Anda di halaman 1dari 37

FISIKA INTI

DETEKTOR RADIASI

NAMA : Minda Misda Mela

NIM / TM : 16033018 / 2016

PRODI : Pendidikan Fisika

DOSEN PEMBIMBING : 1. Dra. Hidayati, M.Si

2. Rahmat Hidayat, S.Pd., M.Si

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
DETEKTOR RADIASI

A. Sifat Radiasi Nuklir


1. Pengertian Radiasi Nuklir
Radiasi adalah sebuah transfer energi yang melalui gelombang
elektromagnetik atau juga gerakan partikel yang berlangsung secara cepat
yang melalui ruang hingga akhirnya dapat diserap oleh benda lain atau
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari
sumber radiasi. Dalam pengertian umum Segala sesuatu yang berkaitan
dengan nuklir adalah berhubungan dengan atom. Atom merupakan bagian
terkecil dari suatu benda yang terdiri atas proton, neutron dan elektron.
Nuklir merupakan inti atom yang tersusun dari proton dan neutron.
Kejadian pada kehidupan sehari-hari, fenomena alam, jarang sekali
berkaitan dengan reaksi nuklir. Hampir semuanya melibatkan gravitasi dan
elektromagnetik. Keduanya adalah bagian dari empat gaya dasar dari alam,
dan bukanlah yang terkuat. Namun dua lainnya, gaya nuklir lemah dan
gaya nuklir kuat adalah gaya yang bekerja pada range yang pendek dan
tidak bekerja di luar inti atom. Inti atom terdiri dari muatan positif yang
sesungguhnya akan saling menjauhi jika tidak ada suatu gaya yang
menahannya. Jadi radiasi nuklir merupakan reaksi nuklir yang dapat terjadi
dalam berbagai bentuk, masing-masing memberikan hasil yang sangat
berbeda. Reaksi nuklir adalah reaksi yang terjadi di inti atom.

2. Sifat – Sifat Radiasi


Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai
berikut: :
a. Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk
mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut
dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara
spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis
radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor
neutron, dll.
b. Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui
proses ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-
sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat
detektor radiasi.
Besaran yang Diukur Secara definisi, radiasi merupakan salah satu cara
perambatan energi dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa
membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Salah satu
bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi nuklir.
Radiasi ini memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan
secara langsung oleh panca indra manusia dan beberapa jenis radiasi
dapat menembus berbagai jenis bahan. Sebagaimana sifatnya yang
tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca indera manusia, maka
untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu
alat, yaitu pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan
untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi, atau
dosisnya.
a. Kuantitas radiasi
Kuantitas radiasi adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan
luas, pada suatu titik pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding
lurus dengan aktivitas sumber radiasi dan berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.
b. Energi radiasi (E)
Energi radiasi merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang
dipancarkan oleh sumber radiasi. Bila sumber radiasinya berupa
radionuklida maka tingkat atau nilai energi radiasi yang dipancarkan
tergantung pada jenis radionuklidanya. Kalau sumber radiasinya
berupa pesawat sinar-X, maka energi radiasinya bergantung kepada
tegangan anoda (kV). Tabel 1 menunjukkan contoh energi radiasi
yang dipancarkan oleh beberapa radionuklida.

Jenis radionuklida Energi probabilitas

Cd-109 88 keV 3,70 %

Cs-137 662 keV 85%

1173 keV dan 1332


Co-60 99% dan 100%
keV
c. Dosis radiasi
Dosis radiasi menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang
dapat ditimbulkan oleh radiasi. Nilai dosis ini sangat ditentukan oleh
kuantitas radiasi, jenis radiasi dan jenis bahan penyerap. Dalam
proteksi radiasi pengertian dosis adalah jumlah radiasi yang terdapat
dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau
diterima oleh materi. Penggunaan sistem pengukur radiasi dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu untuk kegiatan proteksi
radiasi dan untuk kegiatan aplikasi/penelitian radiasi nuklir. Alat ukur
radiasi yang digunakan untuk kegiatan proteksi radiasi harus dapat
menunjukkan nilai dosis radiasi yang mengenai alat tersebut.
Sedangkan alat ukur yang digunakan di bidang aplikasi radiasi dan
penelitian biasanya ditekankan untuk dapat menampilkan nilai
kuantitas radiasi atau spektrum energi radiasi yang memasukinya.
Setiap alat ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu detektor
dan peralatan penunjang.
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang jadi
bila dikenai radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response)
tertentu yang lebih mudah diamati sedangkan peralatan penunjang,
biasanya merupakan peralatan elektronik, berfungsi untuk mengubah
tanggapan detektor tersebut menjadi suatu informasi yang dapat diamati
oleh panca indera manusia atau dapat diolah lebih lanjut menjadi
informasi yang berarti.

3. Jenis radiasi

Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi


atom atau inti atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti
atom mungkin memang sudah alamiah atau buatan manusia, oleh
karena itu ada sumber radiasi alam dan sumber radiasi buatan. Sumber
radiasi itu sendiri dapat dibedakan menjadi sumber yang berupa zat
radioaktif dan sumber yang berupa mesin, seperti pesawat sinar-X,
akselerator, maupun reaktor nuklir. Adapun jenis radiasi dapat
dibedakan menjadi radiasi partikel bermuatan, radiasi partikel tak
bermuatan, dan gelombang elektromagnetik atau foton.
1) Radiasi Partikel Bermuatan
Radiasi ini merupakan pancaran energi dalam bentuk partikel yang
bermuatan listrik. Beberapa jenisnya adalah radiasi alpha dan beta yang
dipancarkan oleh zat radioaktif (inti atom yang tidak stabil), serta
radiasi elektron dan proton yang dihasilkan oleh mesin berkas elektron
ataupun akselerator.
o Alpha
Partikel alpha terdiri dari dua buah proton dan dua buah neutron, identik
dengan inti atom Helium, serta mempunyai muatan listrik positif
sebesar 2 muatan elementer. Radiasi alpha dipancarkan oleh zat
radioaktif, atau dari inti atom yang tidak stabil.

