Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi terjadi di
abad ke-20 ini, termasuk disiplin ilmu dan teknologi kedokteran serta kesehatan.
Terobosan penting dalam bidang ilmu dan teknologi ini memberikan sumbangan
yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit termasuk
penyakit-penyakit yang menjadi lebih penting secara epidemologis sebagai
konsekuensi logis dari pembangunan di segala bidang yang telah meningkatkan
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Radiasi menjadi salah satu perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
membantu dibidang kedokteran. Radiasi adalah pencemaran/pengeluaran dan
perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi dalam bentuk
gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari atom atau subatom dimana
mempunyai masa bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi menggunakan
energi kinetik. Beberapa contoh dari partikel radiasi adalah elektron, beta, alpha,
photon, dan neutron.
Selain manfaatnya yang sangat besar penggunaan radiasi di bidang
kedokteran juga harus tetap diwaspai. Penggunaan radiasi harus mengikuti
proteksi radiasi. Dalam proteksi radiasi, keamanan penggunaan radiasi menjadi
pusat perhatian terutama keselamatan pekerja karena pekerja radiasi mempunyai
resiko terkena paparan radiasi pengion selama menjalankan tugasnya. Dalam
pemanfaatan radiasi, faktor keselamatan manusia harus mendapatkan prioritas
utama. Sudah pasti pemanfaatannya akan lebih sempurna jika faktor kerugian
yang mungkin timbul dapat ditekan serendah mungkin atau dapat dihilangkan
sama sekali. Ada berbagai jenis radiasi pengion yang berpotensi memberikan efek
merugikan terhadap tubuh manusia. Efek merugikan itu dapat muncul apabila
tubuh manusia mendapatkan paparan radiasi dengan dosis berlebihan.
Dalam setiap pemanfaatan radiasi pengion harus diusahakan agar dosis
radiasi terhadap pekerja selalu serendah mungkin sehingga nilai batas dosis yang
telah ditetapkan tidak terlampaui. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya

1
pemaparan radiasi pengion secara berlebihan terhadap tubuh manusia adalah
dengan melakukan pemantauan rutin dosis perorangan para pekerja radiasi. Untuk
menghindari kemungkinan buruk yang tidak diinginkan, para pekerja radiasi harus
mendapatkan pemantauan dosis perorangan selama menjalankan tugasnya.
Dengan program pemantauan dosis pekerja secara ketat, penerimaan dosis oleh
para pekerja radiasi akan tetap terkontrol dan dapat diambil tindakan proteksi
secara mungkin apabila jumlah penerimaan dosis akumulasi melampaui nilai batas
dosis yang telah ditetapkan. Salah satu cara pemantauan terhadap petugas yang
bekerja di daerah radiasi yaitu dengan penggunaan alat pengukur radiasi.
Oleh karena itu, untuk lebih memahami penggunaan alat ukur radiasi
beserta jenis dan prinsip kerjanya dilakukanlah penulisan makalah ini.

1.2 Tujuan
1. Untuk mempelajari jenis-jenis alat ukur radiasi perorangan
2. Untuk memahami prinsip kerja dari berbagai alat ukur radiasi
3. Untuk mengetahui berbagai pengukuran neutron

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiasi
2.1.1 Pengertian Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari
sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan
kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan
(microwave oven), komputer, dan lain-lain.Radiasi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak
mempunyai massa dan muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan
juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang
microwave, radar dan handphone (BATAN, 2008).
Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi
bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain.
Orang awam sering menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya, sebagaimana
terjadi pada senjata nuklir, reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat
merujuk kepada radiasi elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, cahaya
inframerah, cahaya tampak, sinar ultra violet, dan X-ray), radiasi akustik, atau
untuk proses lain yang lebih jelas. Apa yang membuat radiasi adalah bahwa energi
memancarkan (yaitu, bergerak ke luar dalam garis lurus ke segala arah) dari suatu
sumber. geometri ini secara alami mengarah pada sistem pengukuran dan unit
fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi. Beberapa radiasi dapat
berbahaya.

2.1.2 Jenis Radiasi


Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan
radiasi non-pengion (BATAN, 2008).
1. Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses
ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan

3
materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel
beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β),
dan sinar gamma (γ).

2. Radiasi Non-Pengion
Radiasi non-pengion, sebaliknya, mengacu pada jenis radiasi yang tidak
membawa energi yang cukup per foton untuk mengionisasi atom atau molekul. Ini
terutama mengacu pada bentuk energi yang lebih rendah dari radiasi
elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, gelombang mikro, radiasi terahertz,
cahaya inframerah, dan cahaya yang tampak). Dampak dari bentuk radiasi pada
jaringan hidup hanya baru-baru ini telah dipelajari. Alih-alih membentuk ion
berenergi ketika melewati materi, radiasi elektromagnetik memiliki energi yang
cukup hanya untuk mengubah rotasi, getaran atau elektronik konfigurasi valensi
molekul dan atom. Namun demikian, efek biologis yang berbeda diamati untuk
berbagai jenis radiasi non-ionisasi
a. Radiasi Neutron
Radiasi Neutron adalah jenis radiasi non-ion yang terdiri dari neutron
bebas. Neutron ini bisa mengeluarkan selama baik spontan atau induksi fisi
nuklir, proses fusi nuklir, atau dari reaksi nuklir lainnya. Ia tidak mengionisasi
atom dengan cara yang sama bahwa partikel bermuatan seperti proton dan
elektron tidak (menarik elektron), karena neutron tidak memiliki muatan.
Namun, neutron mudah bereaksi dengan inti atom dari berbagai elemen,
membuat isotop yang tidak stabil dan karena itu mendorong radioaktivitas
dalam materi yang sebelumnya non-radioaktif. Proses ini dikenal sebagai
aktivasi neutron.
b. Radiasi Elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik mengambil bentuk gelombang yang menyebar
dalam udara kosong atau dalam materi. Radiasi EM memiliki komponen
medan listrik dan magnetik yang berosilasi pada fase saling tegak lurus dan ke
arah propagasi energi. Radiasi elektromagnetik diklasifikasikan ke dalam jenis

