DETEKTOR RADIASI
JURUSAN FISIKA
2019
DETEKTOR RADIASI
3. Jenis radiasi
o Beta
Terdapat dua jenis radiasi beta yaitu beta positif dan beta negatif. Beta
negatif identik dengan elektron, baik massa maupun muatan listriknya,
sedangkan beta positif identik dengan positron (elektron yang
bermuatan positif).
Radiasi beta dipancarkan oleh zat radioaktif atau inti atom yang tidak
stabil. Ketika memancarkan radiasi beta negatif, di dalam inti atomnya
terjadi transformasi neutron menjadi proton, sebaliknya pada saat
memancarkan beta positif terjadi transformasi proton menjadi neutron.
o Elektron
Radiasi elektron mempunyai sifat yang sama dengan radiasi beta
negatif, yang membedakan adalah asalnya. Partikel beta berasal dari
inti atom sedangkan elektron berasal dari atom. Radiasi elektron dapat
berasal dari zat radioaktif yang meluruh dengan cara internal
conversion atau dari mesin berkas elektron (akselerator).
o Proton
Radiasi proton merupakan pancaran proton yang mempunyai massa 1
sma (satuan massa atom) dan mempunyai muatan positif sebesar satu
muatan elementer. Radiasi proton dihasilkan dari akselerator proton.
1) Radiasi Partikel tak Bermuatan (Neutron)
Radiasi ini merupakan pancaran energi dalam bentuk partikel neutron
yang tidak bermuatan listrik dan mempunyai massa 1 sma (satuan
massa atom). Radiasi ini lebih banyak dihasilkan bukan oleh inti atom
yang tidak stabil (radioisotop) melainkan oleh proses reaksi inti seperti
reaksi fisi di reaktor nuklir.
2) Radiasi Gelombang Elektromagnetik (Foton)
Radiasi ini merupakan pancaran energi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik atau foton yang tidak bermassa maupun bermuatan
listrik. Terdapat dua jenis radiasi yang berbentuk gelombang
elektromagnetik yaitu sinar gamma dan sinar-X.
o Gamma
Radiasi gamma dipancarkan oleh inti atom yang dalam keadaan
tereksitasi. Setelah memancarkan radiasi gamma, inti atom tidak
mengalami perubahan baik jumlah proton maupun jumlah neutron.
Gambar 3. Peluruhan gamma
o Sinar-X
Sebenarnya dikenal dua jenis sinar-X yaitu yang dihasilkan oleh atom
dalam keadaan tereksitasi (sinar-X karakteristik) dan yang dihasilkan
oleh proses interaksi radiasi partikel bermuatan (brehmsstrahlung).
Perbedaan kedua jenis sinar-X di atas, selain asal terjadinya, adalah
bentuk spektrum energinya. Sinar-X karakteristik bersifat discreet pada
energi tertentu sesuai dengan jenis unsurnya, sedangkan
brehmsstrahlung bersifat kontinyu.
Ionisasi
Proses ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari orbitnya karena
ditarik atau ditolak oleh radiasi partikel bermuatan. Elektron yang lepas
menjadi elektron bebas sedang sisa atomnya menjadi ion positif.