Gambar 1. Peluruhan alfa

o Beta
Terdapat dua jenis radiasi beta yaitu beta positif dan beta negatif. Beta
negatif identik dengan elektron, baik massa maupun muatan listriknya,
sedangkan beta positif identik dengan positron (elektron yang
bermuatan positif).

Gambar 2. Peluruhan beta

Radiasi beta dipancarkan oleh zat radioaktif atau inti atom yang tidak
stabil. Ketika memancarkan radiasi beta negatif, di dalam inti atomnya
terjadi transformasi neutron menjadi proton, sebaliknya pada saat
memancarkan beta positif terjadi transformasi proton menjadi neutron.
o Elektron
Radiasi elektron mempunyai sifat yang sama dengan radiasi beta
negatif, yang membedakan adalah asalnya. Partikel beta berasal dari
inti atom sedangkan elektron berasal dari atom. Radiasi elektron dapat
berasal dari zat radioaktif yang meluruh dengan cara internal
conversion atau dari mesin berkas elektron (akselerator).
o Proton
Radiasi proton merupakan pancaran proton yang mempunyai massa 1
sma (satuan massa atom) dan mempunyai muatan positif sebesar satu
muatan elementer. Radiasi proton dihasilkan dari akselerator proton.
1) Radiasi Partikel tak Bermuatan (Neutron)
Radiasi ini merupakan pancaran energi dalam bentuk partikel neutron
yang tidak bermuatan listrik dan mempunyai massa 1 sma (satuan
massa atom). Radiasi ini lebih banyak dihasilkan bukan oleh inti atom
yang tidak stabil (radioisotop) melainkan oleh proses reaksi inti seperti
reaksi fisi di reaktor nuklir.
2) Radiasi Gelombang Elektromagnetik (Foton)
Radiasi ini merupakan pancaran energi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik atau foton yang tidak bermassa maupun bermuatan
listrik. Terdapat dua jenis radiasi yang berbentuk gelombang
elektromagnetik yaitu sinar gamma dan sinar-X.

o Gamma
Radiasi gamma dipancarkan oleh inti atom yang dalam keadaan
tereksitasi. Setelah memancarkan radiasi gamma, inti atom tidak
mengalami perubahan baik jumlah proton maupun jumlah neutron.
Gambar 3. Peluruhan gamma

o Sinar-X
Sebenarnya dikenal dua jenis sinar-X yaitu yang dihasilkan oleh atom
dalam keadaan tereksitasi (sinar-X karakteristik) dan yang dihasilkan
oleh proses interaksi radiasi partikel bermuatan (brehmsstrahlung).
Perbedaan kedua jenis sinar-X di atas, selain asal terjadinya, adalah
bentuk spektrum energinya. Sinar-X karakteristik bersifat discreet pada
energi tertentu sesuai dengan jenis unsurnya, sedangkan
brehmsstrahlung bersifat kontinyu.

4. Interaksi Radiasi Partikel Bermuatan

1. Partikel Bermuatan Berat

Interaksi radiasi partikel bermuatan ketika mengenai materi adalah


proses Coulomb, yaitu gaya tarik menarik atau tolak menolak antara
radiasi partikel bermuatan dengan elektron orbital dari atom bahan

 Ionisasi
Proses ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari orbitnya karena
ditarik atau ditolak oleh radiasi partikel bermuatan. Elektron yang lepas
menjadi elektron bebas sedang sisa atomnya menjadi ion positif.
Setelah melakukan ionisasi energi radiasi akan berkurang sebesar
energi ionisasi elektron. Peristiwa ini akan berlangsung terus sampai
energi radiasi partikel bermuatan habis terserap. Radiasi alpha yang
mempunyai massa maupun muatan lebih besar mempunyai daya ionisasi
yang lebih besar daripada radiasi yang lain
Gambar 4: proses ionisasi

Ketika partikel bermuatan melintasi media, itu semakin


kehilangan energi dengan mentransfer ke elektron dari atom medium.
Tingkat kehilangan energi dapat diperkirakan dengan
mempertimbangkan sebuah ion dengan massa mion dan muatan zione
yang melewati dekat elektron bebas, seperti yang diilustrasikan pada
Gambar. 5 Untuk mempermudah perhitungan, pertama kita
menganggap bahwa ion adalah non-relativistik, v << c, dan m ion >> me.
Karena mion >> me, gerakan ion hampir tidak terpengaruh oleh
pertemuan dekat dengan elektron sehingga lintasannya, secara
pendekatan berupa garis lurus dengan parameter dampak b.

Gambar 4.1 Lintasan dari partikel bermuatan di sekitar atom.

(Sumber : Basdevant,Rich, and Spiro. , 2004 hal 257)

Elektron mengalami gaya Coulomb karena adanya ion dan karena itu mundur
setelah melintasi ion. Momentum elektron dapat dihitung dengan mengintegrasikan
gaya. Integral tidak nol hanya dalam arah tegak lurus lintasan:

z e2 bdx / v zion e 2
pe(b, v)   Fydt  ion  x  (1)
4 0  b2  2 0 vb
2 3/ 2


Rumus ini berlaku untuk nilai b yang cukup besar bahwa selama melintas, elektron
mundur melalui jarak yang kecil dibandingkan dengan b. Hilangnya energi dari ion,
ΔE, adalah energi kinetik dari elektron mundur:

pe
2
 zion e 2  2
E (b, v)    (2)
2me  4 0  v 2 b 2 me

Kehilangan energi sebanding dengan v−2 karena semakin lambat ion, semakin
lama waktu yang elektron mengalami medan listrik dari ion. Energi yang hilang
sebanding dengan b-2 jadi kita perlu untuk mengambil rata-rata lebih dari parameter
dampak. Prosedur berikut tepat apa yang kita lakukan di Chap. 3 ketika kita
menghitung probabilitas reaksi dalam hal penampang. Kita ambil kotak volume L3
yang mengandung satu elektron. Kehilangan energi rata-rata untuk parameter dampak
acak adalah

bmax 2
1 2  z ion e 2 
E ( v )  2
L 
bmin
2bdb 2 2
v b me

 4 0


2
1 4  zion e 2 
 2 2   ln(bmax / bmin )
L v me  4 0 

(c) 2 4
 ( zion ) 2 ln(bmax / bmin ) (3)
L me c 
2 2 2

dimana β = vion/c dan α adalah konstanta struktur halus. Untuk Ne elektron dalam
kotak, total kehilangan energi diperoleh dengan mengalikan dengan Ne. Laju
kehilangan energi, dE/dx, kemudian diperoleh dengan membagi dengan panjang kotak
L

dE (c) 2 ne 4
 ( zion ) 2 ln(bmax / bmin ) (4)
dx me c 2  2
dimana ne = Ne/L3 adalah densitas elektron dalam kotak.

