Anda di halaman 1dari 14

MATERI 1

DETEKTOR SENTILASI

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau
gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Radiasi mempunyai sifat tak
berwarna, tak berasa, dan tak berbau. Karena radiasi tidak dapat dapat dirasakan maupun terlihat
dengan panca indera manusia, maka untuk menentukan ada atau tidaknya suatu radiasi diperlukan
suatu alat untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik itu intensitas, energi, kuantitas, ataupun
energinya.

Detektor merupakan suatu alat yang sangat peka terhadap adanya radiasi, yang apabila terkena
radiasi akan memberikan tanggapan (response) tertentu yang akan menjadi lebih mudah diamati.
Detektor berguna sebagai alat untuk mengukur dan menentukan adanya radiasi. Salah satu jenis
detektor yang dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi adalah detektor sintilasi.

Dengan adanya detektor yang mampu mendeteksi radiasi yang ada di sekitar kita, para pekerja
radiasi tidak akan merasa takut dengan bekerja di sekitar daerah radiasi. Karena adanya intensitas
atau aktivitas radiasi yang besar dapat terdeteksi secara cepat. Pada artikel kali ini saya akan
membahas mengenai Detektor Sintilasi.

Proses sintilasi adalah terpecarnya sinar tampak ketika terjadi transisi elektron dari tingkat energi
(orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam bahan penyerap. (Pusdiklat
Batan, 2001).

Proses sintilasi akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam.
Kekosongan tersebut dapat disebabkan karena lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi)
atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih tinggi bila dikenai proses radiasi (proses eksitasi).

Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian, yakni bahan sintilasi dan photomultiplier. Bahan
sintilator adalah bahan padat, cair, atau gas yang dapat menghasilkan cahaya sintilasi ketika dikenai
radiasi pengion. Photomultiplier adalah alat yang digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang
dihasilkan oleh bahan sintilator menjadi pulsa listrik.
Prinsip kerja dari detektor sintilasi adalah dengan mengubah radiasi pengion yang menumbuk bahan
sintilator menjadi percikan cahaya. Jumlah percikan cahaya yang dihasilkan oleh bahan sintilator
sangat sedikit, oleh karena itu percikan cahaya tersebut haruslah diperkuat dengan photo multiplier
tube agar dapat dihasilkan pulsa/sinyal yang mampu dideteksi oleh detektor sintilasi. Cara kerjanya
sebagai berikut : percikan cahaya yang diterima oleh PMT jumlahnya sedikit, kemudian diperkuat
hingga didapatkan pulsa/sinyal yang mampu dideteksi sebagai keluarannya. Sinyal yang masuk ke
PMT diperkuat hingga 106 kali.

Macam-macam detektor sintilasi

- Detektor sintilasi Organik, contohnya : anthracene, stillbene, Xenon, Kripton

- Detektor sintilasi Inorganik, contohnya : NaITl, CsI(Tl), CsI(Na)

http://anan-dk.blogspot.co.id/2011/11/detektor-sintilasi.html
MATERI 2

Tujuan Percobaan :

1.Mempelajari cara kerja Detektor NaI(Tl)

2.Membuat Spektrum Energi Gamma dengan NaI(Tl)

3.Membuat Grafik Kalibrasi Energi, dan menentukan Energi suaturadioisotop yang belum diketahui

TEORII. Detektor Sintilator NaI(Tl)

Prinsip kerja sebuah detektor sintilator adalah terjadinya kelipan cahayapada bahan sintilator
apabila dikenai partikel radiasi ataupun foton radiasi.Banyak jenis bahan sintilator, baik anorganik
maupun organik. Jenis sintilator sangat menentukan jenis radiasi yang dapat dideteksi. Salah satu
jenis sintilator yang banyak digunakan untuk keperluan deteksi radiasi foton gamma adalahSintilator
NaI yang diberi aktivator Tl, sehingga detektornya lebih dikenalsebagai detektor NaI(Tl).Sebuah
detektor Sintilasi NaI(Tl) terdiri dari :

1.Kristal NaI(Tl) yang berfungsi mengubah foton radiasi menjadi kelipancahaya

2.Photokatode yang berfungsi mengubah kelipan cahaya menajdifotoelektron

3.Tabung Pengganda Elektron (PMT) berfungsi melipatgandakan elektronyang terbentuk, dan pada
akhirnya terbentuk pulsa.Gambaran sebuah detektor NaI(Tl) dapat dilhat pada gambar 1.

