Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori cahaya sebagai gelombang pada awal abad ke-20 merupakan
pandangan dominan dalam pemahaman tentang sifat cahaya dan interaksinya
dengan materi. Cahaya dianggap sebagai gelombang elektromagnetik yang
dapat menjelaskan fenomena optik seperti difraksi dan interferensi. Namun,
munculnya fenomena efek fotolistrik yang tidak dapat dijelaskan dengan
pemahaman ini memicu perdebatan konseptual yang melatarbelakangi
dilakukannya eksperimen efek fotolistrik.
Percobaan efek fotolistrik diarahkan untuk mengatasi ketidaksesuaian
antara teori cahaya sebagai gelombang dan fenomena efek fotolistrik yang
diamati. Eksperimen ini dimotivasi oleh keinginan untuk memahami dengan
lebih mendalam sifat cahaya dan interaksi dengan materi. Pertanyaan
mendasar yang muncul adalah bagaimana cahaya, sebagai gelombang
elektromagnetik, dapat menyebabkan pelepasan elektron dari permukaan
logam.
Dalam upaya menjelaskan efek fotolistrik, Albert Einstein
memperkenalkan konsep bahwa cahaya juga memiliki sifat partikel. Ini
adalah dasar gagasan yang mengarah pada eksperimen efek fotolistrik yang
dilakukan oleh Einstein. Dengan menganggap cahaya sebagai partikel-
partikel diskret yang disebut foton, Einstein mencoba menjelaskan bagaimana
cahaya dapat mentransfer energi diskret ke elektron dalam materi dan
menyebabkan pelepasan elektron dari permukaan logam.
Eksperimen efek fotolistrik bertujuan untuk menguji dan memverifikasi
konsep bahwa cahaya memiliki sifat partikel dan dapat bertindak sebagai
entitas energi diskret yang disebut foton. Eksperimen efek fotolistrik juga
bertujuan untuk penentuan konstanta Planck yang merupakan salah satu
konstanta fundamental dalam fisika. Konstanta Planck, yang dinyatakan
sebagai h, merupakan faktor penghubung antara energi foton dengan
frekuensi cahaya. Dalam konteks efek fotolistrik, eksperimen ini
dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan mengamati hubungan antara
energi foton yang ditransfer dan frekuensi cahaya yang menyebabkan efek
fotolistrik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum?
2. Berapakah nilai konstanta Planck berdasarkan hasil eksperimen?
C. Tujuan Eksperimen
1. Mengamati perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum
2. Menentukan konstanta Planck
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Mahasiswa dapat mengetahui perilkau cahaya sebagai partikel
menurut teori kuantum
b. Mahasiswa mampu menentukan konstanta Planck
2. Manfaat Praktis
Eksperimen efek fotolistrik telah membuka jalan bagi
pengembangan fotodetektor yang digunakan dalam berbagai aplikasi,
seperti kamera digital, sensor cahaya, dan perangkat optoelektronik
lainnya. Fotodetektor mampu mendeteksi cahaya dengan sensitivitas
tinggi berdasarkan efek fotolistrik, di mana cahaya yang jatuh pada
permukaan detektor menyebabkan pelepasan elektron dan menghasilkan
sinyal listrik yang dapat diolah. Hal ini berkontribusi dalam
perkembangan teknologi komunikasi optik, bidang ilmu material, dan
berbagai aplikasi sensor cahaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Efek Fotolistik
Efek fotolistrik adalah suatu gejala terlepasnya elektron frekuensi
foton lebih dari frekuensi logam yang dikenai cahaya (Umma, 2017). Efek
fotolistrik telah diketahui sejak lama, dengan pengamatan awal dilakukan
oleh Hallwach pada tahun 1887. Ia mengamati bahwa pelat yang dilapisi
seng dan bermuatan negatif kehilangan muatannya ketika disinari dengan
sinar ultraviolet (Sutarno, 2017).