2. Radiasi Partikel tak Bermuatan (Neutron)


Radiasi ini merupakan pancaran energi dalam bentuk partikel neutron yang tidak
bermuatan listrik dan mempunyai massa 1 sma (satuan massa atom). Radiasi ini lebih
banyak dihasilkan bukan oleh inti atom yang tidak stabil (radioisotop) melainkan oleh
proses reaksi inti seperti contoh sumber AmBe di atas ataupun reaksi fisi di reaktor
nuklir. karena tidak bermuatan listrik, mekanisme interaksi radiasi neutron lebih
dominan secara mekanik, yaitu peristiwa tumbukan baik secara elastik maupun
tidak elastik. Sebagaimana radiasi partikel bermuatan, radiasi neutron juga
mempunyai potensi melakukan reaksi inti.
 Tumbukan elastik
Tumbukan elastik adalah tumbukan di mana total energi kinetik partikel-
partikel sebelum dan sesudah tumbukan tidak berubah. Dalam tumbukan elastik antara
neutron dan atom bahan penyerap, sebagian energi neutron diberikan ke inti atom yang
ditumbuknya sehingga atom tersebut terpental sedangkan neutronnya
dibelokkan/dihamburkan.

Gambar 6: peristiwa tumbukan elastik


Tumbukan elastik terjadi bila atom yang ditumbuk neutron mempunyai massa
yang sama, atau hampir sama dengan massa neutron (misalnya atom Hidrogen),
sehingga fraksi energi neutron yang terserap oleh atom tersebut cukup besar.
 Tumbukan tidak Elastik
Proses tumbukan tak elastik sebenarnya sama saja dengan tumbukan elastik,
tetapi energi kinetik sebelum dan sesudah tumbukan berbeda. Ini terjadi bila massa
atom yang ditumbuk neutron jauh lebih besar dari massa neutron. Setelah tumbukan,
atom tersebut tidak terpental, hanya bergetar, sedang neutronnya terhamburkan.
Gambar 7: peristiwa tumbukan tidak elastik

Dalam peristiwa ini, energi neutron yang diberikan ke atom yang


ditumbuknya tidak terlalu besar sehingga setelah tumbukan, energi
neutron tidak banyak berkurang. Oleh karena itu, bahan yang
mengandung atom-atom dengan nomor atom besar tidak efektif
sebagai penahan radiasi neutron.
 Neutron

Neutron dalam range MeV berinteraksi dengan materi kebanyakan oleh


hamburan elastis pada inti. Hal ini menyebabkan hilangnya secatra progresif energi
kinetik neutron sampai mereka mengalami termalisasi dengan energi rata-rata, ~kT,
yang diberikan oleh suhu medium (Gambar 5.14). Neutron kemudian terus melakukan
gerak random dengan kecepatan v~2000 ms-1 sampai mereka diserap, biasanya oleh
(n, γ) reaksi. Dalam media homogen yang mengandung inti dari nomor massa A,
waktu rata-rata untuk penyerapan sesudah termalisasi adalah

1 A g cm 3 1 b
τ  6μμ
n σv ρ σ

( )

di mana n dan ρ adalah jumlah dan kerapatan massa inti dan σ adalah rata-rata
penampang termal pada T = 300K. Perhatikan bahwa waktu penyerapan secara
substansial lebih pendek dari umur rata-rata sebuah neutron bebas, ~886.7s.

3. Interaksi Radiasi Gelombang Elektromagnetik


Interaksi radiasi gelombang elektromagnetik ketika mengenai materi
lebih menunjukkan sifat dualisme gelombang - partikel yaitu efek foto
listrik, efek Compton, dan produksi pasangan.

 Efek Foto Listrik

Dalam peristiwa efek foto listrik, foton yang mengenai materi akan
diserap sepenuhnya dan salah satu elektron orbital akan dipancarkan
dengan energi kinetik yang hampir sama dengan energi foton yang
mengenainya.

Gambar 8: peristiwa efek foto listrik

 Efek Compton

Peristiwa efek Compton sangat menyerupai efek foto listrik kecuali


energi foton yang mengenai materi tidak diserap sepenuhnya sehingga
masih ada sisa energi foton yang dipantulkan atau dibelokkan.

Gambar 9: peristiwa efek Compton


 Produksi Pasangan

Peristiwa ini menunjukkan kesetaraan antara massa dengan energi sebagaimana


diperkenalkan pertama kali oleh Einstein. Bila sebuah foton yang mengenai materi
berhasil “masuk” sampai ke daerah medan inti (nuclear field) dan mempunyai energi
lebih besar dari 1,022 MeV maka foton tersebut akan diserap habis dan akan
dipancarkan pasangan elektron – positron. Positron adalah anti partikel dari elektron,
yang mempunyai karakteristik sama dengan elektron tetapi bermuatan positif.

B. JENIS DETEKTOR RADIASI


Detektor Elektroskop
1. Pengertian Detektor Elektroskop
Elektroskop adalah suatu piranti yang dapat digunakan untuk mendeteksi
ada tidaknya muatan listrik pada suatu benda. Daun-daun elektroskop akan
mengembang apabila kepala elektroskop dimuati baik dengan cara induksi listrik
atau secara konduksi listrik.