4
menurut frekuensi gelombang, jenis ini termasuk (dalam rangka peningkatan
frekuensi): gelombang radio, gelombang mikro, radiasi terahertz, radiasi
inframerah, cahaya yang terlihat, radiasi ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma.
Dari jumlah tersebut, gelombang radio memiliki panjang gelombang
terpanjang dan sinar gamma memiliki terpendek. Sebuah jendela kecil
frekuensi, yang disebut spektrum yang dapat dilihat atau cahaya, yang dilihat
dengan mata berbagai organisme, dengan variasi batas spektrum sempit ini.
EM radiasi membawa energi dan momentum, yang dapat disampaikan ketika
berinteraksi dengan materi.
c. Cahaya
Cahaya adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang yang
terlihat oleh mata manusia (sekitar 400-700 nm), atau sampai 380-750 nm.
Lebih luas lagi, fisikawan menganggap cahaya sebagai radiasi
elektromagnetik dari semua panjang gelombang, baik yang terlihat maupun
tidak.
d. Radiasi Termal
Radiasi termal adalah proses dimana permukaan benda memancarkan
energi panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. radiasi infra merah
dari radiator rumah tangga biasa atau pemanas listrik adalah contoh radiasi
termal, seperti panas dan cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah bola lampu
pijar bercahaya. Radiasi termal dihasilkan ketika panas dari pergerakan
partikel bermuatan dalam atom diubah menjadi radiasi elektromagnetik.
Gelombang frekuensi yang dipancarkan dari radiasi termal adalah distribusi
probabilitas tergantung hanya pada suhu, dan untuk benda hitam asli yang
diberikan oleh hukum radiasi Planck. hukum Wien memberikan frekuensi
paling mungkin dari radiasi yang dipancarkan, dan hukum Stefan-Boltzmann
memberikan intensitas panas.

2.2 Alat Ukur Radiasi


Alat ukur radiasi mutlak diperlukan dalam masalah proteksi radiasi
maupun aplikasinya. Hal ini disebabkan karena radiasi, apapun jenisnya dan

5
berapapun kekuatan intensitasnya tidak dapat dirasakan secara langsung dengan
indera manusia. Alat ukur radiasi selalu terdiri atas dua bagian yaitu detektor dan
instrumentasi. Detektor berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi energi
lain yang lebih mudah untuk diolah, biasanya energi listrik. Di dalam detektor
terjadi proses fisis, interaksi radiasi dengan bahan detektor, misalnya yang paling
banyak dijumpai adalah proses ionisasi.

Gambar 2.1 Konstruksi Alat Ukur Radiasi

Instrumen berfungsi untuk mengolah sinyal listrik yang dihasilkan


detektor menjadi informasi yang dapat dimengerti pekerja, misalnya pergerakan
jarum, suara (alarm) atau bahkan gambar spektrum radiasi. Perlu menjadi
perhatian bahwa nilai yang ditampilkan oleh suatu alat ukur bukanlah nilai
besaran radiasi itu sendiri, melainkan telah mengalami beberapa konversi. Oleh
karena itu semua jenis alat ukur radiasi harus dikalibrasi agar nilai yang
ditampilkannya setara dengan nilai yang diukur.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Prinsip Kerja Alat Ukur Radiasi


Hal yang paling mendasar untuk mengendalikan bahaya radiasi adalah
mengetahui besarnya radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi (zat
radioaktif atau mesin pemancar radiasi), baik melalui pengukuran maupun
perhitungan. Keberadaan radiasi tidak dapat dirasakan secara langsung oleh
sistem panca indera manusia. Radiasi tidak bisa dilihat, dicium, didengar, maupun
dirasakan. Oleh sebab itu, untuk keperluan mengetahui adanya dan mengukur
besarnya radiasi, manusia harus mengandalkan pada kemampuan suatu peralatan
khusus.
Pada prinsipnya, pendeteksian dan pengukuran radiasi dengan
menggunakan alat ukur radiasi memanfaatkan prinsip-prinsip kemampuan
interaksi (saling-tindak) antara radiasi dengan materi. Setiap alat ukur radiasi
selalu dilengkapi dengan detektor yang mampu mengenali adanya radiasi. Apabila
radiasi melewati bahan suatu detektor, maka akan terjadi interaksi antara radiasi
dengan bahan detektor tersebut (terjadi pemindahan energi dari radiasi yang
datang ke bahan detektor). Perpindahan energi ini menimbulkan berbagai jenis
tanggapan (response) yang berbeda-beda dari bahan detektor tersebut. Jenis
tanggapan yang ditunjukan oleh suatu detektor terhadap radiasi tergantung pada
jenis radiasi dan bahan detektor yang digunakan. Pendeteksian keberadaan dan
atau besarnya radiasi dilakukan dengan mengamati tanggapan yang ditunjukan
oleh suatu detektor.
Untuk mengukur besarnya tanggapan yang diberikan oleh bahan detektor,
maka detektor tersebut dihubungkan dengan peralatan khusus yang mampu
mengubah tanggapan-tanggapan tersebut menjadi sinyal-sinyal elektronik.
Selanjutnya, sinyal-sinyal elektronik tersebut diubah/dikonversikan ke dalam
besaran tertentu. Dengan menggunakan faktor konversi tertentu, besaran-besaran
tersebut dapat ditampilkan secara digital/analog sebagai hasil akhir berupa angka-
angka yang menunjukan besarnya radiasi yang diterima oleh bahan detektor.