Gambar 2.1 Pengamatan eksperimen efek fotolistrik


(Sumber : Ramlan, 1999)
Berlandaskan pada teori fisika klasik, energi foton akan semakin
besar seiring dengan bertambahnya intensitas cahaya (Ramlan, 1999).
Dengan demikian, jika intensitas cahaya yang jatuh pada permukaan bahan
semakin tinggi, maka jumlah elektron yang terlepas juga seharusnya
semakin banyak. Selain itu, teori fisika klasik ini menganggap bahwa
elektron akan terlepas dari pelat ketika intensitas cahaya mencukupi, tanpa
memperhatikan atau memperdulikan frekuensi sinar yang digunakn
(Sutarno, 2017).
Lenard kemudian mengamati efek fotolistrik pada tahun 1902. Ia
menemukan beberapa fakta yang bertentangan dengan penjelasan fisika
klasik. Pertama, kecepatan elektron yang terlepas dari logam tidak
bergantung pada intensitas cahaya, melainkan hanya bergantung pada
frekuensi (atau panjang gelombang) sinar yang digunakan. Kedua, pada
logam tertentu, tidak ada elektron yang terlepas jika frekuensi cahaya yang
digunakan lebih rendah dari suatu nilai tertentu. Hasil eksperimennya juga
menunjukkan bahwa tidak semua panjang gelombang (frekuensi) dapat
menghasilkan pelepasan elektron, bahkan dengan intensitas cahaya yang
tinggi (Sutarno, 2017).

Gambar 2.2 Skema diagram dari peralatan yang digunakan oleh P.


Lenar untuk menunjukkan efek fotolistrik
(Sumber: Fisika Kuantum, 2017:25)
Temuan Lenard ini sangat bertentangan dengan penjelasan fisika
klasik. Fakta-fakta yang diamati jelas berbeda dengan apa yang dijelaskan
oleh teori fisika klasik. Teori kuantisasi energi yang diajukan oleh Planck
memiliki peran penting dalam menjelaskan fenomena fotolistrik. Einstein
kemudian mengembangkan teori tersebut dengan lebih lanjut dan
memberikan interpretasi yang lebih konkret. Pada tahun 1905, Einstein
memperkenalkan teori kuantum cahaya. Menurut Einstein, cahaya yang
dipancarkan memiliki frekuensi ν dan terdiri dari paket-paket gelombang
atau paket energi. Setiap paket gelombang membawa energi yang
dinyatakan sebagai hν, di mana h merupakan konstanta Planck. Cahaya
dapat dianggap terdiri dari foton, yaitu entitas diskret yang membawa
energi. Jumlah foton yang ada dalam satu satuan luas penampang dalam
satu satuan waktu sebanding dengan intensitas cahaya, namun energi foton
tidak tergantung pada intensitas cahaya. Energi foton hanya bergantung
pada frekuensi gelombang cahaya (Sutarno, 2017).
Gambar 2.3 a. Arus sebanding dengan intensitas untuk semua tegangan
penghalang, b. Tegangan penghenti (Vs) bergantung pada frekuensi cahaya
(Sumber: Ramlan, 1999)
B. Frekuensi Ambang dan Potensial Penghenti
Gambar 2.4 menampilkan hasil eksperimen yang menggambarkan
hubungan antara potensial penghenti dan frekuensi cahaya yang digunakan
pada beberapa logam, seperti kalium (K), cesium (Cs), dan tembaga (Cu).
Grafik tersebut menunjukkan bahwa untuk beberapa logam, jika frekuensi
cahaya yang digunakan kurang dari v0, tidak diperlukan potensial
penghenti. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada elektron foto yang
terlepas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa efek fotolistrik terjadi
hanya ketika cahaya dengan frekuensi lebih tinggi dari vo digunakan.
Frekuensi ini kemudian disebut sebagai frekuensi ambang (Nurlina, 2017)