Gambar 11. Elektroskop

Elektroskop adalah salahsatu alat yang paling pertama digunakan untuk


mendeteksi radiasi ion, Ini merupakan suatu alat sederhana yang dapat mengukur
potensial dari satu muatan. Ini biasanya terdiridari dua daun emas. Radiasi
dikeluarkan oleh sumber radio aktif sebab gas dalam elektroskop menjadi ion.
Muatan yang dikumpulkan oleh daun membuat merka berkumpul nilainya adalah
perbandingan secara langsung pada sekeliling ionisasi dan sebabitu pada
sekeliling radiasi.
2. Prinsip Kerja Detektor Elektroskop
Di dalam sebuah peti kaca terdapat dua buah daun elektroskop yang dapat
bergerak (kadang-kadang yang dapat bergerak hanya satu daun saja), biasanya
dibuat dari emas. Daun-daun elektroskop ini dihubungkan ke sebuah bola logam
yang berada di luar peti kaca melalui suatu konduktor yang terisolasi dari peti.
Apabila benda yang bermuatan negatif didekatkan ke bola logam, maka
terjadi induksi yang menarik muatan positif untuk berkumpul di puncak,
sedangkan di daun elektroskop bermuatan negatif. Karena pada dua sisi daun
bermuatan negatif maka daun tersebut tolak-menolak dan akhirnya melebar.
Pada setiap kasus, makin besar muatan, maka makin lebar pemisahan
daun-daun elektroskop. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa dengan cara ini,
anda tidak dapat menentukan tanda muatan, karena dalam setiap kasus, kedua daun
elektroskop saling menolak satu dengan yang lain. Meskipun demikian, suatu
elektroskop dapat digunakan untuk menentukan “tanda muatan” jika pertama-tama
pemisahan muatan dilakukan dengan cara konduksi, misalnya secara negatif,
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3a.
Sekarang, jika benda bermuatan negatif didekatkan, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 3b, maka lebih banyak elektron diinduksi untuk
bergerak ke bawah menuju daun-daun elektroskop sehingga kedua daun ini
terpisah lebih lebar. Di sisi lain, jika muatan positif didekatkan, maka elektron-
elektron akan diinduksi untuk bergerak ke atas, sehingga menjadi lebih negatif dan
jarak pisah kedua daun ini menjadi berkurang (menjadi lebih sempit), seperti pada
Gambar 3c.
Gambar 12. Elektroskop yang pertama-tama dimuati dapat digunakan untuk
menentukan tanda dari suatu muatan yang diberikan.
Kecepatan mendekat dua sisi daun emas ini sebanding dengan kecepatan
terbentuknya pasangan ion oleh unsur radioaktif, sehingga keaktifan unsur radioaktif
dapat diukur dan diketahui.
DETEKTOR RUANG IONISASI
Ruang ionisasi merupakan tempat atom diubah menjadi ion.

Ruang ionisasi terbuat dari sebuah volume dari gas yang terdiri dari sebuah ruang
didalamnya ada dua elektroda, di pertahankan pada perbedaan potensial tinggi
dengan sebuah sumber tegangan. Radiasi ini diberikan kedalam ruangan yang
mana radiasi menyebabkan ionisasi ion yang dihasilkan dikumpulkan oleh
masing- masing elektroda psitif dan negative, tegangan dijaga cukup tinggi.

Penjelasan tentang apa yang tejadi


1. Keadaan hampa udara
Penting bagi ion-ion yang telah dibuat dalam ruang ionisasi untuk
dapat bergerak lurus dalam mesin tanpa bertabrakan dengan molekul-moleku
udara.
2. Ionisasi
Atom di ionisasi dengan mengambil satu atau lebih electron dari atom tersebut
supaya terbentuk ion positif. Ini juga berlaku untuk unsur-unsur yang biasanya
membentuk ion-ion negatif (sebagai contoh,klor) atau unsur –unsur yang tidak
pernah membentuk ion (sebagai contoh Argon).
Spectrometer masa selalu bekerja hanya dengan ion positif.

Sampel yang berbentuk gas (vaporized sample) masuk ke dalam ruang ionisasi.
Kumparan metal yang dipanaskan dengan menggunakan listrik ‘melepaskan‘
elektron-elektron yang ada pada sampel dan elektron-elektron lepas itu menempel
pada perangkap electron2 (electron trap) yang mempunyai muatan positif. Partikel-
partikel dalam sampel tersebut (atom atau molekul) dihantam oleh banyak sekali
elektron-elektron, dan beberapa dari tumbukan tersebut mempunyai energy cukup
untuk melepaskan satu atau lebih electron dari sampel tersebut sehingga sampel
tersebut menjadi ion positif. Kebanyakan ion-ion positif yang terbentuk itu
mempunyai muatan +1 karena jauh akan lebih sulit untuk memindahkan elektron lagi
dari sampel yang sudah menjadi ion positif. Ion-ion positif yang terbentuk ini diajak
keluar dan masuk kebagian mesin yang merupakan sebuah lempengan metal yag
bermuatan positif (ion repellel).
Seluruh ruang ionisasi ini dilakukan dengan menggunakan tegangan listrik positif
yang besar (10.000V). Ketika kita bicara tentang dua lempeng bermuatan positif,
berarti lempengan tersebut mempunyai muatan lebih dari 10.000V.
3. Percepatan
Ion-ion positif yang ditolak dari ruang ionisasi yang sangat positif itu
akan melewati 3 celah, dimana celah terakhir itu bermuatan 0V. Celah yang
berada ditengah mempunyai voltase menengah. Semua ion-ion tersebut
dipercepat sampai menjadi sinar yang sangat terfokus.

