Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sensor merupakan komponen penting dalam sistem pengukuran
dan deteksi. Dalam praktikum instrumentasi karakteristik sensor suhu,
tujuan utamanya adalah memberikan pemahaman mendalam tentang
prinsip dasar dan karakteristik sensor suhu.
Praktikum ini dilakukan untuk mempelajari cara kerja sensor
suhu dan bagaimana mereka menghasilkan sinyal output berdasarkan
perubahan suhu yang diterima. Peserta praktikum akan memahami
konsep dasar seperti perubahan resistansi, kapasitansi, induktansi,
atau efek fisika lainnya yang digunakan oleh sensor suhu. Selain itu,
praktikum ini juga bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang
memengaruhi karakteristik sensor suhu. Suhu lingkungan,
kelembaban, kebisingan, dan non-linearitas merupakan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja sensor suhu. Peserta praktikum
akan mempelajari cara mengkompensasi dan mengkoreksi hasil
pengukuran agar lebih akurat dan konsisten dalam kondisi yang
berbeda.
Metode pengujian karakteristik sensor suhu juga akan dilakukan
dalam praktikum ini. Peserta akan melakukan pengukuran
sensitivitas, resolusi, linieritas, dan respons waktu sensor suhu.
Dengan melakukan pengujian ini, peserta dapat memahami dan
menganalisis karakteristik sensor suhu secara praktis.
Secara keseluruhan, praktikum instrumentasi karakteristik sensor
suhu memiliki tujuan yang jelas yaitu memberikan pemahaman
mendalam tentang prinsip dasar sensor suhu, faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja sensor, serta metode pengujian karakteristik
sensor. Praktikum ini penting dalam mempersiapkan peserta dengan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam penggunaan
sensor suhu dalam berbagai aplikasi pengukuran dan deteksi suhu.
B. Tujuan Praktikum
1. Mampu memahami prinsip kerja termokopel dan termistor
sebagai sensor suhu.
2. Menggambarkan dan mengiterpretasi kurva karakteristik
termokopel dan termistor
3. Menentukan sensitivitas termokopel dan termistor
C. Manfaat Praktikum
1. Manfaat Teoritis
a. Praktikan mampu memahami prinsip kerja termokopel dan
termistor sebagai sensor suhu.
b. Praktikan dapat menggambarkan dan mengiterpretasikan
kurva karakteristik termokopel dan termistor.
c. Praktikan dapat menentukan sensitivitas termokopel dan
termistor
2. Manfaat Praktis
Dalam praktikum ini, peserta akan mempelajari prinsip dasar
sensor suhu, seperti termistor, RTD (Resistance Temperature
Detector), dan thermocouple, serta karakteristik mereka seperti
sensitivitas, resolusi, dan respons waktu. Manfaatnya adalah
peserta akan dapat mengaplikasikan pengetahuan ini dalam
berbagai bidang seperti industri, laboratorium, atau pengendalian
suhu dalam sistem otomatis, sehingga mampu memilih sensor
suhu yang sesuai, mengkompensasi pengaruh faktor-faktor
eksternal, dan melakukan pengukuran suhu yang akurat dan
andal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sensor dan Sensivitas