Setelah melakukan ionisasi energi radiasi akan berkurang sebesar
energi ionisasi elektron. Peristiwa ini akan berlangsung terus sampai
energi radiasi partikel bermuatan habis terserap. Radiasi alpha yang
mempunyai massa maupun muatan lebih besar mempunyai daya ionisasi
yang lebih besar daripada radiasi yang lain
Gambar 4: proses ionisasi
Elektron mengalami gaya Coulomb karena adanya ion dan karena itu mundur
setelah melintasi ion. Momentum elektron dapat dihitung dengan mengintegrasikan
gaya. Integral tidak nol hanya dalam arah tegak lurus lintasan:
z e2 bdx / v zion e 2
pe(b, v) Fydt ion x (1)
4 0 b2 2 0 vb
2 3/ 2
Rumus ini berlaku untuk nilai b yang cukup besar bahwa selama melintas, elektron
mundur melalui jarak yang kecil dibandingkan dengan b. Hilangnya energi dari ion,
ΔE, adalah energi kinetik dari elektron mundur:
pe
2
zion e 2 2
E (b, v) (2)
2me 4 0 v 2 b 2 me
Kehilangan energi sebanding dengan v−2 karena semakin lambat ion, semakin
lama waktu yang elektron mengalami medan listrik dari ion. Energi yang hilang
sebanding dengan b-2 jadi kita perlu untuk mengambil rata-rata lebih dari parameter
dampak. Prosedur berikut tepat apa yang kita lakukan di Chap. 3 ketika kita
menghitung probabilitas reaksi dalam hal penampang. Kita ambil kotak volume L3
yang mengandung satu elektron. Kehilangan energi rata-rata untuk parameter dampak
acak adalah
bmax 2
1 2 z ion e 2
E ( v ) 2
L
bmin
2bdb 2 2
v b me
4 0
2
1 4 zion e 2
2 2 ln(bmax / bmin )
L v me 4 0
(c) 2 4
( zion ) 2 ln(bmax / bmin ) (3)
L me c
2 2 2
dimana β = vion/c dan α adalah konstanta struktur halus. Untuk Ne elektron dalam
kotak, total kehilangan energi diperoleh dengan mengalikan dengan Ne. Laju
kehilangan energi, dE/dx, kemudian diperoleh dengan membagi dengan panjang kotak
L
dE (c) 2 ne 4
( zion ) 2 ln(bmax / bmin ) (4)
dx me c 2 2
dimana ne = Ne/L3 adalah densitas elektron dalam kotak.
1 A g cm 3 1 b
τ 6μμ
n σv ρ σ
( )
di mana n dan ρ adalah jumlah dan kerapatan massa inti dan σ adalah rata-rata
penampang termal pada T = 300K. Perhatikan bahwa waktu penyerapan secara
substansial lebih pendek dari umur rata-rata sebuah neutron bebas, ~886.7s.
Dalam peristiwa efek foto listrik, foton yang mengenai materi akan
diserap sepenuhnya dan salah satu elektron orbital akan dipancarkan
dengan energi kinetik yang hampir sama dengan energi foton yang
mengenainya.
Efek Compton
Ruang ionisasi terbuat dari sebuah volume dari gas yang terdiri dari sebuah ruang
didalamnya ada dua elektroda, di pertahankan pada perbedaan potensial tinggi
dengan sebuah sumber tegangan. Radiasi ini diberikan kedalam ruangan yang
mana radiasi menyebabkan ionisasi ion yang dihasilkan dikumpulkan oleh
masing- masing elektroda psitif dan negative, tegangan dijaga cukup tinggi.
Sampel yang berbentuk gas (vaporized sample) masuk ke dalam ruang ionisasi.
Kumparan metal yang dipanaskan dengan menggunakan listrik ‘melepaskan‘
elektron-elektron yang ada pada sampel dan elektron-elektron lepas itu menempel
pada perangkap electron2 (electron trap) yang mempunyai muatan positif. Partikel-
partikel dalam sampel tersebut (atom atau molekul) dihantam oleh banyak sekali
elektron-elektron, dan beberapa dari tumbukan tersebut mempunyai energy cukup
untuk melepaskan satu atau lebih electron dari sampel tersebut sehingga sampel
tersebut menjadi ion positif. Kebanyakan ion-ion positif yang terbentuk itu
mempunyai muatan +1 karena jauh akan lebih sulit untuk memindahkan elektron lagi
dari sampel yang sudah menjadi ion positif. Ion-ion positif yang terbentuk ini diajak
keluar dan masuk kebagian mesin yang merupakan sebuah lempengan metal yag
bermuatan positif (ion repellel).
Seluruh ruang ionisasi ini dilakukan dengan menggunakan tegangan listrik positif
yang besar (10.000V). Ketika kita bicara tentang dua lempeng bermuatan positif,
berarti lempengan tersebut mempunyai muatan lebih dari 10.000V.
3. Percepatan
Ion-ion positif yang ditolak dari ruang ionisasi yang sangat positif itu
akan melewati 3 celah, dimana celah terakhir itu bermuatan 0V. Celah yang
berada ditengah mempunyai voltase menengah. Semua ion-ion tersebut
dipercepat sampai menjadi sinar yang sangat terfokus.
4. Pembelokan
Ion yang berbeda-beda akan dibelokkan secara berbeda pula oleh medan magnet.
Besarnya pembelokan yang dialami oleh sebuah ion tergantung pada :
a. Massa ion tersebut
Ion-ion yang bermassa ringan akan dibelokkan lebih dari pada ion-ion yang
bermassa berat.
b. Mutan ion
Ion yang mempunyai muatan +2 (atau lebih) akan lebh dibelokkan lebih dari
pada ion yang bermuatan +1.