4. Pembelokan

Ion yang berbeda-beda akan dibelokkan secara berbeda pula oleh medan magnet.
Besarnya pembelokan yang dialami oleh sebuah ion tergantung pada :
a. Massa ion tersebut
Ion-ion yang bermassa ringan akan dibelokkan lebih dari pada ion-ion yang
bermassa berat.
b. Mutan ion
Ion yang mempunyai muatan +2 (atau lebih) akan lebh dibelokkan lebih dari
pada ion yang bermuatan +1.
Dua faktor diatas digabungkan dalam perbandingan massa/muatan.
Perbandingan ini mempunyai simbol m/z (ataum/e).Sebagai contoh : apabila sebuah
ion mempunyai massa 28 dan bermuatan +1, maka perbandingan massa/muatan ion
tersebut adalah 28. Ion yang mempunyai massa 56 dan bermuatan +2 juga
mempunyai perbandingan massa/muatan yang sama adalah 28.
Pada gambar diatas, sinar A mengalami pembelokan yang paling besar, yang
berarti sinar tersebut terdiri dari ion-ion yang mempunyaiperbandingan massa/muatan
yang terkecil. Sedangkan sinar C mengalami pembelokan yang paling kecil, berarti ia
terdiri dari ion-ion yang mempunyai perbandingan massa/muatan yang paling besar.
Akan jauh lebih mudah membahas masalah ini jka kta menganggap bahwa muatan
semua ion adala +1. Hampir semua ion yang lewat dalam spektrometer massa ini
bermuatan +1, sehinnga besarnya perbandingan massa/muatannya akan sama dengan
massa ion tersebut.
Tambahan : Anda juga harus mengerti bahwa ada kemungkinan adanya ion
bermuatan +2 (atau lebih), tetapi kebanyakan soal-soal akan memberikan spectrum
massa dimana ion-ionnya hanya bermuatan +1. Kecuali bila ada petunjuk dalam soal
tersebut, anda bisa menganggap bahwa ion yang sedang dibicarakan dalam soal
tersebut adalah bermuatan +1. Jadi dengan menganggap semua ion bermuatan +1,
maka sinar A terdiri dari ion yang paling ringan, selanjutnya sinar B dan yang terdiri
dari ion yang paling berat adalah sinar C. ion-ion yang ringan akan lebih dibelokkan
daripada ion yang berat.
5. Pendeteksian
Pada gambar diatas hanya sinar B yang bisa melaju sampai ke pendetektor ion.
Ion-ion lainnya bertubrukan dengan dinding dimana ion-ion akan menerima elektron
dan akan dinetralisasi. Pada akhirnya, io-ion yang telah menjadi netral tersebut akan
dipisahkan dari spectrometer massa oleh pompa vakum.

Ketika sebuah ion menubruk kotak logam, maka ion tersebut akan dinetralisasi
oleh electron yang berpindah dari logam ke ion (gambar kanan). Hal ini akan
menimbulkan ruang antara electron-elektron yang ada dalam logam tersebut, dan
electron-elektron yang berada dalam kabel akan mengisi ruang tersebut. Aliran
electron di dalam kabel itu di deteksi sebagai arus listrik yang bisa diperkuat dan
dicatat. Semakin banyak ion yang datang, semakin besar arus listrik yang timbul.
Mendeteksi ion-ion lainnya
Sinar A dibelokkan paling besar, berarti ia mempunyai nilai m/z yang paling
kecil(ion yang paling bermuatan +1) untuk membuat sinar ini sampai ke detector ion,
anda perlu membelokkan sinar tersebut dengan menggunakan medan magnet yang
lebih kecil(gaya luar yang lebih kecil). Untuk membuat ion-ion yang mempunyai nilai
m/z yang besar (ion yang berat bila bermuatan +1) sampai ke detector ion, maka anda
perlu membelokkannya dengan menggunakan medan yang paling besar.
Dengan merubah besarnya medan magnet yang digunakan, maka anda bisa
membawa semua sinar yang ada secara bergantian ke detector ion, dimana disana ion-
ion tersebutkan menimbulkan arus listrik dmana besarnya berbanding lurus dengan
jumlah ion yang dating. Massa dari semua ion yang dideteksi itu tergantung pada
besarnya medan magnet yang digunakan untk membawa sinar tersebut ke detector
yang lain. Mesin ini dapat disesuaikan untuk mencatat arus listrik(yang merupakan
jumlah ion-ion) dengan m/z secara lansung. Massa tersebut diukur dengan
menggunakan skala massa C12.
Tambahan : skala massa C12 adalah isotop C12 memunyai berat tepat 12 unit.

Detektor Geiger Muller


a. Bagian-bagian detektor

• Katoda : yaitu dinding tabung logam yang merupakan


elektroda negatif. Jika tabung terbuat dari gelas maka
dinding tabung harus dilapisi logam tipis.
• Anoda : yaitu kawat tipis atau wolfram yang
terbentang di tengah- tengah tabung. Anoda sebagai
elektroda positif.
• Isi tabung : yaitu gas bertekanan rendah, biasanya gas
beratom tunggal dicampur gas poliatom (gas yang banyak
digunakan Ar dan He).