Gambar 1. Detektor Sintilator NaI(Tl)Kelipan cahaya yang timbul diakibatkan adanya foton radiasi,
olehfotokatode diubah menjadi fotoelektron. Kelipan cahaya yang timbul sebandingdengan energi
foton yang datang. Semakin besar energi, maka kelipan cahayayang timbul semakin banyak dan
fotoelektron yang terbentukpun semakinbanyak. Jika fotoelektron dilipatgandakan didalam tabung
PMT, akan terbentukpulsa yang tingginya sebanding dengan energi foton yang datang.

https://id.scribd.com/doc/126332448/Detektor-Sintilasi
MATERI 3

DETEKTOR SINTILASI NAI(TL)

Sintilator adalah suatu bahan yang dapat memancarkan kelipan cahaya (sintilasi) apabila berinteraksi
dengan sinar-g atau partikel a dan b. Bahan ini dapat berupa zat padat atau cair, baik zat organik
maupun anorganik. Berdasarkan proses kelipan pada bahan sintilator tersebut dapat dibuat detektor
sinar radioaktif yang disebut detektor sintilator. Terdapat dua jenis tipe detektor kelipan yaitu
kelipan organik dan kelipan inorganik Pada tabel di bawah ini dituliskan beberapa contoh detektor
kelipan yang sering digunakan.

Tabel1. Macam-macam detektor

Nama type detektor

Anthrance Organic solid b

Pilot B Organic plastic a

NaI(Tl) Inorganic g

CsF Inorganic Sinar-X

Detektor sintilasi yang paling sering digunakan untuk spektroskopi gamma adalah detektor NaI(Tl).
Detektor sintilasi mampu mencacah jumlah partikel radioaktif dan energinya. Dua bagian utama
Detektor Sintilator NaI(Tl) yaitu bagian sintilator NaI(Tl), dimana partikel yang terdeteksi akan
menimbulkan kelipan cahaya dan yang kedua adalah tabung pengubah pancaran cahaya menjadi
elektron mengalami proses penggandaan dalam Photo Multiplier Tube (PMT).
Gambar 1.Bagian sintilator dan Photo
Multiplier Tube (PMT).

A. BAHAN SINTILATOR

Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi
dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar (ground
state) seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa
elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian
elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil
memancarkan percikan cahaya. Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap
dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan
cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photocatode.

Detektor kelipan inorganik yang sering digunakan untuk spektroskopi g adalah kristal tunggal alkali
halida seperti NaI (Natrium Iodida). Karena NaI merupakan material isolator, maka pita valensi
biasanya penuh sedangkan pita konduksi dalam keadaan kosong. Sebuah radiasi dapat mengeksitasi
sebuah elektron menyeberangi celah pita dari pita valensi ke pita konduksi. Tetapi elektron ini akan
kehilangan energinya dengan memancarkan sebuah photon dan kembali ke pita valensi. Untuk
meningkatkan kebolehjadian emisi photon dan mengurangi serapan cahaya oleh kristal, sejumlah
kecil material yang dinamakan aktivator ditambahkan ke dalam NaI. Aktivator yang banyak
digunakan adalah thalium sehingga detektornya dinamakan NaI(Tl) (Suharyana, 2010). Thalium
merupakan pengotor yang mempermudah terjadinya proses ionisasi. Hal ini karena Thalium
mempunyai nomor atom besar (81), lebih besar nomor atom maka lebih jauh elektron terluarnya
dari inti atom dan lebih lemah gaya yang mengikatnya dari inti atom sehingga mudah mengalami
ionisasi (Utari, 2004).
Gambar 2. Peran bahan aktivator Thalium.

