Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR SOSIAL

Yang Diampu Oleh Rosita Fitrah Dewi, S.Pd., M.Si

Disusun Oleh Kelompok III :


1. Almira Hazariyah ( T20178003)
2. Halimatul Nadiyah ( T20178008)
3. Lu’luk afifah (T20178022)
4. Linda Rahmawati (T20178024)
5. Izzatus Soleha (T20178027)
6. Ainun Husnah (T20178042)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM TADRIS BIOLOGI DAN ILMU KEGURUAN
OKTOBER 2018
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah akhirnya makalah yang berjudul Teori Belajar Social dapat
diselesaikan tepat waktu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh
Ibu, Rosita Fitrah Dewi, S.Pd., M.Si Kami menyampaikan terimakasih kepada semua
pihak atas partisipasi terselesaikannya makalah ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 30 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar......................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang......................................................................1


1.2. Rumusan Masalah................................................................1
1.3. Tujuan ...................................................................................1

BAB 11 PEMBAHASAN
2.1. Teori Revolusi Sosiokultural

.................................................................................................................2

2.2. Teori Psikologi Humanistik


......................................................................................................3

2.3. Teori Pembelajaran Humanistik Menurut Vigostsky

......................................................................................................5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................8

DAFTAR PUSTAKA............................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Belajar merupakan suatu kegiatan berproses yang sangat berfundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis jenjang pendidikan. Berhasil atau tidaknya tujuan
pendidikan sangat bergantung pada proses pembelajaran oleh siswa , ketika ada
disekolah ataupun dilingkungan sekitar. Oleh karena itu, dalam proses belajar harus
diperlukan para pendidik khusus seperti guru agar tidak terjadi kekeliruan ataupun
ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran yang dialami oleh siswa tersebut. Sehingga mereka lebih mudah dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun teori-teori yang dapat digunakan oleh pendidik dalam suatu proses
belajar. Salah satu contoh yang diterapkan oleh pendidik merupakan Teori Belajar
Social. Teori belajar social ini dikenalkan oleh Albert Mandura yang mana, konsep
teori-teori ini menekankan pada teori kognitif dari pikiran pemahaman dan evaluasi.
Albert mengemukakan bahwa teori pembelajaran social membahas tentang bagaimana
perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (Reinforcement) dan
Obeservational Learning, Cara pandang dan cara piker yang kita miliki terhadap suatu
informasi, begitu pula sebaliknya, Bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan
dan menciptakan penguat (Reinforcement) dan Observational Oppurtunity.
Teori belajar social menekankan pada Obeservational Learning sebagai proses
pembelajarannya yang mana, bentuk pembelajarannya adalah seorang mempelajari
perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan
kepada orang lain. Maka dari itu penyusun mengangkat judul Teori Belajar Sosial.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan teori revolusi-sosiokultural yang dikemukakan oleh
Piaget ?
b. Bagaimana cara menerapkan teori pembelajaran humanistik dalam pembelajaran ?
c. Bagaimana teori pembelajaran humanistik menurut Vygotsky ?
1.3. Tujuan
a. Mampu menjelaskan teori belajar revolusi-sosiokultural yang dikemukakan oleh
Piaget.
b. Mampu menerapkan teori pembelajaran humanistik dalam pembelajaran.
c. Mampu menjelaskan teori pembelajaran humanistik oleh Vygotsky.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Revolusi Sosiokultural
Teori revolusi sosiokultural merupakan suatu konsep yang menepatkan budaya
(kultur) menjadi bagian yang tidak bias terpisahkan dalam proses pembelajaran. Teori
ini berbeda dengan teori yang sebelumnya seperti teori belajar disiplin mental, teori
belajar behavioristik, teori belajar kognitif, dan teori belajar humanistik. Teori revolusi
sosio-kultural tidak dijabarkan secara eksplisit.
Definisi teori revolusi sosio-kultural oleh para ahli dirumuskan dalam bentuk
pendekatan-pendekatan teori belajar yang lain, yakni melalui teori belajar
konstruktivisme, teori belajar ko-konstruktivisme, dan teori belajar kognitivistik
social. Teori revolusi sosio-kultural sering hanya disebut dengan teori belajar sosio
cultural atau banyak disebut juga teori belajar kultural.
Lahirnya teori ini merupakan kritikan dari teori-teori sebelumnya para ahli
berpendapat bahwa teori belajar yang telah ada mengesampingkan atau mengabaikan
aspek bahwa manusia sebagai makhluk individu dan social telah terlepas dari
lingkungan sosialnya dalam proses belajar yang telah dialami dan dilakukan.
Lingkungan merupakan bahan belajar yang mampu membentuk dan merubah perilaku
pembelajar. Oleh karena itu, teori ini menyebutkan belajar adalah proses integrasi
antara individu dengan lingkungan. Definisi lingkungan dalam hal ini meliputi
beberapa aspek yakni interaksi antara individu, pola hubungan kelompok, kebudayaan,
psikologi social, dan sebagainya.
Teori memandang setiap siswa yang melakukan proses pembelajaran tidak dalam
keadaan kosong realitas. Melainkan mereka sudah memiliki pengalaman-pengalaman
unik terhadap interaksi social kulturalnya yang dapat menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapinya. Hasil proses belajar teori ini dapat dilihat dari perubahan pontensi.
Konteks sosio-kultural dapat menyajikan sejumlah pengetahuan, keterampilan, nilai-
nilai, dan pengalaman hidup yang beragam sehingga anak akan memiliki sejumlah
preferency dalam membangun kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri atau secara
bersama-sama dengan orang lain. Pengalaman social dan kultural akan menjadi
pengisi perspektif kehidupan anak dalam berbagai aspek potensi perkembangannya
mencakup cara berbahasa dan cara berpikir.1