Gambar 2.4 Potensial penghenti (Vs) yang sangat tergantung terhadap


frekuensi cahaya (v) untuk logam Kalium, Cesium, dan Tembaga
(Sumber: Fisika Kuantum, 2017: 26)
Dari Gambar 2.4, ditemukan hubungan antara potensial penghenti (Vs)
dan selisih antara frekuensi cahaya (v) dengan frekuensi ambang (v0),
yaitu:
Vs ~ (v - v0)...........................................................(1)
Hubungan ini dapat diubah menjadi kesetaraan dengan menggunakan
persamaan h/e, di mana e mewakili muatan elektron dan h adalah sebuah
konstanta dengan dimensi energi dikali waktu. Dalam hal ini, persamaan
yang terbentuk adalah :
eVs = hv - hv0........................................................
(2)
Nilai konstanta h ditentukan berdasarkan kemiringan garis pada grafik.
Dimana eksperimen disini menunjukkan bahwa nilai konstanta ini sama
dengan konstanta Planck yang ditemukan dalam fenomena radiasi benda-
hitam (Nurlina, 2017).
C. Fungsi Kerja
Teori fisika kuantum menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi
cahaya, semakin tinggi energi elektron yang dilepaskan (fotoelektron),
tanpa memperhatikan intensitas cahaya. Namun, peningkatan intensitas
cahaya hanya akan meningkatkan jumlah elektron yang dilepaskan (arus
fotolistrik). Einstein mengajukan asumsi bahwa cahaya yang mengenai
materi pemancar dapat dianggap sebagai partikel energi diskret (foton)
dengan energi hν, di mana ν adalah frekuensi cahaya. Jika elektron berada
di bawah permukaan materi pemancar, sebagian energi yang diserap akan
hilang ketika elektron bergerak menuju permukaan. Hal ini dikenal
sebagai "fungsi kerja" (Wo) (Suliyanah, 2019). Jika energi foton melebihi
fungsi kerja, maka elektron akan dilepaskan dengan energi kinetik tertentu.
Einstein mengusulkan teori Planck dan menjelaskan efek fotolistrik dalam
kerangka teori kuantum menggunakan persamaan terkenal yang kemudian
diakui dengan Hadiah Nobel pada tahun 1921:
E=hv=Ek maks +W 0...........................(3)
Dengan Ek ma ks adalah energi kinetik maksimum dari fotoelektron yang
terpancar, sehingga :
Ek ma ks=hv−W 0 ...................................(4)
Dengan h merupakan konstanta Planck dan W 0 merupakan fungsi kerja
pada material bahan (Suliyanah, 2019).
D. Rumusan Hipotesis
1. Berdasarkan teori kuantum, cahaya dapat diperlakukan sebagai
partikel energi diskret yang disebut foton. Dalam konteks ini, perilaku
cahaya sebagai partikel dapat diamati melalui fenomena seperti efek
fotolistrik, di mana foton-foton cahaya menyerap oleh elektron-
elektron dalam bahan pemancar dan menyebabkan terlepasnya
fotoelektron. Perilaku ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa satu
foton energi diserap oleh satu elektron, dan energi foton yang melebihi
fungsi kerja menyebabkan terlepasnya elektron dengan energi kinetik
tertentu.
2. Nilai dari konstanta Planck (h) dapat ditentukan dalam eksperimen
yang melibatkan efek fotolistrik. Dapat dimuali dengan mengukur
hubungan antara potensial penghenti (Vs) dan selisih antara frekuensi
cahaya (v) dengan frekuensi ambang (v0). Dengan memanfaatkan
persamaan eVs = hv - hv0, di mana e adalah muatan elektron, dapat
diestimasikan nilai konstanta Planck berdasarkan kecondongan garis
regresi dari plot data yang diperoleh dari eksperimen tersebut.
Dimana, secara teori nilai dari konstanta Planck adalah
−34
6,62607 ×10 Js .
BAB III
METODE EKSPERIMEN