Peristiwa pembentukan kelipan cahaya dapat dipandang sebagai urut-urutan beberapa proses
sebagai berikut :

Sinar-g yang masuk ke dalam suatu detektor sintilator akan berinteraksi dengan atom-atom di
dalamnya sehingga terjadi 3 mekanisme sebagai berikut :

a. Efek fotolistrik

Yaitu suatu gejala dimana suatu cahaya yang frekuensinya cukup tinggi dijauhkan pada suatu
permukaan logam, maka akan terjadi pemancaran elektron dari permukaan logam tersebut.

b. Produksi Pasangan

Yaitu suatu peristiwa yang terjadi apabila suatu foton ditembakkan pada suatu initi atom
sehingga inti atom tersebut akan memancarkan sepasang elektron (q = -e) dan positron (q = +e). Hal
ini terjadi karena untuk memenuhi hukum kekekalan energi dan momentum linier serta hukum
kekekalan muatan listrik.

c. Hamburan Compton

Yaitu suatu peristiwa dimana suatu foton menumbuk elektron dan kemudian mengalami
hamburan dari arahnya semula sedangkan elektronnya menerima impuls dan bergerak. Dalam
tumbukan ini foton dapat dipandang sebagai partikel yang kehilangan sejumlah energi yang
besarnya sama dengan besarnya energi kinetik yang diterima elektron.

Melalui ketiga proses ini, sinar-g menyerahkan sebagian atau seluruhnya tenaganya pada
materi detektor dan sebagai hasilnya melepaskan elektron – elektron bebas yang dipergunakan
dalam proses deteksi selanjutnya. Segera setelah elektron (fotoelektron) dibebaskan keluar dari
sistem atom, maka sebagai akibat dari pengaturan kembali konfigurasi elektron akan dipancarkan
sinar-x. Hampir semua sinar-x ini diserap oleh bahan detektor dan tenaganya diserahkan pada
fotoelektron yang dilepaskan. Sebagian besar dari tenaga yang diserap oleh elektron ini akan
dilepaskan dalam bentuk tenaga panas dan sebagian yang lain dilepaskan foton cahaya kelipan
(Utari, 2004).

B. PHOTO MULTIPLIER TUBE (PMT)

Gambar 3. Skema dari PhotoMultiplier Tube (PMT)

Prinsip kerja detektor kelipan ditunjukkan pada Gambar 3. Radiasi memasuki detektor sehingga
mengakibatkan elektron atom – atom penyusun material detektor tereksitasi. Ketika kembali ke
keadaan dasarnya, elektron orbit memancarkan cahaya. Cahaya ini akan menumbuk katoda yang
permukaannya dilapisai photosensitive yang biasanya terbuat dari antimony dan cesium. Akibatnya
katoda akan menghasilkan paling sedikit sebuah elektron tiap photon yang mengenainya melalui
mekanisme efek photolistrik. Di belakang katoda terdapat tabung pegganda elektron yang
dinamakan photomultiplier tube PMT yang terdiri atas beberapa elektroda yang dinamakan dynode
yang masing – masing dihubungkan dengan tegangan listrik searah yang secara progresif bertambah
besar. Karena antara dynode pertama dengan photocatode terdapat medan listrik, maka
photoelektron akan dipercepat geraknya oleh medan listrik menuju dynode pertama. Elektron yang
dipercepat ini memiliki energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron – elektron dari dynode
pertama. Untuk sebuah photoelektron yang mengenai dynode, bergantung pada efisiensi PMT, akan
menghasilkan sekitar 10 buah elektron sekunder. Elektron sekunder ini diarahkan geraknya sehingga
dipercepat oleh medan listrik antara dynode kedua dengan pertama sehingga dari dynode kedua
dihasilkan elektron tersier yang jumlahnya berlipat. Proses seperti ini diulang – ulang sampai
akhirnya elektron yang keluar dari dynode terakhir mampu menghasilkan arus keluaran yang
besarnya lebih dari sejuta kali dibandingkan arus yang keluar dari katoda. Arus ini masih berupa
pulsa muatan sehingga belum dapat dianalisa. Pulsa keluaran PMT dimasukkan ke penguat muka
preamplifier dan sinyal yang keluar dari penguat muka sudah dalam bentuk pulsa tegangan dalam
orde milivolt (Suharyana, 2010).

Contoh unsur radioaktif 137Cs yang dideteksi dengan detektor NaI(Tl)


Jika energi radiasi yang dipancarkan oleh unsur radioaktif 137Cs diserap seluruhnya oleh elektron-
elektron pada kristal detektor NaI(Tl) maka interaksi ini disebut efek fotolistrik yang menghasilkan
puncak energi (photopeak) pada spektrum gamma (gambar 3) pada daerah energi 662 keV. Apabila
foton gamma berinteraksi dengan sebuah elektron bebas atau yang terikat lemah, misal elektron
pada kulit terluar suatu atom, maka sebagian energi photon akan diserap oleh elektron dan
kemudian terhambur. Interaksi ini disebut dengan hamburan Compton

Gambar 5. Pengukuran spektrum 137Cs dengan menggunakan detektor NaI(Tl) (Departement of


physisc Integrated Laboratory).