7
3.2 Pengelompokan Alat Ukur Radiasi
Hingga saat ini, telah dikembangkan berbagai jenis alat ukur radiasi
dengan spesifikasi dan keunggulannya masing-masing. Dilihat dari garis besar
pemanfaatannya, alat ukur radiasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Untuk kegiatan proteksi radiasi
2. Untuk kegiatan aplikasi/penelitian radiasi nuklir.
Alat ukur radiasi yang digunakan untuk kegiatan proteksi radiasi harus
memiliki kemampuan untuk menunjukan nilai intensitas atau dosis radiasi yang
mengenai alat tersebut. Nilai intensitas atau besaran dosis radiasi yang
ditunjukkannya itu dapat dijadikan sebagai bahan acuan oleh seorang pekerja
radiasi untuk dapat langsung mengambil tindakan tertentu. Sedangkan alat ukur
radiasi yang digunakan untuk kegiatan aplikasi radiasi dan penelitian biasanya
ditekankan memiliki kemampuan untuk dapat menampilkan nilai kuantitas
/spektrum energi dari radiasi yang mengenainya.
Dari segi cara pembacaannya, alat ukur radiasi juga dapat dibedakan pula
menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Alat ukur pasif, yaitu alat ukur radiasi yang hasil pengukurannya tidak dapat
dibaca secara langsung, melainkan harus melalui proses khusus terlebih
dahulu. Contoh alat ukur radiasi pasif, antara lain: Film badge dan TLD
badge.
2. Alat ukur aktif, yaitu alat ukur radiasi yang hasil pengukurannya dapat dibaca
secara langsung. Contoh alat ukur radiasi aktif adalah dosimeter saku.
Fluks radiasi hanya satu dari beberapa faktor yang menentukan laju dosis
radiasi. Suatu fluks instrumen pengukuran belum tentu menjadi ukuran dosis
seperti yang ditunjukkan oleh contoh berikut.
Contoh 1:
Tinjau dua medan radiasi dengan kepadatan energi yang sama. Pada kasus
pertama kita mempunyai 0.1 MeV fluks foton dari 2000 foton per cm 2/sec. Pada
kasus kedua, energi foton adalah 2 MeV dan fluks 100 foton per cm 2/sec.
Koefisien penyerapan energi udara untuk 0.1 MeV radiasi gamma adalah 0.0233

8
cm2/g; untuk 2 MeV gamma, koefisien penyerapan energi adalah 0.0238 cm 2/g.
Nilai dosis untuk dua medan radiasi diperoleh:
Jawab:
μ (energi 0.1 MeV) = 0.0233 cm2/g
μ (energi 2 MeV) = 0.0238 cm2/g
phot MeV −13 erg cm2
∅ 2 ×E ×1.6 ×10 × μ(energy )
cm / s phot MeV g
Ḋ=
erg/ g
10−3
R
(3.1)
Substitusikan nilai yang diketahui pada persamaan diatas, dan kita peroleh:
Ḋ= 8.5 ×10−8 R / detik untuk 0.1 MeV radiasi
Ḋ= 8.7 ×10−8 R /detik untuk 2 MeV radiasi

Nilai dosis untuk kedua medan radiasi tersebut adalah sama. Akan tetapi,
suatu fluks instrumen pengukuran seperti Geiger counter, tercatat 20 kali lebih
banyak untuk radiasi 0.1 MeV dibandingkan dengan radiasi energi tinggi.

3.2.1 Dosimeter Saku


Dosimeter ini sebenarnya merupakan detektor kamar ionisasi sehingga
prinsip kerjanya sama dengan detektor isian gas akan tetapi tidak menghasilkan
tanggapan secara langsung karena muatan yang terkumpul pada proses ionisasi
akan “disimpan” seperti halnya suatu kapasitor.

9
Gambar 3.1 Konstruksi dosimeter saku

Konstruksi dosimeter saku berupa tabung silinder berisi gas sebagaimana


pada Gambar 3.1 di atas. Dinding silinder akan berfungsi sebagai katoda,
bermuatan negatif, sedangkan sumbu logam dengan jarum 'quartz' di bagian
bawahnya bermuatan positif. Mula-mula, sebelum digunakan, dosimeter ini diberi
muatan menggunakan charger yaitu suatu catu daya dengan tegangan tertentu.
Jarum quartz pada sumbu detektor akan menyimpang karena perbedaan potensial.
Dengan mengatur nilai tegangan pada waktu melakukan 'charging' maka
penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukkan angka nol. Dalam
pemakaian di tempat kerja, bila ada radiasi yang memasuki detektor maka radiasi
tersebut akan mengionisasi gas, sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan
negatif. Ion-ion ini akan bergerak menuju anoda atau katoda sehingga mengurangi
perbedaan potensial antara jarum dan dinding detektor. Perubahan perbedaan
potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.

Gambar 3.2 Dosimeter Saku

Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor sebanding dengan


intensitas radiasi yang memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga

10
sebanding dengan intensitas radiasi yang telah memasuki detektor. Skala dari
penyimpangan jarum tersebut kemudian dikonversikan menjadi nilai dosis.
Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat dibaca secara langsung dan
tidak membutuhkan peralatan tambahan untuk pembacaannya. Peralatan lain yang
dibutuhkan adalah charger untuk me-reset (membuat nol) skala jarum quartz.
Kelemahannya, dosimeter ini tidak dapat menyimpan informasi dosis yang telah
mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi kurang baik). Hal ini
disebabkan oleh adanya kebocoran elektrostatik pada detektor. Jadi, meskipun
tidak sedang dikenai radiasi, nilai yang ditunjukkan jarum akan berubah. Selain
itu dosimeter ini kurang teliti dan mempunyai rentang energi pengukuran tertentu
yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan film badge dan TLD.
Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang
diintegrasikan dengan komponen elektronika maju (advanced components)
sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum (secara
mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat langsung
menampilkan angka hasil pengukurannya. Dosimeter saku digital ini juga tidak
membutuhkan peralatan charger terpisah karena sudah built in di dalamnya. Setiap
kali diaktif-kan, secara otomatis dosimeter ini menampilkan angka nol.

3.2.2 Film Badge


Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor
film dapat “menyimpan” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi
selama film belum diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah
mengenainya atau telah mengenai orang yang memakainya maka tingkat
kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat.

11
Gambar 3.3 Proses Detektor Film

Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika digunakan juga
berfungsi sebagai penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya beberapa jenis
filter pada holder, maka dosimeter film badge ini dapat membedakan jenis dan
energi radiasi yang telah mengenainya. Di pasar terdapat beberapa merk film
maupun holder, tetapi BATAN selalu menggunakan film dengan merk Kodak
buatan USA dan holder merk Chiyoda buatan Jepang seperti pada Gambar 2.4.
Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau kalibrasi pembacaan yang tetap.

Gambar 3.4 konstruksi holder film merk Chiyoda

Dalam penggunaan film badge, perlu diperhatikan dua hal yaitu batas
saturasi tingkat kehitaman film dan masalah fadding. Sebagaimana telah dibahas
pada sub bab detektor film bahwa setelah mencapai nilai saturasinya penambahan
dosis radiasi tidak mempengaruhi tingkat kehitaman film. Oleh karena itu, film
badge harus sudah diproses sebelum dosis radiasi yang mengenainya mencapai
nilai saturasi. Sedangkan masalah fadding adalah peristiwa perubahan tingkat

12
kehitaman film karena pengaruh temperatur dan kelembaban. Khusus di Indonesia
yang memiliki temperatur dan kelembaban yang relatif sangat tinggi, masalah
fadding ini perlu diperhatikan.