Dua faktor diatas digabungkan dalam perbandingan massa/muatan.
Perbandingan ini mempunyai simbol m/z (ataum/e).Sebagai contoh : apabila sebuah
ion mempunyai massa 28 dan bermuatan +1, maka perbandingan massa/muatan ion
tersebut adalah 28. Ion yang mempunyai massa 56 dan bermuatan +2 juga
mempunyai perbandingan massa/muatan yang sama adalah 28.
Pada gambar diatas, sinar A mengalami pembelokan yang paling besar, yang
berarti sinar tersebut terdiri dari ion-ion yang mempunyaiperbandingan massa/muatan
yang terkecil. Sedangkan sinar C mengalami pembelokan yang paling kecil, berarti ia
terdiri dari ion-ion yang mempunyai perbandingan massa/muatan yang paling besar.
Akan jauh lebih mudah membahas masalah ini jka kta menganggap bahwa muatan
semua ion adala +1. Hampir semua ion yang lewat dalam spektrometer massa ini
bermuatan +1, sehinnga besarnya perbandingan massa/muatannya akan sama dengan
massa ion tersebut.
Tambahan : Anda juga harus mengerti bahwa ada kemungkinan adanya ion
bermuatan +2 (atau lebih), tetapi kebanyakan soal-soal akan memberikan spectrum
massa dimana ion-ionnya hanya bermuatan +1. Kecuali bila ada petunjuk dalam soal
tersebut, anda bisa menganggap bahwa ion yang sedang dibicarakan dalam soal
tersebut adalah bermuatan +1. Jadi dengan menganggap semua ion bermuatan +1,
maka sinar A terdiri dari ion yang paling ringan, selanjutnya sinar B dan yang terdiri
dari ion yang paling berat adalah sinar C. ion-ion yang ringan akan lebih dibelokkan
daripada ion yang berat.
5. Pendeteksian
Pada gambar diatas hanya sinar B yang bisa melaju sampai ke pendetektor ion.
Ion-ion lainnya bertubrukan dengan dinding dimana ion-ion akan menerima elektron
dan akan dinetralisasi. Pada akhirnya, io-ion yang telah menjadi netral tersebut akan
dipisahkan dari spectrometer massa oleh pompa vakum.
Ketika sebuah ion menubruk kotak logam, maka ion tersebut akan dinetralisasi
oleh electron yang berpindah dari logam ke ion (gambar kanan). Hal ini akan
menimbulkan ruang antara electron-elektron yang ada dalam logam tersebut, dan
electron-elektron yang berada dalam kabel akan mengisi ruang tersebut. Aliran
electron di dalam kabel itu di deteksi sebagai arus listrik yang bisa diperkuat dan
dicatat. Semakin banyak ion yang datang, semakin besar arus listrik yang timbul.
Mendeteksi ion-ion lainnya
Sinar A dibelokkan paling besar, berarti ia mempunyai nilai m/z yang paling
kecil(ion yang paling bermuatan +1) untuk membuat sinar ini sampai ke detector ion,
anda perlu membelokkan sinar tersebut dengan menggunakan medan magnet yang
lebih kecil(gaya luar yang lebih kecil). Untuk membuat ion-ion yang mempunyai nilai
m/z yang besar (ion yang berat bila bermuatan +1) sampai ke detector ion, maka anda
perlu membelokkannya dengan menggunakan medan yang paling besar.
Dengan merubah besarnya medan magnet yang digunakan, maka anda bisa
membawa semua sinar yang ada secara bergantian ke detector ion, dimana disana ion-
ion tersebutkan menimbulkan arus listrik dmana besarnya berbanding lurus dengan
jumlah ion yang dating. Massa dari semua ion yang dideteksi itu tergantung pada
besarnya medan magnet yang digunakan untk membawa sinar tersebut ke detector
yang lain. Mesin ini dapat disesuaikan untuk mencatat arus listrik(yang merupakan
jumlah ion-ion) dengan m/z secara lansung. Massa tersebut diukur dengan
menggunakan skala massa C12.
Tambahan : skala massa C12 adalah isotop C12 memunyai berat tepat 12 unit.