b. Prinsip kerja detektor Geiger muller


Detektor Geiger Muller meupakan salah satu detektor yang berisi gas.
Selain Geiger muller masih ada detektor lain yang merupakan detektor isiann
gas yaitu detektor ionisasi dann detektor proporsional. Ketiga macam detektor
tersebut secara garis besar prinsip kerjanya sama, yaitu sama-sama
menggunakan medium gas. Perbedaannya hanya terletak pada tegangan yang
diberikan pada masing-masing detektor tersebut.Apabila ke dalam labung
masuk zarah radiasi maka radiasi akan mengionisasi gas isian. Banyaknya
pasangan eleklron-ion yang lerjadi pada deleklor Geiger-Muller tidak
sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebul
elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan
maka akan timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif
akan bergerak kearah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative
lebih lambat bila dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak kea
rah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada brsarnya
tegangan V. sedangkan besarnya tenaga yang diperlukan untuk
membentukelektron dan ion tergantung pada macam gas yang digunakan.
Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi
atom-atom sekitarnya. sehingga menimbulkan pasangan elektron- ion
sekunder. Pasangan elektron-ion sekunder inipun masih dapat menimbulkan
pasangan elektron-ion tersier dan seterusnya. sehingga akan terjadi lucutan
yang terus-menerus (avalence).
Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan
elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang
terbentuk makin banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh
muatan negative elektron, sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena
gerak ion positif ke dinding tabung (katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat
membentuk semacam lapisan pelindung positif pada permukaan dinding
tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek muatan ruang
atauspace charge effect.
Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan
maksimum yang membatasi berkumpulnya elektron-elektron pada anoda.
Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah
radiasi. Oleh karena itu efek muata ruang harus dihindari dengan menambah
tegangan V. penambahan tegangan V dimaksudkan supaya terjadi pelepasan
muatan pada anoda sehingga detektor dapat bekerja normal kembali. Pelepasan
muatan dapat terjadi karena elektron mendapat tambahan tenaga kinetic akibat
penambahan tegangan V.
Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan alektron yang terjadi
semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron
sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga)
radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi
yang sama. Sehingga detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk
mengitung energi dari zarah radiasi yang datang.
Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih tinggi lagi dari tegangan kerja
Geiger muler, maka detektor tersebut akan rusak, karena sususan molekul gas
atau campuran gas tidak pada perbandingan semula atau terjadi peristiwa
pelucutan terus menerusbyang disebut continos discharge. Hubungan antara
besar tegangan yang dipakai dan banyaknya ion yang dapat dikumpulkan dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang
terbentuk akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas.
Adapun pembagian tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah
sebagai berikut:
I. = daerah rekombinasi
II. = daerah ionisasi
III. = daerah proporsional
IV. = daerah proporsioanl terbatas
V. = daerah Geiger Muller
VI. = daerah .
Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah
ionisasi oleh Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan
kerja tersebut, detektor ionisasi dan detektor proporsional masih dapat
membedakan jenis radiasi dan energi radiasi yang datang. Dengan demikian,
detektor ionisasi dan detektor proporsional dapat digunakna pada analisis
spectrum energi. Sedangkan detektor Geiger Muller tidak dapat membedakan
jenis radiasi dan energi radiasi.

Tampak dari gambar tersebut bahwa daerah kerja detektor Geiger Muller terletak
pada daerah V. pada tegangan kerja Geiger Muller elektron primer dapat
dipercepat membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung Geiger
Muller. Dalam hal ini peristiwa ionisasi tidak tergantung pada jenis radiasi dan
besarnya energi radiasi. Tabung Geiger Muller memanfaatkan ionisasi sekunder
sehingga zarah radiasi yang masuk ke detektor Geiger Muller akan
menghasilkan pulsa yang tinggi pulsanya sama. Atas dasar hal ini, detektor
Geiger Muller tidak dapat digunakan untuk melihat spectrum energi, tetapi
hanya dapat digunakan untuk melihat jumlah cacah radiasi saja. Maka detektor
Geiger Muller sering disebut dengan detektor Gross Beta gamma karena tidak
bisa membedakan jenis radiasi yang datang.
Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi
banyaknya cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller
adalah mencacah zarah radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur.
Berbeda dengan detektor lain misalnya detektor sintilasi dimana besarnya
sudut datang dari sumber radiasi akan mempengaruhi banyaknya pulsa yang
dihasilkan.

PENCACAH KELIPAN
Prinsip kerja
Pencacah Kelipan berlandaskan pemancaran cahaya oleh zat tertentu bila
terkena radiasi ioniasi. Bahan yang mampu bersifat demikian disebut sintilator. Sifat
utama yang dimiliki sintilator ialah intensitas cahaya yang timbul sebanding dengan
energi radiasi. Untuk mengubah pulsa cahaya menjadi pulsa listrik digunakan Tabung
Photo Multiplier (PMT).
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian, yaitu: bahan sintilator dan
photomultiplier. Detektor sintilasi bekerja memanfaatkan radiasi fluoresensi (biasanya
cahaya) yang dipancarkan ketika elektron dari keadaan tereksitasi kembali ke keadaan
dasarnya pada pita valensi. Bahan yang dipilih sebagai bahan detektor adalah bahan
yang memungkinkan peristiwa kerlipan cahaya tersebut dapat terjadi dalam waktu
yang sangat cepat (kira-kira 1 µsekon). Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat,
cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi
pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang
dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi
pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
• Proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi kerlipan cahaya di
dalam bahan sintilator;
• Proses pengubahan kerlipan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier.
Penyerapan radiasi gamma yang berenergi 1 MeV dalam detektor sintilasi
menghasilkan kira-kira 10.000 eksitasi elektron, dan jumlah radiasi elektromagnetik
dalam bentuk cahaya. Efisiensi pendeteksian detektor gas terhadap radiasi gamma
sangat rendah kira-kira 1%. Dengan mengguakan kristal sintilasi padat, dapat
diperoleh efisiensi pendeteksian radiasi gamma yang cukup tinggi, bervariasi antara
20 s.d. 30 %.
DETEKTOR SEMIKONDUKTOR
Prinsip kerja
Detektor Semikonduktor memanfaatkan kenyataan bahwa lapisan tipis pada
kedua sisi sambungan p-n kekurangan muatan pembawa. Bila bias balik dipasang
pada kristal, setiap elektron dan lubang yang ditimbulkan dalam daerah kekurangan
(deplesi) oleh partikel pengion akan tertarik ke ujung kristal sehingga menimbulkan
tegangan.
Konduktivitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk
mengalirkan arus listrik. Detektor semikonduktor, pada prinsipnya bekerja melalui
konsep pengukuran perubahan konduktivitas suatu bahan yang disebabkan oleh
adanya radiasi ionisasi. Detektor semikonduktor memiliki kesamaan dengan jenis
detektor isian gas dalam beberapa prinsip sistem kerjanya. Semikonduktor adalah
bahan-bahan yang dapat mengalirkan arus listrik, namun kemampuan daya hantarnya
tidak sebaik bahan konduktor, juga dapat menghambat aliran arus listrik, namun daya
hambatnya tidak sebaik bahan insulator. Pada dasarnya, terdapat juga bahan-bahan
isolator yang terbuat dari bahan semikonduktor tidak dapat mengalirkan arus listrik.
Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi, sedangkan di pita
konduksinya tidak ditempati oleh elektron.
Pada umumnya bahan semikonduktor yang sering digunakan adalah silikon
(Si) dan Germanium (Ge). Untuk meningkatkan daya hantar listrik-nya, maka
ditambahkan bahan pengotor (doping). Apabila bahan pengotor memiliki kelebihan
elektron sehingga aliran listrik adalah pergerakan muatan negatif dalam bahan, yang
dikenal dengan sebutan semikonduktor tipe–n. Apabila bahan pengotor menambah
hole, aliran listrik disebabkan oleh adanya pergerakan efektif muatan positif dalam
bahan, yang dikenal dengan sebutan semikonduktor tipe–p.
Detektor terdiri dari tipe–n dan tipe–p. Semikonduktor tipe–n dihubungkan
dengan kutub positif dari tegangan listrik, sedangkan semikonduktor tipe–p
dihubungkan dengan kutub negatif dari tegangan listrik. Hal ini menyebabkan
pembawa muatan positif akan tertarik ke kutub negatif (atas), dan pembawa muatan
negatif akan tertarik ke kutub positif (bawah). Hal ini menyebabkan timbulnya lapisan
kosong muatan (depletion layer). Lapisan kosong muatan ini sama dengan halnya
volume sensitif pada ruangan dalam kamar ionisasi. Dengan timbulnya lapisan
muatan yang kosong ini, maka tidak akan timbul arus listrik. Bila ada radiasi pengion
memasuki daerah ini, akan terbentuk pasangan “ion-ion” baru, yaitu elektron dan hole
yang masing-masing akan bergerak ke kutub positif dan kutub negatif. Tambahan
elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