Gambar 3.5 Film Badge

Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang lebih baik
daripada dosimeter saku. Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis
radiasi yang mengenainya dan mempunyai rentang pengukuran energi yang lebih
besar daripada dosimeter saku. Selain itu, film yang telah diproses dapat
digunakan untuk perhitungan yang lebih teliti serta dapat didokumentasikan.
Kelemahannya, untuk mengetahui dosis yang telah mengenainya harus diproses
secara khusus dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca tingkat
kehitaman film, yaitu densitometer.

3.2.3 Dosimeter Termoluminensi (TLD)


Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor
yang digunakan adalah kristal anorganik thermoluminensi, misalnya bahan LiF.
Proses yang terjadi pada detektor ini apabila dikenai radiasi sama halnya dengan
proses detektor sintilasi. Perbedaannya adalah bahwa cahaya tampak baru akan
dipancarkan, setelah kristal dipanaskan. Proses ini disebut proses termoluminensi.
Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4, CaF2 yang
mengandung bahan pengotor Mn.

13
Gambar 3.6 TLD
Sebagaimana diketahui bahwa beberapa bahan memiliki kemampuan
untuk menyimpan energi radiasi pengion yang diterimanya. Jika bahan tersebut
mendapat rangsangan berupa energi panas yang cukup maka akan dipancarkan
cahaya tampak dengan intensitas sebanding dengan energi total yang diserap oleh
bahan tersebut. Materi-materi yang memiliki sifat tersebut disebut fosfor. Selain
bahan-bahan yang telah disebutkan di atas, bahan-bahan lain yang termasuk bahan
fosfor, antara lain: NaCl, LiB4O7.
Zat padat dengan struktur kristal memiliki berbagai macam kerusakan kisi-
kisi kristal di dalamnya. Beberapa kerusakan kisi-kisi itu disebabkan antara lain
oleh hilangnya atom-atom atau ion-ion dari bahan, struktur bidang kristal yang
terputus atau adanya bahan-bahan asing (pengotor) yang terdapat dalam kristal.
Pada daerah di sekitar terjadinya kerusakan kisi tersebut sering kali terbentuk
pusat-pusat muatan listrik yang dapat menarik muatan listrik yang berlawanan.
Oleh sebab itu, jika elektron bergerak memasuki daerah kerusakan di mana
terdapat pusat muatan positif, maka elektron akan tertarik oleh pusat muatan
tersebut. Sebaliknya ion positif dapat tertarik memasuki daerah kerusakan kisi-kisi
dimana terdapat muatan listrik negatif.
Jika pusat-pusat muatan yang terbentuk cukup kuat, maka pusat muatan itu
mampu mengikat ion yang tertarik padanya. Pusat-pusat muatan yang cukup kuat
itu disebut sebagai perangkap, sedangkan kemampuan perangkap dalam mengikat
ion disebut kedalaman perangkap. Tingkat kedalaman perangkap tergantung pada
tingkat kerusakan kisi. Jika satu jenis kristal ditambahkan bahan pengotor, maka
diperoleh kristal dengan satu jenis perangkap.

14
Banyak perangkap-perangkap yang tidak stabil secara termik sehingga
akan melepaskan tangkapannya pada suhu kamar. Pada perangkap yang stabil,
elektron akan tetap terperangkap sampai dengan kisi diberikan energi panas yang
cukup.
Radiasi ionisasi yang memasuki detektor akan berinteraksi dengan kristal
termoluminensi, menyebabkan elektron yang berada dalam pita valensi berpindah
ke pita konduksi. Elektron-elektron ini tidak dapat kembali pada keadaan semula,
yaitu pada pita valensi karena elektron ini sengaja “dijebak” oleh pita energi.
Apabila kristal dipanaskan, elektron akan kembali pada pita valensi dengan
melepaskan/memancarkan foton cahaya. Jumlah elektron yang
tereksitasi/berpindah dari pita valensi ke pita konduksi sebanding dengan jumlah
dosis radiasi yang mengenai detektor. Pemanasan pada TLD menyebabkan TLD
itu memancarkan cahaya tampak yang ditangkap oleh foto katoda sehingga terjadi
pelepasan elektron dari permukaan foto katoda itu. Elektron-elektron yang
dilepaskan ini selanjutnya diarahkan ke tabung pengganda elektron yang di
dalamnya terdapat dinoda-dinoda. Setiap kali elektron menumbuk dinoda akan
menyebabkan terlepasnya elektron-elektron lain dari dinoda tersebut. Dengan
demikian terjadi pelipatgandaan jumlah elektron di dalam tabung pengganda
elektron. Elektron-elektron itu dapat menghasilkan pulsa listrik yang akan
diproses lebih lanjut oleh sistem rangkaian alat pencacah sehingga diperoleh data
hasil cacahan radiasi dari TLD.

Gambar 3.7 Proses terjadinya peristiwa termoluminesensi


pada fosfor

15
Panas yang diberikan sama dengan energi yang diperlukan untuk
men”jebak” elektron-elektron dalam pita konduksi. Pada umumnya, banyaknya
puncak cahaya dalam hasil pembacaan menunjukan tempattempat yang berbeda ,
sesuai dengan tingkat energinya dalam pita konduksi yang menangkap elektron.
Jumlah total cahaya itu merupakan total energi yang dilepaskan oleh seluruh
elektron untuk kembali pada pita valensinya, yang sebanding energi radiasi yang
masuk ke dalam detektor. Sedangkan intensitas cahaya sebanding dengan dosis
radiasinya.
Dosis radiasi dapat ditentukan dengan menghitung jumlah foton cahaya
yang dipancarkan. Secara praktek, perhitungan dosis dapat dilakukan oleh
penentuan daerah spektrum foton cahaya yang dipancarkan oleh bahan TLD.
Perubahan kelembaban, tekanan udara, dan temperatur normal tidak
mempengaruhi TLD. Berbeda dengan film pada film badge yang akan berkabut
bila dipakai lebih dari satu bulan.
Sebagaimana film badge, dosimeter ini digunakan selama jangka waktu
tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah
dosis radiasi yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan
kristal TLD sampai dengan temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-
percikan cahaya yang dipancarkannya. Alat yang digunakan untuk memproses
dosimeter ini adalah TLD reader.
Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada
tingkat ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah
diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi. Kelemahannya adalah: biaya
awalnya mahal, dan data dosis akan hilang setelah proses pembacaan.

