam Kehidupan

Dalam agama Islam, akhlak menempati posisi yang sangat sakral dan sangat penting.
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat sekitar 1.500 ayat mengenai macam macam akhlak.
Dua setengah kali lebih banyak daripada ayat mengenai hukum yang baik entah itu
berdasarkan teori atau praktiknya. Belum lagi yang terdapat pada hadits Nabi, yang
memberikan banyak sekali contoh penerapan baik melalui ucapan maupun perbuatan,
etika luhur serta dalam segala aspek kehidupan. Aktualisasi akhlak dalam kehidupan
bukanlah sebuah moralitas yang bersyarat dan konteks, tetapi moralitas yang benar
memiliki nilai mutlak. Entah itu nilai baik dan buruk, nilai terpuji serta nilai tercela
berlaku dalam semua aspek kehidupan.
Berdasarkan buku yang saya baca mengenai Akhlak dan Perilaku, Secara penjelasan
mengenai asal usul katanya, akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk
jamak dari khuluqun yang berarti budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari
kata khalaqa yang berarti menciptakan, membuat, atau menjadikan dan seakar dengan
kata Khaliq yang berarti Pencipta serta makhluq yang berarti diciptakan atau
dibentuk. Kesamaan akar kata di atas menggambarkan sebuah penjelasan bahwa
dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak sang
Khaliq (Tuhan yang maha esa) dengan perilaku makhluq (manusia).

Tata krama dan perilaku seseorang terhadap orang lain dengan keadaan lingkungan
sekitarnya barulah mengandung nilai akhlak yang sebenarnya, Ketika tindakan atau
perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq. Mengapa demikian? Karena
Akhlak semata mata bukan saja merupakan sebuah bentuk tata krama atau norma
perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, akan tetapi juga sebuah
bentuk norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, bahkan
hubungan dengan alam semesta sekalipun.
Umumnya, pada aktualisasi akhlak (hak dan kewjiban) seorang hamba kepada
Tuhannya terlihat dari beberapa hal seperti pemahaman, perilaku, sikap, serta gaya
hidup yang dipenuhi dengan adanya kesadaran nilai tauhid kepada Allah SWT. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai macam bentuk perbuatan amal baik,
ketaqwaan, ketaatan dan menjalankan ibadah kepada Allah SWT secara ikhlas. Oleh
karena itu, terdapat berbagai macam bentuk aktualisasi akhlak dalam kehidupan,
antara lain adalah sebagai berikut :
1.) Akhlak Kepada Allah SWT

Menurut buku yang ditulis oleh Yazid Bin Abdul Qaddir mengenai Akhlak kepada
Allah SWT, terdapat minimal 4 alasan mengapa manusia harus berakhlak kepada
tuhannya, yakni Allah SWT. Yang pertama adalah, karena Allah SWT lah yang telah
menciptakan serta menghidupkan manusia (berdasarkan Q.S At-Thariq ayat 4-7).
Lalu yang kedua, karena Allah SWT telah memberikan banyak sekali bentuk nikmat
pancaindra, mulai dari penglihatan, pendengaran, akal dan pikiran, serta hati nurani
didalam anggota tubuh yang sempurna kepada manusia. Lalu yang ketiga, karena
Allah SWT telah menyediakan segala macam sarana dan bahan yang diperlukan
untuk menunjang kehidupan manusia, seperti contohnya adalah bahan makanan dan
minuman yang berasal dari hewan hewan ternak, tumbuhan yang dapat dikonsumsi,
air, udara, dan masih banyak lagi (berdasarkan Q.S. Al- Jatsiyah ayat 12- 13). Lalu
yang keempat, Karena Allah SWT lah yang telah memberikan kemuliaan bagi
manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai seluruh penjuru dunia mulai
dari daratan hingga lautan (berdasarkan Q.S. Al-Isra ayat 70).
2.) Akhlak Kepada Rasulullah SAW

Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir dalam Islam, suka dukanya
dalam menyebarluaskan agama Islam sangatlah banyak. Berakhlak kepada Rasulullah
SAW pada dasarnya adalah sejauh mana seorang manusia mau mengikuti ajaran dan
tuntunan beliau sebagaimana yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Semakin manusia mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dengan bentuk
mengikuti perintah dan menjauhi segala larangannya, berarti semakin kuat pula bukti
bahwa manusia berakhlak kepada Rasulullah. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh
manusia dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, berarti semakin jauh lah Ia dari tuntunan
Rasulullah, yang berarti semakin tidak berakhlak kepada Rasulullah.
1.) Meyakini akan kebenaran segala sesuatu ataupun apa yang telah disampaikannya.

2.) Mencintainya serta mengikuti jejak langkah keimanannya.

3.) Mengikuti segala bentuk syariat dan pedomannya.

4.) Melakukan shalawat nabi kepada Rasulullah SAW di setiap waktu senggang.

5.) Mewarisi risalah risalah rasulullah dan segala bentuk perkataannya sesuai dengan
hadits.

3.) Akhlak Kepada Sesama Manusia

Selain berakhlak kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, seorang manusia juga
diperintahkan untuk berakhlak terhadap sesama manusia itu sendiri. Bentuk bentuk
aktualisasi akhlak terhadap sesame manusia antara lain adalah sebagai berikut :
1. Akhlak kepada diri sendiri, bentuk aktualisasi akhlak kepada diri sendiri adalah
mengenai bagaimana seseorang berperilaku dan bersikap yang terbaik terhadap
dirinya sendiri terlebih dahulu, karena dari situlah seseorang akan dapat menentukan
arah perilaku dan sikapnya yang terbaik kepada orang lain, sebagaimana yang sudah
diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa mulailah segala sesuatu itu dimulai
dari diri sendri. Begitu juga ayat dalam Al-Qur’an, yang telah memerintahkan umat
manusia untuk senantiasa memperhatikan diri terlebih dahulu baru memperhatikan
orang lain, “Hai orang-orang yang berima, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
siksaan api neraka”, (Q.S. At-Tahrim ayat 6).
2. Akhlak dalam keluarga, bentuk aktualisasi akhlak dalam keluarga sendiri
merupakan akhlak yang pada dasarnya terbagi menjadi dua bentuk perilaku. Pertama,
akhlak kepada orang tua. Serta yang kedua, akhlak kepada anak sebagai seorang yang
dilahirkan dari orang tua yang merupakan darah daging orang tua itu sendiri. Oleh
karena itu, akhlak kepada keluarga sendiri pun juga merupakan sebuah hal yang
penting untuk diaktualisasikan.3. Akhlak kepada orang lain, baik itu akhlak kepada
tetangga, akhlak kepada orang lain yang berbeda agama, akhlak pemerintah kepada
rakyatnya, maupun akhlak rakyat kepada pemimpinnya.

Semoga dengan cara-cara serta penjelasan yang saya lampirkan, akan bermanfaat
untuk kita khususnya sebagai seorang muslim untuk senantiasa berada di ajaran islam
yang sesuai dengan perintah Allah dan nabi-nabinya khususnya baginda Nabi
Muhammad SAW. Serta, kita juga dapat senantiasa untuk mengaktualisasikan
berbagai macam bentuk akhlak yang mulia di dalam kehidupan kita.

Anda mungkin juga menyukai