C. Detektor lainnya

1. Detektor Isian Gas

Detektor isian gas adalah detektor yang paling banyak digunakan untuk
mengukur radiasi (Safitri, dkk, 2011). Detektor isian gas merupakan tabung tertutup
yang berisi gas dan terdiri dari 2 buah elektrode. Dinding tabung sebagai elektrode
negatif (katode) dan kawat yang terbentang di dalam tabung pada poros sebagai
elektrode positif (anode). Skema detektor isian gas disajikan pada gambar berikut
(Surakhman dan Sayono, 2009).

Gambar 1. Detektor isian gas

Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan


ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan
tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya
ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan
di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik
ataupun arus listrik. Adapun skema dari proses ionisasi disajikan pada gambar berikut

Gambar 2. Proses ionisasi

Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda
yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik.
Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat
cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion
tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain. Ion-
ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik
di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah
radiasi akan sangat banyak dan disebut proses avalanche.

Jumlah pasangan ion yang terbentuk bergantung pada jenis dan energi radiasinya.
 Radiasi alfa dengan energi 3 MeV misalnya, mempunyai jangkauan (pada
tekanan dan suhu standar) sejauh 2,8 cm dapat menghasilkan 4.000 pasangan
ion per mm lintasannya.
 Radiasi beta dengan energi kinetik 3 MeV mempunyai jangkauan dalam udara
(pada tekanan dan suhu standar) sejauh 1.000 cm dan menghasilkan pasangan
ion sebanyak 4 pasang tiap mm lntasannya.

Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda
yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller
(GM).

1. Detektor Kamar Ionisasi

Detektor kamar ionisasi beroperasi pada tegangan paling rendah. Jumlah


elektron yang terkumpul di anoda sama dengan jumlah yang dihasilkan oleh ionisasi
primer. Dalam kamar ionisasi ini tidak terjadi pelipat-gandaan (multiplikasi) jumlah
ion oleh ionisasi sekunder. Dalam daerah ini dimungkinkan untuk membedakan antara
radiasi yang berbeda ionisasi spesifikasinya, misalnya antara partikel alfa, beta dan
gamma. Namun, arus yang timbul sangat kecil, kira-kira 10-12 A sehingga
memerlukan penguat arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi
(Hidayanto, 2009).

2. Detektor Proporsional

Salah satu kelemahan dalam mengoperasikan detektor pada daerah kamar


ionisasi adalah out put yang dihasilkan sangat lemah sehingga memerlukan penguat
arus sangat besar dan sensitivitas alat baca yang tinggi. Untuk mengatasi kelemahan
tersebut, tetapi masih tetap dapat memanfaatkan kemampuan detektor dalam
membedakan berbagai jenis radiasi, maka detektor dapat dioperasikan pada daerah
proporsional (Hidayanto, 2009).

Alat pantau proporsional beroperasi pada tegangan yang lebih tinggi daripada
kamar ionisasi. Daerah ini ditandai dengan mulai terjadinya multiplikasi gas yang
besarnya bergantung pada jumlah elektron mula-mula dan tegangan yang digunakan.
Karena terjadi multiplikasi maka ukuran pulsa yang dihasilkan sangat besar

(Hidayanto, 2009).
Multiplikasi terjadi karena elektron-elektron yang dihasilkan oleh ionisasi
primer dipercepat oleh tegangan yang digunakan sehingga elektron tersebut memiliki
energi yang cukup untuk melakukan ionisasi berikutnya (ionisasi sekunder).
Meskipun terjadi multiplikasi, namun jumlah elektron yang dihasilkan tetap
sebanding (proporsional) dengan ionisasi mula-mula. Karena itu dinamakan alat
pantau proporsional (Hidayanto, 2009).

Keuntungan dari alat pantau proporsional adalah bahwa alat ini mampu
mendeteksi radiasi dengan intensitas cukup rendah. Namun, memerlukan sumber
tegangan yang super stabil, karena pengaruh tegangan pada daerah ini sangat besar
terhadap tingkat multiplikasi gas dan juga terhadap tinggi pulsa out put (Hidayanto,
2009).

3. Detektor Geiger Mueller

Sejak ditemukan detektor radiasi pengion oleh Hans Geiger pada tahun 1908,
kemudian tahun 1928 disempurnakan oleh Walther Mueller menjadi tabung detektor
Geiger-Mueller yang konstruksinya sederhana dibandingkan dengan jenis detektor
yang lain. Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi
logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau lainnya (gas mulia dan
gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu (Safitri, dkk, 2011).