3.2.4 Kamar Arus Ion


Kamar arus ion mempunyai suatu tanggapan yang besarnya sebanding
untuk energi penyerapan, dan banyak digunakan untuk fisika kesehatan untuk
membuat pengukuran dosis. Kebanyakan kamar ionisasi memiliki dinding yang
setara dengan udara sehingga pengukuran paparan bukan dosis. Paparan dalam
aturan yang lama dinyatakan oleh kuantitas yang disebut Roentgen, dan

16
dinyatakan dalam satuan SI oleh kuntitas yang disebut coloumb per kilogram,
C/kg, atau oleh air kerma, dengan satuan Jkg-1 atau gray (Gy). Hubungan
kuantitatif antara ketiga kuantitas ini adalah:
C
1 R=2.58 ×10−4 =0.0088 Gy
kg
Untuk tujuan proteksi radiasi, paparan dari 1 R setara dengan 1 rem dalam
aturan satuan yang lama, dan paparan dari 2.58 ×10−4 C/kg atau dala air kerma
0.0088 Gy adalah setara dengan 0.01 Sv. Survey meters fisika kesehatan dengan
dinding udara dapat dikalibrasi untuk membaca dalam satuan mR/h, C/kg, atau μ
Sv/h.
Suatu kamar arus ion pada dasarnya terdiri dari suatu ruang dengan dua
elektroda yang diberi potensial yang cukup rendah untuk mencegah terjadinya
multiplikasi. Ion yang dihasilkan diruang oleh radiasi dikumpulkan, dan mengalir
melalui rangkaian luar. Kamar ion berlaku sebagai sumber arus dari hambatan
dalam tak terhingga. Meskipun prinsip sebuah ammeter dapat ditempatkan
dirangkaian luar untuk membaca arus ion, dalam prakteknya ini biasanya tidak
dilakukan karena ukuran yang sangat kecil. Sebagai gantinya, beban resistor
bernilai tinggi R pada orde 1010 ohms ditempatkan pada rangkaian, dan penurunan
tegangan resistor diukur dengan sebuah elektrometer sensitif. Karena kapasitansi
dari perhitungan dan rangkaian terhubung C, tegangan beban resistor bervariasi
dengan waktu t, dan setelah rangkaian ditutup berdasarkan persamaan:
V ( t ) =IR(1−e t /RC ) (3.2)
Produk RC disebut konstanta waktu dari rangkaian detektor dan
menentukan kecepatan respon detektor. Ketika t sama dengan RC eksponen pada
persamaan (3.2) menjadi 1, dan tegangan memperoleh 63 % itu hasil akhir. Ketika
t meningkat melampaui konstanta waktu instrumen membaca kondisi tegangan
akhir. Perlu dicatat bahwa sensitivitas sebuah detektor dengan meningkatnya
beban resistor. Karena kapasitansi detektor tetap,I ni artinya bahwa sebuah
instrumen dengan beberapa rentang−¿yang diperoleh dengan memvariasikan nilai
R−¿jangkauan yang lebih sensitif memiliki konstamta waktu yang lebih lama,
dan karena itu lebih lambat merespon jangkauan yang kurang sensitif. Konstanta

17
waktu untuk fisika kesehatan mengamati alat bervariasi sekitar 10 detik.
Laboratorium instrumen, dimana kecepatan respon tidak penting, mungkin
memiliki konstanta waktu pada orde 100 detik.

Gambar 3.8 Prinsip mengoperasikan suatu kamar arus ion

Ketika ruang arus ion terpapar radiasi pada tingkat intensitas yang
berbeda, dan tegangan ruang yang divariasikan, sebuah kurva yang ditunjukkan
pada Gambar 3.9 diperoleh. Arus stabil disebut saturasi arus. Ketika dioperasikan
pada sebuah tegangan yang terletak pada kestabilan,

Gambar 3.9 Variasi arus ion dengan tegangan pada kamar


untuk level radiasi yang berbeda

semua ion yang dihasilkan pada ruang akan dikumpulkan. Pengoperasian ruang
arus ion, dan faktanya bahwa besarnya respon sebanding dengan energi yang
diserap, seperti yang ditunjukkan ilustrasi contoh berikut.
Contoh:
Sebuah ruang pengion berisi udara yang besar memiliki sebuah jendela
yang tebal nya 1 mg/cm2.(a) Berapa arus ionisasi akan dihasilkan jika 1200

18
210
partikel alpha dari Po yang masuk ruang per menit? (b)Ionisasi apa yangakan
terjadi jika ketebalan jendela dinaikkan hingga 3 mg/cm2.
Arus ionisasi didalam ruang mungki dapat dikalkulasikan dari persamaan:
I:
(a) Energy partikel alpha setelah menembus jendela didalam ruang, sama
dengan perbedaan antara energi kinetik mula-mula, 5.3 MeV dan
energi yang hilang setelah menmbus jendela. Mengasumsikan jendela
plastik setara degan tissue dalam menghentikan daya, kita kalkulasi
dari persamaan (5.14) dan (5.16), urutan 5.3 MeV partikel alpha dalam
plastik yang dibuat dengan 5.1 mg/cm2. Setelah lewat melalui 1
mg/cm2 jendela, sehingga tersisa energi kinetik partikel alpha adalah:
Dan menghasilkan arus ion, dari persamaan (9.9)

(b)jika ketebalan jendela ditingkatkan menjadi 3 mg/cm2, energi partikel


alpha yang memasuki ruang ionisasi menjadi:

Dan arus ion akan menjadi 2 ×10−13 A . Perlu ditekankan bahwa kedua contoh
partikel alpha yang memasuki kedalam ruang ion pada kecepatan yang sama. Jika
pulsa individu telah dihitung, sehingga perhitungan menjadi sama pada kedua
kasus.
Sebagai hasil pertimbangan rancangan elektronik, dasar rangkaian survei alat
ruang ionisasi biasanya jembatan Wheatstone (Gambar 9.25), dengan sebuah pipa
elektrometer menjadi elemen sensitif pada sau dari rangkaian jembatan. Grid pipa
dihubungkan dengan satu elektroda dari ruang ion. Jembatan seimbang setelah
melewati ruang arus ion disekitar jembatan. Mengganti ruang ion untuk
menghasilkan perubahan suatu tegangan pada grid pipa elektrometer sebagai arus
ionisasimengalir melalui beban resistor R1 jembatan tidak seimbang dan hasil
defleksi pada micrometer A. Jumlah penghitung defleksi proportional untuk sinyal
tegangan diterapkan untuk pipa grid; selanjutnya ini sebanding dengan arus
ionisasi yang sebanding dengan tingkat dosis radiasi. Karena karakteristik pipa
elektrometer, sinyal masukan pipa elektrometer harus berada pada orde sekitar 1

19
volt. Arus dari ruang ionisasi biasanya sangat lambat. Arus ion, tergantung pada
volume ruang V, dan pada tingkat dosis radiasi D, diperoleh persamaan:
I:
Untuk suatu ruang yang volumenya adalah 400 cm 3, dan nilai dosis dari 25mR/hr,
arus ionisasi I adalah 9.25 ×10−13 A . Untuk hasil penurunan tegangan sekitar 1
volt pada sebuah resistor dengan arus ini membutuhkan suatu resistor sekitar
1011ohms. Jika nilai resistor ini digunakan sebagai R1 pada skala yang paling
sensitif pada alat, maka kita membutuhkan resistor 1010 dan 109 ohm masing-
masing untuk nilai dosis skala penuh pengukuran 10 dan 100 kali lebih besar
daripada skala yang paling sensitf. Ini resistor yang sangat bernilai tinggi harus di
tutup rapat pada kaca jika resistansi mereka tetap tidak berubah. Penunjukkan
dengan tangan atau tidak merusak sambungan, atau dengan cara apapun grid ke
plat atau grid ke katoda resistansi pipa elektrometer, akan sangat mempengaruhi
sensitifitas alat. Oleh karena itu, dalam membuat perbaikan pada alat harus
berhati-hati untuk memastikan pemeliharaan resistansi pada rangkaian
elekrometer.
Tentunya dari alat ruang ion, seperti tipe Juno, dirancang untuk tanggapan
sensitifitas untuk alpha, beta, dan radiasi gamma, sedangkan yang lain seperti
cutie pie dapat merespon beta dan gamma. Rentang nilai dosis pada umumnya
digunakan untuk survey meter ruang ion adalah hingga beberapa ribu mR per
tahun-biasanya dalam tiga rentang. Skala penuh dibaca dari 25, 250, dan 2500 mR
per tahun radiasi gamma mungkin dianggap khas. Bagaimanapun, kurang sensitif
serta lebih sesitife tipe alat survey ruang ionisasi tersedia dipasaran.

3.3 Pengukuran Neutron


Neutron merupakan partikel yang tidak bermuatan listrik seperti elektron
dan proton. Karena tidak bermuatan, neutron tidak dapat menyebabkan ionisasi
secara langsung terhadap materi yang dikenai atau dilewatinya.
Namun demikian, apabila neutron berinteraksi dengan materi, neutron
akan menyebabkan ionisasi sekunder. Dengan melakukan deteksi/pengukuran

20
terhadap partikel/ion hasil dari proses ionisasi sekunder, inilah pengukuran
terhadap radiasi neutron dapat dilakukan.
Neutron cepat (fast neutron) dapat dideteksi melalui hasil interaksinya
dengan bahan-bahan yang banyak mengandung atom hidrogen. Jenis interaksi
antara neutron dengan inti atom hidrogen adalah tumbukan elastis.
Tumbukan elastis antara neutron dengan inti atom hidrogen akan
mengeluarkan partikel proton dari inti atom. Deteksi terhadap neutron dilakukan
dengan ionisasi yang dilakukan oleh proton yang keluar dari inti atom hidrogen
akibat tumbukan ini. Untuk deteksi neutron cepat sering digunakan alat ukur
proporsional dengan bahan isian yang memiliki kadar atom hidrogen yang tinggi,
seperti polietilin. Peralatan ini memiliki kepekaan yang sangat rendah dan sulit
untuk melakukan pengukuran di bawah laju dosis radiasi 50 μSv/jam.
Interaksi nuklir yang sering terjadi, yang digunakan dalam deteksi neutron
adalah reaksi antara neutron dengan bahan boron-10 dan lithium-6. Boron- 10
memiliki penampang lintang tangkapan yang tinggi (4010 barn) terhadap neutron
termik. Interaksi antara neutron dengan kedua bahan ini menghasilkan radiasi
partikel alfa. Partikel alfa ini yang akan melakukan ionisasi terhadap bahan
detektor.
Neutron termik dapat dideteksi pula dengan memanfaatkan interaksi antara
neutron dengan helium-3 yang menghasilkan proton dan tritium. Sistem
pendeteksian ini lebih disukai dibandingkan dengan pendeteksian yang
menggunakan gas boron-10, karena reaksi ini tidak sensitif terhadap gangguan
sinar gamma. Dalam daerah yang memiliki radiasi campuran sinar gamma dan
neutron, lebih mudah melakukan pengukuran neutron dengan menggunakan
detektor proporsional.
Tiga jenis interaksi yang pertama disebutkan merupakan interaksi neutron
yang sering terjadi pada neutron dengan energi kira-kira/kurang dari 0,5 eV.
Neutron dengan tenaga ini disebut sebagai neutron lambat.