Sensor adalah suatu perangkat yang penting untuk mendukung
penggunaan teknologi digital dalam berbagai bidang. Namun,
karakteristik sensor yang hanya menghasilkan besaran analog menjadi
sebuah tantangan dalam menerapkan teknologi digital dengan
memanfaatkan sensor. Perubahan dari sistem analog menjadi sistem
digital merupakan langkah awal dalam perkembangan sistem digital.
Selaras dengan perubahan tersebut, jenis perangkat yang digunakan
dalam sistem kendali juga mengalami perubahan (Budiarso, 2015).
Sensor merupakan komponen yang memiliki peran penting dalam
sistem pengaturan otomatis. Secara umum, sensor dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian berdasarkan fungsi dan
penggunaannya, yaitu sensor thermal (panas), sensor mekanis, dan
sensor optik (cahaya) (Kaleka, 2019). Sensor thermal digunakan
untuk mendeteksi perubahan suhu atau panas pada suatu benda atau
ruang tertentu. Beberapa contoh sensor thermal meliputi bimetal,
thermistor, termokopel, RTD, pyrometer inframerah, dan hygrometer.
Selain itu, sensor mekanis digunakan untuk mendeteksi perubahan
mekanis atau gerakan pada suatu objek, seperti sensor kecepatan,
sensor tekanan, dan sensor akselerasi. Sedangkan sensor optik
digunakan untuk mendeteksi cahaya atau intensitas cahaya, seperti
photo transistor, photo dioda, photo multiplier, dan photovoltaik.
Dengan adanya berbagai jenis sensor ini, sistem pengaturan otomatis
dapat mengambil data dari lingkungan sekitar dan merespons dengan
tepat sesuai dengan kebutuhan (Kaleka, 2019).
Sensitivitas merupakan ukuran sejauh mana sensor merespon
perubahan pada kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering kali
dinyatakan dengan angka yang menggambarkan perubahan keluaran
(ΔO) dibandingkan dengan perubahan masukan (ΔI), yang dapat
dituliskan sebagai ΔO/ΔI. Pada elemen sensor yang bersifat linear,
sensitivitas dapat dianggap sebagai kemiringan atau gradien dari garis
linear yang menghubungkan masukan dan keluaran. Namun, pada
elemen sensor yang bersifat non-linear, sensitivitas diwakili oleh
perubahan (dN) dalam keluaran yang disebabkan oleh perubahan (ΔI)
dalam masukan, ditambah dengan laju perubahan (dN/dI). Dalam hal
ini, sensitivitas merupakan indikator penting yang menunjukkan
seberapa responsif sensor terhadap perubahan pada variabel masukan.
Semakin tinggi sensitivitas suatu sensor, semakin besar perubahan
yang akan terjadi pada keluaran sensor sebagai respons terhadap
perubahan pada masukan. Hal ini sangat berguna dalam aplikasi
pengukuran di mana kepekaan terhadap perubahan yang kecil atau
presisi tinggi diperlukan (Arena, 2015). Pemahaman tentang
sensitivitas sensor menjadi penting dalam proses kalibrasi dan
penggunaan sensor secara efektif. Dengan mengetahui
sensitivitasnya, kita dapat memperhitungkan skala pengukuran yang
sesuai, mengkompensasi nilai-nilai masukan yang kecil atau besar,
dan mengoptimalkan penggunaan sensor dalam berbagai aplikasi.
Selain itu, sensitivitas juga dapat membantu dalam analisis data dan
interpretasi hasil pengukuran dengan lebih akurat (Arena, 2015).
Dengan demikian, sensitivitas sensor merupakan parameter yang
penting dalam karakteristik sensor. Pengukuran dan pemahaman
sensitivitas yang tepat memungkinkan kita untuk menggunakan
sensor dengan lebih efisien dan mendapatkan hasil yang akurat dalam
berbagai aplikasi pengukuran (Arena, 2015).
B. Termokopel (Thermocouple)
Termokopel adalah jenis sensor suhu yang mengubah perbedaan
suhu menjadi perubahan tegangan. Prinsip ini terjadi karena terdapat
perbedaan kerapatan pada masing-masing logam yang digunakan
dalam termokopel, yang bergantung pada massa jenis logam. Seperti
halnya sensor pada umumnya, termokopel dapat digunakan sebagai
input dalam sistem kendali, di mana selain mampu mengukur
perubahan suhu, termokopel juga dapat berfungsi sebagai input analog
dalam sistem kendali. Di dalam industri, penggunaan termokopel
seringkali ditemui pada sistem yang mengaktifkan output pada suhu
tertentu, atau dengan kata lain, ketika parameter suhu dijadikan
sebagai input analog (Dewi, 2018).

Gambar 2.1 Termokopel (Thermocouple)