1
Penekanan pada aspek kebudayaa masyarakat dalam teori belajar revolusi sosio
kulitural memiliki alasan yang kuat. Kebudayaan sebagai hasil pola hubungan dan
interaksi masyarakat yang telah disepakati, dianut, dijalankan, dipertahankan, dan
berlangsung secara kontinyu, oleh kelompok masyarakat terentu, memiliki pengaruh
signifikan terhadap corak pendidikan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan
pendidikan. Sehubungan dengan itu ada beberapa tokoh yag memiliki padangan
berhubungan dengan teori revolusi sosio kultural, yaitu Piaget dan Vygotsky.
Piaget menyatakan bahwa anak-anak yang ingin mengetahui dan mengkonstruksi
pengetahuan tentang objek di dunia, mereka mengalami dan melakukan tindakan
tentang objek yang diketahuinya dan mengkonstruksi objek itu berdasarkan
pemahaman mereka. Karena pengertian mereka terhadap objek itu dapat mengatur
realitas dan tindaka mereka. Menurut Budiningsih (2012) pendekatan ini cenderung
lebih mementingkan interaksi antar siswa dengan kelompoknya. Perkembangan
kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya dan
dengan orang-orang yang lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori Piaget ini jika
diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan
tuntutan revolusi-sosiokultural yang telah berkembang akhir-akhir ini.2

B. Teori Psikologi Humanistik


Teori belajar humnistik memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
dirinya sendiri, oleh faktor internal dirinya dan faktor internal dirinya dan bukan
pengetahuan ataupun kondisi lingkunganya.
William C. Crain menyebut faham ini dengan istilah preformasinisme yaitu
suatu faham yang menyakini bahwa perkembangan manusia sudah ditentukan oleh suatu
zat yang ada dalam plasma sel sejak masa konsepsi. Menurut teori belajar humanistic,
aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Ia mampu mengembangkan
potensi dan merasa dirinya utuh, bermakna dan berfungsi .

Pada dasarnya, kata humanistic merupakan salah satu istilah yang mempunyai
banyak makna, sesuai dengan konteksnya. Kata humanistic dalam psikologi, akhirnya
disebut psikologi humanistic, yang muncul pada tahun 1930-an di Amerika.

Pada dasar, perkembangan psikologi humanistic bermula dari ajaran Santo


Thomas Aquinas, tentang adanya kemauan bebas manusia dan tanggung jawab atas
tindakan mereke. Focus utama psikologi humanistic dalam bidang pendidikan yaitu
mengembangkan aspek individu secara totalitas, baik fisik, intelektual, emosional maupun

2
Husamah, Yuni Pantiwati, Arina Restian, Puji Sumarsno.2018. Belajar dan Pembelajaran. Malang. UMM
Press. Hlm 105-106
social serta bagaimana seluruh aspek tersebut berinteraksi untuk mempengaruhi belajar
serta motivasi belajar siswa dalam mengaktualisasikan diri. Psikologi humanistic juga
memandang bahwa pada dasarnya manusia sangat berbeda dengan binatang, hal ini
disebabkan kebanyakan para tokoh psikologi khususnya behavioristik banyak exsperimen
terhadap binatang.