21
3.3.1 Detection Reactions
Dalam reaktor fisi nuklir, neutron merupakan partikel yang memegang
peranan terpenting. Keadaan neutron mempengaruhi parameter-parameter dasar
reaktor seperti reaktivitas, dan daya reaktor itu sendiri. Dengan neutron sebuah
reaksi nuklir dapat terjadi serta berlangsung secara berantai. Kebutuhan untuk
mengukur flux neutron di dalam reaktor merupakan suatu hal yang mutlak
dilakukan untuk mengetahui daya reaktor yang dibangkitkan untuk selanjutnya
dilakukan pengendalian terhadap reaktor.
Neutron memiliki massa namun tidak memiliki muatan listrik sehingga
neutron tidak dapat secara langsung menghasilkan ionisasi pada detektor. Ha ini
mengakibatjan neutron tidak dapat secara langsung dideteksi. Ini berarti detektor
neutron harus melakukan proses konversi dimana neutron yang masuk
berinteraksi dengan inti atom tertentu yang menghasilkan partikel bermuatan
(secondary charged particle). Partikel bermuatan tersebut secara langsung
dideteksi dan neutron dapat diketahui.
Partikel Neutron melalui medium gas dan menghasilkan sedikit sekali
ionisasi secara langsung karena tidak bermuatan, sehingga tidak dapat dideteksi
secara langsung menggunakan peralatan instrumentasi seperti Pencacah Geiger
atau kamar ionisasi. Operasi sejenis (dengan peralatan berbasis ionisasi gas)
hanya dapat mendeteksi elektron bebas hasil ionisasi yang terbentuk oleh adanya
partikel bermuatan seperti α , β dan γ yang masuk ke detektor, sehingga tidak
dapat merespon adanya neutron secara langsung. Oleh karena itu, dibutuhkan alat
yang dapat diadaptasikan untuk mendeteksi dan mencacah partikel neutron
dengan memanfaatkan efek sekunder dari masuknya partikel tak bermuatan
tersebut.

3.3.2 Neutron Counting With A Proportional Counter


Salah satu kelemahan dalam mengoperasikan detektor pada daerah kamar
ionisasi adalah denyut out put yang dihasilkannya sangat lemah sehingga
memerlukan penguat arus yang besar atau sensitivitas alat baca (scaler) yang
tinggi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, tetapi masih tetap dapat

22
memanfaatkan kemampuan detektor dalam membedakan berbagai jenis radiasi,
maka detektor yang dioperasikan dalam daerah proporsional. Alat pantau
proporsional beroperasi pada tegangan yang lebih tinggi daripada alat pantau
ionisasi. Daerah ini ditandai dengan mulai terjadinya multiplikasi gas yang
besarnya bergantung pada jumlah elektron mula-mula dan tegangan yang
digunakan. Karena terjadi multiplikasi maka ukuran pulsa yang dihasilkan sangat
besar. Dalam hal ini dikatakan bahwa multiplikasi gas pada daerah proporsional
lebih besar dari satu.
Multiplikasi terjadi karena elektron-elektron yang dihasilkan oleh proses
ionisasi dipercepat oleh tegangan yang digunakan sehingga elektron tersebut
mempunyai energi yang cukup tinggi untuk melakukan proses ionisasi berikutnya
(ionisasi sekunder) terhadap bahan detektor sebelum mencapai anoda. Meskipun
terjadi multiplikasi, namun jumlah total elektron yang dihasilkan tetap sebanding
(proporsional) dengan ionisasi mula-mula. Oleh karena itualat pantau radiasi jenis
ini disebut sebagai alat pantau proporsional. Keuntungan dari alat pantau
proporsional adalah bahwa alat ini mampu mendeteksi radiasi dengan intensitas
yang cukup rendah penggunaannya yang sangat luas adalah untuk mengukur
aktivitas zat radioaktif. Detektor gas yang beroperasi pada daerah proporsional
memerlukan sumber tegangan yang super stabil karena pengaruh tegangan pada
daerah ini sangat besar terhadap tingkat multiplikasi gas dan juga terhadap tinggi
pulsa out put.
Untuk pengukuran neutron dengan perhitungan proporsional adalah
detektor proporsional yang diisi dengan gas BF3 atau gas Helium.
1. Boron trifluoride proportional counter
Gas Boron trifluoride, diperkaya dengan boron-10 digunakan dalam
penghitung proporsional isian gas. Pada prinsipnya, detektor jenis ini sangat
peka/sensitif untuk mengukur radiasi neutron termik, dan tidak sensitif untuk
neutron cepat. Apabila detektor ini digunakan untuk mendeteksi neutron
dengan energi intermediate dan cepat (energinya di atas 1 MeV), detektor ini
harus ditambahkan dengan dikelilingi oleh bahan pemoderasi neutron, seperti
polyethylene, untuk mengurangi energi/kecepatan neutron cepat menjadi

23
neutron termal. Filter yang terbuat dari bahan cadmium dapat ditambahkan
untuk lebih menyeragamkan respon energi. Detektor ini dapat digunakan
untuk mengukur radiasi neutron dengan energi mulai dari energi thermal
sampai dengan energi 10 MeV.
2. Boron lined proportional counter
Boron digunakan sebagai pelapis (liner) di dalam dinding proportional
counter yang memungkinkan dikatakan sebagai proportional gas daripada
boron trifluoride. Namun untuk tingkat stabilitasnya tidak sebaik stabilitas
yang dimiliki oleh boron trifluoride proportionalcounter.
3. Helium proportional counter
Helium propotional counter menggunakan helium sebagai bahan target radiasi
partikel neutron dan sebagai gas isian dalam detektor. Dalam hal aspek-aspek
yang lainnya, jenis detektor ini sama dengan detektor jenis boron trifluoride
proportional counter.

3.3.3 Neutron Rem Meter


Neutron tidak dapat melakukan ionisasi langsung terhadap materi karena
partikel ini tidak bermuatan listrik. Neutron cepat dapat dipantau melalui interaksi
antara neutron dengan material yang banyak mengandung atom hidrogen.
Interaksi neutron cepat dengan atom hidrogen (H) itu dapat mengeluarkan proton
dari inti atom H. Pemantauan neutron didasarkan pada ionisasi yang ditimbulkan
oleh proton pada bahan detektor. Untuk pemantauan neutron cepat sering
digunakan alat pantau proporsional dengan bahan detektornya berupa material
berkadar H tinggi, seperti polietilin. Namun peralatan ini hanya memiliki
kepekaan yang sangat rendah dan sulit melakukan pengukuran di bawah laju dosis
50 μSv/jam.
Reaksi nuklir yang paling umum digunakan untuk pemantauan neutron
termik adalah10B(n, α)7Li. 10
B mempunyai penampang lintang tangkapan yang
tinggi (4010 barn) terhadap neutron termik. Dari reaksi penangkapan itu, akan
dikeluarkan sinar-α yang mampu melakukan ionisasi terhadap bahan detektor.
Pemantauan neutron termik didasarkan pada hasil ionisasi bahan detektor oleh