(Sumber : Arena, 2015)
Sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.1, termokopel terdiri
dari dua kawat logam, yaitu logam A dan logam B, yang dihubungkan
menjadi satu pada titik pengukuran ("hot" junction), sementara pada
sisi yang lain, kawat logam yang tidak terhubung langsung tersebut
dihubungkan dengan rangkaian akuisisi data. Sambungan antara
kawat-kawat logam termokopel dengan kawat tembaga disebut
sebagai sambungan referensi ("cold" junction) (Arena, 2015).
Gambar 2.2 Rangkaian Termokopel Dasar
(Sumber : Arena, 2015)
Tegangan yang dihasilkan pada sambungan referensi ("cold"
junction) bergantung pada suhu di sambungan pengukuran ("hot"
junction) dan sambungan referensi itu sendiri. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan pembacaan suhu yang akurat, penting untuk mengetahui
suhu sambungan referensi terlebih dahulu. Proses ini dikenal sebagai
kompensasi sambungan referensi (cold junction compensation). Saat
menggunakan termokopel untuk pertama kalinya, dilakukan
kompensasi sambungan referensi dengan cara merendam sambungan
referensi dalam kotak berisi es, sesuai yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.2. Metode ini umum digunakan pada berbagai jenis
termokopel, dan dalam tabel termokopel selalu diindikasikan bahwa
suhu referensi adalah 0°C (Arena, 2015).
C. Termistor (Thermistor)
Menurut Kaleka (2019), Thermistor merupakan suatu jenis
resistor yang memiliki nilai resistansi yang berubah-ubah sesuai
dengan suhu di sekitarnya. Nama "thermistor" sendiri merupakan
kombinasi dari kata "termo" yang berarti suhu, dan "resistor" yang
berarti alat pengukur hambatan. Pada thermistor tipe PTC (Positive
Temperature Coefficient), resistansinya akan meningkat seiring
dengan naiknya suhu sekitarnya, dengan peningkatan resistansi yang
bersifat linier terhadap suhu. Sedangkan pada thermistor tipe NTC
(Negative Temperature Coefficient), resistansinya akan menurun
seiring dengan naiknya suhu, dengan peningkatan resistansi yang
bersifat eksponensial terhadap suhu.
Termistor adalah suatu jenis resistor yang sangat sensitif terhadap
panas dan umumnya memiliki koefisien suhu negatif. Artinya, saat
suhu meningkat, resistansinya akan menurun, dan sebaliknya.
Thermistor memiliki sensitivitas yang tinggi, dengan perubahan
resistansi sebesar 5% per °C perubahan suhu. Hal ini membuatnya
mampu mendeteksi perubahan kecil dalam suhu. Thermistor
merupakan perangkat semikonduktor yang berperilaku sebagai
resistor, namun dengan koefisien tahanan yang sangat tinggi, biasanya
bersifat negatif (Kaleka, 2019).
𝑅𝑇 = 𝑅0 𝑒 𝑏∆𝑇 .............................................(2.1)
Persamaan diatas menunjukkan hubungan antara besar hambatan
dengan temperatur suatu bahan semikondukor dengan b adalah
koefisien temperatur, 𝑅0 adalah hambatan temperatur ruangan, dan 𝑅𝑇
adalah hambatan pada suatu temperatur mutlak (Kaleka, 2019).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Identifikasi Variabel
1. Variabel Terukur : Suhu T (°C) , Tegangan V (mV), dan
Hambatan R (Ω).
2. Variabel Terhitung : Sensivitas Termokopel 𝑆𝑇 (mV/°C) dan
Sensivitas Termistor 𝑆𝑇 (Ω /°C).
B. Definisi Operasional Variabel
1. Suhu (T) merupakan nilai yang terukur pada termometer saat air
dipanaskan (suhu naik) dan didinginkan (suhu turun) yang diukur
dengan menggunakan termometer batang dengan satuan derajat
celcius (˚C).
2. Resistansi (R) merupakan besarnya nilai hambatan yang timbul
akibat adanya pengaruh naik dan turunnya suhu yang diukur dengan
menggunakan multimeter digital dengan satuan kilo Ohm (Ω).
3. Tegangan (V) merupakan besarnya nilai tegangan yang timbul akibat
adanya pengaruh naik dan turunnya suhu yang diukur dengan
menggunakan voltemeter dengan satuan milli Volt (mV).
4. Sensitivitas termokopel (ST) merupakan besarnya nilai deteksi
pembagian antara nilai tegangan output (V) dengan suhu (T) pada
termokopel dengan menggunakan satuan milli Volt per derajat
celcius (mV/˚C).
5. Sensitivitas termistor (ST) merupakan besarnya nilai deteksi
pembagian antara nilai hambatan output (R) dengan suhu (T) pada
termistor dengan menggunakan satuan ohm per derajat celcius
(Ω/˚C).
C. Alat dan Bahan
1. Termokopel (1 buah)
2. Multimeter Digital (2 buah)
3. Termometer Batang (1 buah)
4. Termistor Waterproof (1 buah)
5. Perangkat Pemanas (1 set )
6. Gelas Ukur (1 buah)
7. Air (150 ml)
D. Prosedur kerja
1. Disiapkan perangkat yang diperlukan, kemudian dirakit seperti yang
ditunjukaan pada gambar.
2. Disiapkan termokopel dan termistor dan dihubungkan kedua ujung
referensinya ke voltmeter unutk termokopel, dan ohm meter unutk
termistor, sedangkan ujung sambungan kedunaya dicelupkan ke
gelas ukur yang telah berisi air.
3. Dicata suhu awal yang terbaca pada termometer batang, kemudian
dicatat juga nilai tegangan awal pada voltmeter dan hambatan awal
pada ohmmeter.
4. Dinyalakan pembakar, catat nilai tegangan termokopel dan
hambatan termistor, untuk setiap kenaikan 5°C.
5. Dimatikan pembakar setelah suhu yang terbaca pada termometer
mendekati suhu maksimum atau titik didih air (titik didih air =
100°C).
6. Dicatat tegangan termokopel dan hambatan termistor untuk setiap
penurunan suhu 5°C.
E. Teknik Analisis Data
Termokopel
1. Dibuatkan grafik dan hubungan antara tegangan keluaran (Vo)
dengan kenaikan suhu (T)
2. Dibuatkan grafik dan hubungan antara tegangan keluaran (Vo)
dengan penurunan suhu (T)
3. Dihitung nilai perbedaan tegangan (pada suhu naik dan turun)
dengan digunakan persamaan 3.1
∆𝑉 = 𝑉2 − 𝑉1 ....................................... (3.1)
4. Dihitung nilai perbedaan suhu (pada suhu naik dan turun) dengan
digunakan persamaan 3.2
∆𝑇 = 𝑇2 − 𝑇1 ........................................ (3.2)