Tampak dari gambar tersebut bahwa daerah kerja detektor Geiger Muller terletak
pada daerah V. pada tegangan kerja Geiger Muller elektron primer dapat
dipercepat membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung Geiger
Muller. Dalam hal ini peristiwa ionisasi tidak tergantung pada jenis radiasi dan
besarnya energi radiasi. Tabung Geiger Muller memanfaatkan ionisasi sekunder
sehingga zarah radiasi yang masuk ke detektor Geiger Muller akan
menghasilkan pulsa yang tinggi pulsanya sama. Atas dasar hal ini, detektor
Geiger Muller tidak dapat digunakan untuk melihat spectrum energi, tetapi
hanya dapat digunakan untuk melihat jumlah cacah radiasi saja. Maka detektor
Geiger Muller sering disebut dengan detektor Gross Beta gamma karena tidak
bisa membedakan jenis radiasi yang datang.
Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi
banyaknya cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller
adalah mencacah zarah radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur.
Berbeda dengan detektor lain misalnya detektor sintilasi dimana besarnya
sudut datang dari sumber radiasi akan mempengaruhi banyaknya pulsa yang
dihasilkan.
PENCACAH KELIPAN
Prinsip kerja
Pencacah Kelipan berlandaskan pemancaran cahaya oleh zat tertentu bila
terkena radiasi ioniasi. Bahan yang mampu bersifat demikian disebut sintilator. Sifat
utama yang dimiliki sintilator ialah intensitas cahaya yang timbul sebanding dengan
energi radiasi. Untuk mengubah pulsa cahaya menjadi pulsa listrik digunakan Tabung
Photo Multiplier (PMT).
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian, yaitu: bahan sintilator dan
photomultiplier. Detektor sintilasi bekerja memanfaatkan radiasi fluoresensi (biasanya
cahaya) yang dipancarkan ketika elektron dari keadaan tereksitasi kembali ke keadaan
dasarnya pada pita valensi. Bahan yang dipilih sebagai bahan detektor adalah bahan
yang memungkinkan peristiwa kerlipan cahaya tersebut dapat terjadi dalam waktu
yang sangat cepat (kira-kira 1 µsekon). Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat,
cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi
pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang
dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi
pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
• Proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi kerlipan cahaya di
dalam bahan sintilator;
• Proses pengubahan kerlipan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier.
Penyerapan radiasi gamma yang berenergi 1 MeV dalam detektor sintilasi
menghasilkan kira-kira 10.000 eksitasi elektron, dan jumlah radiasi elektromagnetik
dalam bentuk cahaya. Efisiensi pendeteksian detektor gas terhadap radiasi gamma
sangat rendah kira-kira 1%. Dengan mengguakan kristal sintilasi padat, dapat
diperoleh efisiensi pendeteksian radiasi gamma yang cukup tinggi, bervariasi antara
20 s.d. 30 %.
DETEKTOR SEMIKONDUKTOR
Prinsip kerja
Detektor Semikonduktor memanfaatkan kenyataan bahwa lapisan tipis pada
kedua sisi sambungan p-n kekurangan muatan pembawa. Bila bias balik dipasang
pada kristal, setiap elektron dan lubang yang ditimbulkan dalam daerah kekurangan
(deplesi) oleh partikel pengion akan tertarik ke ujung kristal sehingga menimbulkan
tegangan.
Konduktivitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk
mengalirkan arus listrik. Detektor semikonduktor, pada prinsipnya bekerja melalui
konsep pengukuran perubahan konduktivitas suatu bahan yang disebabkan oleh
adanya radiasi ionisasi. Detektor semikonduktor memiliki kesamaan dengan jenis
detektor isian gas dalam beberapa prinsip sistem kerjanya. Semikonduktor adalah
bahan-bahan yang dapat mengalirkan arus listrik, namun kemampuan daya hantarnya
tidak sebaik bahan konduktor, juga dapat menghambat aliran arus listrik, namun daya
hambatnya tidak sebaik bahan insulator. Pada dasarnya, terdapat juga bahan-bahan
isolator yang terbuat dari bahan semikonduktor tidak dapat mengalirkan arus listrik.
Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi, sedangkan di pita
konduksinya tidak ditempati oleh elektron.