Titik batas antara interaksi Compton dan foto listrik menghasilkan puncak energi yang disebut
Compton edge. Puncak Backscatter disebabkan oleh foton yang telah dihamburkan keluar ternyata
didefleksi balik kedalam detektor sehingga terdeteksi ulang. Spektrum di atas merupakan contoh
karakteristik spektra dari isotop 137Cs, setiap isotop mempunyai karakteristik pola spektral yang
berbeda-beda yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi isotop-isotop tersebut (Ardisasmita, M
Syamsa, 2000).

KESIMPULAN

– Detektor sintilator adalah detektor sinar radioaktif yang berdasarkan proses kelipan pada
bahan sintilator. Yang termasuk bahan sintilator yaitu suatu bahan yang dapat memancarkan kelipan
cahaya (sintilasi) apabila berinteraksi dengan sinar-g atau partikel a dan b. Bahan ini dapat berupa
zat padat atau cair, baik zat organik maupun anorganik.


DAFTAR PUSTAKA

Ardisasmita, M Syamsa. 2000. Pengembangan Spektrometer Sinar Gamma Dengan Sistem


Identifikasi Isotop Radioaktif Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan. Bandung : P2TIK –
BATAN.

Kamil, Insan. 2000. Studi Kasus Lumpur Lapindo Dengan Menggunakan Detektor NaI. Bandung : ITB.

Krane., K.S. 1988. Introductory Nuclear Physics. Canada : John Wiley Dan Sons, Inc

Suharyana Riyatun. 2008. Praktikum Fisika Nuklir. Lab Fisika FMIPA UNS: Surakarta

Suharyana Riyatun. 2006. Diktat Kuliah Fisika Inti I Bagian Pertama. Jurusan Fisika FMIPA-UNS:
Surakarta

Suharyana. 2010. Detektor Nuklir.

Tim eksperimen fisika. 2002. Buku Panduan Eksperimen Fisika II. Lab fisika Fmipa UNS : Surakarta

Utari, dkk. 2004. Bahan Ajar Mata Kuliah Metode Deteksi Nuklir. Jurusan Fisika FMIPA-UNS:
Surakarta.

Departement of physisc Integrated Laboratory. Gamma-ray Spectroscopy using a NaI(Tl) Detector.


University of Guelph.
MATERI 4

DETEKTOR SINTILASI UNTUK MENDETEKSI UNSUR RADIASI NUKLIR

Radioaktifitas alam mula-mula ditemukan oleh Bacqurel pada tahun 1895. Ia menemukan bahwa
garam-garam uranium memancarkan sinar-sinar yang tidak tampak dan mempunyai daya tembus
yang kuat serta dapat mengubah flat film.

Dari penyelidikan –penyelidikan yang telah dilakukan dapat ditentukan bahwa unsur-unsur berat
yang dapat memancarkan sinar yang tidak tampak, berdaya tumbuh besar, secara spontan dan tidak
dapat dipengaruhi oleh keadaan sekeliling disebut Radioaktifitas. Dalam peristiwa radioaktifitas ini
unsur-unsur tersebut berubah menjadi unsur baru.

Salah satu cara yang paling tua untuk mendeteksi unsur radiasi nuklir adalah didasarkan pada
sintilasi. Pada tahun 1903 Crooks menemukan, bahwa bila partikel alfa mengenai lapisan ZnS
terlihatlah cahaya. Cahaya yang terlihat itu tidak merata, tetapi terdiri atas kelipan-kelipan. Dengan
menghitung jumlah kelipan tersebut dapat diketahui jumlah partikel alfa yang dikeluarkan oleh usur
radioaktif pada waktu tertentu.

Pada mulanya metoda ini dilupakan karena walaupun tanpa menggunakan mikroskop proses ini
tidak efisien, tidak akurat dan memakan waktu yang lama. Setelah 30 tahun kemudian metoda ini
dipakai lagi setelah ditemukannya amplifier. Amplifier adalah peralatan elektronik yang mampu
memperkuat cahaya yang dihasilkan pada sintilator. Jumlah yang dihasilkan pada sintilator sangat
kecil, maka harus diperkuat sebelum direkam dalam bentuk pulsa atau yang lainnya. Perbedaan tipe
sintilator dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:sintilator in organik, sintilator organik, dan sintilator gas.