5. Dihitung nilai sensitivitas termokopel (pada suhu naik dan turun)


dengan digunakan persamaan 3.3
∆𝑉
𝑆𝑇 = ....................................... (3.3)
∆𝑇
6. Dihitung nilai ketidakpastian tegangan (pada suhu naik dan turun)
dengan digunakan persamaan 3.4
1
∆∆𝑉 = × 𝑁𝑆𝑇 ................................. (3.4)
2

7. Dihitung nilai ketidakpastian suhu (pada suhu naik dan turun)


dengan digunakan persamaan 3.5
1
∆∆𝑇 = × 𝑁𝑆𝑇 .................................. (3.5)
2
8. Dihitung nilai ketidakpastian sensitivitas termokopel (pada suhu
naik dan turun) dengan digunakan persamaan 3.6
∆∆𝑉 ∆∆𝑇
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 𝑆𝑇 ] ....................... (3.6)
∆𝑉 ∆𝑇

Termistor
1. Dibuatkan grafik dan hubungan antara hambatan (R) dengan
kenaikan suhu (T)
2. Dibuatkan grafik dan hubungan antara hambatan (R) dengan
penurunan suhu (T)
3. Dihitung nilai perbedaan hambatan (pada suhu naik dan turun)
dengan digunakan persamaan 3.7
∆𝑅 = 𝑅2 − 𝑅1 ....................................... (3.7)
4. Dihitung nilai perbedaan suhu (pada suhu naik dan turun) dengan
digunakan persamaan 3.8
∆𝑇 = 𝑇2 − 𝑇1 ........................................ (3.8)
5. Dihitung nilai sensitivitas termokopel (pada suhu naik dan turun)
dengan digunakan persamaan 3.9
∆𝑅
𝑆𝑇 = ....................................... (3.9)
∆𝑇
6. Dihitung nilai ketidakpastian tegangan (pada suhu naik dan turun)
dengan digunakan persamaan 3.10
1
∆∆𝑅 = × 𝑁𝑆𝑇 ................................. (3.10)
2

7. Dihitung nilai ketidakpastian suhu (pada suhu naik dan turun)


dengan digunakan persamaan 3.11
1
∆∆𝑇 = × 𝑁𝑆𝑇 .................................. (3.11)
2
8. Dihitung nilai ketidakpastian sensitivitas termokopel (pada suhu
naik dan turun) dengan digunakan persamaan 3.12
∆∆𝑅 ∆∆𝑇
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 𝑆𝑇 ] ....................... (3.12)
∆𝑅 ∆𝑇
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Termokopel
Suhu mula-mula, T0 = 27℃
Tegangan mula-mula, V0 = 0,0 V
Tabel 4.1 Karakteristik Sensor Suhu Pada Termokopel
Kenaikan suhu Tegangan Output Penurunan Suhu Tegangan Output
No
(°C) V0 (mV) (°C) V0 (mV)
1 27 0,0 97 2,8
2 32 0,2 92 2,7
3 37 0,3 87 2,5
4 42 0,5 82 4,8
5 47 0,7 77 4,3
6 52 0,8 72 3,5
7 57 1,2 67 3,2
8 62 1,5 62 3,0
9 67 1,6 57 1,5
10 72 1,9 52 1,0
11 77 2,1 47 0,8
12 82 2,4 42 0,6
13 87 2,5 37 0,4
14 92 2,6 32 0,2
15 97 2,7 27 0,1
Termistor
Suhu mula-mula, T0 = 27℃
Resistansi mula-mula, R0 = 89,5 Ω
Tabel 4.2 Pengamatan Sensor Suhu Pada Termistor
Kenaikan suhu Penurunan Suhu
No Resistansi, R (Ω) Resistansi, R (Ω)
(°C) (°C)
1 27 89,5 97 7,3
2 32 67,4 92 8,2
3 37 56,6 87 9,4
4 42 45,8 82 11,6
5 47 37,7 77 13,2
6 52 31,8 72 15,7
7 57 25,9 67 18,6
8 62 20,8 62 20,2
9 67 18,3 57 28,5
10 72 14,8 52 33,4
11 77 12,4 47 40,6
12 82 10,4 42 48,2
13 87 8,8 37 54,7
14 92 7,6 32 61,4
15 97 7,2 27 75,9
B. Analisis Data
Termokopel
3