Detektor Geiger (Geiger Counter) merupakan alat ukur cacah radiasi yang
berdasarkan pada prinsip ionisasi atom-atom gas. Detektor ini berisi gas pada tekanan
rendah, kawat halus yang berfungsi sebagai anode, dan selubung silinder sebagai
katode. Jika terdapat partikel dari radiasi bahan radioaktif yang masuk melalui jendela
(window) detektor, maka partikel itu dipercepat oleh anode, sehingga dapat
mengionisasi gas disekitar anode, dan akibatnya diperoleh pulsa listrik. Cacah pulsa
listrik itu sebanding dengan jumlah partikel dari bahan radioaktif yang masuk detektor
(Jati dan Priyambodo, 2010: 308).

2. Detektor Sintilasi

Detektor jenis ini merupakan alat ukur cacah radiasi oleh bahan radioaktif,
atau radiasi oleh alam pada berbagai nilai tenaga dari partikel atau foton yang
dideteksi. Jika sinar jatuh pada kristal scintilator (NaI) maka kristal berpendar. Hal ini
disebabkan oleh elektron atau atom dari kristal yang tereksitasi, dan kemudian
kembali ke arah bawah dengan mengemisi foton. Radiasi foton itu mengenai katode,
dan selanjutnya katode melepas elektron yang disebut radiasi fotokatode. Selanjutnya,
kelajuan elektron diperbesar dengan melewatkannya pada beda potensial bertingkat
sehingga potensialnya naik secara bertahap, serta diperkuat oleh tabung
fotomultiplier. Detektor ini juga mampu memberi informasi tenaga dari partikel atau
foton yang ditangkap oleh detektor itu (Jati dan Priyambodo, 2010: 308).
Detektor sintilasi terdiri dari dua bagian, yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas,
yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.
Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan
sintilator menjadi pulsa listrik.

a. Sintilator Cair (Liquid Scintillation)

Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain
karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam
sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang
homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena
semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini
sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan radiasi b berenergi
rendah seperti tritium dan C14.

Gambar 3. Sintilator Cair

Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu
berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran
sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat
transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai
photomultiplier.

Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan gambar di bawah. Di
dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai
pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada
keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita
konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat
kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi,
sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron
tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil
memancarkan percikan cahaya.
Gambar 4. Proses Sintilasi

Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan


dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak
percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh
photomultiplier.

Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai
detektor radiasi.

1) Kristal NaI(Tl)
Detektor NaI(Tl) merupakan detektor jenis sintilasi.
Bahan sintilator berupa kristal tunggal Natrium Iodida yang didopping
dengan sedikit Tallium.
Sinar gamma yang terdeteksi berinteraksi dengan atom-atom bahan sintilator
berupa interaksi efek fotolistrik, hamburan Compton, dan efek pembentukan
pasangan.
Elektron bebas hasil interaksi selanjutnya akan mengalami proses ionisasi
dan penetralan (excitasi).

2) Kristal ZnS(Ag)

3) Kristal LiI(Eu)

4) Sintilator Organik

b. Tabung Photomultiplier

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas


dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator
berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung
photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi
berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.

Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan
photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 4.
Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila
dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya
akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut
akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.

Gambar 5. Tabung Photomultiplier

Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju


dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya
sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak.
Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa
listrik.

c. Kelebihan Detektor Sintilasi

1 Bekerja sangat cepat; yaitu dapat memberikan pulsa listrik dan kembali ke
tahanan semula, kemudian siap digunakan lagi dalam waktu yang sangat
pendek (10-8 s).
2 Dapat dirancang untuk memberikan ukuran pulsa yang berbanding lurus
dengan kehilangan energy radiasi di dalam sintilator.
3 Mempunyai efisiensi pendeteksian terhadap sinar gamma lebih tinggi
dibandingkan pencacah isi gas.

3 Detektor Zat Padat

Berdasarkan daya hantarnya, bahan dibagi menjadi: konduktor, semikonduktor, dan


isolator. Pada kristal, elektron berada pada tingkat-tingkat energi yang sangat
berdekatan hingga menyerupai pita energi.

Detektor ini menggunakan bahan utama semikonduktor yang merupakan


gandengan positif (P) dan negatif (N). Jika detektor tidak teradiasi, maka tidak
mengalirkan arus listrik, sedangkan apabila ada radiasi dapat memberikan lubang
(hole) pada bahan gabungan, sehingga muncul arus listrik. Alat ini cukup sederhana,
hanya saja volume aktif bahan yang dimiliki sangat kecil (Jati dan Priyambodo, 2010:
309).

Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis
detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau
germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien
dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta
mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

Gambar 6. Bahan semikonduktor

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat


meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi
sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan
pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron
untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya,
perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga
memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan
energi.

Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan
sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi.
Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial
maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah
menjadi energi listrik.

Gambar 7. Proses perubahan energi radiasi menjadi energi listrik

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor


tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal
dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada
Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub
negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif),
sehingga terbentuk (depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN.
Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila
ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk
ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan
negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya
pulsa atau arus listrik.

Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini
lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang
mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor
sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya,
detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila
kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV.
Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2
keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan
energi radiasi.

Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan


dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi
untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk
menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.

Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal,


pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor
semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga
memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

Keunggulan - Kelemahan Detektor

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi
sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal
tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah
demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis
detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.

Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara


jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang
diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan
densitas bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang
dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin
tinggi. Sedangkan densitas bahan detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat
berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai
densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin
banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan
terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat
mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan
intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur
meskipun sudah mengenai detektor.

Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi


radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat
kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti.
Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses
pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan
kondisi pengukuran.

Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena
semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah
rusak dan biasanya juga semakin mahal.

Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum


berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.

Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan


kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada
alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor
yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah)
sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi
untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semi konduktor.

Daftar Pustaka

Harnanto, Arie dan Ruminten. 2009. Kimia I. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.

Dwijananti, Pratiwi. 2012. Diktat Mata Kuliah Fisika Inti. Semarang : UNNES.
Hidayati, Mahrizal. 2009. Pendahuluan Fisika Inti. Padang : UNP Press.

Anda mungkin juga menyukai