1. Definisi Detektor

Detektor Radiasi

Sinar radioaktif bercahaya dan tidak dapat kita lihat sehingga kita harus memiliki alat untuk
mendeteksi adanya sinar radioaktif. alat detektor sinar radioaktif disebut detektor radiasi.

Detektor Sintilasi

Beberapa bahan sodium iodida, cesium iodida, anthracenc, napthalenc, dan phenanthrene. ketika
ditabrak oleh partikel tunggal bermuatan sinar x atau sinar gamma akan menghasilkan kedipan
cahaya. Bahan ini disebut sintilator. Kedipan sinar ini nantinya diubah menjadi pulsa elektrik yang
dapat dihitung. Jadi, counter sintilator itu adalah pengaturan untuk mendeteksi dan menghitung
berkas-berkas partikel bermuatan yang diubah dalam bentuk pulsa elektrik.

2. Komponen dan cara kerja Sintilasi

Alat ini menggunakan bahan logam yang atom-atomnya dengan mudah dideteksi oleh radiasi yang
datang (efek fotolistrik ). Efek fotolistrik adalah keluarnya elektron-elektron dari permukaan logam
ketika terkena radiasi.Bahan-bahan yang umum digunakan sebagai sintilator adalah kristal –kristal
natrium iodida. Bahan-bahan ini diletakkan di salah satu ujung peralatan yang disebut tabung
fotopengganda (photomultiplier) sehingga foton yang dikeluarkan oleh sintilator dapat diubah
menjadi sinyal listrik. Tabung fotopengganda terdiri atas beberapa elektroda yang disebut dinoda.

3. Tipe-tipe Sintilator

a. Sintilator inorganik

Sintilator inorganik pada sistem kristal berupa logam alkali, terutama pada alkali iodide yang jumlah
konsentrasinya kecil. Contohnya Na I (Ti), Ca I (Na), Li I (Eu), dan Ca F2 (Eu). Elemen dalam tanda
kurung merupakan ketidakmurnian atau aktivator. Konsentrasi aktivator relatif kecil contohnya
thalium pada Na I (Ti) adalah 10-3/mol.

Bahan sintilator inorganik

NaI (Ti)

Digunakan untuk mendeteksi sinar gamma. Dapat diproduksi dalam ukuran yang cukup besar
(diameter 0,75 m dan tebal 0,25 m). Mempunyai massa yang besar dan nomor atomnya tinggi.
Kelemahan dari Na I (Ti) yaitu mudah remuk dan peka terhadap perubahan suhu dan kerapatannya
relatif tinggi (3,67 x 103 kg/m3).

CsI (Ti)

Memiliki kerapatan yang besar dan jumlah nomor atomnya lebih besar dari NaI (Ti) sehingga
memmpunyai efesiensi deteksi gamma yang lebih besar, namun memiliki efisiensi konversi cahaya
yang lebih rendah 45 % dari NaI (Ti). Ca I ini lebih lunak dan lebih peka terhadap suhu.

Ca F2 (Eu)

Terdiri dari bahan bernomor atom rendah sehingga tidak efisien untuk mendeteksi gamma tapi
sangat efisien untuk mendeteksi partikel betha dan sinar x, dan mudah dibuat dalam segala bentuk
karena tidak mudah larut dan tidak berubah sifat maka cukup baik untuk pengukuran radioisotop
berupa cairan. Efisiensi konversi cahaya dari Ca F2 mencapai 50 % dari Na I (Ti).

Li I (Eu)

Merupakan detektor netron termal yang melalui reaksi 3Li x (n,a) IHI. Proses pelipatan tidak
dilakukan langsung oleh netron melainkan alpha sebagai hasil reaksi netron dengan Li. Efisiensi
cahayanya sekitar 1/3 dari Na I (Ti).

Respon dari sintilator inorganik

Photon

Respon dari Na (Ti) pada sinar gamma adalah linier kecuali untuk energi dibawah 400 Kev. Hasil
eksperimen tersebut ditunjukkan pada gambar2.