2,5

2
Tegangan (mV)

1,5

1
V =0,5 mV; T=42°C
V=0,7 mV; T=47°C °C

0,5

0
0 20 40 60 80 100 120
Temperatur (°C)

Grafik 4.1 Hubungan antara Tegangan V(mV) dengan Kenaikan


Temperatur (ºC)

4
Tegangan (mV)

2 V =0,6 mV; T=42°C

V =0,8 mV; T=47°C


1

0
0 20 40 60 80 100 120
Temperatur (°C)

Grafik 4.2 Hubungan antara Tegangan V(mV) dengan Penurunan


Temperatur (ºC)
Analisis Grafik
1. Sensivitas termokopel unutk kenaikan temperatur (ºC) dengan
tegangan (mV)
• Tegangan Output
∆𝑉 = 𝑉2 − 𝑉1
∆V = (0,7 − 0,5)mV
∆V = 0,2 𝑚𝑉
• Temperatur
∆𝑇 = 𝑇2 − 𝑇1
∆𝑇 = (47 − 42)℃
∆𝑇 = 5℃
• Sensitivitas
∆𝑉
𝑆𝑇 =
∆𝑇
0,2 𝑚𝑉
𝑆𝑇 =
5℃
𝑆𝑇 = 0,04 mV/℃

• Ketidakpastian Tegangan
1
∆∆𝑉 = 2 × 𝑁𝑆𝑇
1
∆∆𝑉 = 2 × 0,1

∆∆𝑉 = 0,05 mV

• Ketidakpastian Temperatur
1
∆∆𝑇 = × 𝑁𝑆𝑇
2
1
∆∆𝑇 = 𝑥 1 ℃
2
∆∆𝑇 = 0,5 ℃
• Ketidakpastian Sensitivitas
∆𝑉
𝑆𝑇 =
∆𝑇
𝑆𝑇 = ∆𝑉. ∆𝑇 −1
𝜕𝑆𝑇 𝜕𝑆𝑇
𝛿𝑆𝑇 = [| | 𝛿∆𝑉 + | | 𝛿∆𝑇]
𝜕∆𝑉 𝜕∆𝑇
𝜕(∆𝑉. ∆𝑇 −1 ) 𝜕(∆𝑉. ∆𝑇 −1 )
𝛿𝑆𝑇 = [| | 𝛿∆𝑉 + | | 𝛿∆𝑇]
𝜕∆𝑉 𝜕∆𝑇

∆𝑆𝑇 = [|∆𝑇 −1| ∆∆𝑉 + |∆𝑉. ∆𝑇 −2 |∆∆𝑇]


∆𝑆𝑇 ∆𝑇 −1 ∆𝑉. ∆𝑇 −2
= [| | ∆∆𝑉 + | | ∆∆𝑇]
𝑆𝑇 ∆𝑉. ∆𝑇 −1 ∆𝑉. ∆𝑇 −1

∆∆𝑉 ∆∆𝑇
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 𝑆𝑇 ]
∆𝑉 ∆𝑇

0,05 𝑚𝑉 0,5℃
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 0,04 mV/℃]
0,2 𝑚𝑉 5℃

∆𝑆𝑇 = 0,014 mV/℃

• Pelaporan Fisika
ST = │ ST ± ∆𝑆𝑇 │ mV/℃
ST = │ 0,04 ± 0,01 │ mV/℃

2. Sensivitas termokopel unutk penurunan temperatur (ºC) dengan


tegangan (mV)
• Tegangan Output
∆𝑉 = 𝑉2 − 𝑉1
∆V = (0,8 − 0,6)mV
∆V = 0,2 𝑚𝑉
• Temperatur
∆𝑇 = 𝑇2 − 𝑇1
∆𝑇 = (47 − 42)℃
∆𝑇 = 5℃
• Sensitivitas
∆𝑉
𝑆𝑇 =
∆𝑇
0,2 𝑚𝑉
𝑆𝑇 =
5℃
𝑆𝑇 = 0,04 mV/℃
• Ketidakpastian Tegangan
1
∆∆𝑉 = 2 × 𝑁𝑆𝑇
1
∆∆𝑉 = 2 × 0,1