Pada umumnya bahan semikonduktor yang sering digunakan adalah silikon
(Si) dan Germanium (Ge). Untuk meningkatkan daya hantar listrik-nya, maka
ditambahkan bahan pengotor (doping). Apabila bahan pengotor memiliki kelebihan
elektron sehingga aliran listrik adalah pergerakan muatan negatif dalam bahan, yang
dikenal dengan sebutan semikonduktor tipe–n. Apabila bahan pengotor menambah
hole, aliran listrik disebabkan oleh adanya pergerakan efektif muatan positif dalam
bahan, yang dikenal dengan sebutan semikonduktor tipe–p.
Detektor terdiri dari tipe–n dan tipe–p. Semikonduktor tipe–n dihubungkan
dengan kutub positif dari tegangan listrik, sedangkan semikonduktor tipe–p
dihubungkan dengan kutub negatif dari tegangan listrik. Hal ini menyebabkan
pembawa muatan positif akan tertarik ke kutub negatif (atas), dan pembawa muatan
negatif akan tertarik ke kutub positif (bawah). Hal ini menyebabkan timbulnya lapisan
kosong muatan (depletion layer). Lapisan kosong muatan ini sama dengan halnya
volume sensitif pada ruangan dalam kamar ionisasi. Dengan timbulnya lapisan
muatan yang kosong ini, maka tidak akan timbul arus listrik. Bila ada radiasi pengion
memasuki daerah ini, akan terbentuk pasangan “ion-ion” baru, yaitu elektron dan hole
yang masing-masing akan bergerak ke kutub positif dan kutub negatif. Tambahan
elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.
C. Detektor lainnya
Detektor isian gas adalah detektor yang paling banyak digunakan untuk
mengukur radiasi (Safitri, dkk, 2011). Detektor isian gas merupakan tabung tertutup
yang berisi gas dan terdiri dari 2 buah elektrode. Dinding tabung sebagai elektrode
negatif (katode) dan kawat yang terbentang di dalam tabung pada poros sebagai
elektrode positif (anode). Skema detektor isian gas disajikan pada gambar berikut
(Surakhman dan Sayono, 2009).
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda
yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik.
Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat
cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion
tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain. Ion-
ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik
di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah
radiasi akan sangat banyak dan disebut proses avalanche.
Jumlah pasangan ion yang terbentuk bergantung pada jenis dan energi radiasinya.
Radiasi alfa dengan energi 3 MeV misalnya, mempunyai jangkauan (pada
tekanan dan suhu standar) sejauh 2,8 cm dapat menghasilkan 4.000 pasangan
ion per mm lintasannya.
Radiasi beta dengan energi kinetik 3 MeV mempunyai jangkauan dalam udara
(pada tekanan dan suhu standar) sejauh 1.000 cm dan menghasilkan pasangan
ion sebanyak 4 pasang tiap mm lntasannya.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda
yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller
(GM).
2. Detektor Proporsional
Alat pantau proporsional beroperasi pada tegangan yang lebih tinggi daripada
kamar ionisasi. Daerah ini ditandai dengan mulai terjadinya multiplikasi gas yang
besarnya bergantung pada jumlah elektron mula-mula dan tegangan yang digunakan.
Karena terjadi multiplikasi maka ukuran pulsa yang dihasilkan sangat besar
(Hidayanto, 2009).
Multiplikasi terjadi karena elektron-elektron yang dihasilkan oleh ionisasi
primer dipercepat oleh tegangan yang digunakan sehingga elektron tersebut memiliki
energi yang cukup untuk melakukan ionisasi berikutnya (ionisasi sekunder).
Meskipun terjadi multiplikasi, namun jumlah elektron yang dihasilkan tetap
sebanding (proporsional) dengan ionisasi mula-mula. Karena itu dinamakan alat
pantau proporsional (Hidayanto, 2009).
Keuntungan dari alat pantau proporsional adalah bahwa alat ini mampu
mendeteksi radiasi dengan intensitas cukup rendah. Namun, memerlukan sumber
tegangan yang super stabil, karena pengaruh tegangan pada daerah ini sangat besar
terhadap tingkat multiplikasi gas dan juga terhadap tinggi pulsa out put (Hidayanto,
2009).
Sejak ditemukan detektor radiasi pengion oleh Hans Geiger pada tahun 1908,
kemudian tahun 1928 disempurnakan oleh Walther Mueller menjadi tabung detektor
Geiger-Mueller yang konstruksinya sederhana dibandingkan dengan jenis detektor
yang lain. Detektor Geiger-Mueller terdiri dari suatu tabung logam atau gelas dilapisi
logam yang biasanya diisi gas seperti argon, neon, helium atau lainnya (gas mulia dan
gas poliatomik) dengan perbandingan tertentu (Safitri, dkk, 2011).