A. Alat dan Bahan


1. Perangkat pengukuran kontanta Planck 1 set
2. Filter warna 5 buah
3. Lux meter 1 buah
B. Prosedur Kerja
Kegiatan 1. Karakteristik Cahaya Menurut Teori Kuantum
1. Diatur posisi sumber cahaya dari sensor (35 cm).
2. Diatur posisi mode display ke posisi current (µA).
3. Diatur posisi pengali arus atau current multiplier pada x0.01.
4. Diletakkan filter biru pada jendela tabung.
5. Diatur intensitas cahaya (light intensity) sampai arus yang terbaca
pada layar 3,0 µA.
6. Selanjutnya pengatur tegangan (voltage adjustor) diputar hingga arus
menjadi nol. Kemudian mode display dipindahkan ke posisi voltage
(V). dicatat potensial yang terbaca pada posisi tersebut (potensial ini
disebut potensial penghenti Vs).
7. Setelah mendapatkan potensial penghenti, diatur kembali voltage
adjustor ke posisi yang lebih kecil dari potensial penghenti (V<Vs)
(ini disebut potensial penghalang V).
8. Posisi mode display dipindahkan ke posisi current (µA), kemudian
diamati apakah ada arus yang terbaca atau tidak.
9. Diatur kembali mode display ke posisi voltage (V), kemudian voltage
adjustor diputar hingga tegangan kembali sama dengan Vs (V=Vs).
Lalu dikembalikan mode display ke posisi current (µA), dan diamati
apakah ada arus yang terbaca atau tidak.
10. Diatur kembali mode display ke posisi voltage (V), kemudian voltage
adjustor diatur hingga tegangan lebih kecil dari Vs (V>Vs). Lalu
dikembalikan mode display ke posisi current (µA), dan diamati
apakah ada arus yang terbaca atau tidak.
11. Langkah 5-10 diulangi dengan menggunakan 2 nilai intensitas yang
berbeda.
12. Dicatat semua hasil pengamatan pada tabel 4.1
Kegiatan 2. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Potensial Penghenti
1. Filter biru diganti dengan filter merah.
2. Potensial penghalang (V) dipasang pada nilai nol.
3. Intensitas cahaya diatur sampai terbaca arus pada layar berkisaran
seperti pada tabel di bawah ini.
Filter Warna Kuat Arus (µA)
Merah 0,41
Jingga 1,66
Kuning 2,36
Hijau 2,59
Biru 3,00

4. Diukur potensial penghenti pada posisi tersebut dengan menggunakan


cara yang sama pada kegiatan 1.
5. Dilakukan pengukuran untuk setiap filter warna.
6. Dicatat semua hasil pengamatan pada tabel 4.2
C. Prinsip Kerja
Prinsip kerja pada efek fotolistrik yaitu seberkas cahaya
ditembakkan ke sebuah pelat logam K yang potensialnya dibuat lebih
positif terhadap plat A. Ternyata, untuk cahaya dengan frekuensi tertentu,
amperemeter mendeteksi adanya arus listrik. Ini menunjukkan bahwa
elektron-foto yang dipancarkan oleh pelat K mampu mencapai plat A
walaupun plat A memiliki potensial yang lebih negatif daripada pelat K.
Ini juga berarti bahwa ketika terlepas dari pelat K, elektron sudah memiliki
energi kinetik yang cukup besar untuk menembus potensial penghalang
yang dipasang antara pelat K dan A.
Hal ini dapat terjadi apabila memenuhi syarat yakni jika energi
foton melebihi energi ikat elektron maka elektron berkemungkinan untuk
terlepas. Karena energi foton hanya bergantung pada frekuensinya, yaitu
semakin tinggi frekuensinya semakin besar energinya, maka jelaslah
bahwa untuk menghasilkan efek fotolistrik diperlukan cahaya dengan
frekuensi di atas frekuensi ambang. Cacah elektron-foto yang dilepaskan
plat K bergantung pada intensitas cahaya. Tidak ada cara untuk
menentukan berapa kecepatan masing-masing elektron. Dengan demikian,
haruslah dipikirkan bahwa masing-masing elektron-foto memiliki energi
kinetik yang berbeda-beda. Untuk menghentikan gerakan elektron-foto