∆∆𝑉 = 0,05 mV
• Ketidakpastian Temperatur
1
∆∆𝑇 = × 𝑁𝑆𝑇
2
1
∆∆𝑇 = 𝑥 1 ℃
2
∆∆𝑇 = 0,5 ℃
• Ketidakpastian Sensitivitas

∆∆𝑉 ∆∆𝑇
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 𝑆𝑇 ]
∆𝑉 ∆𝑇

0,05 𝑚𝑉 0,5℃
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 0,04 mV/℃]
0,2 𝑚𝑉 5℃

∆𝑆𝑇 = 0,014 mV/℃

• Pelaporan Fisika
ST = │ ST ± ∆𝑆𝑇 │ mV/℃
ST = │ 0,04 ± 0,01 │ mV/℃
Termistor
100
90
80
70
Resistansi (Ω)

60
50
40 R=14,8 Ω ;T=72°C
30
R=12,4 Ω ;T=77°C
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
Temperatur (°C)

Grafik 4.3 Hubungan antara Hambatan (Ω) dengan Kenaikan


Temperatur (ºC)
80

70

60
Axis TiResistansi (Ω)

50
tle

40 R=15,7 Ω ;T=72°C

30
R=13,2 Ω ;T=77°C
20

10

0
0 20 40 60 80 100 120
Temperatur (°C)

Grafik 4.4 Hubungan antara Hambatan (Ω) dengan Penurunan


Temperatur (ºC)
Analisis Grafik
1. Sensivitas termistor unutk kenaikan temperatur (ºC) dengan
hambatan (Ω)
• Hambatan Output
∆𝑅 = 𝑅2 − 𝑅1
∆𝑅 = (14,8 − 12,4) Ω
∆R = 2,4 Ω
• Temperatur
∆𝑇 = 𝑇2 − 𝑇1
∆𝑇 = (77 − 72)℃
∆𝑇 = 5℃
• Sensitivitas
∆𝑅
𝑆𝑇 =
∆𝑇
2,4 Ω
𝑆𝑇 =
5℃
𝑆𝑇 = 0,48 Ω/℃

• Ketidakpastian Tegangan
1
∆∆𝑅 = 2 × 𝑁𝑆𝑇
1
∆∆𝑅 = 2 × 0,1

∆∆𝑅 = 0,05 Ω

• Ketidakpastian Temperatur
1
∆∆𝑇 = × 𝑁𝑆𝑇
2
1
∆∆𝑇 = 𝑥 1 ℃
2
∆∆𝑇 = 0,5 ℃
• Ketidakpastian Sensitivitas
∆𝑅
𝑆𝑇 =
∆𝑇
𝑆𝑇 = ∆𝑅. ∆𝑇 −1
𝜕𝑆𝑇 𝜕𝑆𝑇
𝛿𝑆𝑇 = [| | 𝛿∆𝑅 + | | 𝛿∆𝑇]
𝜕∆𝑅 𝜕∆𝑇
𝜕(∆𝑅. ∆𝑇 −1 ) 𝜕(∆𝑉. ∆𝑇 −1 )
𝛿𝑆𝑇 = [| | 𝛿∆𝑅 + | | 𝛿∆𝑇]
𝜕∆𝑅 𝜕∆𝑇

∆𝑆𝑇 = [|∆𝑇 −1| ∆∆𝑅 + |∆𝑅. ∆𝑇 −2 |∆∆𝑇]


∆𝑆𝑇 ∆𝑇 −1 ∆𝑅. ∆𝑇 −2
= [| | ∆∆𝑅 + | | ∆∆𝑇]
𝑆𝑇 ∆𝑅. ∆𝑇 −1 ∆𝑅. ∆𝑇 −1

∆∆𝑅 ∆∆𝑇
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 𝑆𝑇 ]
∆𝑅 ∆𝑇

0,05 Ω 0,5℃
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 0,48 Ω/℃]
2,4 Ω 5℃

∆𝑆𝑇 = 0,058 Ω/℃

• Pelaporan Fisika
ST = │ ST ± ∆𝑆𝑇 │Ω/℃
ST = │ 0,48 ± 0,05 │ Ω/℃
2. Sensivitas termistor unutk penurunan temperatur (ºC)
dengan hambatan (Ω)
• Hambatan Output
∆𝑅 = 𝑅2 − 𝑅1
∆𝑅 = (15,7 − 13,2) Ω
∆R = 2,5 Ω
• Temperatur
∆𝑇 = 𝑇2 − 𝑇1
∆𝑇 = (77 − 72)℃
∆𝑇 = 5℃
• Sensitivitas
∆𝑅
𝑆𝑇 =
∆𝑇
2,5 Ω
𝑆𝑇 =
5℃
𝑆𝑇 = 0,5 Ω/℃
• Ketidakpastian Tegangan
1
∆∆𝑅 = 2 × 𝑁𝑆𝑇
1
∆∆𝑅 = 2 × 0,1