Tokoh-tokoh yang menggagas pertama kali pendidikan humanistic dengan nilai-


nilai kemanusiaan adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Rousseau merupakan
seorang filosof moral, dan pernah ditahan oleh gereja karena idenya secara filosof
dianggap controversial yang berbunyi “Man is good by nature and must discover that
nature and follow it” artinya adalah manusia pada hakekatnya lebih baik, oleh karena itu
hakekat tersebut harus dikemukakan dan diikuti.

Menurut Withall, perkembangan pendidikan humanistic di Amerika


dikembangkan oleh John Dewey, seorang tokoh gerakan pendidikan progresif tahun 1920-
1930-an. Aliran gerakan pendidikan ini bermula atas cita-cita dan ajaran filsafat John
Dewey. Tokoh lain yang dianggap memberikan pengaruh yang besar dalam dunia
pendidikan sekarang adalah Abraham Malow dan Carl R. Rogers.3

Dalam pendidikan humanistic, ada beberapa hal pokok yang mendasar adalah :

1. Siswa harus memiliki pegangan substansial tentang arah pendidikan yang


dilakukanya, baik dalam hal memilih pelajaran dan tentang cara mempelajarinya.
Menurut Wang dan Stiles (1976) Campbell (1964), hal tersebut akan membuat
siswa menjadi lebih self directed dan self motivated dibandingkan jika mereka
hanya menerima informasi. Penekanan tersebut menunjukkan bahwa, pendidikan
humanistic lebih menekankan pengembangan martabat manusia yang mempunyai
kebebasan dalam memilih.
2. Adanya unsure rasa dan unsure cipta, yang harus diperhatikan dan perlu di
kembangkan dalam proses belajar mengajar, karena kedua unsur tersebut terjadi
secara simultan yakni, ketika siswa berfikir pada saat itu juga mereka merasa.
Selama dalam proses belajar mengajar, seorang guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator atau pembimbing dari pada memberi ilmu pengetahuan kepada anak
didik. Oleh karena itu, seorang pendidik yang humanistik agar tidak menciptakan
jarak social dengan siswanya, melainkan menjadi “siswa senior” yang selalu siap
menjadi narasumber, konsultan dan sebagai juru bicara.
3. Pendidik harus menciptakan lingkungan kelas yang dapat menjamin terjadinya
proses belajar mengajar, sebab salah satu ciri kelas humanistic adalah lingkungan
kelas yang aman dan nyaman, agar siswa merasa yakin bahwa mereka dapat belajar
dan dapat mengerjakan hal-hal positif. Dalam hal ini, ada dua elemen pokok dalam
belajar mengajar yang dapat dijadikan acuan berdasarkan pandangan humanistic
adalah hubungan antara siswa dan guru serta lingkungan kelas.
4. Pendidikan humanistic diharapkan untuk dapat membantu siswa agar mencapai
perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya, sehingga

3
Haryu Islamudin, Psikologi Pendidikan. Jember : STAIN Jember Press. Hal : 133-136.
tujuan humanistic dapat tercapai yaitu tercapainya derajat manusia yang mampu
mengaktualisasikan dirinya ditengah kehidupan masyarakat sesuai potensi yang
dimilikinya.

Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa setiap potensi yang digali dan diasah
akan memunculkan potensi-potensi lain yang melengkapi potensi yang sudah ada. Dengan
kata lain, psikologi humanistic dalam pendidikan yang bermuansa humanistic akan
membantu manusia kearah pribadi yang sempurna dan mampu mencapai aktualisasi
dirinya.

Untuk menciptakan iklim kelas yang memungkinkan terjadinya belajar bermakna


menurut teori belajar humanistic, sebagai berikut :

1. Terimalah peserta didik apa adanya


2. Kenali dan bina minat peserta didik melalui penemuanya terhadap diri sendiri
3. Usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh oleh peserta didik
untuk dapat memilih dan menggunakanya
4. Gunakan pendekatan inquiri-discovery
5. Tekankan pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan peserta didik
mengambil tanggung jawab untuk memenuhi tujuan belajarnya.

Pada intinya teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar behavioristik,


konstruktivitas, ataupun kognitif, asalkan tujuannya untuk memanusiakan, manusia yaitu
untuk mencapai aktualisasi diri ,manusia, maka dapat diidealkan menjadi teori balajar
humanistic.