(ditunjukkan dengan tidak adanya arus fotoelektrik yang melalui
amperemeter atau arus sama dengan nol), diperlukan potensial penghalang
V tertentu. Beda potensial yang mampu menghentikan gerak elektron-foto
tercepat itu disebut potensial penghenti (stopping potential), dilambangi
Vs.
D. Identifikasi Variabel
Kegiatan 1: Karakteristik Cahaya Menurut Teori Kuantum
a. Variabel Kontrol : Jarak sumber cahaya (cm), Filter warna
b. Variabel Manipulasi : Intensitas cahaya
c. Variabel Respon : Potensial penghenti Vs (Volt),
Potensial penghalang V (Volt),
dan Kuat arus (µA).
Kegiatan 2: Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Potensial Penghenti
a. Variabel Terukur : Panjang Gelombang λ (nm) dan Potensial
Penghenti (Vs)
b. Variabel Terhitung : Frekuensi v (Hz)
E. Definisi Operasional Variabel
Kegiatan 1. Karakteristik Cahaya Menurut Teori Kuantum
1. Jarak sumber cahaya merupakan jarak antara posisi sumber cahaya
dengan sensor yang digunakan dalam satuan cm. Pada eksperimen ini
jarak yang digunakan adalah 35 cm.
2. Filter warna merupakan filter dengan 5 warna yang berbeda yakni
merah, jingga, kuning, hijau, biru dengan panjang gelombang yang
berbeda pula.
3. Intensitas cahaya merupakan besarnya daya yang dipancarkan oleh
sumber cahaya atau sinar yang diukur dengan lux meter dan dalam
satuan lux.
4. Potensial penghenti (Vs) merupakan besar beda potensial yang dang
mampu menghentikan gerak elektron-foto yang ditunjukkan dengan
tidak adanya arus fotoelektrik yang terbaca. Satuan dari potensial
penghenti ini adalah volt (V).
5. Potensial Penghalang (V) merupakan besar tegangan yang
menghambat elektron terbebaskan menuju ke plat logam A dengan
satuan volt (V).
6. Kuat Arus merupakan aliran muatan yang mengalir dan terbaca pada
posisi current dimana kuat arus ini membantu kita untuk melihat ada
tidaknya elektron yang bergerak dari anoda ke katoda, kuat arus ini
memiliki satuan µA.
Kegiatan 2. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Potensial Penghenti
1. Panjang Gelombang (λ) merupakan nilai panjang gelombang yang
tertera untuk setiap filter warna yang digunakan dengan satuan nm.
2. Potensial Penghenti (Vs) merupakan besar beda potensial yang dang
mampu menghentikan gerak elektron-foto yang ditunjukkan dengan
tidak adanya arus fotoelektrik yang terbaca. Satuan dari potensial
penghenti ini adalah volt (V).
3. Frekuensi (v) merupakan besar nilai dari tiap filter (cahaya tampak)
hasil perbandingan antara kecepatan cahaya dan panjang gelombang
dalam satuan Hz.
F. Teknik Analisis
Kegiatan 1. Karakteristik Cahaya Menurut Teori Kuantum
1. Menjawab beberapa pertanyaan berkaitan tentang hasil percobaan,
yakni sebagai berikut:
a. Jelaskan pengaruh intensitas cahaya terhadap arus fotoelektrik!
b. Jelaskan pengaruh intensitas cahaya terhadap energikinetik
fotoelektron!
c. Jelaskan percobaan 1 berdasarkan pandangan fisika klasik dan model
kuantum!
Kegiatan 2. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Potensial Penghenti
1. Memplot grafik hubungan antara potensial penghenti dengan
frekuensi. Dengan potensial penghenti (VS) pada sumbu-y dan
frekuensi (v) pada sumbu-x.
2. Menentukan kemiringan (slope) perpotongan kurva dengan sumbu
frekuensi. Menafsirkan hasilnya dalam suhu h/e dan W0/e. Kemudian
menghitung nilai h dan W0 dengan menggunakan persamaan:
 Energi kuantum cahaya atau energi foton secara matematis
dirumuskan oleh Einstein sebagai berikut.
E f =EK max +W 0
EK max =Ef −W 0
e .V S=hv −W 0