∆∆𝑅 = 0,05 Ω

• Ketidakpastian Temperatur
1
∆∆𝑇 = × 𝑁𝑆𝑇
2
1
∆∆𝑇 = 𝑥 1 ℃
2
∆∆𝑇 = 0,5 ℃
• Ketidakpastian Sensitivitas

∆∆𝑅 ∆∆𝑇
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 𝑆𝑇 ]
∆𝑅 ∆𝑇

0,05 Ω 0,5℃
∆𝑆𝑇 = [| |+| | 0,5 Ω/℃]
2,5 Ω 5℃

∆𝑆𝑇 = 0,06 Ω/℃

• Pelaporan Fisika
ST = │ ST ± ∆𝑆𝑇 │Ω/℃
ST = │ 0,50 ± 0,06 │ Ω/℃

C. Pembahasan
Percobaan ini dilakukan agar dapat memahami prinsip kerja
pada termokopel dan termistor sebagai sensor suhu, kemudian
menetukan tingkat sensivitas masing -masing sensor tersebut
melalui analisis grafik.
Prinsip kerja termokopel terdiri dari dua kawat logam
konduktor yang berbeda jenis yang digabungkan ujungnya sebagai
pendeteksi suhu panas dan ujung yang satu sebagai pendeteksi nilai
tegangan setelah terjadi efek thermo electric dimana energi panas
berubah menjadi energi listrik. Sedangkan termistor juga memiliki
prinsip kerja yang sama dengan termokopel namun termistor berada
pada pengukuran resistansi atau hambatan.
Pada percobaan ini diperoleh suhu minimum sebesar 27˚C
dengan tegangan keluaran mula-mula adalah 0,0mV karena air
masih dalam kondisi dingin yang belum dipanaskan sehingga belum
terjadi efek thermo electric dan diperoleh suhu maksimum sebesar
97˚C dengan tegangan keluaran akhir adalah 2,7 mV karena air
sudah dalam kondisi dipanaskan sehingga telah terjadi efek thermo
electric.
Pada grafik 4.1 ditentukan nilai tegangan keluaran (Vo) yaitu
Vo1 = 0,5 mV dan Vo2 = 0,7 mV, dan nilai temperatur (T) yaitu T1 =
42˚C dan T2 = 47˚C. Pada grafik 4.2 ditentukan nilai tegangan
keluaran (Vo) yaitu Vo1 = 0,6mV dan Vo2 = 0,8 mV, dan nilai
temperatur (T) yaitu T1 = 42˚C dan T2 = 47˚C. Dari kedua grafik
dapat disimpulkan bahwa hubungan tegangan keluaran (Vo) dengan
temperatur (T) naik maupun turun adalah berbanding lurus. Artinya
semakin tinggi nilai temperatur maka semakin besar nilai tegangan
keluaran. Begitupun sebaliknya, semakin rendah nilai temperatur (T)
maka semakin kecil nilai tegangan keluaran (Vo). Namun pada
grafik kedua terlihat garis yang flukutuatif atau naik turun, hal ini
disebabkan karena alat yang tidak berfungsi dengan baik sehingga
hasil pengukuran tegangan pada proses penurunan temperatur
menunjukkan angka yang tidak stabil hal tersebut berdampak pada
bentuk grafik yang pada suhu tertentu mengalami perubahan yang
tidak stabil.
Dari hasil penentuan pada nilai tegangan keluaran (Vo) dan
suhu (T) untuk grafik 4.1 diperoleh perbedaan tegangan sebesar ∆V
= 0,2 𝑚𝑉 dengan nilai ketidakpastian tegangan sebesar ∆∆𝑉 =
0,05 mV; perbedaan temperatur sebesar ∆𝑇 = 5℃ dengan nilai
ketidakpastian temperatur sebesar ∆∆𝑇 = 0,5 ℃; besar nilai
sensitivitas termokopel adalah 𝑆𝑇 = 0,04 𝑚𝑉/℃ dengan nilai
ketidakpastian sensitivitas termokopel sebesar ∆𝑆𝑇 = 0,014 𝑚𝑉/℃.
Sehingga dari analisis grafik 4.1 diperoleh pelaporan fisika yaitu ST
= │ 0,04 ± 0,01 │ mV/℃. Untuk grafik 4.2 diperoleh perbedaan
tegangan sebesar ∆V = 0,2 𝑚𝑉 dengan nilai ketidakpastian tegangan
sebesar ∆∆𝑉 = 0,05 mV; perbedaan suhu sebesar ∆𝑇 = 5℃ dengan
nilai ketidakpastian temperatur sebesar ∆∆𝑇 = 0,5 ℃; besar nilai
sensitivitas termokopel adalah 𝑆𝑇 = 0,04 𝑚𝑉/℃ dengan nilai
ketidakpastian sensitivitas termokopel sebesar ∆𝑆𝑇 = 0,014 𝑚𝑉/℃.