C. Teori Pembelajaran Humanistik Menurut Vigostsky

Lev Vygostsky adalah seorang Psikolog yang berasal dari Rusia dan hidup pada
masa revolusi Rusia. Vygostsky sangat dikenal sebagai seorang ahli psikologi pendidikan
yang memperkenalkan teori sosial budaya. Teori yang dinyatakan oleh Vygostsky ini
merupakan teori gabungan antara kognitif dengan sosial. Ia melihat bagaimana
pembelajaran itu terjadi dipandang dari sisi sosial. Teorinya ini juga menyatakan bahwa
perkembangan anak-anak bergantung kepada interaksi anak-anak.

Menurut Vygostsky, keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental


berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-
keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi
langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi
sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental
anak-anak menjadi matang. Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri
beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygostsky percaya bahwa anak akan
jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah
mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.4

1. Pandangan-pandangan Vigostsky tentang Belajar

Vigostsky mengungkapkan pentingnya faktor-faktor sosial dalam belajar. Selama


belajar, terdapat saling pengaruh antara bahasa dan tindakan dalam kondisi sosial.
Pandangan Vigostsky yang mengemukakan bahwa belajar itu harus berlangsung dalam
kondisi sosial. Menurut Vigostsky perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam
konteks sosial, yakni di dunia yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan anak
sejak anak itu lahir. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan
memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak belajar sendiri. Kecerdasan
menurut Vigostsky tidak diukur dari apa yang bisa dilakukan anak sendirian, tetapi
kecerdasan dapat diukur dengan lebih baik dengan melihat apa yang dapat dilakukan anak
dengan bantuan yang semestinya (dari orang dewasa).

2. Prinsip Pembelajaran Vigostsky

Berkaitan dengan pembelajaran Vigostsky mengemukakan empat prinsip yaitu:

a. Pembelajaran sosial (social learning)


Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif.
Vygostsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan
orang dewasa atau teman yang lebih cakap.
b. ZPD (zone of proximal development)
Siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD.
Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri,
tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau
temannya (peer). Bantuan atau support dimaksud agar si anak mmapu untuk
mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya
daripada tinkat kognitif si anak.
c. Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticship)

4
Lefudin, Belajar dan pembelajaran (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2017), 134.
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan
intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli,orang dewasa, atau teman
yang lebih pandai.
d. Pembelajaran termediasi (mediated learning)
Vygostsky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi maslalah yang kompleks,
sulit dan realistik. Dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan
masalah siswa.5

Sumbangan penting teori Vygostsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran


sosiokultural. Inti teori Vygostsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal
dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial
pembelajaran. Menurut Vygostsky, fumgsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial
masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygostsky juga yakin bahwa
pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu
berada dalam zone of proxymal development mereka.

3. Kritik terhadap Teori Vygostsky

Teori Vygostsky dikenal dengan teori perkembangan sosiokultural, namun kritik


justru datang dari kaum sosiokulturalis saat ini. Meskipun Vygostsky menyatakan bahwa
perkembangan kognitif dipengaruhi oleh sosial budaya, namun Vygostsky dan Piaget
sama-sama gagal dalam konteks sosial. Pandangan kaum sosiokulturalis saat ini adalah
perkembangan kognitif tertanam atau menyatu dalam konteks sosial dimana individu itu
berada, sehingga pemisahan antara konteks sosial dan perkembangan kognitif merupakan
hal yang mustahil, dengan demikian tidak mungkin dapat memberikan pengaruh.6

5
Husamah dkk, Belajar dan Pembelajaran ( Malang : UMM Press, 2018 ), 88.
6
Sri Wulandari Danoebroto, Teori Belajar Konstruktivistik Piaget dan Vygostsky ( Yogyakarta: Indonesian
Digital Journal of Mmathematics and Education, 2014), 196
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Husamah, Pantiwati yuni, dkk. 2018. Belajar dan pembelajaran. Malang : UMM Press.

Islamudin Haryu. Psikologi Pendidikan. Jember : STAIN Jember Press.

Lefudin . 2017. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : deepublish.

Wulandari Sri Danoebroto. 2014. Teori Belajar Konstruktivistik piaget dan Vygostsky.
Jakarta : Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education.

Anda mungkin juga menyukai