h W0
V s= v −
e e
 Melakukan analisis grafik berdasarkan grafik yang telah diplot, yakni:
y=mx+c
 Menghitung nilai konstanta planck berdasarkan hasil percobaan
dengan persamaan:
h=m. e

 Menghitung besar perbedaan hasil praktikum dan nilai teori konstanta


Planck (h), dengan menggunakan persamaan:
| |
hteori−h praktikum
% diff = × 100 %
hteori +h praktikum
2
 Menentukan fungsi kerja W0, dengan menggunakan persamaan:
W 0 =c .e

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Kegiatan 1 : Pengamatan Karakteristik Cahaya Menurut Teori Kuantum
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Intensitas Terhadap Arus
Intensitas (lux) Arus (µA)
740 0,58
400 0,45
240 0,32
160 0,26
100 0,19
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Frekuensi Terhadap Arus
Jarak = 21 cm
Filter Intensitas (lux) Arus (µA)
Merah 720 0,16
Jingga 680 0,65
Kuning 620 0,84
Hijau 650 0,79
Biru 740 0,68

Kegiatan 2 : Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Potensial Penghenti


Tabel 4.3 Hasil Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap
Potensial Penghenti
Panjang Frekuensi Potensial
Filter Warna
Gelombang (nm) (x 1014 Hz) Penghenti (volt)
Merah 635 4,72 0,05
Jingga 570 5,26 0,28
Kuning 540 5,55 0,39
Hijau 500 6,00 0,58
Biru 460 6,52 0,79
B. Analisis Data
Kegiatan 1. Karakteristik Cahaya Menurut Teori Kuantum
1. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Arus Fotolistrik
Intensitas cahaya berpengaruh terhadap arus fotoeletrik. Di mana
intensitas cahaya sebanding dengan besarnya arus fotoelektrik. Artinya,
semakin besar intensitas cahaya yang diberikan, maka arus yang terbaca
akan semakin besar. Seperti yang telah diuangkapkan oleh Sani Tahun
2017 bahwa “Pengaruh intensitas cahaya terhadap arus fotoelektrik yaitu
berbanding lurus, dimana ketika cahaya mengenai logam maka terdapat
arus yang terlepas. Penambahan intensitas cahaya hanya menambah
jumlah elektron yang terlepas dari material yang peka cahaya yang
ditandai dengan arus listrik yang bertambah besar”. Hal ini sesuai dengan
hasil percobaan yang telah dilakukan dimana intensitas cahaya dan kuat
arus berbanding lurus. Semakin besar intensitas cahaya yang diberikan,
semakin besar pula arus yang mengalir.
2. Pengarub Intensitas Cahaya Terhadap Energi Kinetik Fotoelektron
Intensitas cahaya tidak mempengaruhi besarnya energi kinetik
fotoelektron yang dimiliki oleh elektron tersebut. Oleh karenanya,
meskipun intensitas cahaya diperbesar, energi kinetik fotoelektron tidak
akan bertambah. Seperti yang telah diungkapkan oleh Krane Tahun 2006
bahwa “Pengaruh intensitas terhadap terhadap energi kinetik, dimana
energi kinetik elektron yang terpancar tidak berpengaruh pada intensitas
cahaya. Artinya semakin diperbesar intensitasnya maka energi kinetik pada
elektron akan tetap sama. Energi kinetik elektron bergantung pada panjang
gelombang”. Hal ini juga sesuai dengan hasil percobaan dimana energi
kinetik elektron berbanding lurus dengan frekuensi gelombang cahaya.
Ketika frekuensi cahaya lebih besar dari frekuensi ambang batas dapat
menimbulkan efek fotolistrik.
3. Pandangan Fisika Klasik dengan Fisika Kuantum Berdasarkan Percobaan
1
Menurut teori fisika klasik, yakni teori gelombang menyatakan
bahwa seharusnya, semakin besar intensitas cahaya, maka semakin banyak
elektron yang dilepaskan dan energi kinetik maksimumnya pun semakin
besar. Frekuensi cahaya seharusnya tidak mempengaruhi energi kinetic
maksimum fotoelektron, dan hanya intensitas cahaya yang
mempengaruhinya. Selain itu, teori gelombang ini juga tidak dapat
menjelaskan terkait tidak adanya selang waktu yang timbul antara
penyinaran logam dan lepasnya elektron dari logam, bahkan dengan
intensitas yang rendah sekalipun. Hasil eksperimen inilah yang akhirnya
menunjukkan bahwa efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan dengan baik
apabila cahaya ditinjau dari sudut pandang sebagai gelombang.
Menurut teori fisika kuantum, Einstein berhasıl menjelaskan
fenomena yang terjadi pada efek fotolistrik yang selama ini tidak dapat
dijelaskan menggunakan teori gelombang. Ketika cahaya dijatuhkan pada
logam, foton-foton yang berinteraksi dengan elektron akan memberikan
seluruh energinya pada elektron. Sebuah foton hanya berinteraksi dengan
sebuah elektron. Dengan kata lain, energi yang diterima sebuah elektron
hanya berasal dari sebuah foton. Dengan demikian, energi kinetik
maksimum sebuah fotoelektron tidak bergantung pada intensitas cahaya
atau jumlah foton, tetapi bergantung pada frekuensi cahaya. Intensitas
cahaya atau jumlah foton hanya akan meningkatkan arus fotoelektron
karena semakin banyak foton yang berinteraksi dengan elektron, semakin
banyak pula elektron yang lepas dari logam.
Kegiatan 2 Menentukan konstanta Planck
1. Menentukan Potensial Penghenti
Cesium (Cs) → W 0=3 , 04 × 10−19 J
E=EK max +W 0
Untuk filter merah ( f =4 , 72× 1014 Hz )
EK max =E−W 0
EK max =h f −W 0