Partikel bermuatan untuk respon dari proton dan deutron dari sintilator merupakan perbandingan
dari energi partikel, untuk E > 1 Mev. Untuk partikel alpha perbandingan dimulai pada 15 Mev

Neutron

Neutron dideteksi secara langsung dengan partikel bermuatan yang dihasilkan dari reaksi nuklir.
Tanggapan dari neutron teradapat pada respon photon dan alpha.

b. Sintilator Organik

Sintilator organik dapat berupa kristal seperti antharacene dan transtilecene. Sintilator organik cair
seperti toluene dan hexametylbenzene yang berguna jika suatu detektor dengan ukuran yang sangat
besar diperlukan dalam usaha menaikkan efisiensi deteksi, khususnya dalam pengukuran aktivasi
sangat rendah (H3 dan Cl4), pengukuran sinar kormis dan sebagainya.
Mekanisme dari proses sintilator organik

Proses kelipatan cahaya merupakan proses transisi molekul bahan sintilator. Perbedaan yang paling
dasar dengan sintilator inorganik adalah waktu tanggapnya jauh lebih kecil yaitu kurang dari 10 ns (1
ms untuk sintilator inorganik).

Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa energi molekul sebagai fungsi jarak antar atom. Keadaan
dasar molekul tercapai jika berada di titik A0 dengan energi potensial minimum. Interaksi dengan
radiasi pengionan menyebabkan molekul melakukan transisi ke arah tereksitasi A1. Molekul akan
melepas energi kisinya melalui vibrasi kisi untuk mencapai keadaan B1. Kemudian molekul
melakukan transisi kebawah (B0) dengan melepas energinya dalam bentuk pancaran proton cahaya
bernergi (EB1-EB0) lebih kecil dari eneri eksitasinya (EA1-EA0).

Respon sintilator organik

Respon sintilator organik sangat bergantung pada alpha dan proton, seperti respon dari sintilasi
plastik dan cair ke elektron.

c. Sintilator Gas

Sintilator ini merupakan campuran gas mulia. Cahaya kelipatan yang dihasilkan merupakan akibat
transisi atom. Karena cahaya yang digunakan oleh gas mulia berada di daerah ultra ungu maka gas
lain seperti nitrogen perlu ditambahkan sebagai penggeser panjang gelombang.

Sintilator gas memiliki beberapa sifat, antara lain :

Waktu peluruhan yang sangat pendek

Cahaya kelipatan yang dihasilkan tiap satuan energi radiasi pengion tidak tergantung pada muatan
dan massa partikel pengion tersebut.

efsisensi untuk sinar gamma sangat rendah.


4. Counter sintilator ini mememiliki beberapa keuntungan yaitu:

a. Karena berisi zat padat yang sensitif sehingga efisien untuk mendeteksi sinar gamma atau
sinar x yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan counter geiger yang memiliki efisiensi 1
%.
b. Tetapan waktu bervariasi dari 10-6 detik untuk kristal inorganik dan 10-9 detik untuk kristal
organik.
c. Ketinggian dari pulsa keluaran bisa dibuat sebanding dengan energi dari sinar gamma.
d. Mempunyai kerapatan lebih tinggi dan volume kepekaannya lebih besar, sehingga partikel
berenergi tinggi dapat dihentikan dan energinya dapat diukur .

5. Aplikasi Penggunaan Detektor Sintilasi.

1. Pengukuran standarisasi radioisotop Fe-59

Dengan menggunakan detektor sintilasi didapatkan bahwa pengukuran kadar Fe-59 lebih akurat
0.7% daripada menggunakan metode spektrometri gamma.

2. Penentuan keradioaktifan dan total secara cepat dan akurat dalam pemantauan lingkungan

KESIMPULAN

Sentilator (pengelip) atau fasor adalah suatu zat tertentu akan berkedip jika terkena radiasi ionisasi.
Keguanaan dari sintilator ini anatara lain pita zat organik, larutan zat organik dan gas mulia. Sintilator
yang baik untuk partikel alpha digunakan sulfida seng yang diaktifkan dengan perak. Sintilator untuk
sinar gamma menggunakan Natrium Iolida yang diaktifkan dengan Talium, sedangkan untuk sinar
betha lebih banyak digunakan sentilator organik, misalnya kristal antrasen.

http://www.putrapastim.ga/2015/06/detektor-sintilasi-untuk-mendeteksi.html

Anda mungkin juga menyukai