24
sinar-α tersebut. Pemantauan neutron termik yang paling utama adalah
menggunakan alat pantau kamar ionisasi yang dilapisi selaput boron tipis atau alat
pantau proporsional yang diisi gas boron triflorida (BF3).
Neutron termik dapat pula dipantau menggunakan alat pantau proporsional
yang berisi gas helium (He). Tangkapan neutron menghasilkan pancaran proton
melalui reaksi 3He(n, p)3H, dimana 3H merupakan isotop hidrogen yang disebut
tritium. Ionisasi yang terjadi pada bahan detektor disebabkan oleh proton hasil
reaksi. Sistem ini pada umunya lebih disukai dibandingkan sistem pemantau yang
10
memanfaatkan reaksi dengan B karena reaksi yang melibatkan 3He tersebut
kurang sensitif terhadap gangguan radiasi gamma. Dalam medan radiasi campuran
neutron dan gamma akan lebih mudah memantau neutron dalam daerah
proporsional.
Detektor BF3 sebetulnya hanya peka terhadap neutron termik dan tidak
peka terhadap neutron cepat sehingga alat ini dapat secara langung mengukur laju
dosis neutron termik tetapi tidak bisa secara langsung mengukur laju dosis
neutron cepat. Untuk keperluan pengukuran neutron cepat, yaitu neutron dengan
energi diatas 1 MeV, maka neutron tersebut akan diperlambat (dimoderasi)
dengan moderator polietilin yang dipasang mengelilingi detektor. Dengan teknik
ini neutron cepat akan termoderasi sehingga berubah menjadi neutron termik dan
dapat dideteksi oleh BF3.
Tanggapan alat pantau yang memanfaatkan reaksi antara neutron dan
boron turun dengan cepat terhadap neutron berenergi beberapa eV. Sementara itu,
instrument yang memanfaatkan reaksi (n,p) antara neutron dengan material
berhidrogen tinggi baru mulai bekerja pada energi neutron diatas 100.000 eV
(0,1MeV). Karena belum adanya sistem peralatan yang mampu mengukur neutron
berenergi menengah, selama beberapa tahun dianggap bahwa neutron pada daerah
energi tersebut memiliki konstribusi yang sangat kecil terhadap laju dosis total
neutron, sehingga dapat diabaikan. Namun saat ini diketahui bahwa dalam
bebrapa kondisi, disekitar reaktor nuklir misalnya, neutron berenergi menengah
memiliki konstribusi yang cukup berarti terhadap dosis neutron total, dan sistem

25
instrumentasi dikembangkan untuk mengukur neutron pada daerah energi
tersebut.
Pemantauan laju dosis ekuivalen dari neutron sulit untuk dilakukan karena
faktor kualitas untuk neutron ini cukup bervariasi tergantung pada energinya.
Salah satu alat yang dapat secara langsung mengukur laju dosis ekuivalen dari
neutron adalah neutron rem meter. Alat ini umunya digunakan untuk pemantauan
neutron di reaktor nuklir dan dapat dipasang secara tetap (fix monitor) maupun
dibawa atau dipindah-pindah (potable monitor). Pengembangan alat pantau
neutron saat ini ditekankan pada neutron rem meter, karena alat ini mampu
mengukur dosis jaringan pada daerah energi neutron yang sangat luas dari termik
hingga kira-kira 15 eV. Alat ini dilengkapi dengan polietilin berbentuk silinder
yang mampu memperlambat neutron cepat melalui tumbukan elastis.
Polietilin dengan ketebalan beberapa cm mampu memoderasi neutron
cepat sehingga berubah menjadi neutron termik yang dapat berinteraksi dengan
bahan detektor BF3 atau pemendar LiI(Eu). Alat ini juga dilengkapi dengan
pencacah rem yang secara otomatis dapat mengkonversikan hasil cacahan neutron
menjadi laju dosis ekuivalen neutron. Namun untuk penggunaan dilapangan, alat
ini dapat dikatakan kurang portabel karena beratnyan mencapai sekitar 20 kg. Alat
pantau proporsional BF3 dapat dipakai untuk membedakan antara laju dosis
neutron termik dan neutron cepat dimedan radiasi neutron campuran dengan
memodifikasi teknik pengukuran sebagai berikut:
- Jika detektor BF3 dipakai untuk mengukur langsung (tanpa moderator) maka
yang akan terpantau oleh detektor hanyalah laju dosis neutron termik saja.
- Jika detektor BF3 dimasukkan kedalam moderator polietilin dan dilapisi
lempeng cadminium (Cd), maka neutron termik akan terserap oleh Cd,
sehingga yang terpantau oleh detektor ini hanyalah neutron cepat.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Ada berbagai jenis alat ukur radiasi perorangan diantaranya dosimeter
saku, film badge, dan TLD
2. Alat-alat ukur radiasi perorangan memiliki prinsip kerja yang berbeda
tergantung jenisnya. Dosimeter saku sebenarnya merupakan detektor
kamar ionisasi sehingga prinsip kerjanya sama dengan detektor isian gas
akan tetapi tidak menghasilkan tanggapan secara langsung karena muatan
yang terkumpul pada proses ionisasi akan “disimpan” seperti halnya suatu
kapasitor. Untuk film badge, terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan
holder. Sebagaimana telah dibahas sebelum ini, bahwa detektor film dapat
“menyimpan” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi
selama film belum diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah
mengenainya atau telah mengenai orang yang memakainya maka tingkat
kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat. Sedangkan TLD
menggunakan proses yang disebut proses termoluminensi.
3. Neutron dapat diukur dengan berbagai cara yaitu detection reactions dan
proportional counting.

4.2 Saran
Sebaiknya untuk pembuatan makalah selanjutnya, pengukuran neutron
dapat lebih dijelaskan lagi tidak hanya teorinya saja.

27
DAFTAR ISI

Akhadi, Mukhlis. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Rineka Cipta: Jakarta

http://adhiprihastomo.wordpress.com/2009/12/13/detektor-neutron-helium3-
neutron-proportional-counter/, pada tanggal 3 Oktober 2014

http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi, pada tanggal 3 Oktober 2014

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/proteksiradiasi/pengenalan_radiasi/2
-3.htm  , pada tanggal 3 Oktober 2014

https://www.ndeed.org/EducationResources/CommunityCollege/RadiationSafety/r
adiation_safety_equipment/pocket_dosimeter.htm, pada tanggal 3 Oktober
2014

28

Anda mungkin juga menyukai