EK max =( 6,626 ×10−34 Js )( 4 , 72 ×1014 Hz ) −( 3 , 04 ×10−19 J )


−19
EK max =0 , 09 ×10 J
EK max =e−V 0
EK max
V 0=
e
−19
0 ,09 ×10 J
V 0= −19
1,602 ×10 C
V 0=0,056 volt
Dengan analisis yang sama, maka diperoleh nilai potensial penghenti untuk
beberapa filter.
Tabel 4.4 Nilai Potensial Henti Beberapa Filter
Filter EKmaks (x 10-19J) V0 (volt)
Merah 0,09 0,05
Jingga 0,45 0,28
Kuning 0,64 0,39
Hijau 0,94 0,58
Biru 1,28 0,79

2. Grafik hubungan antara potensial penghenti dengan frekuensi


0.9
0.8
f(x) = 0.410450906026127 x − 1.88462958280657
0.7
Potensial Penghenti (Vo)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9

Frekuensi (Hz)

Grafik 4.1 Hubungan antara potensial penghenti dengan frekuensi


E=EK max +W 0
EK max =E−W 0
e .V 0 =h . f −W 0

h W0
V 0= f −
e e
Berdasarkan plot grafik :
y=mx+c
y=0,4105 x −1,8846
Menentukan Konstanta Planck :
h
m=
e
h=m. e
0,4105 −19
h= 14
.(1,602 ×10 )
10
−14 −19
h=( 0,4105 ) .(10 ) .(1,602 ×10 )
−33
h=0,657621 ×10 Js
−34
h=6 , 58× 10 Js