Sehingga dari analisis grafik 4.1 diperoleh pelaporan fisika yaitu ST
= │ 0,04 ± 0,01 │ mV/℃. Dengan analsisis yang sama, sensor suhu
termistor memiliki sensivitas pada penaikan temperatur dan
penurunan temperatur masing – masing sebesar ST = │ 0,48 ± 0,05
│ Ω/℃ dan ST = │ 0,50 ± 0,06 │ Ω/℃.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Prinsip kerja termokopel terdiri dari dua kawat logam konduktor
yang berbeda jenis yang digabungkan ujungnya sebagai pendeteksi
suhu panas dan ujung yang satu sebagai pendeteksi nilai tegangan
setelah terjadi efek thermo electric dimana energi panas berubah
menjadi energi listrik. Sedangkan prinsip kerja termistor terdiri dari
gabungan kabel penghubung dengan termistor. Dimana termistor
sebagai pendeteksi suhu panas dan kabel penghubung sebagai
pendeteksi nilai resistansi setelah terjadi efek thermo electric dimana
energi panas berubah menjadi energi listrik.
2. Berdasarkan grafik 4.1 dan grafik 4.2 dapat disimpulkan bahwa
hubungan tegangan keluaran (Vo) dengan temperatur (T) naik
maupun turun adalah berbanding lurus. Artinya semakin tinggi nilai
temperatur maka semakin besar nilai tegangan keluaran. Begitupun
sebaliknya, semakin rendah nilai temperatur (T) maka semakin kecil
nilai tegangan keluaran (Vo). Sedangkan pada grafik 4.3 dan grafik
4.4 dapat disimpulkan bahwa hubungan hambatan keluaran (R)
dengan temperatur (T) naik maupun turun adalah berbanding
terbalik. Artinya semakin tinggi nilai temperatur maka semakin kecil
nilai hambatan keluaran. Begitupun sebaliknya, semakin rendah
nilai temperatur (T) maka semakin besar nilai tegangan keluaran (R).
3. Nilai sensivitas pada termokopel baik terhadap kenaikan temperatur
maupun penurunan temperatur adalah sama yakni ST = │ 0,04 ± 0,01
│ mV/℃. Sedangkan nilai sensivitas pada termistro berbeda terhadap
kenaikan dan penurunan temperatur. Pada kenaikan temperatu
sensivitas termistor sebesar ST = │ 0,48 ± 0,05 │ Ω/℃, sedangkan
saat penurunan temperatur nilai sensivitasnya sebesar ST = │ 0,50 ±
0,06 │ Ω/℃.
B. Saran
1. Untuk Asisten: Sudah dengan baik dalam membimbing selama
proses respon dan praktikum.
2. Untuk Laboran: Diperhatikan dan mengecek kondisi alat yang
akan digunakan agar pelaksanaan praktikum dapat berjalan
dengan efesien.
3. Untuk Praktikan: Dapat memahami teori terkait praktikum
yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Arena, M., & Basuki, A. (2015). Sistem Akuisisi Data Suhu Multipoint
Dengan Mikrokontroler. Seminar Nasional ke – 9: Rekayasa
Teknologi Industri dan Informasi , 103-109.
Budiarso, Z., & Prihandono, A. (2015). Implementasi Sensor Ultrasonik
Untuk Mengukur Panjang Gelombang Suara Berbasis
Mikrokontroler. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, 20, 171-177.
Dewi Permata Sari, Evelina, Sabilah Rasyad, Amperawan, & Selamat
Muslimin. (2018). Kendali Suhu Air Dengan Sensor Termokopel Tipe
-K Pada Simulator Sistem Pengisian Botol Otomatis. Jurnal Ampere,
3, 128-134.
Kaleka, M. B. (2019). THERMISTOR SEBAGAI SENSOR SUHU. Jurnal
Ilmiah Dinamika Sains, 10, 8-11.
DOKUMENTASI

Kenaikan Suhu

Gambar 1. Proses Kenaikan Suhu


(Sumber : Praktikum Instrumentasi)
Penurunan Suhu

Gambar 2. Proses Penurunan Suhu


(Sumber : Praktikum Instrumentasi)

Anda mungkin juga menyukai