Detektor Geiger (Geiger Counter) merupakan alat ukur cacah radiasi yang
berdasarkan pada prinsip ionisasi atom-atom gas. Detektor ini berisi gas pada tekanan
rendah, kawat halus yang berfungsi sebagai anode, dan selubung silinder sebagai
katode. Jika terdapat partikel dari radiasi bahan radioaktif yang masuk melalui jendela
(window) detektor, maka partikel itu dipercepat oleh anode, sehingga dapat
mengionisasi gas disekitar anode, dan akibatnya diperoleh pulsa listrik. Cacah pulsa
listrik itu sebanding dengan jumlah partikel dari bahan radioaktif yang masuk detektor
(Jati dan Priyambodo, 2010: 308).
2. Detektor Sintilasi
Detektor jenis ini merupakan alat ukur cacah radiasi oleh bahan radioaktif,
atau radiasi oleh alam pada berbagai nilai tenaga dari partikel atau foton yang
dideteksi. Jika sinar jatuh pada kristal scintilator (NaI) maka kristal berpendar. Hal ini
disebabkan oleh elektron atau atom dari kristal yang tereksitasi, dan kemudian
kembali ke arah bawah dengan mengemisi foton. Radiasi foton itu mengenai katode,
dan selanjutnya katode melepas elektron yang disebut radiasi fotokatode. Selanjutnya,
kelajuan elektron diperbesar dengan melewatkannya pada beda potensial bertingkat
sehingga potensialnya naik secara bertahap, serta diperkuat oleh tabung
fotomultiplier. Detektor ini juga mampu memberi informasi tenaga dari partikel atau
foton yang ditangkap oleh detektor itu (Jati dan Priyambodo, 2010: 308).
Detektor sintilasi terdiri dari dua bagian, yaitu bahan sintilator dan
photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas,
yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion.
Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan
sintilator menjadi pulsa listrik.
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain
karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam
sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang
homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena
semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini
sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan radiasi b berenergi
rendah seperti tritium dan C14.
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu
berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran
sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat
transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai
photomultiplier.
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan gambar di bawah. Di
dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai
pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada
keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita
konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat
kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi,
sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron
tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil
memancarkan percikan cahaya.
Gambar 4. Proses Sintilasi
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai
detektor radiasi.
1) Kristal NaI(Tl)
Detektor NaI(Tl) merupakan detektor jenis sintilasi.
Bahan sintilator berupa kristal tunggal Natrium Iodida yang didopping
dengan sedikit Tallium.
Sinar gamma yang terdeteksi berinteraksi dengan atom-atom bahan sintilator
berupa interaksi efek fotolistrik, hamburan Compton, dan efek pembentukan
pasangan.
Elektron bebas hasil interaksi selanjutnya akan mengalami proses ionisasi
dan penetralan (excitasi).
2) Kristal ZnS(Ag)
3) Kristal LiI(Eu)
4) Sintilator Organik
b. Tabung Photomultiplier
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan
photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 4.
Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila
dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya
akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut
akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.
1 Bekerja sangat cepat; yaitu dapat memberikan pulsa listrik dan kembali ke
tahanan semula, kemudian siap digunakan lagi dalam waktu yang sangat
pendek (10-8 s).
2 Dapat dirancang untuk memberikan ukuran pulsa yang berbanding lurus
dengan kehilangan energy radiasi di dalam sintilator.
3 Mempunyai efisiensi pendeteksian terhadap sinar gamma lebih tinggi
dibandingkan pencacah isi gas.
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis
detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau
germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien
dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta
mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan
sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi.
Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial
maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah
menjadi energi listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini
lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang
dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan
detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang
mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor
sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya,
detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila
kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV.
Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2
keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan
energi radiasi.
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi
sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal
tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah
demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis
detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena
semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah
rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Daftar Pustaka
Harnanto, Arie dan Ruminten. 2009. Kimia I. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Dwijananti, Pratiwi. 2012. Diktat Mata Kuliah Fisika Inti. Semarang : UNNES.
Hidayati, Mahrizal. 2009. Pendahuluan Fisika Inti. Padang : UNP Press.