| |
hteori−h praktikum
% diff = × 100 %
hteori +h praktikum
2
| |
6 ,63 × 10−34−6 ,58 ×10−34
% diff = ×100 %
6 , 63× 10−34 +6 , 58 ×10−34
2
% diff =0,189 %
C. Pembahasan
Efek fotolistrik adalah gejala terlepasnya elektron pada logam akibat
disinari cahaya, atau gelombang elektromagnetik pada umumnya. Pada
percobaan ini dilakukan 2 kegiatan yang bertujuan untuk mengamati perilaku
cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum dan menentukan konstanta
Planck, dengan menggunakan perangkat pengukuran konstanta Planck, filter
warna (merah, jingga, kuning, hijau dan biru), sumber cahaya, dan lux meter.
Pada kegiatan pertama yaitu dilakukan pengamatan pengaruh intensitas cahaya
terhadap kuat arus pada tiga intensitas cahaya yaitu pada keadaan V>Vs,
V<Vs, dan V=Vs. Terdapat perangkat pengukuran konstanta Planck (PC-101)
dan lima buah filter dengan warna diantaranya merah, jingga, kuning, hijau dan
biru dengan masing-masing panjang gelombang yang telah diketahui. Pada
kegiatan inidiketahui bahwa filter biru memiliki panjang gelombang (λ)
sebesar 460 nm, diatur sebagai variabel kontrol. Dari pengamatan yang
dilakukan telah dituliskan pada tabel 1 diperoleh bahwa arus terjadi pada saat
V<Vs namun tidak terlalu signifikan, sedangkan pada saat V>Vs atau V=Vs
tidak ada arus yang terbaca. Dapat disimpulkan bahwa intensitas cahaya tidak
berpengaruh terhadap kenaikan arus. Perubahan intensitas cahaya juga tidak
mempengaruhi besar tegangan penghentinya yang dimana secara tidak
langsung juga menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh intensitas cahaya
terhadap energi kinetik fotoelektron. Dalam fisika klasik cahaya dipandang
sebagai gelombang yang menyebar, menipis, dan menghilang sehingga energi
kinetik akan bertambah besar ketika intensitas cahaya juga diperbesar. Setelah
dilakukan pengamatan pada kegiatan satu ternyata instensitas cahaya tidak
berpengaruh terhadap energi kinetik. Energi kinetik hanya dipengaruhi oleh
frekuensinya saja menurut model kuantum.
Pada kegiatan kedua, dilakukan pengamatan terhadap pengaruh frekuensi
terhadap potensial penghenti. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa
semakin besar frekuensi yang diberikan maka semakin besar pula potensial
penghentinya. Berdasarkan hasil analisis grafik hubungan antara potensial
penghenti dengan frekuensi diperoleh nilai konstanta Planck sebesar 6,58 ×
−34
10 Js, sedangkan konstanta Planck secara teori sebesar 6.63 × 10-34 Js,
sehingga dapat diperoleh persentase perbedaan (% diff) sebesar 0,189 %.
Adapun perbedaan yang diperoleh antara nilai konstanta Planck secara teori
dan praktikum karena ketidaktelitian dalam pembacaan pada pengambilan data
dan ketidakfokusan pada saat pemberian berkas cahaya.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari hasil analisis data praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa cahaya berperilaku sebagai partikel yakni dalam bentuk paket-
paket energi yang disebut kuanta, energi paket-paket tersebut berupa
foton yang membawa energi sebesar hf. Ketika frekuensi cahaya yang
diberikan masih rendah, maka walaupun intensitas cahaya yang
diberikan maksimum, foton tidak memiliki cukup energi untuk
melepaskan elektron dari ikatannya. Tapi ketika frekuensi cahaya yang
diberikan lebih tinggi, maka walaupun terdapat hanya satu foton saja
(intensitas rendah) dengan energi yang cukup, foton tersebut mampu
untuk melepaskan satu elektron dari ikatannya. Intensitas cahaya
dinaikkan berarti akan semakin banyak jumlah foton yang dilepaskan,
akibatnya semakin banyak elektron yang akan lepas.
2. Untuk menentukan konstanta Planck, kita dapat menggunakan
kemiringan dari grafik tegangan penghenti terhadap frekuensinya. Nilai
konstanta Planck yang dihasilkan berdasarkan Percobaan ialah sebesar
h = 6,58×10-34 J.s
B. Saran
Sebagai seorang praktikan, sangat penting untuk mengoperasikan
alat dengan hati-hati agar tidak merusaknya. Untuk melakukannya,
pertama-tama perlu membaca petunjuk penggunaan alat dengan teliti
sebelum menggunakannya.Pastikan alat dalam kondisi baik dan tidak ada
kerusakan sebelum digunakan. Selain itu, menjaga kebersihan dan
keamanan lingkungan sekitar alat juga penting untuk mencegah kerusakan.
Setelah selesai menggunakan alat, pastikan untuk mematikannya
dengan benar dan mengembalikannya ke tempat semula. Pastikan juga
untuk mengikuti prosedur perawatan dan pemeliharaan alat yang diberikan
oleh petugas laboratorium atau produsen alat. Dengan melakukan hal ini,
praktikan dapat membantu mencegah kerusakan pada alat, memastikan
keamanan dalam melakukan eksperimen, dan memperpanjang umur alat
sehingga dapat menghemat biaya perbaikan atau penggantian alat.
Untuk praktikan selanjutnya agar lebih teliti dan hati-hati dalam
memutar knob pengatur arus pada alat yang digunakan agar dan
memastikan arus yang terbaca pada perangkat praktikum sudah tepat
sebelum melakukan pengukuran potensial henti hingga nilai konstanta
Plank yang akan ditentukan tidak terlalu jauh dari teori.
DAFTAR PUSTAKA

Bibi. M., & Imam. S. (2017). Percobaan Efek Fotolistrik Berbasis Mikrokontroller
Dengan LED RGB Sebagai Sumber Cahaya. Jurnal Inovasi Fisika
Indonesia, 6, 90-96.
Nurlina, S. M. (2017). Fisika Kuantum. (M. F. S, Penyunt.) Makassar: LPP
Unismuh Makassar.
Ramlan, & A. Aminuddin B. (1999). Menentukan Fungsi Kerja Dan Frekuensi
Ambang Material Katoda Melalui Percobaan Efek Fotolistrik. Jurnal
Penelitian Sains, 18-26.
Suliyanah, & Lydia Rohmawati. (2019). Panduan Praktikum Fisika Modern (1
ed.). Surabaya: JDS.
Sutarno, Erwin, & Muhammad Syaipul Hayat. (2017). Radiasi Benda Hitam dan
Efek Fotolistrik Sebagai Konsep Kunci Revolusi Sintifik Dalam
Perkembangan Teori Kuantum Cahay. Jurnal Ilmiah Multi Science, IX, 51-
58.

Anda mungkin juga menyukai